Anda di halaman 1dari 96

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposisi penduduk tua bertambah dengan pesat baik di negara maju
maupun negara berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan angka
fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka
harapan hidup (life expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara
keseluruhan. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017),
di Indonesia ada tiga provinsi dengan persentase lansia terbesar yaitu DI
Yogyakarta (13,81%), Jawa Tengah (12,59) dan Jawa Timur (12,25%).
Sementara itu, tiga provinsi dengan persentase lansia terkecil adalah Papua
(3,20%), Papua Barat (4,33%) dan Kepulauan Riau (4,35%).
Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia dapat membawa
dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia
berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya
jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah
penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan
kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas,
tidak adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap
penduduk lansia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017), lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut Kowalksi
& Rosdahl (2015), saat individu menua mereka semakin sering mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugas yang lebih kompleks. Hal ini karena
seiring dengan pertambahan usia, manusia mengalami perubahan-perubahan
tertentu pada tubuhnya baik dari segi fisik maupun psikososial. Perubahan-
perubahan fisik dapat berupa penurunan-penurunan fungsi fisiologis dari
seluruh sistem pada tubuh. Akibatnya, banyak masalah-masalah yang dapat
terjadi pada lansia yaitu seperti perubahan ketajaman pengelihatan dan
pendengaran, gaya berjalan tidak stabil, kaku sendi, dan lain-lain (Kowalksi

1
& Rosdahl, 2015). Perubahan-perubahan psikososial seperti kecemasan,
malu, dan lain-lain (miller, 2012).
Salah satu perubahan fisik yang dapat terjadi pada lansia yaitu
penurunan fungsi pada sistem perkemihan yang penting untuk diperhatikan.
Menurut Miller (2012), fungsi utama dari sistem perkemihan adalah
mengeluarkan air dan limbah kimiawi, seperti produk sampingan hasil
metabolisme dan farmakologi, yang akan menjadi racun jika dibiarkan
menumpuk di dalam tubuh. Antara lain yang dapat terjadi yaitu
inkontenessia urine. Masalah yang sering dijumpai antara lain yaitu
inkontenensia urine.
Menurut Miller (2012), inkontenensia urine adalah suatu keadaan
dimana seseorang tidak dapat mengontrol pengeluaran urine. Hal ini karena
seiring dengan bertambahnya usia, dapat terjadi perubahan pada ginjal,
kandung kemih, uretra, dan mekanisme kontrol dalam sistem saraf dan
tubuh lainnya mempengaruhi proses fisiologis yang mengontrol eliminasi
urin (Miller, 2012). Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan yang
sering dialami oleh lansia, yang biasanya disebabkan oleh penurunan
kapasitas kandung kemih dan berkurangnya kemampuan tahanan otot lurik
pada uretra karena perubahan fisiologis pada lansia.
Di Indonesia, survei inkontenensia urin yang dilakukan oleh Devisi
Geriatrik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Dr. Cipto
Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan
Keluarga di Jakarta (2002), mendapatkan angkan kejadian inkontenensia
urin tipe stres sebesar 32,2%, sedangkan penelitian yang dilakukan di Poli
Geriatrik RS Dr. Sardjito didapatkan angka prevalensi inkontenensia urin
sebesar 14,4% (Kurniasari & Soesilowati, 2016). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Unit
Budi Luhur pada bulan Januari tahun 2016, lansia dengan inkontinensia urin
tertinggi (34,6%) mengalami inkontinensia urin urgensi dan terendah (5,1%)
lansia yang mengalami inkontinensia urin stres (Vidiastuti, 2016).

2
Menurut Miller (2012), Inkontinensia urin dapat berdampak negatif
terhadap kualitas kehidupan lansia, baik pada fisik maupun psikososial.
Dampak fisik dari inkontenesia urine dapat meliputi infeksi saluran kemih,
sedangkan dampak psikososial yang dapat ditimbulkan seperti kecemasan,
atau rasa malu. Perawat memiliki banyak peluang untuk mempromosikan
kesehatan yang berhubungan dengan fungsi perkemih, terutama untuk lansia
yang mengalami kesulitan mempertahankan kontrol kemih. Sebagai contoh,
perawat dapat memberikan intervensi untuk menghilangkan mitos tentang
inkontinensia urin, mengatasi sikap pasrah atau mengangap hal yang
dialami merupakan dari proses penuaan, dan mengajarkan perawatan untuk
diri sendiri. Pada pasien dengan inkontinensia urine dapat dengan melatih
otot dasar panggul pasien (Miller, 2012).
Berdasarkan hal di atas, penulis menyusun makalah ini agar perawat,
keluarga, dan masyarakat lebih memperhatikan lansia dengan penurunan
sistem perkemihan: inkontinensia urin.

