Anda di halaman 1dari 74

1

LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO 5 BLOK GENITO URINARIA SYSTEM
Bengkak pada Kelopak Mata







KELOMPOK 4

Aulia Olviana 1018011006
Elman Dani Firdaus 1018011008
Agustia Pratiwi 1018011035
Aris Yanuar Jaelani 1018011042
Assyifa Anindia 1018011043
Desty Ariani 1018011050
Dian Laras Suminar 1018011051
M. Akip Riyan S 1018011072
Nyimas Annissa MA 1018011086
Ramayang Nasttiti E 1018011090
Ranti Apriliani Putri 1018011091

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013

2

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
laporan kasus 1 ini yang berjudul Bengkak pada Kelopak Mata pada blok Genito
Urinaria System ini.
Selanjutnya, laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas tutorial dalam
blok Genito Urinaria System. Laporan tutorial mengikuti proses metode seven step
jump. Step 1 membahas klarifikasi terminologi yang belum jelas, dilanjutkan step 2
yaitu perumusan masalah. Step 3 adalah curah pendapat atau brainstorming masalah,
kemudian step 4 menganalisis masalah yang terkait dengan kasus, dan step 5
merumuskan learning objective. Step 6 merupakan kegiatan belajar mandiri dan step 7
diskusi panel dalam pertemuan tutorial ke-1 dan penulisan laporan.
Kepada dosen-dosen yang terlibat dalam blok research ini, kami ucapkan terima
kasih atas segala pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun dengan cukup
baik.
Kami menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi isi,
bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala
kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk
kesempurnaan laporan ini dan perbaikan untuk kita semua. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu pengetahuan untuk kita
semua.
Wassalamualaikum wr. wb.
Bandar Lampung, Juni 2013
Tim Penulis


3

Skenario 5. Gangguan Fungsional.


Bengkak pada Kelopak Mata

Seorang anak perempuan, usia 4 tahun, berat 16 kg datang ke poliklinik diantar orang
tuanya dengan keluhan bengkak hanya pada kelopak mata dan buang air kecil dalam jumlah
sedikit dan berwarna merah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/100
mmHg, ditemukan edema palpebra. 2 minggu sebelumnya, anak mengalami batuk pilek dan
demam. Dari anamnesis didapatkan oligouria, serta gross hematuri.























4

STEP 1
Tidak ada































5

STEP 2
1. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada kasus!
2. Diagnosis & DD!
3. Etiologi & factor resiko!
4. Patofisiologi edema, hematuria, hipertensi pada gagal ginjal!
5. Penatalaksanaan pada kasus!



























6

STEP 3


1. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada kasus!
Anamnesis dan Riwayat Penyakit
Anamnesis yang sistematik mencakup (1) keluhan utama pasien, (2) riwayat penyakit lain
yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya, dan (3) riwayat penyakit yang
diderita saat ini. Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan (1) sistemik yang
merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan
gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi, dan (2) lokal, seperti nyeri dan keluhan miksi.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan
pemeriksaan urologi. Kalainan-kelainan pada sistem urogenitalia dapat memberikan
manifestasi sistemik, atau tidak jarang pasien-pasien dengan kelainan di bidang urogenitalia
kebetulan menderita penyakit lain. Hipertensi, edema tungkai, dan ginekomasti dapat
merupakan tanda dari kelainan sistem urogenitalia.

Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,
tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI (Acute Kidney Injury) prarenal,
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI
pascarenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria
dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan
menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara
lain pigmented muddy brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang
dapat ditemukan pada ATN (Acute Tubular Necrosis); cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented muddy brown
granular cast pada nefritis interstitial.




7

2. Diagnosis dan DD!
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya. Gagal
Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolic atau patologik pada
ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh.

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal lainnya yang dialami penderita secara akut
antara lain : nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing
merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih /
Lekosit, Bakteri.

DD
Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,
hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis
SN terdiri dari:
1. Edema massif
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolestrolemia atau normokolestrolemia
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI).

Dari segi
usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan
sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang
terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam
3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan
genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan
tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change
nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL
(Nothing In Light Microscopy) disease.


8

Urolitiasis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidonefrosis atau infeksi pada ginjal. atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat
ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk
ke dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari
pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik Jika didapatkan demam harus dicurigai
suatu urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus
secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya
urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika.


3. Etiologi & Faktor Resiko!
Berdasarkan Etiologinya gagal ginjal akut terbagi menjadi 3:
1. Gagal ginjal prarenal
2. Gagal ginjal intrarenal
3. Gagal ginjal postrenal

Faktor resikonya
1. Umur & Jenis usia
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia
dapat terkena penyakit ini. Kejadian pada laki-laki dan perempuan hampir sama.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
9

kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh
terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah
cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh
tidak menerima air dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai
dengan simpanan air tubuh yang mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan
kesehatan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya.


4.Patofisiologi edema, hematuria, hipertensi pada gagal ginjal!
Patofisiologi edema
Tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah menyebabkan air cenderung untuk menyaring ke
dalam jaringan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma
darah dan jaringan. Akibatnya tekanan onkotik tingkat yang lebih tinggi protein dalam plasma
cenderung untuk menyedot air ke dalam pembuluh darah dari jaringan. Pada kasus terjadi
protein uria sehingga yang menyebabkan keadaan hipoalbumin. Karena kadar protein turun
pada darah, tekanan onkotik plasma turun menyebabkan air keluar dari pembuluh darah ke
jaringan intesitial dan terjadi edema.

Patofisiolgi hematuria
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra
glomerulus untuk memisahkan bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron
disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada
urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan herediter atau perubahan struktur
glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan dengan protein
Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini merupakan petunjuk penyakit/kelainan
glomerulus yang merupakan penanda penyakit ginjal kronik.Pada penyakit nefron/glomerulus
biasanya hanya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder. Proteinuria merupakan tanda
lesi nefrologi/glomerulus.

10

Patofisiologi hipertensi
Karena banyak air yang keluar ke jaringan intesitial, sebagai kompensasinya terjadi retensi
natrium yang pengaruhi hormon aldosteron, sehingga air serap kembali kedalam pembuluh
darah pada saat pembentukan urin. Karena banyak mengandung air, plasma darah menjadi
lebih encer dan meningkatkan tekanan darah.



5. Penatalaksanaan pada kasus!
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan
maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit
volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan
pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa
dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik
sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi
penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA
akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis
harus dilakukan dialisis secepatnya.















11

STEP 4


1. Anamnesis, pemeriksaan fisik & penunjang pada kasus!

Anamnesis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI (Acute Kidney Injury) sesuai
dengan yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut
memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada penyakit ginjal kronik
(PGK). Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain
riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati
pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan
tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada
PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik
dan penyakit ginjal polikistik. (Kasper et al, 2005) Upaya pendekatan diagnosis harus pula
mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan komplikasi.

Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan urine
output dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan
OAINS, ACE inhibitor dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit,
mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan
sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status
hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI.
Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis
AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong seperti gejala
trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila
terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul
ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal
menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun
iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi
12

akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan
antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom. (Sudoyo dkk, 2007)

Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,
tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan
pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented muddy
brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit
dan pigmented muddy brown granular cast pada nefritis interstitial.

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin (osmolalitas
urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan tipe AKI.

Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga mencapai 99%.
Akibatnya, ketika sampah nitrogen (ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat
vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik, fraksi
ekskresi natrium (FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang
dari 1%, FEUrea kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi
pada seseorang yang menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan
reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang sama juga berlaku
untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah mengalami adaptasi kronik dengan
pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal
akibat radiokontras dan mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal
secara dini dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula
menunjukkan hasil kurang dari 1%. (Schrier, Poole, Mitra; 2004)

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung
13

dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil
kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto
polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi. (Kasper
et al, 2005)

Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang belum
jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut
terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana spesifik,
seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain. (Kasper et al, 2005)

Peranan Penanda Biologis
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI (Cr serum, LFG dan
UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum antara lain:
1) Sangat tergantung dari usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang berat.
2) Tidak spesifik dan tidak dapat membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik,
kerusakan glomerulus atau tubulus).
3) Tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat dibandingkan penurunan
LFG dan tidak baik dipakai sebagai parameter pemulihan.
Penghitungan LFG menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr serum merupakan
perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi kadar Cr serum yang stabil. Perubahan
kinetika Cr yang cepat terjadi tidak dapat ditangkap oleh rumus-rumus yang ada.
Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh faktor prarenal dan sangat
dipengaruhi oleh penggunaan diuretik. Keseluruhan keadaan tersebut menggambarkan
kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat berpengaruh pada keterlambatan
diagnosis dan tata laksana sehingga dapat berpengaruh pada prognosis penderita.
Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah diperiksa, dapat mendeteksi AKI secara
dini sebelum terjadi peningkatan kadar kreatinin, dapat membedakan penyebab AKI,
menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan prognosis AKI. Penanda biologis dari
spesimen urin yang saat ini dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok yakni
penanda inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus (kidney injury molecule [KIM]-1,
Na+/H+ exchanger isoform 3), penanda kerusakan tubulus (cystatin C, a-1
mikroglobulin, retinol binding protein, NAG). (Han et al, 2008; Coca et al, 2008)
Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini, dapat disimpulkan bahwa:
14

1.IL-18 dan KIM-1 merupakan penanda potensial untuk membedakan penyebab AKI.
2.NGAL, IL-18, GST-p , dan g-GST merupakan penanda potensial diagnosis dini AKI.
3.NAG, KIM-1 dan IL-18 merupakan penanda potensial prediksi kematian setelah AKI.
(Coca et al, 2008).
Tampaknya untuk mendapatkan penanda biologis yang ideal, dibutuhkan panel
pemeriksaan beberapa penanda biologis. Sampai saat ini belum ada penanda biologis yang
beredar di Indonesia. (Roesli, 2007)


2.Diagnosis & DD!

Gagal ginjal akut
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA, acute renal failure[ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi yang
dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens. Peningkatan insidens AKI antara
lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus
yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus
AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid yang beragam,
meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan
terapeutik yang lebih agresif.
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48
jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 mol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam.
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan.
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Penurunan LFG dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI klasik) atau
tidak normal (acute on chronic kidney disease). Dahulu hal tersebut dikatakan sebagai gagal
ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam sehingga parameter dan batas
parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai kepustakaan. Atas
15

dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog
dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi AKI.
Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat
awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat
menggambarkan patologi gangguan ginjal.
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria
diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin
(Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis
mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunanurine output (UO) yang
seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan
kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker)
penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di mana saja.

Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,
hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis
SN terdiri dari:
1. Edema massif
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolestrolemia atau mormokolestrolemia
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI).

Dari segi
usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan
sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang
terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam
3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik congenital (SNK) yang didasari kelainan
genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan
tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change
nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL
(Nothing In Light Microscopy) disease.



