Anda di halaman 1dari 34

SISTEM PERKEMIHAN

Tentang

INKONTINENSIA URINE

DI SUSUN OLEH:

Kelompok II / III.C

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Lenni Sastra, S. Kep. M. S

PROGRAM STUDI

S1 KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN AKADEMIK 2017

1
PENYUSUN

1. DINA EMRISA LUBIS


2. DINI DIAN PURI
3. DITA PUTRI SALCY
4. IRGI FAKHREZI DAMSYAH
5. LAVIRA PUTRI ARIESTHA
6. LISMAYANI
7. RAHMADANI
8. RAUDAH
9. USWATUN KHASANAH
10. VIVI YULANDA PUTRI
11. WANGI RAHMADHANI

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, berkat limpahan karunianya
kami akhirnya dapat menyelesaikan MAKALAH yang sederhana ini tepat pada waktunya.
Makalah sederhana yang kami buat ini dalam rangka memenuhi tugas perkemihan.

Salah satu kunci keberhasilan dalam belajar (dan juga dalam kehidupan dunia karir kita
nanti adalah adanya tujuan yang jelas. Tujuan biasanya menentukan hasil yang akan Anda
capai. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda bahwa setiap amal perbuatan itu tergantung pada
niat/tujuannya dan bahwa hasil yang akan diperoleh orang yang bekerja tersebut akan sesuai
dengan niat/tujuan yang ingin dicapainya.
Begitu pula lah tujuan kita dalam belajar, memperoleh pelajaran yang nantinya akan
menumbuh kan sikap yang baik dalam menjalankan kehidupan saat ini dan di hari – hari
selanjutnya.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih. Kami menyadari MAKALAH yang


singkat dan sederhana ini memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran ( yang
membangun ) tetap kami nantikan agar lebih sempurna lagi ilmu yang bisa kita dapat dari
makalah ini.

Padang,4 januari 2018

Kelompok II

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan perawat mengenai keunikan proses penuaan yang terjadi secara fisik,
psikososial, legal, etik dan ekonomi tentang proses penuaan akan membantu perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada lansia.Salah satu masalah kesehatan
yang terjadi pada lansia adalah gangguan pada system urinarius yaitu inkontinensia urine.
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urine dari kandung kemih yang tidak terkendali
atau terjadi diluar keinginan (Smeltzer & Bare, 2000).
Data di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami
inkontinensia urine. Tingkat keparahannya meningkat seiring bertambahnya usia dan
paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65
tahun mencapai 12%. Prevalensi akan meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari
65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai
10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak. Menurut data dari WHO,
200 juta penduduk dunia mengalami inkontinensia urin. Di Amerika Serikat, jumlah
penderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85 persen diantaranya perempuan. Jumlah
ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi sebenarnya, sebab masih banyak kasus
yang tidak dilaporkan.
Di Indonesia sekitar 5,8% penduduk Indonesia menderita inkontinensia urin. Jika
dibandingkan dengan negara-negara Eropa, angka ini termasuk kecil. Hasil survey yang
dilakukan di rumah sakitrumah sakit menunjukkan, penderita inkontinesia di seluruh
Indonesia mencapai 4,7% atau sekitar 5-7 juta penduduk dan enam puluh persen
diantaranya adalah wanita. Meski tidak berbahaya, namun gangguan ini tentu sangat
mengganggu dan membuat malu, sehingga menimbulkan rasa rendah diri atau depresi pada
penderitanya.Di wilayah kerja puskesmas Kamonji jumlah lansia yang terdaftar dan
mengikuti Panti Sosial Tresna Werda sebanyak 759 orang. Berdasarkan laporan kegiatan
usia lanjut Puskesmas Kamonji masalah inkontinensia urine tidak termasuk dalam daftar
10 jenis penyakit terbanyak laporan triwulan 1 (bulan Januari-maret 2012), akan tetapi dari
data di Puskesmas Kamonji Lansia dengan usia >70 tahun berjumlah 186 orang dimana
menurut keyakinan peneliti kemungkinan besar dari jumlah lansia tersebut ada yang
mengalami inkontinensia urine tetapi mungkin tidak tercatat karena faktor perasaan malu
dari lansia.

4
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang
merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko
terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah diri
pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit
rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin. Penanganan inkontinensia urin sebagian besar
tergantung pada penyebabnya. Salah satu usaha untuk mengatasi kondisi ini berupa
program latihan kandung kemih atau bladder training (Min, 2006). Pengalaman setiap
lansia merupakan hal yang unik dan masalah inkontinensia urine akan menyebabkan
perasaan rendah diri pada lansia sehingga malu untuk mengungkapkan pada orang lain
terutama petugas kesehatan.
Penelitian tentang inkontinensia urine telah banyak dilakukan tetapi sebagian besar
adalah jenis penelitian kuantitatif sedangkan penelitian terkait untuk menggali
bagaimanakah pengalaman lansia dalam mengatasi inkontinensia urine belum pernah
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang
pengalaman lansia terkait penanganan inkontinensia urine di Wilayah Kerja Puskesmas
Kamonji. ( Collein,2012 )

B. TUJUAN
1. Mengetahui defenisi penyakit Inkontinensia urin
2. Memahami etiologi penyakit Inkontinensia urin
3. Memahami anfis penyakit Inkontinensia urin
4. Memahami patofisiologi penyakit Inkontinensia urin
5. Memahami klasifikasi penyakit Inkontinensia urin
6. Memahami manifestasi klinis penyakit Inkontinensia urin
7. Memahami komplikasi penyakit Inkontinensia urin
8. Memahami pemeriksaan penunjang penyakit Inkontinensia urin
9. Memahami penatalaksanaan penyakit Inkontinensia urin

5
BAB II
KONSEP DASAR

A. DEFENISI
Inkontinensia urin ialah keadaan ketika penderita tidak dapat menahan dan
mengendalikan pengeluaran air kemih. (Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 714).

Inkontinensia urin yaitu ketidakmampuan menahan air kemih yang dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan. Kandung kemih terisi sampai sepenuh kapasitasnya (sekitar 300
ml) dengan tekanan isotonik. (Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 739).