1.2 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan dengan penurunan sistem
perkemihan dengan masalah inkontinensia urine.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus asuhan keperawatan lansia yaitu diketahui:
1. Konsep penuaan sistem perkemihan.
2. Pengkajian keperawatan lansia pada sistem perkemihan dengan
inkontinensia urine.
3. Diagnosa keperawatan lansia pada sistem perkemihan dengan
inkontinensia urine.
4. Intervensi keperawatan lansia pada sistem perkemihan dengan
inkontinensia urine.
5. Implementasi keperawatan lansia pada sistem perkemihan dengan
inkontinensia urine.

3
6. Evaluasi keperawatan lansia pada sistem perkemihan dengan
inkontinensia urine.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Terkait


Sistem perkemih terdiri atas empat struktur yaitu ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra (Back & Hawks, 2014).
A. Ginjal
Ginjal terletak secara retroperironeal, pada bagian posterior
abdomen, pada kedua sisi koluma vertebrata. Mereka terletak antara
vertebrata toraks keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya
terletak sedikit lebih tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal
orang dewasa secara rata-rata memiliki panjang 11 cm, lebar 5-7,5
cm, dan ketebalan 2,5 cm. Hal yang menahan ginjal tetap pada posisi
di belakang peritoneum parietal adalah sebuah masa lemak
peritoneum (kapsul adiposa) dan jaringan penghubung yang disebut
fasia gerota (subserosa). Sebuah kapsul fibrosa (kapsul renal)
membentuk pembungkus luar dari ginjal itu sendiri, kecuali bagian
hilum. Ginjal dilindungi lebih jauh lagi oleh lapisan otot di punggung,
pinggang, dan abdomen, selain itu juga oleh lapisan lemak, jaringan
subkutan, dan kulit (Black & Hawks, 2014).
Ginjal memiliki karakter bentuk yang melengkung, dengan
daerah ujung luar yang cekung dan batas bagian tengah yang
cembung. Pada bagian yang paling dalam dari daerah yang cekung,
terdapat hilus, yang mana dilewati oleh arteri dan vena renalis, getah
bening, saraf dan pelvis renalis (ekstensi bagian atas dan ureter).
Sebuah kapsul fibrosa mengelilingi dan menempel pada parenkim
ginjal. Tiap ginjal dibagi menjadi tiga daerah utama yaitu korteks,
medula, dan pelvis (Black & Hawks, 2014).

4
Korteks ginjal berada di bawah kapsul fibrosa, dan bagian dari
korteks memanjang ke lapisan medula untuk membentuk jaringan
kortikal yang memisahkan piramid. Medula terbagi menjadi 8-18
massa duktus koligentes/pengumpul berbentuk kerucut yang disebut
piramid renal. Dasar piramid trerletak pada batas kortikomedularis.
Appeks piramid memanjang ke pelvis renalis, membentuk papila
(Black & Hawks, 2014).
Tiap papila Volume ila memiliki 10-20 bukn pada permukaan.
Yang mana dilalui oleh urine untuk menuju pelvis renalis. Delapan
atau lebih kelompok papila terdapat pada tiap piramid, masing-masing
mengosongkan isinya ke kaliks minor, dan bberapa kaliks minor
bergabung membentuk kaliks mayor, kedua atau ketiga kaliks mayor
merupakan penonjolan dar pelvis renalis ruang di pelvis renalis dlapisi
oleh epitel transisional volum gabungan dari pelvis dan kaliks kurang
lebih 8 ml. Volume yang berlebihan dapat merusak jaringan parenkim
ginjal. Pelvis renalis menyempit ketika mencapai hilus dan menjadi
ujung proksimal dair ureter (Black & Hawks, 2014).
Pada korteks terapat nefron, bagian fungsional dari ginjal yang
terdiri atas elemen vaskuler dan tubular. Filtrasi dimulai pada
glomerulus ginjal. Kumpulan glomerulus yang mengandung kapiler
dan awal dari sitem tubulus disebut kapsul bowmen hasil filtrasi
glomerulus memasuki kapsul bowman dan memasuki kapsul bowmen
dan melalui kumpulan bagian tubulus yang memodifikasi hasil filtrasi
sewaktu melewati korteks dan medula spinalis dan akhirnya mengalir
melalui kaliks renal. Jaringan kapiler kedua, kapiler peritubulus
membawa air dan elektrolit kembali ke vena cava (Black & Hawks,
2014).
Ginjal menerima 20-25% dari curah jantung dalam keadaan
istirahat, dengan rata-rata lebih dari 1 liter darah arteri tiap menit.
Cabang arteri renalis dari aorta abdomilan setinggi lumbal kedua,
memasuki ginjal kedua dengan cara progresif bercabang ke arteri