16

ETIOLOGI
Sindrom nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau penyakit menahun yang luas.
Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bisa menyebabkan sindroma
nefrotik. Sindrom nefrotik bias berhubungan dengan kepekaan tertentu. Beberapa jenis
sindrom nefrotik sifatnya diturunkan.

Penyebab primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri dari sindrom nefrotik idiopatik dengan
kelainan histologik menurut pembagian ISKDC.
Penyebab sekunder, dari penyakit kelainan:
Sistematik
Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Erythematosus, scholein-Henoch Syndrome
Penyakit Pendarahan: Hemolitik Uremik Syndrome
Penyakit Keganasan: Hodgkins disease, Leukemia
Infeksi:
Malaria, Schistosomiasis mansoni, lues, subacute bacterial endocarditis, cytomegalic
inclusion disease.
Metabolik:
Diabetes Mellitus, amyloidosis.
Obat-obatan/allergen:
Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio,
obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin, senyawa emas, heroin intravena, penisilamin,
racun pohon ivy, racun pohon EK, dan cahaya matahari.

PATOGENESIS
Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen
amtibody larut dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam
tubuh bereaksi sehingga komplemen C
3
akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
kemudian terperangkap dibawa epitel capsula bowman yang secara imunofloresensi terlihat
beberapa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk
granuler atau noduler. Komplemen C
3
yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan
17

permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain dapat melewati mbg
sehingga dapat dijumpai didalam urin.


Perubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan
proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus
berupa gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein)
yaitu hilangnya fixed negatif ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat
hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah
seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin.
Urolitiasis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat
yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal
atau bulibuli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-
kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam
urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine
jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal
yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel
dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut di dalam
urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium,baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium
amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalkan batu asama urat mudah
18

terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena
urine bersifat basa.

Gambaran klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidonefrosis atau infeksi pada ginjal. Batu yang terletak di sebelah distal ureter
dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan
ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-
pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria
sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan
oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi
berupa drainase dan pemberian antibiotika.


3. Etiologi & factor resiko!

GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai
dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi
glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu
sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang
berbeda-beda.



19

a. Host
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena
penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit GGA paling banyak pada penderita
yang berumur 45 tahun.18 Menurut penelitian Katherine L. OBrien, Haiti, ditemukan 109
orang penderita GGA yang berumur dibawah 18 tahun.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya
pada pekerja di pabrik atau industri.
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh
terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah
cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab
bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di
mulai dengan simpanan air tubuh yang mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan
kesehatan. Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap kekurangan air, salah
satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup air. Pada
proses penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini
membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak cukup
cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan sempurna maka bahan-bahan
yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan
keracunan darah dan menyebabkan penyakit ginjal.
4. Riwayat penyakit sebelumnya.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :
a. Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya),
pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.

20

2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru.

b. Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :
1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya disebabkan oleh
kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi
satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain dalam tubuh, biasanya
disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang
tenggorokan streptokokal, tonsillitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia
Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi. Iskemia ginjal
berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat
menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai
menyebabkan penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-
sel epitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran
sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel
pada banyak nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat,
21

nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal
kembali pulih normal, selama tubulus masih baik.
Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :
1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka bakar, atau
asites.
2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi jantung, dan
tamponade.
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat
menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel
tubulus ginjal menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai akibatnya sel-sel epitel
hancur terlepas dari membran basal dan menempel menutupi atau menyumbat tubulus.
Beberapa keadaan membran basal juga rusak, tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh
sepanjang permukaan membran sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh
sampai dua puluh hari. Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat sembab. Khas
pada daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan lesi iskemik.
3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut
Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal, yang merupakan
kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi yang berat dan
dapat juga disebabkan oleh obat-obatan. Menurut penelitian
Fernando,1996, nefritis interstisial akut merupakan 2,1% dari semua penderita GGA.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai di dalam
pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari
kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis.
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
22

a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
b. Agent
Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi akibat
menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel
tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti :
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-
lainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan
kalsium natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metal alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.
e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.
c. Environment
Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang bekerja di dalam
ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi
adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan
penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan
membahayakan.
Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :
GGA Prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat
reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup
kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan
23

mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan
histologik atau morfologi pada nefron.
GGA Renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba
menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :31
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah
mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan
tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA
renal.

GGA Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini
akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.

24


4.Patofisiologi edema, hematuria, hipertensi pada gagal ginjal!

Patofisiologi edema
Tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah menyebabkan air cenderung untuk menyaring ke
dalam jaringan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma
darah dan jaringan. Akibatnya tekanan onkotik tingkat yang lebih tinggi protein dalam plasma
cenderung untuk menyedot air ke dalam pembuluh darah dari jaringan. Pada kasus terjadi
protein uria sehingga yang menyebabkan keadaan hipoalbumin. Karena kadar protein turun
pada darah, tekanan onkotik plasma turun. Tekanan osmotik koloid plasma berfungsi untuk
mempertahankan cairan agar tidak mengalir ke dalam rongga interstisial. Hal ini terutama
merupakan fungsi albumin. Albumin dihasilkan oleh hati dan apabila terdapat kerusakan oleh
hati, maka dapat terjadi keadaan hipoalbuminemia. Pada sindrom nefrotik, hipoalbuminemia
terjadi karena kehilangan berlebihan albumin di dalam urin. Hipoalbuminemia mengakibatkan
penurunan tekanan osmotik plasma, yang memungkinkan cairan tersebut merembes ke dalam
rongga interstisial. Pada malnutrisi terjadi penurunan masukan (intake) albumin, sehingga
juga bisa menyebabkan terjadinya edema.

Patofisiolgi hematuria
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra
glomerulus untuk memisahkan bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron
disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada
urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan herediter atau perubahan struktur
glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan dengan protein
Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini merupakan petunjuk penyakit/kelainan
glomerulus yang merupakan penanda penyakit ginjal kronik.Pada penyakit nefron/glomerulus
biasanya hanya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder. Proteinuria merupakan tanda
lesi nefrologi/glomerulus.


Patofisiologi hipertensi
Karena banyak air yang keluar ke jaringan intesitial, sebagai kompensasinya terjadi retensi
natrium yang pengaruhi hormon aldosteron, sehingga air serap kembali kedalam pembuluh
25

darah pada saat pembentukan urin. Karena banyak mengandung air, plasma darah menjadi
lebih encer dan meningkatkan tekanan darah.


5. Penatalaksanaan pada kasus!

Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan selama
berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial. Obatobatan
tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat
Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa
Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-oligourik lebih
baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi yang
berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai upaya
mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan dialisis.
Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi pilihan pada
pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah:
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria
kurang dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis
dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan
lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut dapat
dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan
ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus),
harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).
26

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga
dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegunaan
manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena
bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah.
Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam.
Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol
tidak memperbaiki prognosis pasien (Sjabani, 2008).
Dopamin dosis rendah (0,5-3 g/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin dosis
rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-
ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya,
pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat
korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons
dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status volume
pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak
ada dopamin dosis renal seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti
bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia,
iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan,
pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak
terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari
toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok,
sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal (Robert Sinto,
2010).

TERAPI PENGGANTI GINJAL
Yang dimaksud Terapi Pengganti Ginjal (TPG) adalah usaha untuk menggantikan
fungsi ginjal penderita yang telah menurun dengan menggunakan ginjal buatan
(dialisis/hemofiltrasi). Pada TPG seperti dialysis atau hemofiltrasi yang dapat diganti hanya
fungsi eksokrin dan fungsi pengaturan cairan dan elektrolit, serta ekskresi sisa-sisa
27

metabolisme protein. Sedangkan fungsi endokrin seperti fungsi pengaturan tekanan darah,
pembentukan eritrosit, fungsi hormonal maupun integritas tulang tidak dapat digantikan oleh
jenis terapi ini. Indikasi TPG pada penderita gagal ginjal akut sangat berbeda bila
dibandingkan dengan indikasinya pada gagal ginjal terminal. Indikasi TPG pada gagal ginjal
akut adalah untuk mempertahankan homeostasis tubuh (live or organ saving) dengan
melakukan perbaikan terhadap gangguan-gangguan homeostasis yang terjadi, disamping
dapat menghindari terjadinya overhidrasi akibat pengobatan. Sedangkan pada gagal ginjal
terminal adalah untuk menggantikan fungsi ginjal secara permanent. Dibawah ini daftar
indikasi TPG untuk penderita gagal ginjal akut:
Kriteria awal untuk pasien kritis dewasa yang memerlukan terapi pengganti ginjal:
Oliguria (output urin 200ml/12 jam)
Anuria (output urin <50 ml/12 jam)
Hiperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)
Asidemia berat (pH <7,1)
Azotemia (urea >30 mmol/L)
Organ signifikan (edema paru)
Ensefalopati uremia
Perikarditis uremia
Neuropati/miopati uremia
Disnatremia berat (Na >160 atau <15 mmol/L)
Hipertermi
Overdosis obat dengan toksin dialysis.

Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi untuk
melakukan TPG. Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk segera melakukan
TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal akut kritis.
Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan SLED (Sustained Low
Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering digunakan. Masing-masing TPG
mempunyai indikasi yang spesifik, derajat kesulitan dalam teknik, monitoring yang berbeda,
serta perbedaan dalam biaya pengobatan yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:
28

Dialisis (Hemodialisis, dialysis peritoneal), prinsip dasarnya adalah osmosis/ dialysis,
dibutuhkan cairan dialisat.

Dialysis peritoneal
Dialysis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu penanganan
pasien GGA, menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermeabel.

Prinsip dasar dialisis peritoneal
Untuk dialisis peritoneal akut biasa dipakai kateter peritoneum untuk dipasang pada
abdomen masuk dalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter terletak dalam kavum
douglasi. Setiap kali 2 liter cairan dialisis dimasukkan ke dalam kavum peritoneum melalui
kateter tersebut. Membran peritoneum bentindak sebagai membran dialisis yang memisahkan
antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dan plasma darah dalam pembuluh darah di
peritoneum. Sisa-sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin, kalium, dan toksin lain yang
dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal, pada gangguan faal ginjal akan tertimbun
dalam plasma darah karena kadarnya yang tinggi akan melalui difusi melalui membran
peritoneum dan akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan oleh tubuh.
Sementara itu setiap waktu cairan dialisat yang sudah di keluarkan diganti dengfan cairan
dialisat baru.
Cairan dialisat adalah cairan yang mengandung elektrolit dengan kadar seperti dalam
plasma darah normal. Komposisi elektrolit cairan dialisat : natrium, kalsium, magnesium,
klorida, laktat glukosa. Pada umumnya cairan dialisat tidak mengandung kalium karena
tujuannya untuk mengeluarkan kalium yang tertimbun karena terganggunya fungsi ginjal.