Inkontinensia urin adalah keluarnya kemih diluar kemauan tanpa dapat mengendalikan
dan menahannya. Inkontinensia urin ini menimbulkan masalah higienis maupun sosial yang
besar sekali. (Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 792).

Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol saat berkemih. Inkontinensia bersifat


sementara atau menetap. Merembesnya urine dapat berlangsung terus-menerus atau
sedikit-sedikit. ( Potter & Perry vol. 2, hal : 1688 )

B. ETIOLOGI
1. Kelainan saluran kemih
2. Alat kelamin
3. Sistem persarafan
(Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 714).

C. ANATOMI FISIOLOGI
Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal,ureter,kandung kemih ,dan uretra.ginjal
menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine.ureter mentraspor urine dari
ginjal ke kandung kemih .kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk
berkemih.urine keluar dari tubuh melalui uretra.semua organ sistem perkemihan harus utuh
dan berfungsi supaya urine berhasildi keluarkan dengan baik.

6
1. Ginjal

Ginjal merupaka sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,berwarna coklat agak
kemerahan,yang terdapat di kedua sisi kulumna vetebral posterior terhadap peritonum dan
terletak pada otot punggung bagian dalam.ginjal terbentang dari vetbreta torakalis kudus
kelas smapai vetebrata lumabalis ketiga. Dalam kondisi normal,ginjal kiri lebih tinggi 1,5
sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati.setiap ginjal secara khas
berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 sampai 150 gram.sebuah kelenjer adrenal
terletak di kutub superior setiap ginjal ,tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuahkapsul yang kokoh dan di kelilingi
oleh lapisan lemak.

Produk buangan (limbah) dari hasil metabolisme yang terkumpul di dalam darah
difitrasi di ginjal.darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis (ginjal) yang
merupakan percabangan dari aorta abdominalis .arteri renalis memasuki ginjal melalui
hilum.sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersukluasi setiap hari melalui ginjal .setiap
injal berisi 1 juta nefron. Nefron yang merupakan unit fungsional ginjal,membentuk urine.
Nefron tersusun atas glomerulus,kapsul bowman,tubulus kontrutus proksimal,ansa
henle,tubulus distal,dan duktus prngumpul (gbr.46-2)

Darah masuk ke nefron melalaui arteriola aferen.sekolompok pembuluh darah ini


membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan
tempat awal pembentukan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan
urine.kupiler glomerulus memiliki pori-pori sehingga dapat melfiltasi air dan
substansi,seperti glukosa ,asam amino,urea,kreatinin,dan elektrolit-elektrolit utama dalam
kapsul bowman.dalam kondisi normal, protrein yang berukuran besar dan sel-sel darah
tidak defiltrasi melalui glomelurus .apabila di dalam urine terdapat protein yang berukuran
besar (ptotrinuria) maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada
glomerulus.glomerulus melfitrasi sekitar 125 ml filtrasi per menit.pada awalnya jumlah
fitrat mendekati jumlah plasma darah di kurangi protein berukuran besar. Tidak semua fitrat
glomerulus diekresikan sebagai urine.setelah fitrat meninggalkan glomerulus,fitrat masuk
ke sistem tubulus dan substansin,seperti glukosa ,asam amino,asam urat dan ion-ion
natrium serta kalium direabsorpsi kembali ke dalam plasma secara selektif .substansi yang
lain seperti ion hidrogen.kaium (disertai aldosteron) ,dan amonia disekresikan kembali ke
tubulus,tempat hilangnya subtansi tersebut di dlam urine. Sekitar 99% fitrat di

7
reabsobropsikan ke dalam plasma,dengan 1 % sisanya dieksresikan sebagai urine. Dengan
demikian ginjal memainkan peranan penting dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
,waklaupun haluaran tergantung pada asupan ,haluaran urine normal orang dewasa dalam
24 jam adalah sekitar 1500 sampai 1600 ml. Haluaran urine sebanyak 60 ml per jam pada
umumnya adalah normal.haluaran urine kurang dari 30 ml per jam dapat mengindekasikan
adanya perubahan pada ginjal . ginjal juga menghasilkan beberpa hormon penting untuk
memproduksi sek darah merah (SDM), pengaturan tekanan darah, dan mineralisasikan
tulang.

Ginjal bertanggung jawab untuk mepertahankan volume normal SDM.ginjal


memproduksi eritropoiten ,sebuah hormon yang terutama di lepaskan dari sel-sel
glomerulus khusus, yang dapat merasakan adanya penurunan oksigenasi sel darah merah
(hipoksia lokal) .setelah di lepaskan dari ginjal,fungsi eritroprotein di dalam sumsu tulang
adalah untuk menstimulasi eritropoises,(produksi dan pematangan SDM) dengan merubah
sel induk menjadi eritroblast (McCance dan huether,1994). Eritroprotein juga
memperpanjang umur hidup SDM yang telah matang. Klien yang mengalami perubahan
kronis tidak dapat memproduksi hormon ini dalam jumlah yang cukup,sehingga klien
tersebut akan rentan terserang anemia.

Renin adalah hormon lain yang di produksi oleh ginjal.fungsi utama hormon ini adalah
untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal (penurunan suplai darah
). Renin disintesis dan di lepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada di aparatus
jukstaglomerulus ginjal (gbr.46-3)

Fungsi renin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen (suatu substansi
yang disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I. Begitu angiotensin I bersirkulasi di dalam
paru-paru ,angiotensin I di rubah menjadi angiotensin II dan angiotensin III .angiotensin
II mengularkan efeknya pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron menyebabkan
retensi air yang akan mengeluarkan efek yang serupa namun derajatnya lebih rendah. Efek
gabugan dari mekanisme ini adalah peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal
(McCance dan Huenter, 1994).