5
lobaris, arteri interlobaris arteri arkuata serta arteri interlubaris. Darah
mengalir dari arteri interlobris melalui artri aferen dan kapiller
glomerulus arteri aferen dan kapiler peritubulus beberapa kapiler
peritubulus membawa sejumlah kecil (kurang dari 5% dari aliran
darah renal) ke medula renalis di vasa rekta (pembuluh darah yang
panjang dan lurus) sebelum memasuki drainas vena. Darah
meningglkan ginjal dalam sistem vena yang berkorespondensi dengan
sistem arteri: vena interlobularis venaa arkuata, vena interlobaris,dan
vena renalis, kemudian sirkulasi ginjal masuk ke vena cava inferior
(Black & Hawks, 2014).
Susunan dari dua jaringan kapiler secara berurutan di nefron
memungkinkan sebagaian besar dari jumlah hasil filtrasi di kapiler
glomerulus diserap kembali oleh kapiler peritubulus, kecepatan filtrasi
glomerulus yang normal adalah 125 ml/menit, tapi karena adanya
penyerapan kembali hasil filtrasi di kapiler peritubulus hanya sekitar
1 ml urine yang mengalir dari dari ginjal tiap menitnya jika
penyerapan kembali itu tidak terjadi. Tekanan darah tidak dapat
dipertahankan.bersamaan dengan kapiler lain di tubu h, keseimbangan
antara tekanan hidrolistik dan pnkotik kapiler hipotesis starling)
menentukan pergerakan cairan transkapiler selai itu juga pembuluh
darah vasa rekta yang panjang dan lurus memungkinkan pretukaran
arus blik dari larutan dan memungkinkan darah untuk melakukan
perfusi ke medula renalis yang hipertronik tanpa menganggu gradien
konsntrasi osmotik (Black & Hawks, 2014).

B. Ureter
Ureter membentuk cekungan di medial plvis renalis pada hilus
ginjal. Biasanya sepanjang 25-35 cm di orang dewasa ureter terletak
di jaringan peghubung ekstraperiotenal dan memanjang secara
vertikel secara otot psoas menuju kepelvis, setelah masuk kerongga
pelvis, ureter memanjang ke anterior untuk brgabung dengan kandung

6
kemih di bagian posterolateral pada setiap sudut uterovasika. Ureter
terletak secara oblik melalui dinding kandung kemih sepanjang 1,5-2
cm sebelum masuk ke ruangan kandung kemih (Black & Hawks,
2014).
Terdapat tiga point daerah yang mungkin mengalami obstruksi:
(1) mukosa bagian dalam (membran epitel transisional ) melapisi
ruangan (2) lapisan muskular dan (3) lapisan luar fibrosa. Lapisan
muskular biasanya tersusun secara longtudinal bagian dalam dan
sirkuler di bagian luar, namun sepanjang ureter, serat otot tersusun
secara oblik dan menyatu dengan satu dengan yang lain, membentuk
jaringan seperti kasa. Susunan otot tersebut memungkinkan urine
untuk didorong ke bawah dengan gerakan peritalsis. Peritalsis ini di
kontrol oleh sebuah pacu otot yang terletak di dekat kaliks renalis
(Black & Hawks, 2014).
Darah dialirkan ke ureter melalui satu atau beberapa pembuluh
darahh yang terletak secara longtudinal sepanjang saluran. Jumlah dan
jenis dari anostomosis arteri dengan pembuluh urter beerbeda pada
tiap individu. Oleh karena ureter melewati beberapa area anatomis,
pembuluh darah ureter di aliri oleh beberapa arteri yaitu renalis,
testikularis atau ovarian, aorta dan iliaka komunis, iliaka interna
(sering), vesika, umbilikal danuterus (Black & Hawks, 2014).
Inervasi ureter berasal dari saraf kesebelas sampai lumbal
pertama. Jaringan kerja saraf secara progresif menjadi lebih padat
sepanjang akhir ujung ureter (Black & Hawks, 2014).

C. Kandung kemih
Kandung kemih adalah organ kosong yang teletak pada separuh
anterior dann pelvis, di belakang simfisis pubis. Jarak antara kandung
kemih dan simfisis pubis isi oleh jaringan penghubung yang longgar
yang memungkinkan kandung kemih untuk melebar ke arah kranial
ketika terisi peritonium melapisi tepi atas dari kadung kemih dan

7
bagian dasar di tahan secara longgar oleh ligamen sejati. Kandung
kemih juga di bungkus oleh sebuah fasia yang longgar (Black &
Hawks, 2014).
Dinding kandung kemih memiliki beberapa lapisan jaringan.
Lapisan bagian adalah dari dinding kandung kemih adalah epitl
transisional dengan beberapa kelenjar penyekresi mukus.kemudian
ada tiga lapisan otot yang tidak terbatas jelas: lapisan dalam dan luar
(longitudinal) dan lapisan tengah (sirkuler) serat dari lapisan lapisan
tersebut bejalin membentuk lapisan otot seperti kasa yang di sebut otot
destrotor. Penyusunan ini memungkinkan dinding kandung kamih
untuk tetap elastis dan kuat kelompok dari lapisan otot tersebut
membentuk sfingter interna atau bukaan ureter. Trigonum
menjelaskan dearah segitiga yang dibentuk oleh persimpagan
ureterovesika dan sfingter interna interna (Black & Hawks, 2014).
Bagian superior dan lateral dari kandung kemih di dukung oleh
arteri vesika superior yang merupakan cabang dari arteri umbilikal
dan dan arteri ilika interna. Arteri vesika interior yang menyuplai
bagian inferior kandung kemih dapat berasal dari cabang independen
dan bersamaan dengan arteri dengan arteri rektal tengah. Vena yang
menerima aliran dari kandung kemih, masuk kevena ilianka interna
(Black & Hawks, 2014).
Persyarafan pada kandung kemih berasal dari simpatis
hipogastrik parasimpatis pelvis dan nervous somatik pudendal ganglia
umumnya di temuhkan pda dasar dari kandung kemih dan disekitar
orifisium uretra area ini cendrung bekerja secara beksinambungan
satu dengan yang lain dan fungsinya dikontrol olh sistem
parasimpatis (Black & Hawks, 2014).