Indikasi dialisis peritoneal
1. dialisis peritoneal pencegahan : dilakukan setelah diagnosis GGA ditegakkan
2. dialisis peritoneal dilakukan ats indikasi :
a. indikasi klinis : keadaan umum jelek dan gejala klinis nyata
b. indikasi biokimiawi : ureum darah > 200 mg % ; kalium < 6 mEq/ L ; HCO
3
< 10-15
mEq/ L ; pH < 7,1
Keuntungan dialysis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara teknis lebih
sederhana, cukup aman, serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga
dapat dilakukan disetiap rumah sakit.
29


Filtrasi (CRRT) prinsip dasarnya adalah filtrasi/konveksi, dibutuhkan cairan substitusi.
CRRT merupakan terapi penggati ginjal yang berkesinambungan.
Prinsip dasar CRRT
Membuang (translokasi) zat- zat dengan kadar yang berlebihan keluar tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa yang terlarut dalam darah (solute), seperti toksin ureum, kalium, dll. Atau zat
peralutnya yaitu air atau serum darah (solution). Di dalam proses CRRT tranlokasi terjadi di
dalam ginjal buatan (dialyzer), yang terdiri dari 2 kompartemen atau ruangan, yaitu
kompartemen darah dan kompartemen dialisa. Kedua kompartemen ini dibatasi oleh sebuah
membran semipermeabel. Perbedaan tekanan antara kedua kompartemen disebut trans
membran pressure (TMP). Darah dari dalam tubuh akan dialirkan ke kompartemen darah,
sedang cairan dialisat dialirkan ke kompartemen dialisat. Translokasi dapat terjadi dengan
mekanisme difusi atau ultrafiltrasi.




















30

STEP 5
1. Sindroma nefrotik, gagal ginjal, dan IgA nefropati
2. Klasifikasi glomerulonefritis
3. Hipertensi anak





























31

STEP 6
Belajar Mandiri



Dorland. 1998. Buku Saku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Fakultas Kedokteran UI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 dan 3. Jakarta : FKUI

Fakultas Kedokteran UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FKUI

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_Sin
dromaNefrotikPatogenesis.pdf

http://yumizone.wordpress.com/2009/07/28/glomerulonefritis-akut-gna/

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC

Kumar,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Volume 2. Jakarta : EGC

Mycek, Mary J, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : PB PAPDI

Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Dagnostik. Edisi 2. Jakarta : FKUI

Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC

Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Elexmedia Komputindo.

32

STEP 7

1. SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria
masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m
2
luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang
dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya,
SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer
glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit
tertentu. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab
SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio
neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN
yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T.
Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal,nefropati
membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-
proliferatif. Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi,
keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit
metabolik, penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis,
stenosis arteri renalis, obesitas massif. Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN
primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi
minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat
dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak
nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki
dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada
dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak
disebabkan oleh diabetes mellitus.
Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi ginjal
untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat
perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang bervariasi dan sering
terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan. Berikut akan dibahas
patogenesis/patofisiologi dan penatalaksanaan SN.
Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik adalah penderita dengan usia > 60 tahun.
Namun secara tepatnya insiden dan prevalensi sindrom nefrotik pada lansia tidak diketahui
karena sering terjadi salah diagnosa. Apabila penyebab dari penyakit ini adalah penyakit
33

sistemik maka dapat ditemukan gejala klinis sesuai dengan penyebabnya. Pada lansia
dengan DM sering dihubungkan dengan kelainan glomerulus yang mengakibatkan sindrom
nefrotik pada lansia.


Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa adalah :
a. Glomerulonefritis primer (sebagian besar tidak diketahui sebabnya)
Glomerulonefritis membranosa;
Glomerulonefritis kelainan minimal;
Glomerulonefritis membranoproliferatif;
Glomerulonefritis paskastreptokok.
b. Glomerulonefritis sekunder
Lupus eritematosus sistemik
Obat (penisilinamin, kaptopril, AINS)
Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulonefritis (DM, amiloidosis)

Patogenesis dan Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman
pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
a. Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari
sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.
Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan
glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana
basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic
glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri
disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati
membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
34


b. Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.
c. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan
penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis
lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan
onkotik.
d. Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini
berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.
e. Edema
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat
hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan
peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta
penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan
meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi
fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain
mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan
aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP.
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan
bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume
plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama
fase diuresis.
f. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X,
35

trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel
serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
g. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal,
penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella,
Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering
terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.

Manifestasi Klinik
Gejala utama yang ditemukan adalah :
Proteinuria > 3,5 g/hari
Hipoalbuminemia < 30 g/l
Edema generalisata. Terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka,
asites dan efusi pleura
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri
Lipiduria (lemak bebas, sel epitel bulat yang mengandung lemak/oval fat bodie's, torak
lemak).


Gambar. Edema generalisata

Diagnosis
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa
proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m
2
luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl),
edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.

Pemeriksaan tambahan seperti
36

venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi
akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi
ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperlipidemia. Diperiksa fungsi ginjal dan hematuria. Biasanya ditemukan penurunan
kalsium plasma. Diagnosis pasti melalui biopsi ginjal.

Komplikasi
Gagal ginjal akut;
Trombosis;
Infeksi dan
Malnutrisi.

Penatalaksanaan
Tentukan penyebabnya (biopsi ginjal pada seluruh orang dewasa)
Penatalaksanaan edema.
Dianjurkan untuk tirah baring dan memakai stoking yang menekan, terutama untuk
pasien lanjut usia. Hati-hati pada pemberian diuretic, karena adanya proteinuria berat
dapat menyebabkan gagal ginjal atau hipovolemik. Harus diperhatikan dan dicatat
keseimbangan cairan pasien, biasanya diusahakan penurunan berat badan dan cairan
0,5-1 kg/hari. Dilakukan pengawasan terhadap kalium plasma, natrium plasma,
kreatinin dan ureum. Bila perlu diberikan tambahan kalium. Diuretik yang biasanya
diberikan adalah diuretic ringan, seperti tiazid atau furosemid dosis rendah, dosisnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Garam dalam diet dan cairan dibatasi bila perlu.
Pemberian albumin i.v hanya diperlukan pada kasus-kasus refrakter, terutama bila
terjadi kekurangan volume intravaskular atau oliguria.
Memperbaiki nutrisi
Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam. Manfaat diet tinggi
protein tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena adanya gagal ginjal, biasanya cukup
dengan protein 50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin.
Mencegah infeksi
37

Diberi antibiotik profilaksis, terutama terhadap infeksi pneumokok.
Pertimbangkan obat antikoagulasi
Dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik berat, kecuali bila terdapat
kontraindikasi. Tetapi (biasanya warfarin) dipertahankan sampai penyakitnya sembuh.
Penatalaksanaan penyebabnya
Pada dewasa tidak sama seperti anak-anak diberi terapi steroid sebagai penegakan
diagnosis, kelainan minimal hanya menjadi penyebab yang mendasarinya.
Pada lansia penggunaan prednisolon jangka pendek diketahui dapat memperlambat
terjadinya gagal ginjal terminal dan terapi kombinasi antara klorambusil dan prednison
cukup efektif untuk pengobatan sindrom nefrotik. Penanganan penyakit ini pada lansia
biasanya secara simtomatis, penggunaan diuretik dan membatasi asupan natrium. Hal lain
yang juga penting adalah penyakit sistemik yang mendasarinya harus diobati.

Sumber lain :
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit
penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki
hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit. Nefropati lesi minimal dan
nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik
terhadap steroid. Peneliti lain menemukan bahwa pada glomerulosklerosis fokal segmental
sampai 40% pasien memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap.
Schieppati dan kawak

menemukan bahwa pada kebanyakan pasien nefropati membranosa
idiopatik, dengan terapi simptomatik fungsi ginjalnya lebih baik untuk jangka waktu lama
dan dapat sembuh spontan. Oleh karena itu mereka tidak mendukung pemakaian
glukokortikoid dan imunosupresan pada nefropati jenis ini.
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya prednison
125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis dikurangi bertahap dan
dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat diulangi

Regimen lain pada orang
dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu
diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4 minggu. Sampai 90% pasien akan
remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu

namun 50% pasien akan mengalami
kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Hopper

menggunakan dosis 100 mg per 48
jam. Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4 minggu, dosis dinaikkan sampai 200 mg per 48
jam dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga 2 gram atau kurang per 24 jam, atau
38

sampai dianggap terapi ini tidak ada manfaatnya. Pada anak-anak diberikan prednison 60
mg/m
2
luas permukaan tubuh atau 2 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu, diikuti 40
mg/m
2
luas permukaan tubuh setiap 2 hari selama 4 minggu
.
Respon klinis terhadap
kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan
remisi lengkap jika proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl,
kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika
proteinuri <3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis
kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak
memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan
kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN
nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsial pada 50% SN nefropati membranosa
dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Perlu diperhatikan efek samping
pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis,
hipertensi, diabetes melitus.
Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk mengurangi proteinuri
digunakan terapi simptomatik dengan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI),
misal kaptopril atau enalapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan setelah 2 minggu, atau
obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), misal indometasin 3x50mg. Angiotensin
converting enzyme inhibitor mengurangi ultrafiltrasi protein glomerulus dengan
menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan memperbaiki size selective barrier
glomerulus. Efek antiproteinurik obat ini berlangsung lama (kurang lebih 2 bulan setelah
obat dihentikan). Angiotensin receptor blocker (ARB) ternyata juga dapat memperbaiki
proteinuri karena menghambat inflamasi dan fibrosis interstisium, menghambat pelepasan
sitokin, faktor pertumbuhan, adesi molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada ginjal.
ARB dilaporkan memberi efek antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis primer
dibandingkan pemakaian ACEI atau ARB saja. Obat antiinflamasi non-steroid dapat
digunakan pada pasien nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal segmental
untuk menurunkan sintesis prostaglandin.
Hal ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, penurunan tekanan kapiler glomerulus, area
permukaan filtrasi dan mengurangi proteinuria sampai 75%. Selain itu OAINS dapat
mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic dan mencegah agregasi trombosit.
Namun demikian perlu diperhatikan bahwa OAINS menyebabkan penurunan progresif
39

