Anda di halaman 1dari 51

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH

“​Urin Kemerahan​”

Kelompok B-6

Ketua : Raissa Salsabila (1102018255)


Sekretaris : Aisha Nadina Shani Asmara (1102018191)
Anggota : Melia Hanani Manalis (1102018021)
Mifta Khuljannah (1102018023)
Juliandra Firdaus (1102018269)
Azzahra Audy Ramadhani (1102018250)
Alma Dimitri Fanya (1102018263)
Nurul Amini Azzahra (1102018333)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2020

Jl. Letjend. Suprapto, CempakaPutih, Jakarta 10510


Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.42445
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................. 1
Skenario................................................................................................................... 2
Kata sulit.................................................................................................................. 3
Brainstorming.......................................................................................................... 3
Brainstorming.......................................................................................................... 4
Hipotesis.................................................................................................................. 5
Sasaran Belajar........................................................................................................ 6
Pembahasan ............................................................................................................ 7
Daftar Pustaka........................................................................................................ 49

1
SKENARIO

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan buang air kecil
kemerahan seperti air cucian daging sejak dua hari yang lalu. Keluhan disertai dengan buang air
kecil menjadi sedikit. Satu minggu yang lalu pasien mengalami demam dan nyeri tenggorokan,
sudah diperiksa ke dokter, diberi obat antibiotik dan sembuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu
37,5°c, ​frekuensi napas 34x/menit, edema tidak ada, jantung dan paru dalam batas normal.
Urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

2
Kata Sulit
1. Urinalisis: pemeriksaan sampel urin yang akan digunakan sebagai tes skrinning
maupun diagnostik.
2. Proteinuria: adanya protein serum yang berlebihan di dalam urin, yaitu di atas
150mg/hari. Secara urinalisa +1.
3. Hematuria: darah atau eritrosit di dalam urin. Apabila jumlah eritrosit dalam urin lebih
dari 5 per lapang pandang besar.

Pertanyaan
1​. Mengapa urin berwarna kemerahan?
2. Mengapa buang air kecil menjadi sedikit?
3. Mengapa bisa terjadi proteinuria?
4. Apakah hubungan penyakit tenggorokan dengan buang air kecil berwarna merah?
5. Mengapa pada urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria?
6. Mengapa tekanan darah tinggi?
7. Apakah ada pemeriksaan lain selain urinalisis?
8. Apa penyebab dari kasus tersebut?
9. Apa kemungkinan diagnosis untuk pasien tersebut?
10. Berapa tekanan darah normal pada anak-anak?
11. Bagaimana pandangan islam mengenai urin?
12. Apa saja gejala proteinuria dan hematuria?

Jawaban
1. Infeksi tenggorokan karena terinfeksi ​Streptococcus β hemolyticus G ​ rup A setelah 2
minggu kemudian akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus sehingga darah lolos
filtrasi dan menyebabkan urin berwarna merah.
2. Terjadi karena fungsi ginjal menurun yang menyebabkan kegagalan ginjal akut. Karena
adanya peradangan pada glomerulus, menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah
ginjal sehingga menyebabkan laju filtrasi ginjal juga meurun. Akibatnya terjadi oligouria.
3. Infeksi ​Streptococcus β hemolyticus ​Grup A menyebabkan infeksi dan timbul reaksi
hipersensitivitas tipe 3 yang diperantarai complex imun antigen antibody, yang akan
dibawa ke ginjal dan menempel di glomerular base membrane. Kemudian menyebabkan
inflamasi dan mengaktifkan komplemen c3, protease, oksidan, dan sitokin yang
menyebabkan sel podosit pada glomerulus rusak. Sehingga molekul besar seperti protein
dan darah bisa lewat, menimbulkan proteinuria dan hematuria.
4. Infeksi tenggorokan karena terinfeksi streptococcus beta hemoliticus group a setelah 2
minggu kemudian akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus sehingga darah lolos
filtrasi dan menyebabkan urin berwarna merah.

3
5. Infeksi ​Streptococcus β hemolyticus ​Grup A menyebabkan infeksi dan timbul reaksi
hipersensitivitas tipe 3 yang diperantarai complex imun antigen antibody, yang akan
dibawa ke ginjal dan menempel di glomerular base membrane. Kemudian menyebabkan
inflamasi dan mengaktifkan komplemen c3, protease, oksidan, dan sitokin yang
menyebabkan sel podosit pada glomerulus rusak. Sehingga molekul besar seperti protein
dan darah bisa lewat, menimbulkan proteinuria dan hematuria.
6. Apabila terjadi gangguan pada ginjal, ginjal akan mengeluarkan renin. Renin bekerja
secara enzimatik pada protein plasma lain disebut bahan renin atau angiotensinogen
untuk melepaskan angiotensin I. Di endothelium pembuluh paru terdapat enzim yang
disebut angiotensin converting enzyme (ACE) yang mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang kuat. Karena volume
darah tinggi, sedangkan diameter pembuluh darah yang dapat dilewati semakin restriktif
maka tekanan darah naik.
7. Pemeriksaan tes darah lengkap, tes immunologi (difokuskan ke tes asto dan komplemen
c3), biopsy ginjal, pemeriksaan radiologi.
8. Karena terinfeksi streptococcus beta hemoliticus group A
9. Glomerulonephritis fase akut.
10. 5 tahun: 104/65mmHg, 10 tahun: 111/73mmHg, dewasa: 120/90mmHg.
11. Urin dalam islam dianggap benda najis yang mewajibkan seseorang bersuci dari benda
tersebut jika mengenai pakaian atau tubuh. Konsep pembentukan urin menurut ibnu sinna
adalah proses kerja sama antara kabid, masaliku al-maiyyah, killi, uruq, dan sofrowyyu.
12. Proteinuria: pembengkakan pada tangan dan kaki, nyeri tenggorokan.
Hematuria: nyeri ketika buang air kecil, nyeri pada perut bawah bagian kanan.