D. Uretra dan Meatus

8
Uretra adaah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung
kemih ke permukaan tubuh uretra pada laki-laki dan perempuan
memiliki perbedaan besar (Black & Hawks, 2014).
Ureter pada Perempuan
Ureter pada perempuan memilik panjang sekitar 4 cm dan
sedikit melengkung kedepan ketika mencapai bukaan keluar atau
meatus yang terletak diantra klitor dan lubang vagina (Black &
Hawks, 2014).
Uretra dilapisi oleh epitelium, yang mengandung kelenjar
penyekresi mukus. Lapisan otot sotot sirkuler meliputi uretra dan
bertemu dengan otot sirkuler dan kandung kemih. Otot ini menipis di
dekat meatus. Ketika uretra melewati diafragma urogenital, serat otot
sirkuler membentuk sfingter eksterna. Uretra yang pendek merupakan
salah satu alasan infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada
perempuan (Black & Hawks, 2014).
Uretra pada laki-laki
Pada laki-laki, uretra merupakan saluran gabungan untuk sistem
reproduksi dan pengeluaran urine. Kelenjar prostat, walaupun bukan
saluran langsung dari sistem kemih, adalah penyebab mayor dari
disfungsi kemih pafa laki-laki. Terletak di bawah leher kandung
kemih, prostat mengelilingi uretra secara menyeluruh. Normalnya,
hubungan ini tidak menyebabkan masalah, namun jika prostat
membesar, prostat menekan uretra dan mengahmbat aliran keluar
urine (Black & Hawks, 2014).
Uretra pada laki-laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan
terbagi dalam 3 bagian utama. Uretra parsprostatika menjulur sampai
3 cm di bawah leher kandung kemih, melalui kelenjar prostat, ke dasar
panggul. Duktus ejakulatorius pada sistem reproduksi mengosongkan
isinya pada dinding posterior uretra parsprostika. Uretra
parsmembranosa memiliki panjang sekitar 1-2 cm dan berakhir di
mana lapisan otot membentuk sfingter eksterna. Bagian distal adalah

9
kavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm, bagian ini
melintas melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis. Penis
uretra juga dilapisi oleh sel-sel epitel (Black & Hawks, 2014).

2.2 Proses Menua


A. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap perkembangan yang terjadi usia 65 dan
lebih (Ladner & Delaune, 2011).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017),
lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Gerontologi dan orang awam mendefinisikan penuaan dari
banyak perspektif. Secara objektif, penuaan adalah proses universal
yang dimulai saat lahir; dalam konteks ini, ini berlaku sama bagi muda
dan tua orang-orang. Namun, secara subjektif, penuaan biasanya
terkait dengan menjadi "tua" atau mencapai "dewasa tua," dan orang-
orang mendefinisikan penuaan dalam hal makna dan pengalaman
pribadi. Anak-anak biasanya tidak menyadari diri mereka menua,
tetapi mereka senang mengumumkan berapa usia mereka dan mereka
menyambut ulang tahun dengan sangat antusias. Mereka melihat
ulang tahun mereka sebagai peristiwa positif yang akan
memungkinkan mereka untuk menikmati tambahan peluang dan
tanggung jawab. Remaja, juga, memandang penuaan sebagai
mekanisme yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara
hukum dalam kegiatan penting, seperti mengemudi dan memberikan
suara. Sebaliknya, orang dewasa cenderung memandang "usia tua"
sebagai sesuatu yang terjadi dihindari dan mereka cenderung
menentukan awal yang lebih tua dewasa sebagai satu dekade
melampaui usia mereka saat ini. Istilah umur identitas (juga disebut
sebagai usia perasaan atau usia subjektif) digunakan untuk
menggambarkan persepsi seseorang tentang usianya. Studi telah
menemukan bahwa orang tua menilai timbulnya kedua menengah dan

10
usia yang lebih tua seperti yang terjadi pada usia kronologis lebih
lambat dari yang dilakukan orang yang lebih muda (Miller, 2012).

B. Klasifikasi Lansia
Menurut Mauk (2006) kelompok lansia dapat dibagi menjadi 3
kelompok yaitu sebagai berikut.
1. Lansia usia 65 sampai 74 tahun tergolong lansia muda.
2. Lansia usia 75 sampai 84 tahun tergolong lansia tua tengah.
3. Lansia usia 85 tahun ke atas tergolong lansia tua, sangat tua atau
lemah.