Gambar

8
Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggung
jawab untuk memproduksi substansi yang mengubah vitamin D dalam bentuk aktif. Klien
yang mengalami perubahan kronis pada fungsi ginjalnya tidak membuat metabolit vitamin
D dalam bentuk aktif yang cukup. Dengan demikian, klien ini akan rentan terserang
penyakit tulang akibat deminerelalisasi tulang karena adanya gangguan absropsi kalsium,
kecuali terdapat persediaan vitamin D dalam bentuk aktif.

2. Ureter

Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentraspor
urine ke pelvis renalis. Sebagai rute keluar pertama pembuangan urine.ureter merupakan
struktur tubular yeng memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada
orang dewasa. Ureter membetang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung
kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis . urine yang
keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Dinding ureter di bentuk dari tiga
lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan membran mukosa yang berlanjut
sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih.lapisan tengah terdiri dari serabut otot
polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi
oleh distensi urine di kandung kemih.lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung
fibrosa yang menyongkong ureter.gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam
kandung kemih dalam bentuk semburan.bukan dalam bentuk aliran yang tetap.ureter masuk
kedalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring.pengaturan ini didalam

9
kondisi normal mencegah refluks urine dari kandung kemih kedalam ureter selama
mikturisi (kandung kemih). Adanya obstruksi didalam salah satu ureter seperti batu ginjal
(kalkulus renaris) menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba mendromg
obstrusi kedalam kandung kemih.gerakan peristaltis yang kuat ini menimbulkan nyeri yang
sering disebut sebagai kolik ginjal.

3. Kandung kemih

Kandung kemih merupakan satu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas
jaringan otot serta merupakan tempat wadah urine merupakan organ ekresi.apabila kosong
kandung kemih berada didalam rongga panggul di belakang simfisis pubis.pada ;pria
kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada wanita kandung kemih
terletak pada diniding anterior uterus dan vagina.bentuk kandung kemih berubah saat ia
terisi dengan urine.dinding kandung kemih biasanya rendah bahkan saat sebagian kandung
kemih penuh, suatu faktor melindungi kandung kemih dari infeksi.kandung kemih dapat
menmpung sekitar 600ml urine, walaupun pengeluaran urine sekitar 300ml. Dalam
keadaan penuh kandung kemih membesar dan membentang sampai keatas simfisis
kubis.kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat mencapai milikus.pada
wanita hamil janin mendorong kandung kemih,menimbulkan suatu perasaan penuh dan
mengurangi daya tampung kandung kemih.hal ini dapat terjadi baik kepada trimester
pertama ataupun trimester ketiga. Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada
permukaan bagian dalam kandung kemih)merupakan dasar kandung kemih.sebuah lubang
terdapat pada setiap pada segitiga dua lubang untuk ureter satu lubang untuk uretra.dinding
kandung kemih memiliki empat lapisan : lapisan mukosa dalam sebuah lapisan supmukosa
pada jaringan penyambung sebuah lapisan otot,dan sebuah lapisan serosa dibagian luar.
Lapisan otot memiliki berkas berkas serabut otot yang membentuk detrusor selama proses
perkemihan. Spingter uretra internal yng tersusun atsas kumpulan otot yang berbentuk
cincin berada pada dasar kandung kemih tempat spingter tersebut bergabung dengan uretra.
Spingter mencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada dibawah kontrol volamer
(kontrol otot yang disadari).

4. Uretra

Urine keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus
uretra. Dalam kondisi normal. Aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine
bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjer uretra mensekresi lendir

10
ke dalam saluran uretra, lendir di anggap bersifat bakteriostastis dan membentuk plak
mukosa untuk mencegah masuknya bakteri bakteri. Lapisan otot polos yang tebal
melindungi uretra.

Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5 cm. Sfingter uretra eksterma.
Yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra,memungkinkan aliran volunter urine.
Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami
infeksi.bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perenium. Uretra
pada pria,yang merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta skersi dari organ
reproduksi. Memiliki panjang 20 cm. Uretra pada pria ini terdiri dari tiga bagian yaitu
:uretra prostatik,uretra membranosa, dan uretra panil atau uretra kavenosa.

Pada wanita, meatus urinarius (lubang) terletak di antra labia minora , diatas vagina dan
bawah klitoris .pada pria meatus terletak pada ujung distal penis. (

D. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia dapat disebabkan oleh kelainan saluran kemih, alat kelamin, atau sistem
persarafan. Klasifikasi inkontinensia urin secara fungsional yaitu involunter, yaitu jalan
keluar urin tidak dapat diperkirakan pada klien yang sistem saraf dan sistem perkemihannya
tidak utuh, penyebabnya yaitu adanya perubahan lingkungan, defisit sensorik, kognitif, atau
mobilitas, sedangkan gejala nya yaitu mendesaknya keinginan untuk berkemih
menyebabkan urine keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai, klien yang mengalami
perubahan kognitif mungkin telah lupa mengenai apa yang harus ia lakukan. ( Potter &
Perry vol: 2, hal :1687 )

Inkontinensia luber atau iskuri paradoks yaitu inkontinensia yang terjadi akibat retensi
urin yang menyebabkan distensi dan tekanan berlebihan didalam kandung kemih sehingga
urin terus menerus menetes keluar. Kehamilan muda, tumor uterus atau ovarium dapat
menimbulkan retensi uring sehingga dapat menyebabkan iskuria paradoks. Pada iskuria
paradoks, kandung kemih penuh terus dan fundus uterus dapat diraba dengan palpasi
setinggi umbilikus. (Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 714)

Inkotinensia stres disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen yang melebihi


tahanan dan tekanan uretra tanpa kontraksi otot detrusor, misalnya pada saat batuk, bersin,
angkat barang, dan tertawa. Nama lain yang kadang digunakan ialah insufisiensi sfingter,

11
kelemahan sfingter, dan inkontinensia pasif. Ikontinensia ini ditemukan pada perempuan
multipara yang otot dasar panggulnya lemah sehingga alat panggul, termasuk leher
kandung kemih dan uretra, turun. Oleh karena itu, peninggian tekanan di dalam perut tidak
turut meninggikan tekanan kepada dinding uretra. Operasi dapat menyebabkan
inkontinensia stres, misalnya setelah prostatektomi dan operasi pada leher kandung kemih.
Obat yang memengaruhi tonus uretra dan kelainan neurologik juga dapat mengakibatkan
inkontinensia stres.