fungsi ginjal pada sebagian pasien. Obat ini tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin <
50 ml/menit.
Pada pasien yang sering relaps dengan kortikosteroid atau resisten terhadap kortikosteroid
dapat digunakan terapi lain dengan siklofosfamid atau klorambusil. Siklofosfamid
memberi remisi yang lebih lama daripada kortikosteroid (75% selama 2 tahun) dengan
dosis 2-3 mg/kg bb./hari selama 8 minggu. Efek samping siklofosfamid adalah depresi
sumsum tulang, infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas bila diberikan lebih dari
6 bulan. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg bb./hari selama 8 minggu.
Efek samping klorambusil adalah azoospermia dan agranulositosis.
Ponticelli dan kawan-kawan menemukan bahwa pada nefropati membranosa idiopatik,
kombinasi metilprednisolon dan klorambusil selama 6 bulan menginduksi remisi lebih
awal dan dapat mempertahankan fungsi ginjal dibandingkan dengan metilprednisolon
sendiri, namun perbedaan ini berkurang sesuai dengan waktu (dalam 4 tahun perbedaan ini
tidak bermakna lagi). Regimen yang digunakan adalah metilprednisolon 1 g/hari intravena
3 hari, lalu 0,4 mg/kg/hari peroral selama 27 hari diikuti klorambusil 0,2 mg/kg/hari 1
bulan berselang seling. Alternatif lain terapi nefropati membranosa adalah siklofosfamid 2
mg/kg/hari ditambah 30 mg prednisolon tiap 2 hari selama beberapa bulan (maksimal 6
bulan) levamisol suatu obat cacing, dapat digunakan untuk terapi SN nefropati lesi
minimal pada anak-anak dengan dosis 2,5mg/kg bb. tiap 2 hari sekurang-kurangnya 112
hari. Efek samping yang jarang terjadi adalah netropeni, trombositopeni dan skin rash.
Siklosporin A dapat dicoba pada pasien yang relaps setelah diberi siklofosfamid atau untuk
memperpanjang masa remisi setelah pemberian kortikosteroid. Dosis 3-5 mg/kg/hari
selama 6 bulan sampai 1 tahun (setelah 6 bulan dosis diturunkan 25% setiap 2 bulan).
Siklosporin A dapat juga digunakan dalam kombinasi dengan prednisolon pada kasus SN
yang gagal dengan kombinasi terapi lain. Efek samping obat ini adalah hiperplasi gingival,
hipertrikosis, hiperurisemi, hipertensi dan nefrotoksis.
Terapi lain yang belum terbukti efektivitasnya adalah azatioprin 2-2,5 mg/kg/hari selama
12 bulan. Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid dan obat imunospresan, saat ini
dapat diberikan suatu imunosupresan baru yaitu mycophenolate mofetil (MMF) yang
memiliki efek menghambat proliferasi sel limfosit B dan limfosit T, menghambat produksi
antibodi dari sel B dan ekspresi molekul adesi, menghambat proliferasi sel otot polos
pembuluh darah. Penelitian Choi dkk. pada 46 pasien SN dengan berbagai lesi
40

histopatologi mendapatkan angka remisi lengkap 15,6% dan remisi parsial 37,8 %. Dosis
MMF adalah 2 x 0,5-1 gram.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat(10).
Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgbb./hari. Giordano dkk memberikan diet protein
0,6 g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah proteinuri hasilnya
proteinuri berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun.
Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai
diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan
potassium sparing diuretic (spironolakton).
Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg
spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat multifaktorial. Diduga
hipoalbuminemi menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat kerjanya,
sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme utama resistensi ini.
Pada pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human albumin. Dikatakan terapi ini
dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan
ekskresi natrium. Namun demikian infus albumin ini masih diragukan efektivitasnya
karena albumin cepat diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah
dan bahkan edema paru pada pasien hipervolemi.
Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dini.
Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambat hidroxymethyl glutaryl co-
enzyme A (HMG Co-A) reductase yang efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat
golongan ini dikatakan paling efektif dengan efek samping minimal. Gemfibrozil,
bezafibrat, klofibrat menurunkan secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan
kadar kolesterol. Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang
meningkat menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan
kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserid.
Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan lebih efektif jika dikombinasi
dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total
dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin
D di usus yang memperburuk defisiensi vitamin D pada SN.
Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu tromboemboli yang terjadi pada kurang
lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati membranosa), digunakan dipiridamol (3
x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai anti agregasi trombosit dan deposisi
41

fibrin/trombus. Selain itu obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna penurunan
fungsi ginjal dan terjadinya gagal ginjal tahap akhir. Terapi ini diberikan selama pasien
mengalami proteinuri nefrotik, albumin <2 g/dl atau keduanya. Jika terjadi tromboemboli,
harus diberikan heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti pemberian warfarin oral
sampai 3 bulan atau setelah terjadi kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan pantauan
activated partial thromboplastin time (APTT) 1,5-2,5 kali kontrol sedangkan efek warfarin
dievaluasi dengan prothrombin time (PT) yang biasa dinyatakan dengan International
Normalized Ratio (INR) 2-3 kali normal.
Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia pneumokokal atau peritonitis) diberikan
antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk
mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan
menimbulkan masalah infeksi virus seperti campak, herpes.
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal
akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan
keadaan ini pada umumnya. Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat
dilakukan transplantasi ginjal.
Dantal dkk. menemukan pada pasien glomerulo-sklerosis fokal segmental yang menjalani
transplantasi ginjal, 15%-55% akan terjadi SN kembali. Rekurensi mungkin disebabkan
oleh adanya faktor plasma (circulating factor) atau faktor-faktor yang meningkatkan
permeabilitas glomerulus. Imunoadsorpsi protein plasma A menurunkan ekskresi protein
urin pada pasien SN karena glomerulosklerosis fokal segmental, nefropati membranosa
maupun SN sekunder karena diabetes melitus. Diduga imunoadsorpsi melepaskan faktor
plasma yang mengubah hemodinamika atau faktor yang meningkatkan permeabilitas
glomerulus.

Prognosa
Prognosis dari sindrom nefrotik biasanya 50% menjadi gagal ginjal terminal, 25% fungsi
ginjal baik, namun masih terdapat hasil pemeriksaan urin yang tidak normal dan 25%
relaps spontan.




42

GAGAL GINJAL AKUT
Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba, tapi tidak seluruhnya dan
reversibel. Kelainan ini mengakibatkan peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) serum
dan kreatinin. Lansia cenderung mengalami GGA yang bersifat progresif yang
mengakibatkan peningkatan morbiditas. 20% penderita dengan GGA mengalami
kerusakan ginjal yang berat, untuk itu setiap orang yang merawat lansia harus dilengkapi
dengan kemampuan untuk mengevaluasi GGA.

Etiologi
Diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Pra ginjal atau sirkulasi.
Terjadi akibat kurangnya perfusi ginjal dan perbaikan dapat terjadi dengan cepat setelah
kelainan tersebut diperbaiki, misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan curah
jantung dan peningkatan viskositas darah.
b. Ginjal atau parenkimal
Akibat penyakit pada ginjal atau pembuluhnya. Terdapat kelainan histologi dan
kesembuhan tidak terjadi dengan segera pada perbaikan faktor praginjal atau obstuksi,
misalnya nekrosis tubular akut, nekrosis kortikal akut, penyakit glomerulus akut,
obstruksi vascular akut dan nefrektomi.
c. Pasca ginjal atau obstruksi.
Terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra,
kedua ureter, dsb.

Penyebab GGA pada usia lanjut berbeda dengan penyebab GGA pada orang dewasa. Pada
usia lanjut penyebab GGA berturut-turut sebagai berikut : (potret GA, Bennet WM, 1991)
Sebagian besar (50%) karena dehidrasi atau gangguan elektrolit;
Obstruksi merupakan 40% penyebab GGA, terutama hipertrofi prostat;
Kelainan ginjal primer hanya merupakan sebagian kecil (10%) dari GGA pada usia
lanjut.

Diagnosis
Diagnosis kelainan pra ginjal ditegakkan berdasarkan adanya tanda-tanda gagal ginjal akut
(biasanya oliguria dengan kenaikan kreatinin dan ureum plasma) urin yang terkonsentrasi
43

dengan retensi natrium sehingga konsentrasi natrium urin rendah, dan perbaikan bila faktor
pra ginjal dihilangkan. Umumnya penyebab jelas diketahui.
Kemungkinan obstruksi harus dipertimbangkan sejak awal. Biasanya diperlukan
pemeriksaan berupa memasukkan kateter ureter dan USG ginjal.
Pada kelainan instrinsik, penyebab paling sering adalah nekrosis tubular akut. Terjadi
kerusakan yang parah tapi reversibel pada sel-sel tubulus, biasanya akibat syok atau
nefrotoksin. Gejala biasanya gagal ginjal dengan oliguria akut sembuh spontan dalam 1-3
minggu. Dapat pula disebabkan obstruksi tubular akut, reaksi alergi, dan sebagainya.
Gambaran klinisnya berupa gagal ginjal dengan oliguria akut, oliguria berat atau anuria.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi ginjal untuk mengetahui kelainan patologinya.

Komplikasi
Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang.
Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
Hematologi : anemia, diastesis hemoragik
Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial

Penatalaksanaan
Perbedaannya dengan gagal ginjal kronik adalah pasien memiliki kemungkinan lebih besar
memerlukan terapi spesifik dengan cepat. Lebih terlihat sakit, lebih jelas oliguria, dan lebih
terpapar kemungkinan komplikasi akut seperti hiperkalemia dan perdarahan saluran cerna.
Penatalaksanaan yang terpenting adalah mengetahui dimana letak kelainannya. Kemudian
gagal ginjal ditatalaksana sampai fungsinya kembali.
Bila kelainannya pra ginjal, perbaikan dapat langsung terjadi bila faktor pencetusnya
dihilangkan. Namun pada beberapa kasus, perbaikan baru terjadi setelah beberapa jam.
Pada kasus obstruksi, penyebab harus dihilangkan secara permanent karena dapat
menyebabkan gangguan fungsi tubulus yang berat. Diuresis masif dapat terjadi setelah
obstruksi akut dihilangkan. Jika kehilangan cairan tidak segera diganti, dapat terjadi
dehidrasi berat atau hipernatremia.
Penatalaksanaan secara umum adalah:
a. Diagnosa dan tatalaksana penyebab
44

Kelainan pra ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor pencetus,
keseimbangan cairan dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium
urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbangkan pemberian
inotropik dan dopamine.
Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikroskopik urin, dan
dipertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih
penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi, atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium
dibatasi hingga 60 mmol/ hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari
sebelumnya atau 30 ml/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya.
Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
Memberikan nutrisi yang cukup. Bila melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentasi intravena.
Mencegah dan memperbaiki hiperkalemia. Dilakukan perbaikan asidosis, pemberian
glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena
pada kedaruratan jantung.
Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
nafas dan nosokomial. Demam harus segera dideteksi dan diterapi. Kateter harus
segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk
mengetahui adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi
dari kenaikan rasio ureum: kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya
antagonis histamin H
2
(misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
Dialisis dini atau hemofltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/liter. Secara umum, continous hemofltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermiten dengan kateter
45

subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal atau hemofiltrasi.



Gambar 17. Hemodialisis

c. Penatalaksanaan organ lain
Umumnya pada pasien dengan kegagalan multiorgan, prognosisnya lebih buruk.



Prognosa
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri.
Prognosis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gaga) multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya.