C. Teori Penuaan
Menurut Mauk (2006), berikut beberapa teori mengenai proses
penuaan.
1. Teori Psikososial Penuaan
Teori-teori awal tentang penuaan berasal dari disiplin
psikososial. Teori psiko-sosial berusaha menjelaskan penuaan
dalam hal perubahan perilaku, kepribadian, dan sikap.
Pembangunan dipandang sebagai proses seumur hidup yang
ditandai dengan transisi. Teori-teori psikologis berkaitan dengan
pengembangan kepribadian atau ego dan tantangan yang
menyertainya terkait dengan berbagai tahap kehidupan.
Bagaimana proses mental, emosi, sikap, motivasi, dan
kepribadian memengaruhi adaptasi terhadap tuntutan fisik dan
sosial merupakan isu sentral (Mauk, 2006)
Ahli teori sosiologis mempertimbangkan bagaimana
mengubah peran, hubungan, dan status dalam suatu budaya atau
masyarakat berdampak pada kemampuan orang dewasa yang
lebih tua untuk beradaptasi. Norma sosial dapat memengaruhi
bagaimana individu membayangkan peran dan fungsinya dalam
masyarakat itu, dan dengan demikian memengaruhi pilihan-

11
pilihan peran serta bagaimana peran itu diberlakukan. Ada
definisi ulang yang besar tentang peran wanita di Amerika Serikat
sejak 1960-an. Variabel kohort atau genetika tersebut merupakan
komponen kunci dari teori sosiologis penuaan (Mauk, 2006).
2. Teori Sosiologikal Penuaan
Para ahli teori sosiologis telah berusaha menjelaskan
perilaku orang dewasa yang lebih tua dalam hubungannya dengan
masyarakat dengan konsep-konsep seperti pelepasan, aktivitas,
dan kontinuitas. Salah satu teori paling awal yang membahas
proses penuaan dimulai oleh Havighurst dan Albrecht pada tahun
1953 ketika mereka membahas konsep keterlibatan aktivitas dan
adaptasi positif terhadap penuaan. Dari mempelajari sampel orang
dewasa, mereka menyimpulkan bahwa masyarakat mengharapkan
orang dewasa yang sudah pensiun untuk tetap menjadi kontributor
aktif. Teori aktivitas dikonsepsikan sebagai teori aktual pada
tahun 1963 dan tujuan yang tersisa ditempati dan dilibatkan
adalah unsur yang diperlukan untuk memuaskan kehidupan akhir.
Para penulis tidak memenuhi syarat karakteristik kegiatan yang
paling langsung terkait dengan kepuasan hidup. Havighurst dan
Albrecht mengaitkan aktivitas dengan kesehatan psikososial dan
menyarankan aktivitas sebagai cara untuk memperpanjang usia
paruh baya dan menunda efek negatif dari usia tua. Asumsi dari
teori ini adalah bahwa tidak aktif berdampak negatif terhadap
konsep diri seseorang dan kualitas hidup yang dirasakan serta
mempercepat penuaan (Mauk, 2006).
Argumen yang menentang sudut pandang ini adalah bahwa
ia gagal untuk mempertimbangkan bahwa pilihan kegiatan
seringkali dibatasi oleh sumber daya fisik, ekonomi, dan sosial.
Selanjutnya, peran yang diasumsikan oleh orang dewasa yang
lebih tua sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat. Namun,
Maddox (1963) mengemukakan bahwa waktu senggang

12
menghadirkan peluang baru untuk kegiatan dan peran seperti
layanan masyarakat yang mungkin lebih konsisten dengan
batasan-batasan ini. Kritik kedua dari teori aktivitas adalah
pernyataan yang tidak terbukti bahwa kelanjutan aktivitas
menunda timbulnya efek negatif dari penuaan (Mauk, 2006).
Terlepas dari kritik-kritik ini, tema sentral dari teori
aktivitas, yang tetap aktif di usia lanjut diinginkan, didukung oleh
penelitian. Lemon dan rekan menemukan hubungan langsung
antara peran dan aktivitas, keterlibatan dan kepuasan hidup di
antara orang dewasa yang lebih tua. Para penulis juga mengamati
bahwa kualitas kegiatan, seperti yang dirasakan oleh orang
dewasa yang lebih tua, lebih penting daripada kuantitasnya.
Peneliti lain menambahkan bahwa kegiatan informal seperti
bertemu teman untuk makan siang atau mengejar hobi melalui
kegiatan kelompok lebih mungkin meningkatkan kepuasan hidup
daripada kegiatan formal atau soliter. Dalam studi yang lebih baru
dari orang Amerika yang lebih tua, partisipasi dalam tugas
bersama adalah prediktor penting kepuasan hidup, khususnya di
kalangan pensiunan. Penuaan yang berhasil berarti mampu
melakukan kegiatan yang penting bagi orang dewasa yang lebih
tua meskipun ada keterbatasan (Mauk, 2006).