Sering penderita dengan inkontinensia stres menunjukkan juga prolapsus uterus.


Sebaliknya pada penderita prolapsus uterus juga sering terdapat inkontinensia stres.
Prolapsus uterus dan inkontinensia stres merupakan dua kelainan yang patologiknya yang
sama. (Ilmu Bedah, Edisi 2; hlm 792).

Pada inkontinensia urgensi, keinginan untuk berkemih begitu mendesak. Biasanya


terjadi kontraksi detrusor yang tak dapat ditahan atau diabaikan, dan tergantung tahanan
uretra dapat terjadi inkontinensia. Jenis ini disebut juga inkontinensia urgensi motorik,
kandung kemih kurang stabil, instabilitas otot detrusor, instabilitas kandung kemih, dan
inkontinensia aktif. Semua nama ini menggambarkan sifat khusus inkontinensia ini.
Biasanya inkontinensia urgensi disertai dengan polaksuria, nikturia, dan enuresis nokturna.

Penyebab inkontinensia urgensi umumnya tidak jelas. Kadang dapat ditemukan


kelainan urologik atau kelainan neurologik. Pada kelainan urologik, infeksi saluran kemih,
stenosis uretra, dan hipertrofi prostat merupakan pencetus sensitivitas yang berkelebihan
otot detrusor. Kelainan neurologik juga dapat menyebakan inkontinensia aktif seperti ini,
kelainan ini disebut kandung kemih neurogen, misalnya akibat kelainan sumsum belakang,
arterisklerosis serebrum, atau setelah perdarahan otak. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan urodinamik pada sistometrogram. Kadang kontraksi detrusor dicetuskan oleh
batuk, perubahan sikap, pengeluaran kateter atau mungkin juga oleh emosi. (Ilmu Bedah,
Edisi 2; hlm 793)

12
Kelainan traktus usi Kelainan Kelainan Kelaianan Obat-
urinarius a neurologis sistemik fungsiona obatan
l;
(Parkinson dan

Penurun Stimulas
ginj ure an fungsi Kehilang ai saraf
ure vesi
al sistem Diabe Saat Proses
ter ka tra an Arthriti para
perkemi tes hamil persali
kemamp s simpatis
han melit nan
Infe uan remath
Fungsi DestruRiway proses us
ksi oid
ksi at Fungsi Tekanan
ginjal uret Kontaksi
batu keham otot Sulit selama Tonos
menuru ra Tidak Lukia vesika
ureterilan sfingter mencap kehamila dan
n akibat ingat saraf dan
multip Inflam ai toilet n BB panggul
penuaa prosedur ferifer pengoson
n ginjal Geraka ara asi pada rusak
BAK menuju gannya
n kandu Urin waktuny akibat
vesika
perista Saat ng keluar trauma
Nefron ltic m.det kemih Urin jalan lahir Relaksasi
Kehilang Hilang
gagal mendo rusor keluar otot
an tonus
dalam rong kontr sebelum sfingter
sensasi kandung Fungsi
pemeca obstru aksi mencap
mileturis kemih otot
han urin ksi ke pada ai toilet
i sfingter Menyeb
kandu vesika
Urin panggul abkan
Hilang menuru diare
encer Urin
kemamp
menet
uan
es Kekuran
nektur Inkontine
merasak manifest Gangguan
ia nsia urin
an asi eliminasi urin b.d gan
Kelem
vesika Sulit volume
ahan
urinaria mengontro cairan
otot
l urin b.d
sfingt
er
Inkontine Inkontine Tidak Inkontine Inkontine
nsia nsia mampu nsia nsia
Urin
fungsiona overflow mengont stress urgensia
keluar
l rol urin
involu
Gangguan nter Otot Tekanan Otot
pada detrusor kandung detrusor
fungsi lemah kemih > tidak
saraf tekanan stabil
13
Kehilangan Urin Reaksi
Tekanan
sensasi dikandung otot
rongga
berkemih kemih berlebiha
Inkontinen manifesta
perut Gangguan eliminasi
E. KLASIFIKASI
1. Fungsional
Involunter, jalan keluar urinen tidak dapat diperkirakan pada klien yang sistem saraf
dan sistem perkemihan tidak utuh.
2. Overflow (refleks)
Keluarnya urine secara involunter terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah
diperkirakan jumlah urine dapat banyak atau sedikit.
3. Stres

14
Peningkatan tekanan intra abdomen yang menyebabkan merembesnya sejumlah
kecil urine.
4. Urge (desakan)
Pengeluaran urine yang tidak didasari setelah merasakan adanya urgensi yang kuat
untuk berkemih.
( Potter & Perry vol: 2, hal :1687 )

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebabkan urine keluar sebelum
mencapai tempat yang sesuai. Klien yang mengalami perubahan kognitif mungkin
telah lupa mengenai apa yang ia harus lakukan.
2. Tidak menyadari bahwa kandung kemihnya sudah terisi, kurangnya urgensi untuk
berkemih, kontraksi spesme kandung kemih yang tidak dicegah.
3. Keluarnya urine pada saat tekanan intraabdomen meningkat; urgensi seringnya
berkemih.
4. Urgensi berkemih, sering disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering
dari dua jam sekali); spasme kanding kemih atau kontraktur; berkemih dalam
jumlah kecil (kurang dari 100 ml)atau dlam jumlah besar (lebih dari 500 ml)
( Potter & Perry vol: 2, hal :1687 )

G. KOMPLIKASI
1. Kelembapan : inkontinensia, keringat drenaseluka atau muntah menurunkan resitensi
kulit terhadap tekanan yang berasal dari gaya gesek
2. Inkontinensia dapat merusak citra tubuh, klien yang mengalami masalah ini sering
menghindari aktifitas sosial
( Potter & Perry vol: 2, )

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Prosedur invasif meliputi sistoskopi, biopsi, dan angiogram.
2) Sistoskopi : memungkinkan dokter melihat bagian dalam kandung kemih dan uretra.
Instrument ini memiliki selubung plastic atau karet, sebuah obturatoryang membuat
skop tetap kaku selama insersi, sebuah teleskop untuk melihat kandung kemih dan
uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau instrument bedah khusus.