4
HIPOTESIS

Infeksi streptococcus beta hemoliticus group A dapat menyebabkan reaksi antigen antibody pada
glomerulus di ginjal, yang akan menyebabkan filtrasi pada glomerulus terganggu sehingga
terjadi glomerulonephritis fase akut. Hal ini dapat menyebabkan proteinuria, hematuria, dan
peningkatan tekanan darah akibat reaksi dari renin angiotensin aldosterone. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan yaitu urinalisis, tes darah lengkap, biopsy ginjal, pemeriksaan radiologi, dan tes
immunologi. Menurut pandangan islam urin termasuk najis.

5
SASARAN BELAJAR

LO 1.​ ​Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih


1.1 Anatomi Makro
1.2 Anatomi Mikro
LO 2. ​Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal (fungsi dalam keseimbangan
cairan tubuh dan pengaturan tekanan darah)
LO 3.​ ​Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Pencegahan
3.10 Komplikasi
3.11 Prognosis
LO 4. Memahami dan​ ​Menjelaskan Pandangan Islam Mengenai Urin dan Darah

6
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
1.1 Anatomi Makro
Ginjal

Ginjal terletak dibagian posterior abdomen atas. Retroperitonium, diliputi peritoneum


pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua costa terakhir
(11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus lumborum dan psoas
major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat sekitar 130 gram.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal
ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
setinggi vertebra thoracal 11 sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah setinggi vertebra thoracal
12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

1. Cortex​, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
2. Medulla​, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis bertini​, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal.
4. Processus renalis​, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks.
5. Hilus renalis​, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.

7
6. Papilla renalis​, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
7. Calyx minor​, yaitu percabangan dari calyx major.
8. Calyx major​, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis​, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.
10. Ureter​, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia
renalis. Fascia renalisdibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah kiri
dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi oleh lemak
yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung membungkus
ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak disebut capsula
adipose.

Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada
A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal
terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan kiri
berbentuk bulan sabit.

Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi
A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi A.lobaris, setelah itu
menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu
menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.
Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke
V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke
V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal
dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke
atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O​2
bebas (sirkulasi pulmonal). Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis.

8
Ureter

1. Bentuk seperti corong keluar dari ginjal lewat hillus renalis, menerima dari calyx
major.
2. Ureter keluar dari hillus ginjal dan berjalan vertical ke bawah di belakang
peritoneum parietale melekat ke M. psoas masuk ke pelvis menyilang A.V iliaca
communis di depan Lig. Sacro iliaca masuk ke pelvis menuju vesica urinarius.
3. Ureter = saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke VU yang merupakan
lanjutan dari pelvis renis.
4. Panjang 25-30 cm
5. Bagian : Pars abdominalis (pada cavum abdominalis) dan Pars pelvina (pada
rongga panggil (pelvis) batas keduanya diambil suatu bidang disebut ​aditus
pelvis.
6. Ureter berjalan di dalam Spatium retroperitoneal kea rah kaudal dan agak kea rah
ventral dan bermuara ke VU.
7. Vaskularisasi: A. renalis (ureter atas) dan A. vesicalis inferior (ureter bawah).
8. Persarafan : Plexus hypogastricus inferior T11-T12 melalui nefron-nefron
simpatis.

Vesica Urinaria (Buli-buli/ kandung kemih/ urinary bladder)


-​ ​letak : regio hypogastrica (supra pubis)
- ​VU = rongga yang mengumpulkan urin yang dibentuk ginjal. Pengisian maksimal
berkisar 500-700 ml (perempuan lebih besar dati laki-laki). Namun keinginan
buang air kecil sudah muncul ketika pengisian 150-200 ml. pada perempuan
hamil sudah muncul keinginan berkemih pada pengisian sedikit karena adanya
tekanan dari uterus.

9
-​ B
​ ila kosongbentuk seperti limas dan apex VU terletak di belakang symphysis pubis.

- ​ Lapisan dalam VU pada muara masuknya ureter terdapat plica = ​plica ureterica
yang menonjol. Pada saat VU kosong plica akan terbuka lalu urin masuk,
sedangkan saat VU penuh plica akan tertutup karena dorongan urin sehingga
cairan urin tidak akan naik ke ureter. Pada keadaan tertentu plica ini rusak
sehingga urin naik ke atas masuk ke ginjal dan menumpuk disebut
hydronephrosis.
- ​Pada priavesicila seminalis dipermukaan posterior VU dan dipisahkan oleh ductus

deferens. Pada wanita diantara VU dengan rectum dan uterus.


- ​Cervix vesicae pada pria menyatu dengan prostat, sedangkan pada wanita

langsung melekat ke fascia pelvis.


- ​Fascia pelvis menebal membentuk Lig. Puboprostaticum pada pria dan Lig.

Pubovesicle untuk menahan leher VU pada tempatnya.


- ​Plica intraureterica ​= membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk

lipatan yang sebagian menghubungkan kedua ureter membentuk plica. Lipatan ini
jika dihubungkan dengan ​ostium urethrae internum ​akan membentuk segetiga =
trigonum vesicae (Litaudi)​, yang pada angulus superior trigonum menandai
pintu untuk ​ostium ureteris​, sedangkan angulus inferior trigonum berbatasan
dengan ​ostium urethrae internum.
- ​Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula = M. detrusor yang

berfungsi pengosongan VU vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk


sphincter vesicae sebagai otot penutup kandung kemih.

10
d.​ U
​ rethra

Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter,
vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih
panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul.
Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.
Uretra pria dibagi atas :
A. Pars prostatica​, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.
B. Pars membranaceae​, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.
C. Pars spongiosa​, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa
intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa
naviculare uretra).