2.3 Penuaan Sistem Terkait


A. Perubahan pada Ginjal
Proses pengeluaran urin yang kompleks dimulai dari ginjal
dengan menyaring dan mengeluarkan limbah kimia dari darah.
Sirkulasi darah melewati glomerulus disebut dengan filtrasi
glomerulus, yang kemudian melewati kapsul bowman dan tubulus
ginjal menuju tubulus kolektivus. Selama proses ini, substan yang
dibutuhkan tubuh (seperti air, glukosa, dan sodium) akan
dipertahankan, dan sisa produk yang tidak dibutuhkan akan

13
dikeluarkan melalui urin. Fungsi tersebut penting untuk
mempertahankan homeostasis dan mengeluarkan beberapa obat.
Fungsi ekskresi, dapat diukur melalui laju filtrasi glomerulus (GFR),
tergantung pada jumlah dan efisiensi nefron serta laju aliran darah
dalam ginjal (Miller, 2012).
Berat dan massa ginjal terus bertambah dari lahir sampai dewasa
awal, ketika fungsi nefron menurun, khususnya pada korteks dimana
glomerulus berada. Penurunan ini berlangsung sepajang hidup, pada
umur 80 tahun ginjal mengalami penurunan berat sekitar 25%.
Glomerulus mengalami perubahan akibat perubahan usia seperti
peningkatan ukuran, lobus berkurang dan penebalan membran.
Sebagai tambahan, proporsi dari sklerotik glomerulus meningkat dari
5% pada umur 40 tahun ke 35% pada umur 80 tahun. Dimulai dari
dekade ke empat, aliran darah pada renal berkurang secara bertahap
terkhusus pada korteks, pengurangannya sekitar 10% per dekade
(Miller, 2012).
Rata-rata penurunan fungsi ginjal pertahunnya 1% sesuai
dengan pernyataan haalmark pada tahu 1970 bahwa penuaan di mulai
antara umur 30 dan 40 tahun. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa
penurunan fungsi ginjal dan penurunan substan karena perubahan
terkait usia adalah normal serta hal tersebut berkaitan dengan kondisi
patologis seperti hipertensi (Miller, 2012).
Tubulus ginjal mengatur pengenceran dan konsentrasi urin, dan
ekskresi air selanjutnya dari tubuh, dalam ritme diurnal. Proses
fisiologis yang bertanggung jawab untuk konsentrasi urin dan ekskresi
air dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut (Miller, 2012).
1. Jumlah cairan dalam tubuh.
2. Melalui reabsorpsi air, dan pengangkutan zat melintasi,
membran tubular.

14
3. Osmoreseptor dalam hipotalamus, yang mengatur tingkat
sirkulasi antidiuretic hormone (ADH) sesuai dengan konsentrasi
air plasma.
4. Zat dan aktivitas yang memengaruhi sekresi ADH, seperti
kafein, obat-obatan, alkohol, nyeri, stres, dan olahraga.
5. Konsentrasi natrium dalam filtrat glomerulus.

Biasanya, produksi ADH distimulasi oleh perdarahan, dehidrasi,


dan kondisi lain yang mempengaruhi volume plasma atau osmolalitas.
Mekanisme perlindungan fisiologis ini membantu menjaga volume
plasma dan menghemat cairan dan natrium dalam kondisi kekurangan
air atau natrium (Miller, 2012).
Banyak perubahan yang berhubungan dengan usia
mempengaruhi tubulus ginjal dan dengan demikian mempengaruhi
pengenceran dan konsentrasi urin. Secara fungsional, tubulus ginjal
pada orang dewasa yang lebih tua kurang efisien dalam pertukaran
zat, konservasi air, dan penekanan sekresi ADH di hadapan hypo-
osmolalitas. Perubahan terkait usia yang menjadi lebih tua juga
menurunkan kemampuan ginjal untuk menghemat natrium sebagai
respon terhadap pembatasan garam. Perubahan yang berkaitan dengan
usia ini mempengaruhi orang dewasa tua yang sehat untuk mengalami
hiponatremia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit lainnya,
terutama dengan adanya kondisi yang dapat mengubah sirkulasi
ginjal, keseimbangan air atau natrium, atau volume plasma atau
osmolalitas (Miller, 2012).

B. Perubahan pada Kandung Kemih dan Saluran Kemih


Setelah disaring oleh ginjal, sisa cairan melewati ureter menuju
kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih adalah
sesuatu seperti balon yang tersusun oleh kolagen, otot polos, dan
jaringan yang elastis. Sisa- sisa cairan yang dikeluarkan dari kandung

15
kemih melalui proses fisiologi yang kompleks yang melibatkan
mekanisme berikut (Miller, 2012).
1. Kemampuan kandung kemih dalam mengembang untuk
penyimpanan yang adekuat dan dalam berkontraksi untuk
mengeluarkan seluruh cairan sisa cairan
2. Menjaga tekanan uretra lebih tinggi dari pada tekanan
intravesicular
3. Pengaturan saluran kemih bagian bawah oleh saraf otonom dan
somatik
4. Pengontrolan yang tidak disadari untuk miksi oleh pusat otak