15
3) Ultrasound ginjal : Ultrasonografi merupakan alat diagnostik noninvasive yang
berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat terdengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur
jaringan.
4) Rontgenogram abdomen : umumnya diggunakan untuk mengkaji adanya kelainan pada
seluruh struktur saluran perkemihan. Prosedur ini dapat menentukan ukuran,
kesimetrisan, bentuk, dan lokasi ginjal, ureter serta struktur kandung kemih. Prosedur
ini juga bermanfaat untuk melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor
pada organ lain.
5) Computerized axial tomography : merupakan prosedur sinar-X terkomputerisasi yang
digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu
di dalam tubuh.prosedur ini memungkinkan visualisasi kondisi patologisyang abnormal
seperti: tumor, obstruksi, masa di retroperitoneum dan pembesaran nodus limfe.
6) Angiografi (arteriogram): Angiogram ginjal merupakan prosedur Radiogravis invasive
yang mengevaluasi sistem arteri ginjal.
7) Biopsi ginjal : biopsy ginjal menentukan sifat, luas, dan prognosis penyakit ginjal.
Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan teknik mikroskopik yang canggih.
8) Pemindaian (scan) ginjal : tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan
visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah isotop radioaktif
diinjeksi per IV di foto dengan menggunakan kamera khusus.
( Potter & Perry vol: 2, hal :1687 )

I. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan akut
a. Mempertahankan eliminasi urin
Meliputi : beri klien waktu untuk berkemih, jaga privasi klien saat berkemih,
fasilitasi tindakan khusus pada klien saat berkemih misa : klien lebih rileks
berkemih saat mambaca, mendengarkan musik, atau meminum secangkir cairan
juga dapat meningkatkan pengeluaran.
b. Obat-obatan

16
Yaitu obat-obatan yang salah satunya berfungsi menstimulasi kandung kemih,
mengurangi inkontinensia yang disebabkan oleh iritasi kandung kemih. Contohnya
: obat antikolinergenik yang meliputi : propantelin ( Banthine ), dan oksibutinin
klorida ( Ditropan ). Obat ini dapat menyebabkan distritmia jantung, konstipasi dan
juga kekeringan pada mulut.
c. Kateterisasi
Dilakukan dengan memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke kandung
kemih. Kateter ini memungkinkan mengalirkan urin yang berkelanjutan pada klien
yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi
saluran kemih.
2. Perawatan restorasi
a. Menguatkan otot dasar panggul dengan melakukan latihan dasar panggul ( kegel
exercises )
b. Bladder retraining
Sebuah program yang bertujuan untuk melatih kandung kemih, yang meliputi :
penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif.
c. Melatih kebiasaan
d. Kateterisasi mandiri
e. Mempertahankan integritas kulit
Keasaman normal urine mengiritasi kulit. Urine yang dibiarkan menyentuh kulit
menjadi bersifat alkalin, menyebabkan pembentukan krusta atau membentuk
endapan yang berkumpul dikulit, mengakibatkan kerusakan pada kulit.
f. Peningkatan rasa nyaman
Disuria dapat diredakan dengan memberikan analgesik urinarius yang bekerja pada
mukosa kandung kemih dan uretra. Contohnya : Fenazopiridin ( piridyum )
membantu meredakan disuria, sulfonamid memberikan obat anti bakteri.
( Potter & Perry vol: 2, hal :1710,1729)

17
BAB III
ASKEP KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
A. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup
kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien dengan keluhan inkotenensia urin ini mengeluhkan ingin BAK
terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet atau tidak dapat dikontrol

18
2. Riwayat Kesehatan dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya,
riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera
genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.

3. Riwayat kesehatan sekarang


Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini.
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin,
apakah terjadi ketidakmampuan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.

C. Pemeriksaan fisik
1) Tanda - tanda vital
Suhu : biasanya normal
Tekanan darah : biasanaya tekanan darah klien fraktur meningkat hal ini di karenakan
respon nyeri hebat yang di rasakan oleh klien (Hidayat, 2008)
Nadi : biasanya meningkat, karena tulang merupakan organ yang sangat
vaskuler, peningkatan nadi karena pada faktur terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang banyak baik eksterna maupun yang tidak kelihatan
serta kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. Selain itu juga
di pengaruhi oleh keadaan yang immobilisasi klien dengan posisi
horizontal yang akan meningkatkan aliran balik vena sehingga beban
kerja jantung menjadi meningkat.
Pernafasan : biasanya meningkat karena terjadi penyumbatan pada pembuluh
darah kecil yang mengakibatkan tekanan paru meningkat. Pendarahan

19
dalam alveoli mengganggu transfor O2 sehingga terjadi peningkatan
kecepatan respirasi
2) Tingi badan : normal
Berat badan : normal
3) Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Biasanya simetris, normochepal, tidak ada luka, tidak ada benjolan
2. Wajah
Biasanya wajah terlihat memerah sakit, tampak simetris, tidak ada lesi dan edema.
3. Mata
Biasanya pada fraktur tertutup tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan) sedangkan pada fraktur terbuka terjadi perubahan
yaitu pada konjungtivanya anemis karena terjadi perdarahan yang mengakibatkan
konjungtiva anemis.
4. Hidung
Biasanya hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi dan nyeri tekan.
5. Mulut dan faring
Biasanya tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi pendarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
6. Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi dan nyeri tekan.