11
1.2 Anatomi Mikro
Masing-masing ginjal mengandung 1-4 juta unit fungsional yang disebut nefron.
Bagian utama nefron adalah:
·​ ​Korpuskel renalis, merupakan tempat filtrasi darah, selalu terletak di korteks
· ​Tubulus proksimalis, seluruhnya terletak di korteks, dengan bagian yang lurus lebih
pendek memasuki medulla
·​ ​Ansa henle, letaknya di dalam medulla
·​ ​Tubulus distalis
· ​Tubulus penghubung (​connecting tubule)​ , yang menghubungkan nefron ke ductus
koligens

Tubulus penghubung dari beberapa nefron akan bergabung menjadi tubulus koligens
(​collecting tubules​) yang kemudian bergabung lagi menjadi ductus koligens. Muara
ductus koligens di papilla renalis, yang nantinya urin akan di curahkan ke kaliks minor.

Korpuskel Renalis
Setiap awalan nefron memiliki korpuskel renalis yang mengandung kapiler glomerulus
yang dikelilingi kapsul epithelial berdinding ganda yang disebut kapsul glomerular
(​bowman capsule)​ . Lapisan visceral kapsul ini membungkus kapiler glomerulus yang

12
berfenestra halus. Lapisan parietal luar membetuk permukaan kapsul. Di antara kedua
lapisan kapsul ada ruang kapsular (urinary) yang menampung cairan urin hasil saringan.
Setiap korpuskel renalis memiliki kutub vascular, tempat arteriol aferen masuk dan
arteriol eferen keluar, dan kutub tubular, tempat tubulus kontortus proksimal berawal.

Lapisan parietal luar kapsul glomerulus terdiri atas epitel selapis gepeng. Di kutub
tubular, epitel ini berubah menjadi epitel selapis kuboid yang berlanjut membentuk
tubulus proksimalis.

Lapisan visceral korpuskel renalis terdiri atas sel-sel podosit yang bersamaan dengan sel
endotel kapiler membentuk apparatus untuk penyaringan ginjal. Dari badan sel podosit,
sejumlah proccessus primer meluas dan menempel sepanjang kapiler glomerulus. Dari
processus primer bercabang lagi menjadi processus sekunder, yaitu pedikel.

Diantara pedikel-pedikel terdapat celah-celah memanjang atau celah filtrasi. Diafragma


celah (​slit diaphragm)​ berbentuk seperti ​zipper di sepanjang pedikel yang saling selisip
dan menjembatani celah filtrasi (​slit pores​).

Diantara sel endotel kapiler yang banyak mengandung fenestra dan podosit, terdapat
membrane basal glomerular (GBM) tebal (300-360 nm). Membrane ini merupakan
bagian paling penting dalam sawar filtrasi yang memisahkan darah dari celah kapsul dan
terbentuk melalui fusi lamina basal yang dihasilkan kapiler dan podosit.

13
Korpuskel renalis juga mengandung sel mesangial yang sebagian besar mirip perisit
vaskuler karena mempunyai sifat kontraktil dan menghasilkan komponen lamina
eksterna. Sel mesangial dan matriks sekitarnya membentuk mesangium yang mengisi
celah-celah antar kapiler yang tidak memiliki podosit. Fungsi mesangium:
·​ ​Penyokong fisik kapiler di dalam glomerulus
· ​Kontraksi yang disesuaikan dengan respons terhadap perubahan tekanan darah yang
membantu mempertahankan laju filtrasi optimal
· ​Fagositosis kumpulan protein yang melekat pada saringan glomerulus, termasuk
kompleks antigen antibodi yang banyak terdapat pada kondisi patologis
· ​Sekresi sejumlah sitokin, prostaglandin, dan faktor lain yang penting untuk pertahanan
imun dan perbaikan glomerulus.

14
Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub tubular korpuskel renalis, epitel selapis gepeng lapisan parietal kapsul
berlanjut sebagai epitel selapis kuboid tubulus kontortus proksimalis (PCT). Sel PCT
dikhususkan untuk reabsorpsi dan sekresi.

Sel-sel tubulus proksimalis memiliki inti di pusat dan sitoplasma yang sangat asidofilik
karena banyaknya mitokondria. Apeks sel memiliki banyak mikrovili panjang yang
membentuk ​brush border.​ Karena ukurannya yang besar setiap potongan melintang PCT
mengandung tiga hingga lima inti sel. ​Brush border yang panjang memberikan gambaran
lumen terisi bulu halus.

15
Ansa Henle
Ansa henle merupakan bangunan berbentuk U dengan segmen desendens tipis dan
segmen asendens tipis, keduanya terdiri atas epitel selapis gepeng. Dinding segmen tipis
hanya terdiri atas sel gepeng dengan sedikit organel. Segmen tipis asenden mereabsorpsi
natrium klorida (NaCl), tetapi bersifat impermeable terhadap air. Segmen asenden tipis
akan menjadi segmen asendens tebal (​thick ascending limb, TAL)​ , dengan epitel selapis
kuboid dan banyak mitokondria di medulla bagian luar dan meluas sejauh macula densa
dekat glomerulus nefron.

16
Tubulus Kontortus Distalis dan Aparatus Jukstaglomerularis
Pada tubulus kontortus distalis (​distal convoluted tubule, DCT​) reabsorpsi berlangsung
lebih sedikit dibandingkan di tubulus proksimalis. Sel selapis kuboid tubulus distalis
berbeda dengan sel di tubulus proksimalis karena lebih kecil, tidak ada ​brush border dan
lumen lebih kosong. Inti selnya lebih banyak terlihat. Sel-sel DCT kurang mengandung
mitokondria sehingga tampak kurang asidofilik.