Usia berhubungan atau dapat mengubah masing-masing


mekanisme ini dan dapat mempengaruhi fungsi sistem eliminasi. Pada
usia yang lebih muda, kandung kemih dapat menampung 350-450 ml
urin, sebelum individu merasakan sensasi penuh dan ketidaknyamanan
(Miller, 2012).
Seiring bertambahnya usia, otot pada kandung kemih
mengalami hipertropi dan penebalan pada dinding kandung kemih
mengganggu kemampuan kandung kemih untuk mengembang dan
membatasi jumlah urin yang disimpan dengan nyaman hingga 200-
300 ml (Miller, 2012).
Saat urin mengalir menuju ke kandung kemih, otot polos
mengembang tanpa meningkatkan tekanan intravesikal dan tekanan
uretra meningkat ke titik yang sedikit lebih tinggi daripada tekanan
intravesikel. Selama volume urin tidak naik diatas 500-600 ml,
keseimbangan ini dapat dipertahankan dan buang air kecil dapat
dikontrol dengan volunter. Jika volume meningkat lebih dari level
tersebut, atau jika otot detrusor berkontraksi tanpa sengaja, tekanan
intravesikel akan melebihi tekanan uretra, dan kebocoran urin
mungkin terjadi (Miller, 2012).

16
Selain jumlah urin dalam kandung kemih, faktor- faktor berikut
ini mempengaruhi keseimbangan antara tekanan intravesikal dan
uretra (Miller, 2012).
1. Tekanan abdominal
2. Ketebalan mucosa uretra
3. Sifat dari pelvik, detrusor, uretra dan otot leher kandung kemih
4. Penggantian jaringan otot polos

Sfingter internal dan eksternal mengatur penyimpan urin dan


pengosongan kandung kemih, sfingter internal merupakan bagian
dasar dari kandung kemih dan dikendalikan oleh saraf otonom.
Sfingter eksternal merupakan bagian dari otot dasar dari panggul dan
dikendalikan oleh saraf pudendal. Ketika buang air kecil, otot detrusor
dan otot perut berkontraksi, dan otot perineum dan eksternal rileks.
Jika diperlukan, sfingter eksternal berkontraksi untuk menghambat
atau mengganggu dan mengimbangi lonjakan tiba-tiba dalam tekanan
perut. Perubahan terkait usia yang melibatkan hilangnya otot polos
diuretra dan relaksasi otot dasar panggul mengurangi resistensi uretra
dan mengurangi sifat sfingter (Miller, 2012).

C. Perubahan Mekanisme Kontrol


Perubahan pada sistem saraf dan sistem pengaturan lainnya
memengaruhi fungsi urin. Sebagai contoh, impuls motorik dalam
urinasi kontrol sumsum tulang belakang, tetapi pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak bertanggung jawab untuk mendeteksi sensasi kepenuhan
kandung kemih, untuk menghambat pengosongan kandung kemih bila
diperlukan, dan untuk merangsang kontraksi kandung kemih untuk
pengosongan total. Ketika kandung kemih terisi, reseptor sensorik di
dinding kandung kemih mengirim sinyal ke sumsum tulang belakang
sakral. Pada orang dewasa tua yang sehat, perubahan degeneratif pada
korteks serebral dapat mengubah sensasi kepenuhan kandung kemih

17
dan kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih sepenuhnya.
Pada orang dewasa yang lebih muda, sensasi kepenuhan dimulai
ketika kandung kemih sekitar setengah penuh. Sensasi ini terjadi pada
orang dewasa yang lebih tua, sehingga jarak antara persepsi awal
keinginan untuk membatalkan dan kebutuhan aktual untuk
mengosongkan kandung kemih diperpendek, yang dapat memicu
episode inkontinensia (Miller, 2012).
Banyak struktur yang terlibat dalam buang air kecil
mengandung reseptor estrogen dan dipengaruhi oleh perubahan
hormon, khususnya yang terjadi pada wanita menopause. Sebagai
contoh, berkurangnya estrogen menyebabkan hilangnya tonus,
kekuatan, dan dukungan kolagen dalam jaringan urogenital dan dapat
berkontribusi pada penurunan tekanan penutupan uretra, yang
merupakan predisposisi terjadinya kebocoran urin. Juga, karena ujung
saraf tergantung pada estrogen, berkurangnya estrogen meningkatkan
sensitivitas terhadap rangsangan yang mengiritasi, yang mengarah
pada peningkatan dorongan untuk membatalkan. Penurunan estrogen
yang terkait dengan menopause sebagian dapat menjelaskan
peningkatan prevalensi dan onset inkontinensia pada wanita (Miller,
2012).
Persepsi haus yang berkurang adalah perubahan lain yang
berkaitan dengan usia yang dapat memengaruhi homeostasis dan
fungsi urin. Orang dewasa tua yang sehat dan kekurangan cairan tidak
merasakan haus, mengalami ketidaknyamanan dari mulut kering, atau
minum air yang cukup untuk merehidrasi diri mereka sendiri. Dengan
kondisi yang menempatkan tuntutan tambahan pada keseimbangan
cairan dan elektrolit, seperti demam atau infeksi, sensasi haus yang
berkurang dapat mengganggu mekanisme yang biasanya
mengkompensasi tekanan fisiolohik ini. Konsekuensinya, orang tua
cenderung berisiko tinggi mengalami dehidrasi karena asupan cairan
yang tidak memadai (Miller, 2012).