7. Leher
Biasanya simetris, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat pembesaran kelenjar
thyroid, kelenjar getah bening di leher, reflek menelan ada.
8. Thorak
 Inspeksi : biasanya rongga dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi : biasanya frenitus antara paru-paru kiri dan kanan
 Perkusi : biasanya sonor
 Aukultasi : biasanya bunyi nafas normal vesikuler
9. Abdomen
 Inspeksi : biasanya simetris, perut datar
 Auskultasi : biasanya peristaltik usus 5-20 kali/menit

20
 Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : biasanya bunyi perkusi normal tidak adanya thympani ataupun
hypertympani
10. Jantung
 Inspeksi : biasanya tidak tampak iktus jantung
 Palpasi : biasanya iktus cardis teraba
 Perkusi : biasanya batas jantung jelas
 Auskultasi : biasanya bunyi jantung yang terdengar normal
11. Ekstermitas atas dan bawah
 Inspeksi : biasanya adanya luka terbuka, deformitus, dengan terpasang
nya pembidaian / gips dan traksi, ketidak mampuan menggerakkan tungakinya
dan penurunan kekuatan otot tungkai dalam pergerakan.
 Palpasi : biasanya terdapat eritema, suhu sekitar trauma meningkat,
oedema dan nyeri tekan, pergerakan abnormal, spasme otot, hilang sensasi,
krepitasi padaerah paha.
12. Sistem integumen
Biasanya terjadi kerusakan pada jaringan kulit, hal ini di karkulit menjadi robek
akibat adanya fraktur yang mencuat ke dunia luar, hal ini nantinya akan
menimbulkan bekas jaringan parut setelah terjadi penyembuhan atau pemulihan
pada luka bekas operasi. Perubahan lain pada kulit adalah efek immobilisasi pada
kulit di pengaruhi oleh gangguan metabolisme tubuh. Tekanan yang tidak merata
dan terjadi terus menerus akan menghambat aliran darah sehingga penyedian nutrisi
dan O2 menurun yang mengakibatkan terjadinya iskemik dan nekrosis pada
jaringan tertekan.
13. Genitalia
Biasanya genetalia klien bersih dan terpasang alat ban tu seperti kateter untuk
membantu klien dalam proses eliminasi (BAK)
14. Anus
 Inspeksi : biasanya normal dan tidak terdapat lesi
 Palpasi : biasanya tidak ada teraba pembengkakkan
15. Aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makan

21
Biasanya ada perubahan pola makan klien, di karena kan ada kondisi yang
menyebabkan pola makan berbah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi terutaama bagi klienyang merupakan pengalaman pertama
masuk rumah sakit.
b) Minum
Biasanya klien minum 7-8 gelas sehari
2) Pola eliminasi
a) BAB
Biasanya BAB klien sampai 1 sampai 2x sehari, pada klien faktur yang tirah
baring lama akan mengalami konstipasi Karena kurangnya pergerakkan
peristaltik usus.

b) BAK
Biasanya klien BAK lancar dngan warnanya kuning kejernihan dan tidak
ada keluhan dan tidak mengalami gangguan eliminasi urine.
3) Istirahat dan tidur
Biasanya waktu istirahat klien terganggu pada malam hari karena adanya rasa
nyeri pada daerah faktur.
4) Pola aktivitas
Biasanya pola aktivitas klien terganggu di karenakan adanya perubahan fungsi
gerak untuk melakukan aktivitas sehingga klien harus di bantu orang lain dalam
melakukan aktifitas
5) Data psikologi
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap klien yang mengalami
faktur karena adanya perubahan fungsi tubuh
2. Diagnosa
1. Inkontinensia urinerius fungsional b.d faktor perubahan lingkungan
2. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
3. Inkontinensia urine aliran berlebihan b.d hiperkontraktilitas detrusor
4. Inkontenensia urine stres b.d peningkatan tekanan intra abdomen
5. Inkontenensia dorong b.d infeksi kandung kemih
6. Resiko kerusakan integritas kulit b.d ekskresi
3. Intervensi

22
Dx keperawatan Noc Nic
1. Inkontinensia Kontinensia urine Latihan otot pelvis
urinerius fungsional Indikator : Aktivitas :
b.d faktor perubahan 1. Mengenali keinginan 1. Kaji kemampuan
lingkungan untuk berkemih urgensi berkemih
2. Menjaga pola pasien
berkemih yang teratur 2. Instruksikan pasien
3. Respon berkemih untuk menahan otot-
sudah tepat waktu otot sekitar uretra dan
4. Berkemih pada tempat anus, kemudian
yang tepat relaksasi, seolah-olah
5. Menuju toilet diantara ingin menahan buang
waktu ingin berkemih air kecil atau buang air
dan benar-benar ingin besar
segera berkemih 3. Instruksikan pasien
6. Berkemih >150 untuk tidak
mililiter tiap kalinya mengkontraksikan
7. Memulai dan perut, pangkal paha dan
menghentikan aliran pinggul, menahan nafas
urine atau mengejan selama
8. Mengosongkan latihan
kantong kemih 4. Yakinkan bahwa pasien
sepenuhnya mampu membedakan
9. Mengkonsumsi cairan kontraksi menahan dan
dalam jumlah yang relaksasi yang berbeda
cukup antara keinginan untuk
10. Bisa memakai pakaian meninggikan dan
sendiri memasukan kontraksi
11. Bisa menggunakan otot dan usaha yang
toilet sendiri tidak diinginkan untuk
12. Mengidintifikasi obat menurunkan
yang mengganggu 5. Instruksi pasien untuk
kontrol berkemih melakukan latihan
13. Urine merembes ketika pengencangan otot,
berkemih dengan melakukan 300
14. Pakaian basah disiang kontraksi setiap hari,
hari menahan kontraksi
15. Pakaian basah di selama 110 detik, dan
malam hari relaksasi selama 10
16. Infeksi saluran kemih menit diantara sesi
kontraksi, sesuai
dengan protokol