Pada bagian tubulus distal awal yang berkontak dengan arteriol pada kutub vascular
korpuskel renalis dari nefron asalnya, sel-selnya menjadi lebih silindris dan berhimpit
padat, membentuk macula densa yang merupakan bagian dari struktur sensoris khusus,
yaitu apparatus jukstaglomerularis (JGA) yang memanfaatkan mekanisme umpan balik
untuk mengatur aliran darah glomerulus dan menjaga agar laju filtrasi glomerulus relative
konstan. Tunika media arteriola aferen juga mengalami modifikasi sehingga terdapat sel
granular jukstaglomerularis (JG), sel ini memiliki fenotipe sekretorik termasuk inti lebih
bulat, reticulum endoplasma kasar, kompleks Golgi, dan granul dengan protease renin.
Pada kutub vascular juga terdapat sel lacis yang merupakan sel mesangial
ekstraglomerular yang memiliki fungsi penyokong, kontraktil, dan defensive yang sama
seperti sel di dalam glomerulus. Fungsi dasar JGA adalah auroregulasi GFR dan
pengendalian tekanan darah.

17
Ductus Koligens
Bagian terakhir setiap nefron, tubulus penghubung, membawa filtrat ke dalam sistem
pengumpul yang membawanya ke kaliks minor. Sebuah tubulus penghubung dari tiap
nefron bergabung dalam ​medullary ray membentuk duktus koligens dari epitel selapis
kuboid. Tubulus koligens terus membentuk ductus koligens yang lebih besar yang terdiri
dari sel-sel silindris. Mendekati apeks setiap pyramid renalis, sejumlah ductus koligens
medulla bergabung lagi membentuk ductus papillaris (ductus Bellini) yang mengalirkan
urin ke dalam kaliks minor.

Tubulus dan ductus koligens terutama terdiri atas sel-sel principal yang terpulas pucat,
dengan sedikit organel, mikrovili yang tersusun renggang, dan batas sel yang sangat jelas.
Sel principal kaya akan aquaporin, yaitu protein pori membrane integral yang berfungsi
sebagai kanal spesifik untuk molekul air. Tersebar diantara sel-sel principal terdapat sel
interkalaris yang lebih gelap dengan banyak mitokondria dan penjuluran lipatan apical.

18
Ureter, Kandung Kemih, dan Uretra
Urin ditranspor oleh ureter dari pelvis renalis ke kandung kemih tempat urine disimpan
hingga dikeluarkan saat mikturisi melalui uretra. Dinding ureter terdiri dari lapisan
mukosa, muskularis, dan adventitia yang berangsur menebal saat mendekati kandung
kemih. Mukosa organ-organ ini dilapisi urotelium berlapis unik atau epitel transisional.
Sel epitel ini tersusun dalam tiga lapisan:
·​ ​Satu lapis sel basal kecil yang berada di atas membrane basal sangat tipis
· ​Daerah intermediet yang mengandung satu hingga beberapa lapis sel kuboid atau
silindris rendah
· ​Satu lapis superfisial sel payung elips atau bulbosa besar yang memiliki membrane
apical terdiri atas daerah-daerah “bersendi” dengan banyak plak uroplakin,
kadang-kadang berinti dua, untuk melindungi sel-sel di bawahnya terhadap efek
toksisitas urin yang hipertonik.

Lapisan muskularis terdiri atas tiga lapisan berbatas tidak jelas, yang secara kolektif
disebut otot detrusor, yang berkontraksi untuk mengosongkan kandung kemih. Semua
saluran kemih dilapisi oleh lapisan adventitia, kecuali bagian atas kandung kemih yang
dilapisi peritonium serosa

19
Uretra adalah saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke luar. Mukosanya
memiliki lipatan memanjang. Uretra laki-laki memiliki tiga segmen, yaitu:
· ​Uretra pars prostatika, dengan panjang 3-4 cm, berjalan melalui kelenjar prostat dan
dilapisi urotelium
· ​Uretra pars membranosa, segmen pendek yang berjalan melalui sfingter eksterna otot
rangka dan dilapisi epitel berlapis silindris dan epitel bertingkat
· ​Uretra pars bulosa atau spongiosa, dengan panjang 15 cm, dibungkus dalam jaringan
erektil penis dan dilapisi epitel berlapis silindris dan bertingkat silindris, dengan epitel
berlapis gepeng dibagian distal
Pada perempuan, uretra hanya berfungsi sebagai organ urinary, dengan panjang 3-5 cm
dan dilapisi mula-mula oleh epitel transisional yang kemudian beralih menjadi epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, berlanjut pada kulit pada labia minora.

20
21
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal (fungsi dalam keseimbangan cairan
tubuh dan pengaturan tekanan darah)
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :

1. Fungsi ekskresi
● Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
● Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H​+​dan membentuk kembali HCO​3​ˉ.
● Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
● Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
● Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
● Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
● Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
● ​Degradasi insulin.
● Menghasilkan prostaglandin

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan.

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan


menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali
ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi

22
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

Ginjal memiliki 4 mekanisme dalam pembentukan urin, yaitu :

1. Filtrasi glomerulus

Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler


glomerulus ke dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana
jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan
medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik
dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular.
Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim
dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan
glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang
disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman
space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan
ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3
lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium
kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela
atau fenestrate.

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang
medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif
permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah,
sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring.

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya
molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu
beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation (
positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut
dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam
lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di
glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan
darah tetapi tidak mengandung protein.

23
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur
persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.

Faktor yang mempengaruhi LFG :

LFG = Kf x (PKG + pKpB) – (PKpB + pKG)

Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi

PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus

PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman

pKpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0

pKG = tekanan onkotik kapiler glomerulus

A. Keadaan normal Kf jarang berubah, berubah dalam keadaan patologis. Dapat berubah
karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler
glomerulus.
B. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan
glomerulus.
C. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus à tidak berfungsi à mengurangi luas
permukaan filtrasi.

(PKG - PKpB - pKG) = tekanan filtrasi bersih

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah
dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran
anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di
dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan sebagai berikut:

A. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg


B. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
C. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi
tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi

24
tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin
rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.