GAGAL GINJAL KRONIK
46


Gambar. Keadaan ginjal pada gagal ginjal kronik

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang persisten dan ireversibel, yang
biasanya berkembang menjadi gagal jantung terminal. Meyer dkk mengungkapkan bahwa
asupan protein yang berlebih pada penderita GGK akan mempercepat terjadinya gagal
ginjal terminal yaitu dengan mempercepat sklerosis glomerulus, hipertensi dengan
hiperinfiltrasi glomerular. Pasien-pasien penderita GGK harus membatasi asupan natrium
untuk mencegah overload cairan.
Gangguan fungsi ginjal yang terjadi adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan ringan, sedang dan berat. Sedangkan gagal ginjal terminal adalah
ketidakmampuan ginjal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu
dialisis atau transplantasi).


Etiologi
Glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati
diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obstruksi, GOUT, dan tidak diketahui. Pada
lanjut usia, penyebab gagal ginjal kronik yang tersering adalah progressive renal sclerosis
dan pielonefritis kronis.

Manifestasi klinis
Gejala-gejala akibat gagal ginjal kronik dapat dilihat pada tabel di bawah ini Manifestasi
klinis gagal ginjal kronik :
47


Umum
Kulit
Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil.
Pucat, mudah-lecet, rapuh, leukonikia.
Kepala dan leher Fetor uremik,

lidah kering dan berselaput.
Mata Fundus hipertensif, mata merah.
Kardiovaskular Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis
uremik, penyakit vascular.
Pernafasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura.
Gastrointestinal Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolitis
uremik, diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Kemih

Reproduksi
Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal
yang mendasarinya.
Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
Saraf Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk,
kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma
Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
Sendi GOUT, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologi Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami
perdarahan
Endokrin Multipel
Farmakologi Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal

Pemeriksaan penunjang
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus,
dimulai bila lajunya kurang dari 60 ml/menit. Pada gagal ginjal terminal, konsentrasi
kreatinin dibawah 1 mmol/liter. Konsentrasi ureum plasma kurang dapat dipercaya karena
dapat menurun pada diet rendah protein dan meningkat pada diet tinggi protein,
kekurangan garam dan keadaan katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal
terminal adalah 20-60 mmol/liter.
Bersihan kreatinin (crealinine clearance) lebih buruk daripada kadar kreatinin 8 pada pria
dengan usia 20 tahun. Tidak ada batasan yang pasti dari kadar kreatinin untuk memulai
48

dialisis. Secara umum dialisis dilakukan bila gejala uremia timbul dan 8% penderita GGK
di Eropa memulai dialisis pada umur 65 tahun.
Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH, dan
peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat meningkat atau
menurun akibat masukan cairan inadekuat atau berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda
gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan berlebihan, asidosis tubular ginjal, atau
hiperaldosteronisme.
Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma.
Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan parathormon pada
hiperparatiroidisme.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr
pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Pemeriksaan
mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai penyakit yang mendasarinya.
Creatinine Clearance meningkat melebihi laju filtrat glomerulus dan turun menjadi kurang
dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000 mg/hari.
Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan elektrolit,
mikroskopik urin, urinalisa, tes serologi untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan
tes-tes penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV).
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal,
misalnya adalah kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen.
Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke
arah gagal ginjal kronik.

Diagnosis
Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan kecenderungan diagnosis. misalnya bila terdapat
riwayat nokturia, poliuria, dan haus, disertai hipertensi, dan riwayat penyakit ginjal,
mungkin lebih dipikirkan ke arah gagal ginjal kronik. Tanda-tanda uremia klasik dengan
kulit pucat atrofi, dengan bekas garukan tidak terjadi seketika dan jarang ditemukan pada
gagal ginjal akut. Namun pada banyak kasus, gambaran ini tidak ditemukan sehingga lebih
baik menganggap semua pasien azotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan bila
konsentrasi ureum plasma meningkat.

Komplikasi
49

Komplikasi sistemik yang sering adalah terjadinya anemia. Dimana anemia yang terjadi
dihubungkan dengan GGK melalui beberapa faktor, yaitu :
a. Pengurangan masa parenkim ginjal;
b. Eritropoetin yang rendah;
c. Kekurangan vitamin B 12 dan asam folat.

Pada uremia masa hidup sel darah merah memendek. Mungkin juga ada perdarahan dari
GIT yang menyebabkan anemia. Penggunaan obat seperti AINS dan bloker dapat
mengurangi kadar eritropoetin dalam darah. Transfusi darah tidak diberikan bila kadar Hb
>7 g/dl, kecuali bila pasien menunjukkan gejala klinis. Pada lansia dengan aterosklerosis,
penting untuk mempertahankan kadar Hb 10 g/dl untuk mencegah angina atau gagal
jantung kongestif.

Penatalaksanaan
Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan
hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada
beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg) atau Loop diuretik (bumetanid,
asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pada pasien GGK,
sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium
bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan
keseimbangan cairan (masukkan melebihi keluaran sekitar 500 ml). Untuk menentukan
asupan natrium, harus dilakukan pemeriksaan dari urin 24 jam dan biasanya asupan
natrium 2-4 g/hari cukup untuk menjaga keseimbangan natrium mmol/liter. Biasanya
terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan
dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida
(300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan. Namun hati-
hati dengan toksisitas tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan
paratiroidektomi atas indikasi.
Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai imunosupresif dan terapi lebih ketat.
50

Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat, ampoterisin,
dan allopurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah,
misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, hingga diperlukan dialisis.
Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialisis
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif, atau terjadi komplikasi.


Gambar. Transplantasi ginjal

Prognosa
Prognosis gagal ginjal kronik pada usia lanjut kurang begitu baik jika dibandingkan dengan
prognosis gagal ginjal kronik pada usia muda.







51

IgA NEFROPATI
IgA Nefropati adalah penyakit ginjal kronis yang berlangsung 10-20 tahun. Hal ini
disebabkan oleh endapan protein imunoglobulin A (IgA) dalam glomeruli (penyaring) dalam
ginjal. Glomeruli ini biasanya berfungsi sebagai penyaring limbah dan kelebihan air dari
darah dan mengirimkannya ke kandung kemih sebagai urin. Namun, protein IgA mencegah
proses penyaringan ini. Hal ini dapat mengakibatkan darah dan protein dalam urin dan
bengkak di tangan dan kaki. Tidak diketahui apa yang menyebabkan endapan IgA tersebut.

Gejala
Gejala yang paling umum adalah darah dalam urin. Sampai timbul gejala penyakit ini perlu
bertahun-tahun dan menyebabkan komplikasi seperti bengkak, infeksi saluran pernapasan
atas berulang, atau penyakit usus.

Perawatan
Pengobatan khusus untuk nefropati IgA akan ditentukan oleh dokter berdasarkan usia, kondisi
kesehatan pasien, riwayat kesehatan, dampak penyakit. Perawatan termasuk:
diet, pengurangan kolesterol, obat, berhenti merokok, latihan dan pemeliharaan berat badan
normal, serta kontrol tekanan darah.

Sindrom Nefrotik
Glomerulon
efritis akut
Gagal ginjal
akut
Gagal ginjal kronik
Etiologi 2. Autoimun
3. Infeksi
Streptokokus
beta hemolitik
grup A
4. Idiopatik
5. Mutasi Gen
(Congenital
Nephrotic
Syndrome)
Infeksi oleh
Streptokokus
beta
hemolitik
grup A
1. Prerenal
Hipoperfusi
ginjal
2. Renal
Kerusakan
parenkim
ginjal
3. Post renal
Obstruksi
renal
Glomerulonefritis,
diabetes mellitus,
hipertensi,
proteinuria,
kerusakan pada
parenkim ginjal dan
obstruksi
52

Manifes-
tasi
Klinis
Hiperkolesterolemi
a, proteinuria > 3,5
gr/24 jam,
hipoalbuminemia,
hiperlipiduria,
edema (wajah,
palpebra, tungkai,
skrotum, labia)
5 gejala khas.
Gejala lain yaitu
hematuria,
hipertensi, mual,
muntah, penurunan
nafsu makan,
malnutrisi, anemia
defisiensi zat besi
Edema
palpebra,
hematuria,
penurunan
nafsu makan,
hipertensi,
oliguria,
masa laten
infeksi 11-20
hari
Risk (penurunan
GFR dan
peningkatan
kreatinin 1,5x),
Injury
(peningkatan
kreatinin 2x),
Failure
(peningkatan
kreatinin 3x),
Lose (terjadi
kerusakan fungsi
ginjal),
Rilo (gagal ginjal
3 bulan)
Mual,muntah,
penurunan visus,
retinopati,
dekompensasi flora
usus, gatal pada
kulit, timbunan
kristal pada kulit,
kelainan pada
selaput serosa
Berdasarkan
pembagian stadium:
Stadium 1 :
normal, mulai
terlihat
kerusakan ginjal
(gangguan ginjal
tidak
mempengaruhi
aktivitas)
Stadium II :
penurunan GFR
60-89 (timbul
gejala khas
azostemia)
Stadium III :
penurunan GFR
30-59 (ginjal
rusak, aktivitas
terganggu, syok
hipovolemik)
Stadium IV :
penurunan GFR
15-29
53

Stadium V :
kerusakan ginjal
total
Patofisio-
logi dan
patogene-
sis
adanya
infeksipembentu
kan kompleks
antigen dan
pengeluaran
antibodi
spesifikkomplek
s antigen
antibodimengakt
ivasi
komplemenkom
plemen+kompleks
antigen antibodi
mengalir dalam
sirkulasiterjebak
dalam glomerulus
dan mengendap di
bagian sub endotel
dan setelah
mengendap
aktivitas sistem
komplemen tetap
berjalan,
mengaibatkan
kerusakan di
glomerulus yang
akan
mengakibatkan
penurunan GFR,
adanya
infeksipem
bentukan
kompleks
antigen dan
pengeluaran
antibodi
spesifikko
mpleks
antigen
antibodime
ngaktivasi
komplemen
kompleme
n+kompleks
antigen
antibodi
mengalir
dalam
sirkulasiter
jebak dalam
glomerulus
dan
mengendap
di bagian sub
endotel dan
setelah
mengendap
aktivitas

54

retensi natrium dan
air serta
peningkatan
aldosteron.
Mekanisme
terjadinya edema
adanya infeksi,
alergi dan stress
memicu timbulnya
respon imun yang
akan merangsang
pengeluaran
sitokin,
mengakibatkan
vasodilatasi
kemudian
meningkatkan
permeabilitas dan
kemudian akan
terjadi pengeluaran
protein-albumin
lewat urin. Hal
tersebut
menyebabkan
kadar albumin
dalam darah
berkurang, keadaan
tersebut disertai
resistensi terhadap
natrium dan air,
peningkatan
tekanan hidrostatik
intraseluler dan
sistem
komplemen
tetap
berjalan,
mengaibatka
n kerusakan
di glomerulus
yang akan
mengakibatk
an penurunan
GFR, retensi
natrium dan
air serta
peningkatan
aldosteron.
Mekanisme
terjadinya
edema
adanya
infeksi, alergi
dan stress
memicu
timbulnya
respon imun
yang akan
merangsang
pengeluaran
sitokin,
mengakibatk
an
vasodilatasi
kemudian
meningkatka
55

cairan intravaskuler
masuk ke
interstitial karena
terjadi kebocoran
plasma yang akan
menyebabkan
timbulnya edema.
n
permeabilitas
dan
kemudian
akan terjadi
pengeluaran
protein-
albumin
lewat urin.
Hal tersebut
menyebabkan
kadar
albumin
dalam darah
berkurang,
keadaan
tersebut
disertai
resistensi
terhadap
natrium dan
air,
peningkatan
tekanan
hidrostatik
intraseluler
dan cairan
intravaskuler
masuk ke
interstitial
karena terjadi
kebocoran
plasma yang
56

akan
menyebabkan
timbulnya
edema.
Pada
Glomerulone
fritis terjadi
edema pagi
hari setelah
bangun tidur
disebabkan
oleh karna
adanya gaya
gravitasi.
Tatalak-
sana
CT-Scan, USG
ginjal, biopsi,
angiografi,
pemeriksaan darah,
urin, ureum,
kreatinin.
Tirah baring, diet
rendah garam dan
protein, diberi
diuretik
(furosemid).