23
6. Berikan umpan balik
positif selama latihan
dilakukan
7. Intruksikan pasien
untuk dapat mencatat
inlontinensia yang
terjadi setiap harinya
untuk melihat
perkembanganya
Bantuan berkemih
Aktivitas :
1. Pertimbangkan
kemampuan dalam
rangka mengenal
keinginan untuk BAK
2. Tetapkan interval
untuk jadwal
membantu
berkemih,berdasarkan
pada pola pengeluaran
(urine)
3. Berikan pendekatan
dlam 15 menit interval
yang disarankan untuk
bantuan berkemih
4. Berikan waktu 5 detik
untuk meminta bantuan
terkait dengan aktivitas
toileting
5. Tawarkan bantuan
dengan tanpa melihat
status kontinensia
6. Ajarkan pasien untuk
meminta sendiri ke
toilet ketika berespon
7. Dokumentasikan
outcomes dari sisi
toileting dalam
pencatatan klinik
8. Diskusikan catatan
kontinensia dengan
staff untuk memberikan
penguatan dan

24
dukungan kepatuhan
terhadap jadwal
berkemih yang tepat
perminggunya dan
sesuai dengan
kebutuhan
2. Gangguan rasa Tingkat kecemasan Pemberian obat
nyaman b.d gejala Indikator : Aktivitas :
terkait penyakit 1. Tidak dapat 1. Ikuti prosedur 5 benar
beristirahat dalam pemberian obat
2. Berjalan mondar 2. Verivikasi resep obat-
mandir obatan sebelum
3. Meremas-remas pemberian obat
tangan 3. Catat tanggal
4. Distress kadaluarsa obat yang
5. Perasaan gelisah tertera pada wadah obat
6. Otot tegang 4. Siapkan obat-obatan
7. Wajah tegang dengan menggunakan
8. Tidak bisa mengambil peralatan dan teknik
keputusan yang sesuai selama
9. Mengeluarkan rasa pemberian terapi obat-
marah secara obatan
berlebihan 5. Hindari pemberian obat
10. Masalah prilaku yang tidak diberi label
11. Kesulitan 6. Bantu klien dalam
berkonsentrasi pemberian obat
12. Rasa cemas yang 7. Monitor klien terhadap
disampaikan secara efek terapeutik untuk
lisan semua obat-obatan
8. Monitor klien terhadap
efek lanjut, tolisisitas
dan interaksi pemberian
obat
9. Dokumentasikan
pemberian obat dan
respon klien
3. Inkontinensia urine Kontinensia urine Manajemen cairan
aliran berlebihan b.d Indikator : Aktivitas :
hiperkontraktilitas 1. Mengenali keinginan 1. Timbang berat badan
detrusor untuk berkemih setiap hari dan monitor
2. Menjaga pola status pasien
berkemih yang teratur 2. Masukan kateter urine

25
3. Respon berkemih 3. Monitor tanda-tanda
sudah tepat waktu vital pasien
4. Berkemih pada tempat 4. Kaji lokasi dan luasnya
yang tepat edema jika ada
5. Menuju toilet diantara 5. Monitor
waktu ingin berkemih makanan/cairan yang
dan benar-benar ingin dikonsumsi dan hitunh
segera berkemih asupan kalori harian
6. Berkemih >150 6. Berikan cairan dengan
mililiter tiap kalinya tepat
7. Memulai dan 7. Distribusikan asupan
menghentikan aliran cairan selama 24 jam
urine
8. Mengosongkan
kantong kemih
sepenuhnya
9. Mengkonsumsi cairan
dalam jumlah yang
cukupBisa memakai
pakaian sendiri
10. Bisa menggunakan
toilet sendiri
11. Mengidintifikasi obat
yang mengganggu
kontrol berkemih
12. Urine merembes ketika
berkemih
13. Pakaian basah disiang
hari
14. Pakaian basah di
malam hari
15. Infeksi saluran kemih
Pengetahuan :
pengobatan
Indikator :
1. Pentingnya
menginformasikan
kesehaan semua obat
2. Nama obat yang benar
3. Tampila obat
4. Efek lanjut obat
5. Penyimpanan obat
yang benar

26
6. Cara pembuangan obat
yang tepat
7. Duku ngan finansial
yang ada
8. Pentingnya
menggunakan
idenifikasi penanda
medis

4. Inkontenensia urine Kontinensia urine Latihan otot pelvis


stres b.d Indikator : Aktivitas :
peningkatan tekanan 1. Mengenali keinginan 1. Kaji kemampuan
intra abdomen untuk berkemih urgensi berkemih
2. Menjaga pola pasien
berkemih yang teratur 2. Instruksikan pasien
3. Respon berkemih untuk menahan otot-
sudah tepat waktu otot sekitar uretra dan
4. Berkemih pada tempat anus, kemudian
yang tepat relaksasi, seolah-olah
5. Menuju toilet diantara ingin menahan buang
waktu ingin berkemih air kecil atau buang air
dan benar-benar ingin besar
segera berkemih 3. Instruksikan pasien
6. Berkemih >150 untuk tidak
mililiter tiap kalinya mengkontraksikan
7. Memulai dan perut, pangkal paha dan
menghentikan aliran pinggul, menahan nafas
urine atau mengejan selama
8. Mengosongkan latihan
kantong kemih 4. Yakinkan bahwa pasien
sepenuhnya mampu membedakan
9. Mengkonsumsi cairan kontraksi menahan dan
dalam jumlah yang relaksasi yang berbeda
cukup antara keinginan untuk
10. Bisa memakai pakaian meninggikan dan
sendiri memasukan kontraksi
17. Bisa menggunakan otot dan usaha yang
toilet sendiri tidak diinginkan untuk
18. Mengidintifikasi obat menurunkan
yang mengganggu 5. Instruksi pasien untuk
kontrol berkemih melakukan latihan
19. Urine merembes ketika pengencangan otot,
berkemih dengan melakukan 300