Komposisi Filtrat Glomerulus

Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200
protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam
cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir
sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut
direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

A. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi,
semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin
tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
B. Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju
filtrasi.
C. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan
laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
D. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi
peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya
E. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan
menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
F. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.

2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus
proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan
dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus
proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain.
Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular
yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler
dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance) dibawa oleh sel dari cairn tubulus
melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah darisel,
melewati basolateral membrane plasma.

25
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari
vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet
sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus
proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump
manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga
konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar
difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na
melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na
melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na (
contransport ) atau berlawanan pimpinan (countertransport).

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary
active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan
active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati
membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari
bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na.

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut
didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi
dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada
tubulus melalui dua cara yaitu:

A. Transport aktif

Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-,
NO3, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel
tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik
didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical
gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+
didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut.
Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium
relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang
memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung
terus-menerus.

B. Transfor pasif

Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen
tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate
dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif,
misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis.
Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus

26
menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel
tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan
ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan
reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan
diluar lumen tubulus.

Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3-
yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui
proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu
mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat
dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.

3. Sekresi tubulus

Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari
filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada
tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus
kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke
darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap
hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa.
Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2%
dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi
pada tubulus proksimal dan tubulus distal.

4. Augmentasi/Sekresi Urin

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan
bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul
kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2,
H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi
atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua
senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa

27
namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah.
Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut.

Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun


bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun,
yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi
urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa
metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun
lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah.

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam
jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal
ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan
keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu
ginjal atau kalkuli.

Zat normal dalam urine:

A. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung
intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas
hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin
dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
B. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia akan
naik.
C. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang
diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB.
Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit
otot.
D. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut
dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout.

28
Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan
dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan
menjadi allantoin.
E. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari.
F. Allantoin, hasil oksidasi asam urat.
G. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari.
H. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin,
metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral
I. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada
urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang
pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme →ekskresinya naik dan menurun pada
penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.
J. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.
K. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan
yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal.
L. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis→ amilase dan disakaridase meningkat.
Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil.

PERANAN RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON PADA PENGATURAN


TEKANAN DARAH

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan
karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan
banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Nama “renin “ pertama kali diberikan oleh
Tigerstredt dan Bergman (1898) untuk suatu zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci.
Pada tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim yang
bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Baru pada
tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa renin dihimpun dan
disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol afferen ginjal, sebagai
kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992). Menurut Guyton dan
Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila
tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat
disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan
tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri
ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut
bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu
angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup
untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin
menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan

29
angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut. Dalam beberapa detik setelah pembentukan
angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk
membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi
selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru,
yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium
pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah
vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi
sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam 11 darah hanya selama 1 atau 2 menit karena
angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang
secara bersama-sama disebut angiotensinase. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka
angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri.
Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi
terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan
meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi
ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga
membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan. Cara utama kedua dimana
angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk
menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola
eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin
mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen
menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang
meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh,
angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran
darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula
proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah
mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan
volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar
adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut
menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+ ) dan air, serta meningkatkan volume dan
tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang
kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka 12
panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat
daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke
nilai normal.

30
3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut
3.1 Definisi
1. Glomerulonefritis Akut adalah istilah yang lebih bersifat umum dan lebih
menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel
glomeruli akibat proses imunologik. (Rauf et al., 2012)
2. Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post
sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

3.2 Etiologi
Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang
disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut
paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh Lohlein
pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran nafas, kuman
Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan meningkatnya titer
anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada Streptokokus beta
hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik. Protein M tipe 1, 2, 4 dan
12 berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas sedangkan tipe 47, 49, dan 55
berhubungan dengan infeksi kulit.
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNAPS. Ada beberapa penyabab glomerulonephritis akut, tetapi yang paling
sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1) Bakteri: Streptokokus grup C, ​Meningococcocus,​ ​Streoptoccocus viridans​,
Gonococcus​, ​Leptospira,​ ​Mycoplasma pneumoniae​, ​Staphylococcus albus​,
Salmonella typhi,​ dll;
2) Virus: Hepatitis B, ​varicella,​ ​echovirus​, ​parvovirus​, influenza, parotitis
epidemika;
3) Parasit: Malaria dan toksoplasma.
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan
bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokokus pada manusia disebabkan
oleh Streptokokus hemolisis beta grup A. Grup ini diberi nama spesies ​S. pyogenes​.
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
S. pyogenes β-hemolitik grup A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
1) Streptolisin O

31
Streptolisin O merupakan suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis
dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif
bila ada oksigen. Streptolisin O bergabung dengan antistreptolisin O, suatu
antibodi yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh streptokokus yang
menghasilkan streptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh streptolisin
O. Titer serum antistreptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru saja terjadi
atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang
yang hipersensitifitas.
2) Streptolisin S
Streptolisin S merupakan suatu zat penyebab timbulnya zona hemolitik disekitar
koloni streptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah.
Streptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non
spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan.

3.3 Epidemiologi
GNA dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Insidensinya meningkat pada
kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh
daritempat pelayanan kesehatan. Rasio terjadinyaglomerulonefritis sesudah
infeksi pada pria dibanding wanitaadalah 2:1. Penyakit ini dapat terjadi pada segala
usia, namunseringnya terjadi pada anak-anak, terutama usia 2-6 tahun. GNAPS jarang
terjadi pada anak kurang dari 2 tahun danlebih dari 20 tahun. Glomerulonefritis akut
dapat menjadipenyakit epidemik, terutama disebabkan Streptokokus beta hemolitikus
grup A tipe nefritogenik.
Kejadian glomerulonefritis akut sudah mulai menurunpada negara maju, namun
masih terus berlanjut pada negaraberkembang. Pada beberapa negara berkembang,
glomerulonefritis akut tetap menjadi bentuk sindrom nefritikyang paling sering
ditemui. Attack rate dari glomerulonefritisakut terlihat memiliki pola siklus, yaitu
sekitar setiap 10 tahun.