CT-Scan,
USG ginjal,
biopsi,
angiografi,
pemeriksaan
darah, urin,
ureum,
kreatinin.
Istirahat 3-4
minggu,
penisilin pada
fase akut, diet
protein, anti
inflamasi,
antihipertensi
.
CT-Scan, USG
ginjal, biopsi,
angiografi,
pemeriksaan
darah, urin,
ureum, kreatinin
IVP (untuk
pemberian kontras
ginjal), CT-Scan,
USG ginjal, biopsi,
angiografi,
pemeriksaan darah,
urin, ureum,
kreatinin



57

2. Klasifikasi glomerulonefritis


Berdasarkan lokasi terkenanya, terbagi menjadi :

Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal
kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
1. Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis glomerulus
dan perubahan proliferasif seluler.
2. Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan perubahan-
perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat
mengakibatkan kematian akibat uremia.
3. Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik
dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.

Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.

Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, terbagi menjadi :



58


3. Hipertensi pada anak
Anak bahkan bayi dapat mengalami hipertensi, bahkan penyakit ini dapat menimbulkan
kematian. Penting dilakukan deteksi dini dengan pengukuran darah secara rutin pada setiap
anak usia 3 tahun ke atas paling sedikit sekali setahun.
Hipertensi pada anak dibagi dua kategori, yaitu hipertensi, yaitu hipertensi primer bila
penyebab hipertensi tidak dapat dijelaskan atau tidak diketahui penyakit dasarnya,
biasanya berhubungan dengan faktor keturunan, masukan garam, stres, dan kegemukan.
Sedangkan hipertensi sekunder terjadi akibat adanya penyakit lain yang mendasarinya.
Dati penelitian selama ini menunjukkan hipertensi pada anak kebanyakan (80%) bersifat
sekunder akibat penyakit lain.
Satu sampai tiga dari 100 anak yang diperiksa tekanan darahnya menunjukkan hipertensi
dan 0,1% di antaranya merupakan hipertensi berat. Diperkirakan 2/3 dari anak dengan
hipertensi di kemudian hari akan menderita kerusakan ginjal bila tidak ditangani dengan
tepat. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah anak. Anak yang lebih berat atau
lebih tinggi badannya mempunyai nilai tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan anak
sebaya yang lebih kurus dan pendek.
Berdasarkan rekomendasi The Task Force, hipertensi pada anak adalah suatu keadaan di
mana tekanan darah sistolik dan atau diastolik rata-rata berada pada persentil besar sama
dengan 95 menurut umur dan jenis kelamin, yang dilakukan paling sedikit tiga kali
pengukuran.
Klasifikasi hipertensi menurut derajatnya adalah hipertensi ringan, bila tekanan darah baik
sistolik maupun diastolik berada 10 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja 150/100-
159/109 mmHg). Hipertensi sedang, bila tekanan darah baik sistolik maupun diastolik
lebih besar dari 20 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja besar dari 160/110
mmHg.
Penyebab hipertensi pada anak dapat digolongkan menjadi enam kategori utama, yaitu
penyakit ginjal, hampir 80% penyebab hipertensi pada anak berasal dari penyakit ginjal.
Biasanya timbul dalam bentuk akut atau berlangsung menetap (kronik).
Hipertensi akut dapat ditemukan pada penyakit sindroma hemotolik uremik, lupus
eritematosus sistemik dan gagal ginjal akut. Hipertensi kronik biasanya berkaitan dengan
penyakit parenkim ginjal dan kelainan ginjal bawaan. Sekitar 12% penyebab hipertensi
kronik disebabkan oleh penyakit pembuluh darah ginjal. Penyakit jantung dan pembuluh
59

darahnya, yaitu koarktasio aorta selalu menyebabkan hipertensi baik pada masa bayi
maupun anak. Penyakit ini ditandai dengan tekanan darah pada lengan atas lebih tinggi dari
tekanan darah pada tungkai, denyut nadi perifer melemah atau sulit diraba dan terdengar
suara bising jantung. Gangguan hormonal karena penyakit endokrin serta gangguan saraf
karena tumor, infeksi atau trauma terhadap otak dapat menimbulkan hipertensi. Faktor lain
adalah pemakaian obat kontrasepsi, kortikosteroid, dan obat tetes hidung.
Hipertensi primer kebanyakan dijumpai pada remaja laki-laki dalam bentuk derajat ringan
dan biasanya tidak menunjukkan gejala klinis.
Gejala umum yang timbul pada anak adalah sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri
perut, muntah, nafsu makan berkurang, gelisah, berat badan turun, dan keringat berlebihan.


Prevalensi dan distribusi hipertensi pada anak sulit digambarkan karena beragamnya
variasi penelitian dalam hal definisi dan teknik pengukuran tekanan darah yang sesuai dengan
standard menurut The Second Task Force Report tahun 1987.[2] Dewasa ini, hampir 15%
anak-anak yang berusia antara 6 dan 19 tahun termasuk overweight dibandingkan hanya 5%
pada 30 tahun yang lalu
.[3]
Seperti diketahui prevalensi hipertensi meningkat dengan
meningkatnya body mass index maka wajarlah apabila prevalensi hipertensi pada remaja juga
meningkat pada akhir-akhir ini. Hal tersebut berarti bahwa akhir-akhir ini prevalensi
hipertensi esensial semakin meningkat pada anak-anak terutama pada remaja.


Gambar 1. Prevalensi hipertensi menurut persentil indeks masa tubuh
60

Dikutip dari: McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology and evaluation.
In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical Pediatric Nephrology. London:
Informa Healthcare; 461-80

Batasan Hipertensi Pada Anak
Nilai tekanan darah yang dipakai untuk mendiagnosis hipertensi pada dewasa
ditetapkan berdasarkan analisis meningkatnya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan
dengan tingginya tekanan darah tersebut.
141
Pada anak batasan tekanan darah ditetapkan
berdasarkan pola tekanan darah anak sehat. Tekanan darah anak meningkat seiring dengan
meningkatnya umur. Nilai tekanan darah normatif ditetapkan berdasarkan gender, tinggi
badan dan umur. Tekanan darah dibawah persentil 90 berdasarkan umur, gender dan tinggi
badan dinyatakan normal. Pada publikasi yang keempat dari National High Blood Pressure
Education Program (NHBPEP) Working Group on Children and Adolescents tahun 2004
sebagai updating dari 1987 Task Force Report on High Blood Pressure in Children and
Adolescents telah diadakan sedikit perubahan pada definisi dan klasifikasi hipertensi pada
anak dan remaja.'
51

Anak-anak dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang berada diantara
persentil 90 dan 95 dikategorikan sebagai prahipertensi. Namun anak-anak remaja yang
mempunyai tekanan darah diatas 120/80 mmHg juga dinyatakan sebagai prahipertensi
meskipun masih berada dibawah persentil 90. Penetapan kategori prahipertensi penting untuk
melakukan intervensi pencegahan terjadinya hipertensi yang sesungguhnya. Pada dewasa
tekanan darah dan penyakit kardiovaskuler mempunyai hubungan yang jelas dan tidak
tergantung pada faktor risiko yang lain. Risiko tersebut dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, sebuah nilai dibawah batasan prahipertensi, dimana risiko akan berlipat dua pada
setiap kenaikan 20/10 mmHg.'61 Anak-anak dengan tekanan darah diatas persentil 95
didiagnosis sebagai menderita hipertensi. Anak-anak dengan tekanan darah diantara persentil
95 dan persentil 99 + 5 mmHg diklasifikasikan hipertensi stadium 1. Tekanan darah diatas
persentil 99 + 5 mmHg masuk kategori hipertensi stadium 2 yang memerlukan intervensi
yang lebih cepat (tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada anak dan dewasa

61

Pediatrics definition
Normal <90th percentile <120/80
Prehypertensive 90th to <95th percentile, or if BP
exceeds 120/80
120-139/80-89
even if <90th percentile up <95th
percentile
a


Stage 1
hypertension
95th to 99th percentile + 5 mmHg 140-159/90-99
Stage 2
hypertension
>99th percentile + 5 mmHg 160/100
a
This occurs typically typically at 12 years old for systolic blood pressure (SBP) and
at 16 years old for diastolic blood pressure (DBF).
Dikutip dari: McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology and evaluation.
In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical Pediatric Nephrology. London:
Informa Healthcare; 461-80
Kenaikan tekanan darah haruslah dikonfirmasi pada 3 kali kesempatan yang berbeda,
kecuali apabila pasien mengalami hipertensi yang parah dan/atau simtomatik. Kadang-kadang
pasien menunjukkan peningkatan tekanan darah (> persentil 95) yang menetap dikamar
praktek, tetapi tekanan darah menjadi normal (< persentil 95) apabila pasien berada dirumah
atau dilingkungan sehari-hari. Keadaan demikian disebut sebagai "white coat hypertension".
Pada keadaan tersebut pemantauan dengan ambulatory blood pressure monitor 24 jam
merupakan cara terbaik untuk menegakkan diagnosis. Signifikansi white coat hypertension
pada anak masih memerlukan penelaahan lebih mendalam, tetapi risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler lebih rendah dibandingkan true hypertension pada dewasa.
171
62