27
20. Pakaian basah disiang kontraksi setiap hari,
hari menahan kontraksi
21. Pakaian basah di selama 110 detik, dan
malam hari relaksasi selama 10
22. Infeksi saluran kemih menit diantara sesi
kontraksi, sesuai
Kontrol gejala dengan protokol
Indikator : 6. Berikan umpan balik
1. Memantau munculnya positif selama latihan
gejala dilakukan
2. Memantau lama 7. Intruksikan pasien
bertahanya gejala untuk dapat mencatat
3. Memantau keparahan inlontinensia yang
gejala terjadi setiap harinya
4. Memantau frekuensi untuk melihat
gejala perkembanganya
5. Menggapai variasi Latihan kebiasaan
gejala berkemih
6. Melakukan tindakan- Aktivitas :
tindakan pencegahan 1. Simpan catatan
7. Melakukan tindakan spesifikasi penahanan
untuk mengurangi selama 3 hari untuk
gejala membentuk pola
pengosongan kandung
kemih
2. Bangun waktu awal dan
akhir terkait dengan
jadwal ke toilet, jika
tidak selama 24 jam
3. Tetapkan interval
toileting dan sebaiknya
tidak kurang dari 2 jam
4. Gunakan kekuatan
suggesti untuk
membantu pasien
mengosongkan
kandung kemih
5. Jagan meninggalkan
pasien di toilet selama
lebih dari 5 menit
6. Diskusikan pencatatan
harian mengenai
kontinensia dengan staf

28
untuk memberikan
penguatan dan
mendorong kepatuhan
jadwal eliminasi
7. Berikan umpan balik
positif atau penguatan
positif kepada pasien
ketika pasien berkemih
sesuai jadwal , dan tidak
membuat komentar
ketika pasien
mengalami
inkontinensia

5. Inkontenensia Eliminasi urine Bantuan berkemih


dorong b.d infeksi Indikator : Aktivitas :
kandung kemih 1. Pola eliminasi 1. Pertimbangkan
2. Bau urin kemampuan dalam
3. Jumlah urin rangka mengenal
4. Warna urin keinginan untuk
5. Kejernihan urin BAK
6. Intake cairan 2. Lakukan pencatatan
7. Mengenali mengenai
keinginan untuk spesifikasi
berkemih kontinensia selama
8. Nyeri saat kencing 3 hari untuk
9. Rasa terbakar saat mendapatkan pola
berkemih pengeluaran
10. Ragu untuk 3. Tetapkan waktu
berkemih untuk memulai dan
11. Frekuensi mengakhiri
berkemih berkemih
12. Retensi urin 4. Berikan pendekatan
dalam 15 menit
Kontinensia urine interval yang
Indikator : disarankan untuk
13. Mengenali bantuan berkemih
keinginan untuk 5. Tawarkan bantuan
berkemih dengan tanpa
14. Menjaga pola melihat status
berkemih yang kontinensia
teratur
15. Berkemih pada
tempat yang tepat

29
16. Menjaga 6. Berikan privasi
penghalang untuk adanya
lingkungan yang aktivitas eliminasi
bebas untuk 7. Berikan umpan
eliminasi urin balik dengan
17. Mengosongkan memberikan pujian
kantong kemih perilaku BAK dan
sepenuhnya BAB
18. Mengkonsumsi 8. Informasikan pada
cairan dalam pasien mengenai
jumlah yang cukup waktu untuk sesi
19. Urin merembes eliminasi
ketika berkemih selanjutnya
20. Infeksi saluran 9. Ajarkan pasien
kemih untuk secara sngaja
menahan urin
diantara sesi
eiminasi jika secara
kondisi pasien tidak
terganggu
10. Diskusikan catatan
kontinensia dengan
staf untuk
memberikan
penguatan dan
dukungan
kepatuhan terhadap
jadwal berkemih
yang tempat
Perawatan inkontinensia
urin
Aktivitas :
11. Identifikasi faktor
apa penyebab
inkontinensia pada
pasien
12. Jaga privasi pasien
saat berkemih
13. Jelaskan penyebab
terjadinya
inkontinensia dan
rasionalisasi setiap

30
tindakan yang
dilakukan
14. Monitor eliminasi
urin meliputi
frekuensi,
konsitensi, bau,
volume dan warna
urin
15. Diskusikan bersama
pasien mengenai
prosedur tindakan
dan target yang
diharapkan
16. Bantu untuk
meningkatkan atau
mempertahankan
harapan pasien
17. Instruksikan pasien
dan keluarga untuk
mencatat pola dan
jumah urin output
18. Batasi makanan
yang mengiritasi
kandung kemih
19. Jika diperlukan
lakukan
pemeriksaan kultur
urin dan sensifitas
urin

1. Resiko kerusakan  Konsekuensi Perlindungan Infeksi


integritas kulit b.d Imobilitas : Fisiologi Aktiviras :
ekskresi Indikator : 1. Monitor adanya
1) Fraktur tulang tanda dan gejala
2) Kontraktur sendi inffeksi sistemik
3) Ankilosis sendi lokal
4) Kekuatan otot 2. Monitor kerentanan
5) Tonus otot terhadap infeksi
3. Batasi jumlah
pengunjung
4. Srining semua
pengunjung
terhadap penyakit
menular

31
5. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
6. Anjurkan asupan
cairan yang tepat
7. Lanjutkan istirahat
8. Pantau adanya
tingkat perubahan
energi
9. Instruksikan pasien
untuk minum
antiobiotik yang
diresepkan
10. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala
infeksi dan kapan
harus
melaporkannya
kepada yankes
11. Berikan ruangan
pribadi yang
dibutuhkan
12. Laporkan dugaan
infeksi pada
personil pengendali
infeksi

Environment
Management
(Manajemen lingkungan)
Aktivitas :
1. Sediakan
lingkungan yang
aman untuk pasien
2. Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien,
sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi
kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu
3. pasien

32
4. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya
(misalnya
memindahkan
perabotan)
5. Memasang side rail
tempat tidur
6. Menyediakan
tempat tidur yang
nyaman dan bersih
7. Menempatkan
saklar lampu
ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
8. Membatasi
pengunjung
9. Memberikan
penerangan yang
cukup
10. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
11. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
12. Memindahkan
barang-barang yang
dapat
membahayakan
13. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

33
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA Internasional Nursing Diagnoses: Defenitions
& Clasification, 2015-2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.

Jong,Wim de.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi:2.Jakarta:EGC

Potter&Perry.2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol:2.Jakarta:EGC

34

Anda mungkin juga menyukai