3.4 Klasifikasi
·​ ​Klasifikasi glomerulonefritis berdasarkan gejala klinis:
Proteinuria Proteinuria ringan
tersendiri Proteinuria ortostatik
(​isolated
proteinuria​)

32
Proteinuria Sindrom nefrotik idiopatik
dengan sembab ·​ ​Kelainan minimal
·​ ​Glomerulosklerosis fokal
·​ ​Membranosa
·​ ​Membranoproliferatif
Sindrom nefrotik kongenital dan
infantile
Sindrom nefrotik sekunder
Glomerulonefritis kronik

Hematuria Hematuria berulang benigna


tersendiri Hematuria familial
(​isolated Nefritis herediter (sindrom Alport)
hematuria)​ Purpura Henoch Schönlein
Nefropati IgA
Hematuria dengan proteinuria
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis kronik

Gagal ginjal akut Glomerulonefritis akut


Sindrom hemolitik uremik
Glomerulonefritis progesif cepat
· Berdasarkan terminology dan etiologi yang diketahui dan tidak, serta apakah kelainan

tersebut bersifat kongenital-keturunan atau didapat, penyakit glomerulus


diklasifikasikan seperti pada tabel:
Kongenital atau herediter ·​ ​Sindrom Alport
· ​Sindrom nefrotik kongenital (tipe

Finlandia)
·​ ​Hematuria familial

·​ ​Sindrom nail patella

Didapat Primer atau ·​ ​Penyakit kelainan minimal


idiopatik ·​ ​Glomerulonefritis proliferative mesangial

·​ ​Glomerusklerosis fokal segmental

· ​Glomerulonefritis membranoproliferatif

tipe I, II, II
·​ ​Glomerulonefritis membranosa

·​ ​Nefropati IgA

· ​Glomerulonefritis kronik yang lain (tak

terklasifikasi)

33
Sekunder Akibat ·​ ​Glomerulonefritis pascastreptokok
infeksi ·​ ​Hepatitis B
·​ ​Endocarditis bacterial sub akut

·​ ​Nefritis pirau

·​ ​Glomerulonefritis pasca penumokok

·​ ​Sifilis kongenital

·​ ​Malaria

·​ ​Lepra schistosomiasis

·​ ​Filariasis

·​ ​AIDS

Berhubun ·​ ​Purpura Henoch Schönlein


gan ·​ ​Lupus eritematosus sistemik
dengan ·​ ​Sindrom hemolitik uremik

penyakit ·​ ​Diabetes melitus

multisyste ·​ ​Sindrom Goodpasture

m ·​ ​Amyloidosis

·​ ​Penyakit kolagen vascular lainnya:

·​ ​Polyarteritis nodosa

·​ ​Penyakit jaringan ikat campuran

·​ ​Granulomatosis Wegener

·​ ​Vasculitis

·​ ​Artritis rheumatoid

Obat Penisilamin, obat anti radang nonsteroid,


kaptopril, garam emas, Street heroin,
trimetadion, litium, merkuri, dan lain-lain

Neoplasia Leukemia, limfoma, karsinoma

Lain-lain Rejeksi transplantasi ginjal kronik, nefropati


refluks, penyakit sel sabit, dan lain-lain

3.5 Patofisiologi
Setelah infeksi pernafasan yang yang disebabkan oleh strain tertentu dari
streptococcus grup A yang mengandung protein M di dindingnya. Selama perjalanan
infeksi, strain nefrogonik dari streptococcus membentuk komplex imun bersama
antibodi sirkulasi yang sesuai dan mengendap di membran glomerolus. Komponen
sistem imun, mencakup komplemen neutrofil, limfosit, monosit ditarik menuju area

34
mengalami kerusakan. Reaksi inflamasi yang menyertai memengaruhi fungsi
glomerolus.

3.6 Manifestasi klinis


1. Periode laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu. Periode 1-2
minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3
minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1
minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan
kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital
(edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema
timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai
sindrom nefrotik.
3. Hematuria
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari,
tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan

35
menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi
ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal
menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Oliguria umumnya timbul dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama.
6. Gejala Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang
terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat
hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi
walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan
terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air
sehingga terjadi hipervolemia.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Pemeriksaan Fisik
Mencari tanda-tanda overload cairan:

1. Periorbital dan / atau pedal edema


2. ​Edema dan hipertensi karena overload cairan (pada 75% pasien)
3. Crackles (yaitu, jika edema paru)
4. Peningkatan tekanan vena jugularis
5. Asites dan efusi pleura (mungkin)

Hal lain yang harus dicari:

A. Ruam (seperti vaskulitis, Henoch Schonlein purpura-, atau nefritis lupus)


B. Muka pucat
C. Ginjal sudut (yaitu, kostovertebral) kepenuhan atau kelembutan, sendi bengkak,
atau nyeri
D. Hematuria, baik makroskopik (gross) atau mikroskopis
E. Abnormal neurologis pemeriksaan atau tingkat kesadaran yang berubah (dari
hipertensi ganas atau ensefalopati hipertensi)
F. Radang sendi

36
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

a)​ D
​ arah (complete blood count)

- Titer ASTO meningkat

Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3,
puncak pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan
infeksi kulit, anti-DNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO
untuk infeksi ​Streptococcus .

- Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal

Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8 minggu
kemudian.

- Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.

Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin
melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-1.5 mg/100ml.
Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin
disebut azotemia

- LED cepat

Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih

- Leukositosis

Menunjukkan adanya infeksi

- Anemia normokrom normositik

Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan


tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi

- Kadar Albumin plasma menurun

Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin banyak


yang diekskresikan bersama urin.

- Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia,
hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.