Patofisiologi
Faktor yang menentukan tekanan darah adalah cardiac output dan tahanan vaskular
perifer. (tabel 2). Kelainan kelainan yang meningkatkan cardiac output dan tahanan vaskular
perifer akan meningkatkan tekanan darah. Cardiac output dan tahanan vaskular perifer dapat
meningkat secara sendiri-sendiri melalui berbagai mekanisme, tetapi juga dapat terjadi
interaksi diantara keduanya. Sebagai contoh, bila penyebab awalnya mengakibatkan
peningkatan cardiac-output, terjadi pula kompensasi peningkatan tahanan vakuler perifer.
Bahkan ketika penyebab awalnya telah menghilang dan cardiac output kembali normal,
tekanan darah masih tetap tinggi karena tahanan vaskular perifer tetap meningkat. Cardiac
output ditentukan oleh stroke volume dan heart rate, meskipun sebagian besar mekanisme
terjadinya hipertensi persisten disebabkan oleh kenaikan stroke volume dan hanya sedikit
sekali karena kenaikan heart rate. Kenaikan stroke volume biasanya disebabkan oleh
meningkatnya volume intravaskuler, baik oleh karena retensi cairan, atau fluid shift ke dalam
ruang intravaskular.'
8
'
9I
Retensi garam berperan besar meningkatkan cairan intravaskular yang
berasal dari intake yang berlebih-lebihan, peningkatan resorpsi garam dalam tubular ginjal,
yang sering dijumpai pada keadaan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (gambar 2)
dan hiperinsulinemia.'
10
'
nI
Peningkatan tonus simpatis meningkatkan cardiac output melalui
stimulasi pelepasan renin, juga dengan jalan meningkatkan kontraktilitas jantung dan heart
rate. Perubahan tahanan vaskular perifer dapat berasal dari kelainan fungsional maupun
struktural. Peningkatan angiotensin II, aktivitas simpatis, endothelins (prostaglandin H2;
PGH2), penurunan endothelial relaxation factors (mis. nitric oxide), dan kelainan genetik
dalam vascular cell receptors, kesemuanya meningkatkan kontraktilitas otot polos vaskular,
sehingga meningkatkan tahanan vaskular perifer.
1121
Juga diduga bahwa asam urat yang telah
diketahui meningkat pada anak-anak dengan hipertensi, mungkin juga berperan dalam
patogenesis dalam perubahan arteriol renal seperti yang terlihat pada hipertensi esensial.'
13
"
151


Tabel 2. Patofisiologi hipertensi
Increased peripheral
Increased cardiac output vascular resistance
Increased intravascular Increased vascular
volume contractility:
tSalt intake TAngiotensin II
63

T Renal sodium resorption t Sympathetic activity
T1 nc reased re n i n/a Idoste ro ne tEndothelin[PQH
2
)
T Insulin >L Endothelial relaxation
T Sympathetic tone factors (NO)
Structural changes:
Increased contractility: Endothelial dysfunction
T Sympathetic tone Intimal fibrosis
Atherosclerosis
Blood Pressure = Cardiac output
x
Total peripheral vascular resistance
Cardiac output = Stroke volume
x
Heart rate
PGH
:
. prosta gland in H
?
; NO, nitric oxide.
Dikutip dari: McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology and evaluation.
In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical Pediatric Nephrology. London: Informa
Healthcare; 461-80
64

Tabel 3. Tekanan darah anak laki-laki berdasarkan persentil umur dan tinggi badan

Systolic BP [mmHg) Diastolic BP (mmHg]
Percentile of height Percentile of height
Age
(year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
1 50th 83 84 85 86 88 89 90 38 39 39 40 41 41 42
90th 97 97 98 100 101 102 103 52 53 53 54 55 55 56
95th 100 101 102 104 105 10E 107 56 57 57 58 59 59 60
99th 108 108 109 111 112 113 114 64 64 65 65 66 G7 67
2 50th 85 85 87 88 89 91 91 43 44 44 45 46 46 47
90th 98 99 100 101 103 104 105 57 58 58 59 60 61 61
95th 102 103 104 105 107 103 109 G1 62 62 63 64 G5 65
99th 109 110 111 112 114 115 116 69 69 70 70 71 72 72
3 50th 86 87 88 89 91 92 93 47 48 48 49 50 50 51
90th 100 100 102 103 104 106 105 G1 62 62 63 64 G4 65
95th 104 104 10S 107 108 109 110 65 66 66 67 68 68 69
99th in 111 114 115 115 116 117 73 73 74 74 75 76 76
4 50th 88 aa 90 91 92 94 94 50 50 51 52 52 53 54
90th 101 102 103 104 106 107 108 64 64 65 6E 67 67 68
95th 105 106 107 108 110 111 112 68 68 69 70 71 71 72
99th 112 113 114 115 117 118 119 76 75 76 77 78 79 79
5 50th 89 90 91 93 94 95 9G 52 53 53 54 55 55 56
90th 103 103 105 106 107 109 109 66 67 67 68 69 G9 70
95th 107 107 108 110 111 112 113 70 71 71 72 73 73 74
99th 114 114 11G 117 113 120 120 78 78 79 79 80 31 81
G 50th 91 92 93 94 9G 97 98 54 54 55 56 56 57 58
90th 104 105 106 108 109 110 111 68 68 69 70 70 71 72
95th 108 109 110 111 113 114 115 72 72 73 74 74 75 7G
99th 115 116 117 119 120 121 122 80 80 80 81 82 83 83
7 50th 93 93 95 96 97 99 99 55 56 56 57 58 58 59
90th 106 107 108 109 111 112 113 69 70 70 71 72 72 73
95th 110 111 112 113 115 116 116 73 74 74 75 76 76 77
65

Systolic BP [mmHg) Diastolic BP (mmHg]
Percentile of height Percentile of height
Age
(year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
99th 117 lie 119 120 122 123 124 31 81 82 82 83 34 34
8 50th 95 95 96 98 99 100 101 57 57 57 58 59 60 60
90th 108 109 110 111 113 114 114 71 71 71 72 73 74 74
95th 112 112 114 115 11G 118 118 75 75 75 76 77 73 78
99th 119 120 121 122 123 125 125 82 82 83 83 84 85 86
9 50th 96 97 98 100 101 102 103 58 58 58 59 60 Gl 61
90th 110 110 112 113 114 116 116 72 72 72 73 74 75 75
95th 114 114 115 117 118 119 120 76 76 76 77 78 79 79
99th 121 121 123 124 125 127 127 83 83 84 84 85 86 87
10 50th 98 33 100 102 103 104 105 59 59 59 60 G1 62 62
90th 112 112 114 115 116 118 118 73 73 73 74 75 76 76
95th 116 116 117 119 120 121 122 77 77 77 78 79 80 80
99th 123 123 125 126 127 129 129 84 84 85 86 86 37 38
11 50th 100 101 102 103 105 106 107 60 60 60 G1 62 63 63
90th 114 114 116 117 118 119 120 74 74 74 75 76 77 77
95th 118 lie 119 121 122 123 124 78 78 78 79 80 31 ei
99th 125 125 126 128 129 130 131 85 85 86 87 87 88 89
12 50th 101 102 104 106 108 109 110 59 60 SI G2 G3 63 64
90th 115 116 118 120 121 123 123 74 75 75 76 77 78 79
95th 119 120 122 123 125 127 127 78 79 80 81 82 32 83
99th 126 127 129 131 133 134 135 36 87 88 89 90 90 91
13 50th 104 105 10E 108 110 111 112 60 60 SI G2 G3 64 64
90th 117 113 120 122 124 125 126 75 75 76 77 78 79 79
95th 121 122 124 126 128 129 130 79 79 80 81 82 83 83
99th 128 130 131 133 135 13G 137 87 87 83 89 90 91 91
14 50th 1OG 107 109 111 113 114 115 60 61 62 S3 G4 65 65
90th 120 121 123 125 126 128 128 75 76 77 7fi 79 79 80
95th 124 125 127 129 130 132 132 80 80 81 82 83 84 84
99th 131 132 134 136 136 139 140 87 83 89 90 91 92 92
66

Systolic BP [mmHg) Diastolic BP (mmHg]
Percentile of height Percentile of height
Age
(year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
15 50th 109 110 112 113 115 117 117 SI 62 63 64 G5 66 66
90th 122 124 125 127 129 130 131 76 77 78 79 80 80 81
95th 126 127 129 131 133 134 135 81 81 82 83 84 85 85
99th 134 135 13G 139 140 142 142 33 89 90 91 92 93 93
16 50th 111 112 114 116 118 119 120 63 63 64 S5 G6 67 67
90th 125 126 128 130 131 133 134 78 78 79 80 31 82 82
95th 129 130 132 134 135 137 137 82 83 83 84 85 86 87
99th 136 137 139 141 143 14+ 145 90 90 91 92 93 94 94
17 50th 114 115 116 lie 120 121 122 65 66 66 67 G8 69 70
90th 127 128 130 132 134 135 136 80 80 81 82 83 84 84
95th 131 132 134 13S 138 139 140 84 85 86 87 87 88 89
99th 139 140 141 143 145 14G 147 92 93 93 94 95 96 97
Dikutip dari: National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Children and Adolescents, 2004. Fourth report on the diagnosis,
evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics 114:
555.

Tabel 4. Tekanan darah anak perempuan berdasarkan persentil umur dan tinggi badan

Systolic BP[mmHg) Diastolic BP [mmHg)
Percentile of height Percentile of height
Age
(Year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
1 50th 83 84 85 86 88 89 90 38 39 39 40 41 41 42
90th 97 97 98 100 101 102 103 52 53 53 54 55 55 56
95th 100 101 102 104 105 106 107 56 57 57 58 69 59 60
99th 108 108 109 111 112 113 114 64 64 65 65 66 67 67
2 50th 85 65 87 88 89 91 91 43 44 44 45 46 46 47
90th 98 99 100 101 103 104 105 57 56 56 59 60 61 61
67

Systolic BP[mmHg) Diastolic BP [mmHg)
Percentile of height Percentile of height
Age
(Year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
95th 102 103 104 105 107 108 109 61 62 62 63 64 65 65
99th 109 110 111 112 114 115 116 69 69 70 70 71 72 72
3 50th 86 67 88 89 91 92 93 47 46 4fi 49 60 50 51
90th 100 100 102 103 104 106 106 61 62 62 63 64 64 65
95th 104 104 105 107 108 109 110 66 66 66 67 68 68 69
99th 111 111 114 115 115 116 117 73 73 74 74 76 7G 76
4 50th 88 66 90 91 92 94 94 50 50 51 52 62 53 54
90th 101 102 103 104 106 107 108 64 64 65 66 67 67 68
95th 105 106 107 108 110 111 112 68 66 69 70 71 71 72
99th 112 113 114 115 117 118 119 76 76 76 77 78 79 79
5 50th 89 90 91 93 94 95 96 52 53 53 &4 66 55 56
90th 103 103 105 106 107 109 109 66 67 67 68 69 69 70
95th 107 107 108 110 111 112 113 70 71 71 72 73 73 74
99th 114 114 116 117 118 120 120 78 76 79 79 80 81 61
6 50th 91 92 93 94 96 97 98 54 54 55 56 56 57 58
90th 104 105 106 108 109 110 111 68 66 69 70 70 71 72
95th 10S 109 110 111 113 114 115 72 72 73 74 74 75 76
99th 115 11S 117 119 120 121 122 80 60 GO 81 82 83 83
7 50th 93 93 95 96 97 99 99 56 56 56 57 68 58 59
90th 106 107 108 109 111 112 113 69 70 70 71 72 72 73
95th 110 111 112 113 115 116 116 73 74 74 75 76 76 77
99th 117 116 119 120 122 123 124 81 81 62 82 83 84 84
8 50th 95 95 96 98 99 100 101 57 57 57 58 69 60 60
90th ioa 109 110 111 113 114 114 71 71 71 72 73 74 74
95th 112 112 114 115 116 118 118 76 75 75 76 77 78 78
99th 119 120 121 122 123 125 125 82 62 63 83 84 85 86
9 50th 96 97 98 100 101 102 103 58 56 56 59 60 61 61
90th 110 110 112 113 114 116 116 72 72 72 73 74 75 75
95th 114 114 115 117 118 119 120 76 76 76 77 78 79 79
68