37
- Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia,
dan tingkat tinggi hormon paratiroid

b)​ B
​ iopsi Ginjal

Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak


potongan-potongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk
membantu menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan
inflamasi.

c)​ U
​ rinalisis (menggunakan urine 24 jam)

- Proteinuria (<1g/dl)
Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan
tamm-horsfall(protein tubulus). Uji yang digunakan ada 2,pertama dengan
menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup
dengan membandingkan warna pada label yang nilainya 0-4+.

Tingkatan dipstick Konsentrasi protein(mg/dl)

0 0-5

Samar 5-20

1+ 30

2+ 100

3+ 300

4+ 1000

38
Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam)
dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.

- Hematuria setiap berkemih


Eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah
samar. Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.
- BJ meningkat
Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu
silinder urine. BJ normal 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan
jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria
- Silinder: eritrosit, granula dan lilin
Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubulus
con.distal dan ductus coligens
- Sedimen: jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat

d)​ K
​ ultur darah dan kultur jaringan

Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena


(IV) sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat
menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia.
Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies ​Streptococcus d​ apat
diperoleh.

e)​ R
​ adiografi

Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa
hemoptysis (misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru).
Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses
viseral diduga; juga mencari abses dada. CT scan kepala tanpa kontras mungkin
diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi ganas atau perubahan status mental.
Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru atau kultur
darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.

Diagnosis banding
Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala seperti GNAPS.
1.​ ​Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
2.​ ​Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
3.​ ​Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN)

39
3.8 Tatalaksana
1. Istirahat selama 3-4 minggu, setelah itu mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari
mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut.
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi Streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang
lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena
terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi
dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis
3. Makanan.
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan rendah garam
(1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi.
Untuk hipertensi ringan biasanya belum diberikan antihipertensi tetapi dilakukan
pengawasan ketat. Pada keadaan hipertensi sedang diberikan diuretika mulai dengan
dosis minimal (0,5mg – 2mg/kg/dosis) atau dapat ditambahkan dengan ACE inhibitor
dengan dosis 0,5mg/kg/hari dibagi 3 dosis. Jika pengobatan tersebut belum ada
perbaikan dapat diberikan antihipertensi golongan vasodilator. Pada krisis hipertensi
dapat diberikan 0,002 mg/kg/8 jam atau dapat diberikan nifedipine sublingual
0,25-0,5 mg/kgbb.
5. Bila terjadi gagal ginjal akut, maka dapat dipertimbangkan tindakan peritoneal
dialisis atau hemodialisis

Tindakan Khusus
1. Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis
paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:
a) Stop Intake peroral.
b) IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c) Pemberian oksigen 2-5 L/menit
d) Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.

40
e) Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik
2. Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau
diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit
kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan
yang dilakukan adalah:
a) Stop Intake peroral.
b) IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c) Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin
0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal
0,05mg/kgBB/hari.
d) Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.
e) Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan
dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari. Kejang
diatasi dengan antikonvulsan.

3.9 Pencegahan
Pengobatan lebih awal terhadap infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
infeksi Streptococcus dapat mengurangi resiko untuk terkenanya Glomerulonefritis
akut.

3.10 Komplikasi
1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan
nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan
kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit
hingga 3 kali.

2. Gangguan ginjal akut (​Acute kidney injury/AKI​) Pengobatan konservatif


- Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan
memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari.
- Mengatur elektrolit
3. Edema paru

Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering
disangka sebagai bronkopneumoni.

41
4. Posterior leukoencephalopathy syndrome

Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan


ensefalopati hipertensi, karena menunjukan gejala-gejla yang sama seperti sakit
kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.

3.11 Prognosis
Sebagian besar kasus epidemi mengikuti kursus yang berakhir dengan pemulihan
pasien lengkap (sebanyak 100%). Kematian GN akut pada kelompok usia yang paling
sering terkena, pasien anak-anak, telah dilaporkan pada 0-7%.
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk kronis.
Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% pasien dewasa dan 10% pasien anak-anak.
GN adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%).
Pada GNAPS, prognosis jangka panjang umumnya baik. Lebih dari 98% individu
tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-3%.
Dalam waktu sekitar satu minggu setelah onset, kebanyakan pasien dengan PSGN
mulai mengalami resolusi spontan dari retensi cairan dan hipertensi. Kadar C3 mungkin
kembali normal dalam 8 minggu setelah tanda pertama PSGN. Proteinuria dapat
bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopis hingga 1 tahun setelah onset
nefritis.
Akhirnya, semua kelainan saluran kemih akan hilang, hipertensi mereda, dan
fungsi ginjal akan kembali normal. Pada orang dewasa dengan PSGN, pemulihan penuh
fungsi ginjal dapat diharapkan pada lebih dari separuh pasien, dan prognosisnya buruk
pada pasien dengan glomerulosklerosis diabetik yang mendasari. Beberapa pasien
dengan nefritis akut mengalami gagal ginjal progresif cepat.
Kira-kira 15% pasien pada usia 3 tahun dan 2% pasien pada usia 7-10 tahun
mungkin mengalami proteinuria ringan yang persisten. Prognosis jangka panjang belum
tentu jinak. Beberapa pasien dapat mengalami hipertensi, proteinuria, dan insufisiensi
ginjal selama 10-40 tahun setelah penyakit awal. Kekebalan terhadap protein tipe M
bersifat spesifik, tahan lama, dan protektif. Episode berulang dari PSGN tidak biasa.
Prognosis GN pasca infeksi nonstreptokokus bergantung pada agen yang
mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosisnya lebih buruk
pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat, dan peningkatan kadar kreatinin
yang signifikan. Nefritis yang berhubungan dengan methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) dan infeksi kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi.
Dalam analisis gabungan GN poststaphylococcal, hanya 44,7% pasien mencapai
remisi; 22,9% berkembang menjadi ESRD dan tetap tergantung pada dialisis, dan 14,5%
meninggal. Usia yang lebih tua dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk
hasil yang merugikan.
Penyebab lain GN akut memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan total hingga
gagal ginjal total. Prognosisnya tergantung pada penyakit yang mendasari dan kesehatan

42
pasien secara keseluruhan. Terjadinya komplikasi kardiopulmoner atau neurologis
memperburuk prognosis.