Systolic BP[mmHg) Diastolic BP [mmHg)
Percentile of height Percentile of height
Age
(Year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
99th 121 121 123 124 125 127 127 83 63 G4 84 86 86 87
ID 50th 98 99 100 102 103 104 105 59 59 59 60 61 62 62
90th 112 112 114 115 116 118 118 73 73 73 74 76 76 76
95th 116 115 117 119 120 121 122 77 77 77 78 79 80 80
99th 123 123 125 126 127 129 129 84 64 65 86 86 87 88
11 50th 100 101 102 103 105 106 107 60 60 60 61 62 63 63
90th 114 114 116 117 118 119 120 74 74 74 75 76 77 77
95th 118 116 119 121 122 123 12+ 78 76 7fi 79 80 81 61
99th 125 125 126 128 129 130 131 86 65 66 87 87 88 89
12 50th 102 103 104 105 107 108 109 61 61 61 62 63 64 64
90th
11
6
116 117 119 120 121 122 75 75 75 76 77 78 78
9Sth
11
9
120 121 123 124 125 126 79 79 79 80 81 82 82
99th 127 127 128 130 131 132 133 86 86 87 88 88 89 90
13 50th 104 105 106 107 109 110 110 62 62 62 63 64 65 65
90th
11
7
118 119 121 122 123 124 76 7G 7G 77 78 79 79
95th 121 122 123 124 126 127 128 80 80 80 81 82 83 83
99th 128 129 130 132 133 134 135 87 87 88 89 89 90 91
14 50th 106 106 107 109 110 111 112 63 63 63 64 65 66 66
90th
11
9
120 121 122 124 125 125 77 77 77 78 79 80 80
95th 123 123 125 126 127 129 129 81 81 81 82 83 84 84
99th 130 131 132 133 135 136 136 88 88 89 90 90 91 92
15 50th
10
7
108 109 110 111 113 113 64 64 64 65 66 67 67
90th 120 121 122 123 125 126 127 78 78 78 79 80 81 81
95th 124 125 126 127 129 130 131 82 82 82 83 84 85 85
69

Systolic BP[mmHg) Diastolic BP [mmHg)
Percentile of height Percentile of height
Age
(Year)
BP
percentile
Sth 10th 25th 50th 75th 90th 95th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th
99th 131 132 133 134 136 137 138 89 89 90 91 91 92 93
16 50th 108 108 110 111 112 114 114 64 64 65 66 66 67 68
90th 121 122 123 124 126 127 128 78 78 79 80 81 81 82
95th 125 126 127 128 130 131 132 82 82 83 84 85 85 86
99th 132 133 134 135 137 138 139 90 90 90 91 92 93 93
17 50th 108 109 110 111 113 114 115 64 65 65 66 67 67 68
90th 122 122 123 125 126 127 128 78 79 79 80 81 81 82
95th 125 126 127 129 130 131 132 82 83 83 84 85 85 86
99th 133 133 134 136 137 138 139 90 90 91 91 92 93 93
Dikutip dari: National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Children and Adolescents, 2004. Fourth report on the diagnosis,
evaluation, and treatment of high blood pressure in children and adolescents. Pediatrics 114:
555.

Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah yang benar sangat penting dalam menegakkan diagnosis
hipertensi. Kesalahan dalam pengukuran berasal dari kesalahan pada pasien, peralatan, atau
pemeriksa. Untuk memperoleh nilai tekanan darah yang adekuat, pasien sebaiknya istirahat
sekurang-kurangnya 5 menit dalam posisi duduk yang menyenangkan, dengan punggung
bersandar dan kaki menginjak lantai.'
16
'
17]
Pada bayi dan anak-anak yang masih kecil, tekanan
darah diukur dengan meletakkan pasien pada pangkuan pengasuhnya, atau ditidurkan.
Pengukuran hendaknya selalu dilakukan pada lengan atas, dengan manset yang mempunyai
ukuran yang sesuai dan lengan atas terletak setinggi jantung. Harga normal yang saat ini
dipublikasi didasarkan pada pengukuran tekanan darah lengan atas. Pembacaan nilai tekanan
darah yang dilakukan pada tungkai bawah biasanya 10-20 mmHg lebih tinggi daripada
tekanan darah lengan atas, hipertensi hendaknya jangan didiagnosis berdasarkan pengukuran
tekanan darah tungkai bawah. Cuff atau manset hendaknya dipilih berdasarkan ukuran
lengan anak dan ukuran kantong dalam manset. Manset tekanan darah hendaknya
70

mempunyai kantong yang lebarnya sekurang-kurangnya menutupi 2/3 panjang lengan atas
antara olekranon dan akromion, dengan memberikan ruangan yang cukup untuk meletakkan
stetoskop di daerah fosa kubiti. Panjang kantong karet sedapat mungkin menutupi seluruh
lingkaran lengan atas.
[5]
Apabila ukuran manset terlalu kecil akan terbaca nilai tekanan darah
yang lebih tinggi daripada semestinya, dan apabila ukuran manset terlalu besar akan
menghasilkan tekanan darah lebih rendah dari pada semestinya. Berbagai teknik pengukuran
tekanan darah banyak tersedia di pasaran tetapi baku emas pengukuran tekanan darah adalah
manometer air raksa.
[18]

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah menetapkan suara Korotkoff
yang terdengar pada arteri brachial dengan mempergunakan stetoskop bel pada saat manset
dikempiskan. Bunyi suara lembut pertama yang terdengar disebut fase 1 dari Korotkoff (Kl)
dan merupakan petunjuk tekanan darah sistolik. Fase 1 kemudian disusul fase 2 (K2), yang
ditandai dengan suara bising (murmur), lalu disusul dengan fase 3 (K3) berupa suara yang
keras, setelah itu suara mulai menjadi lemah (fase 4 atau K4) dan akhirnya menghilang (fase 5
atau K5). Tekanan darah diastolik ditetapkan pada K5 - titik dimana suara menghilang
sepenuhnya. Suara K4 (muffling of sounds) tidak lagi direkomendasikan sebagai tekanan
darah diastolik, dimana suara tersebut biasanya hanya terdengar pada anak-anak kecil dimana
K5 mendekati harga nol.
[5]



71


Gambar 2. Peran sistem renin-angiotensin-aldosteron dalam regulasi tekanan darah

Dikutip dari: McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology and evaluation.
In: Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical Pediatric Nephrology. London:
Informa Healthcare; 461-80

Penatalaksanaan Hipertensi Pada Anak
a. Lakukan pengukuran tekanan darah dan tinggi badan, lalu hitung BMI (Body Mass
Index) tentukan kategorinya berdasarkan gender, umur dan tinggi badan :
TD Normal;
Pra-Hipertensi;
Hipertensi Stadium 1;
72

Hipertensi Stadium 2.
b. TD normal : berikan edukasi mengenai gaya hidup jantung sehat bagi keluarga.
c. Pra-Hipertensi :
Sarankan pasien untuk mengubah gaya hidup dengan memodifikasi diet dan
meningkatkan aktifitas fisik;
Bila TD antara persentil 90
th
dan 95
th
atau 120/80 mmHg : ulangi pengukuran TD
dalam 6 bulan, pertimbangkan rencana diagnostik dan evaluasi kerusakan organ
target bila terdapat overweight atau comorbidity;
Bila BMI normal, lakukan pemantauan TD secara berkala setiap 6 bulan
Bila Overweight, rekomendasikan untuk mengurangi berat badan dan lakukan
pemantauan TD secara berkala setiap 6 bulan;
Bila TD < persentil 90
th
: berikan edukasi mengenai gaya hidup jantung sehat bagi
keluarga.
d. Hipertensi Stadium 1 :
Ulangi pengukuran TD pada 3 kali kunjungan;
Bila TD pada persentil 95
th
atau lebih, rencana diagnostik termasuk evaluasi
kerusakan organ target
Hipertensi sekunder : beri medikamentosa sesuai etiologi, bila TD masih persentil
95
th
atau lebih, berikan obat anti hipertensi
Hipertensi primer : lakukan perubahan gaya hidup.
Pada BMI normal : langsung berikan obat anti hipertensi
Pada Overweight : kurangi berat badan, jika TD masih pada persentil 95
th
atau
lebih, beri obat anti hipertensi
Bila TD antara persentil 90
th
dan 95
th
atau 120/80 mmHg, sarankan untuk melakukan
perubahan gaya hidup (modifikasi diet dan meningkatkan aktifitas fisik),
evaluasi TD ulang, ikuti alur tatalaksana pra-hipertensi.
a. Hipertensi Stadium 2 :
Rencana diagnostik termasuk evaluasi kerusakan organ target
Bedakan apakah termasuk hipertensi sekunder atau primer
Rujuk ke ahli hipertensi anak
Pada yang BMI normal, langsung beri obat anti hipertensi
Pada yang Overweight, kurangi berat badan dan beri obat anti hipertensi

73

Pengobatan hipertensi pada anak tergantung dari derajat berat ringannya hipertensi dan
penyakit yang mendasarinya. Pengobatan tanpa obat (nonfarmakologik), biasanya
digunakan pada remaja dengan hipertensi primer dalam derajat ringan. Pengobatan terdiri
atas perubahan pola makan dengan mengurangi garam dalam makanan sehari-hari,
olahraga, menurunkan berat badan, mengurangi stres, berhenti merokok dan minum
alkohol dan menghentikan pemakaian obat-obatan yang menyebabkan
hipertensi.Pengobatan dengan obat antihipertensi (farmakologik) harus di tentukan terlebih
dahulu indikasi yang pasti, seperti tidak berespons terhadap pengobatan tanpa obat,
hipertensi berat, adanya gejala klinis yang berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
Obat untuk mengontrol tekanan darah atau peninggian tekanan darah mendadak pada anak
umumnya hidroklorotiazid, furosemid, kaptopril, propanolol, dan klonidin.Tindakan
operasi biasanya ditujukan untuk mengobati penyebab hipertensi sekunder yang berkaitan
dengan penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah ginjal dan koarktasio aorta.
74

Anda mungkin juga menyukai