43
4.​ M​M Pandangan Islam Mengenai Urin dan Darah

Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan
cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.

Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi dalam 2 bagian :
A. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau
tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.

Macam – macam Hadats dibagi 2 :

1. Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka
ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang
menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah

2. Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci
maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang
menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur.

44
- Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan
mahramnya tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.

B. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan
menghilangkan najis dengan air.
Najis terbagi menjadi 3, yaitu:
1. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau
jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan
salah satunya dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan
atau minum apa-apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan
air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang
zat atau sifatnya.
3. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing,
kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di
tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
Darah
Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam jumlah yang
besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

​Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging


babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang
terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.​ ​(QS An-Nahl: 115).

Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena darah dan
benda-benda najis lainnya harus dicuci.

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus dicuci bila terkena mani, air kencing dan
darah”. (HR. Ad Daruquthny)

Dari Asma’ binti Abu Bakar berkata bahwa ada seorang wanita mendatangi Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam dan bertanya,”Aku mendapati pakaian salah seorang kami terkena darah
haidh, apa yang harus dia lakukan?”. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,”
ia kupas dan lepaskan darah itu lalu ia kerok dengan ujung jari dan kuku sambil dibilas air
kemudian ia cuci kemudian ia shalat dengannya”. (HR. Bukhari)

45
a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh
Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang najis adalah darah yang
mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

…”​atau darah yang mengalir.” (QS Al An’am: 145)

Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang terbentuk atau menjadi
pusat berkumpulnya darah seperti hati, jantung dan limpa dan lainnya. Semua organ itu
tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang mengalir.

Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar, ketika darah itu masih
berada di dalam kantung, hukumnya najis dan tidak boleh shalat sambil membawa kantung
berisi darah. Tetapi bila darah itu sudah disuntikkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah
yang sudah masuk ke dalam tubuh itu tidak terhitung sebagai benda najis.

Darah yang najis hanyalah darah yang keluar dari tubuh seseorang.

b. Bukan Najis: Darah Syuhada’

Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang mengalir dari tubuh
muslim yang mati syahid (syuhada’). Umumnya para ulama sepakat mengatakan bahwa
darah orang yang mati syahid itu hukumnya tidak termasuk najis.

Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa
Sallam:”

Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darahdarahnya juga. Sesungguhnya


mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah
namun aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad)

Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu hanya bila darah itu masih
menempel di tubuh mereka. Sedangkan bila darah itu terlepas atau tercecer dari tubuh,
hukumnya tetap hukum darah seperti umumnya, yaitu najis.

c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan

Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang dimaafkan. Artinya meski
pun wujudnya memang darah, namun karena jumlahnya sedikit sekali, kenajisannya
dianggap tidak berlaku. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan dari sedikitnya
darah yang dimaafkan kenajisannya itu.

46
- Al Hanafiyah

Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu tidak terlalu besar
mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay lubang tempat keluarnya darah itu.
Mazhab ini juga memaafkan najis darah dari kecoak dan kutu busuk, karena
dianggap sulit seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya.

Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di laut yang keluar darah
dari tubuhnya secara banyak tidak najis. Hal itu disebabkan karena ikan itu
hukumnya tidak najis meski sudah mati.

- Al Malikiyah

Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang kenajisannya dimaafkan


adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi ukurannya tidak melebihi ukuran uang
dirham, bila terlepas dari tubuh.

- Asy-Syafi’iyah

Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa darah yang kenajisannya dimaafkan


adalah darah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun mazhab ini tidak
menyebutkan ukurannya secara tepat. Ukurannya menurut ‘urf masingmasing
saja.

Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh
seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran darah dalam donor darah. Demikian
juga darah kecoak dan kutu busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga darah yang
tidak nampak oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian tubuh tertentu,
termasuk yang dimaafkan.

Kotoran dan Kencing

Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Abu
Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis ghalizhah (najis berat). Sementara Abu
Yusuf dan Muhammad mengatakan najis ringan (khafifah).

Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja’,
namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau
mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari)

47
Selain itu juga ada dalil dari hadits yang lain dimana disebutkan bahwa kotoran manusia harus
dicuci dari baju.

“Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al Baihaqi dan
Ad-Daruquthny)

48
DAFTAR PUSTAKA

Alatas, H., dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak, Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Atlas Aanatomi Manusia : Organ-Organ Dalam SOBOTTA. ​Ed 23.​ J​ ilid 2. Jakarta : ECG

Basso N, Terragno, and Norberto A. 2001. Histrory about the discovery of the renin-angiotensin
system. Hypertension, 38(6): 1246-1249.

Campbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu.
Jakarta : Erlangga.

Cunningham MW. Pathogenesis of group A streptococcal infections. Clin Microbiol Rev.


2000;13(3):470-511.

Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa : Irawati setiawan,
LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC

http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Konsensus-Glomerulonefriti
s-Akut.pdf​ (akses pada 19 September 2020)

Madaio MP, Harrington JT. The diagnosis of glomerular diseases: acute glomerulonephritis and
the nephrotic syndrome. Arch Intern Med. 2001;161(1):25-34.

Mescher, A. L. 2018. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas, Ed. 14. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012. Paulsen. F. 2012.

Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford;
2003. h. 367-80.

Rauf S, Albar H, Aras J. 2012. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus.

Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED, Harmon

Simckes AM, Spitzer A. Poststreptococcal acute glomerulonephritis. Pediatr Rev.


1995;16(7):278-9.

Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N,

49
WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin: Springer;
2009. h. 743-55.

50

Anda mungkin juga menyukai