18
D. Perubahan yang Mempengaruhi Kontrol Atas Eliminasi Urin
yang Sesuai Secara Sosial
Kontrol atas buang air kecil tergantung tidak hanya pada fungsi
saluran kemih dan sistem saraf, tetapi juga pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kapasitas seseorang untuk eliminasi urin yang sesuai
secara sosial. Beberapa kondisi internal dan eksternal yang
mempengaruhi keterampilan ini adalah sebagai berikut (Miller, 2012).
1. Kognisi, keseimbangan, mobilitas, koordinasi, fungsi visul,
ketangkasan manual
2. Identifikasi wadah yang ditunjuk di area pribadi
3. Aksesibilitas dan penerimaan fasilitas toilet
4. Kemampuan untuk mencapai dan menggunakan wadah yang
sesuai
5. Interval antara persepsi keinginan untuk batal dan kebutuhan
aktual untuk mengosongkan kandung kemih
6. Kontrol disadari atas keinginan untuk menahan urin sejak saat
persepsi ingin berkemih muncul hingga orang tersebut dapat
menggunakan tempat yang sesuai.

Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh perubahan terkait usia yang


secara langsung mempengaruhi eliminasi urin, serta perubahan-
perubahan yang mempengaruhi kemampuan untuk mengidentifikasi
dan mencapai fasilitas toilet yang sesuai. Misalnya, peningkatan
postural tremor adalah perubahan terkait usia yang dapat mengganggu
kemampuan seseorang untuk diam. Dengan meningkatnya postur
tubuh, pria yang lebih tua mungkin merasa lebih sulit untuk
mempertahankan posisi berdiri untuk buang air kecil (Miller, 2012).
Standar untuk eliminasi urin yang sesuai secara sosial dapat
bervariasi sesuai dengan lingkungan sosial yang berbeda. Sebagai
contoh, orang dewasa yang mandiri dan hidup dalam masyarakat

19
diharapkan untuk tetap bebas dari bau atau basah kemih dan buang air
kecil di tempat-tempat pribadi yang ditunjuk; Namun, orang dewasa
yang lebih tua tergantung atau dilembagakan mungkin tidak
diharapkan untuk mematuhi standar ini begitu ketat. Dalam
pengaturan apa pun, sikap dan perilaku pengasuh dapat secara
signifikan mempengaruhi pola eliminasi urin (Miller, 2012).

2.4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Sistem Perkemihan


Seperti halnya banyak bidang fungsi lainnya, faktor risiko memainkan
peran yang lebih signifikan daripada perubahan terkait usia dalam
menyebabkan konsekuensi fungsional negatif untuk fungsi kemih. Faktor-
faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi fungsi urin secara
keseluruhan termasuk perilaku berdasarkan mitos dan kesalahpahaman,
gangguan fungsional, proses penyakit, dan pengaruh lingkungan dan gaya
hidup (Miller, 2012).
A. Perilaku Berdasarkan Mitos dan Persepsi yang Salah
Sikap berdasarkan mitos atau kurangnya pengetahuan tentang
kemih fungsi dapat memiliki efek yang merugikan pada perilaku yang
lebih tua orang dewasa dan pengasuh mereka. Misalnya persepsi
tentang Inkontinensia urin sebagai konsekuensi penuaan yang tak
terhindarkan menghalangi orang dewasa yang lebih tua mencari
bantuan dari para profesional kesehatan. Praktisi perawatan primer
sering memperkuat kesalahpahaman ini dan gagal untuk bertanya
tentang inkontinensia. Sekitar 80% orang dengan inkontinensia urin
bisa disembuhkan atau ditingkatkan. Faktor budaya juga dapat
memengaruhi persepsi dan perilaku mencari bantuan. Misalnya, satu
studi menemukan bahwa wanita Korea Amerika yang lebih tua tidak
mencari bantuan untuk inkontinensia urin karena mereka mungkin
melihatnya sebagai masalah keluarga daripada masalah individu. Studi
lain menemukan bahwa sekitar 80% perempuan dari budaya Timur
Tengah tidak mencari bantuan untuk inkontinensia karena malu dan

20
karena mereka mengasumsikan bahwa ini adalah bagian normal dari
penuaan. Karena sikap pengunduran diri seperti itu, tanda-tanda dan
gejala awal disfungsi urin mungkin dikelola secara tidak tepat, dan
masalahnya dapat berkembang (Miller, 2012).
Sikap, perilaku, dan harapan pengasuh mungkin juga
mengganggu pendekatan inkontinensia urin pada orang tua. Misalnya,
saat episode inkontinensia sedang dicatat segera setelah masuknya
orang dewasa yang lebih tua ke fasilitas perawatan jangka panjang,
beberapa anggota staf perawat cenderung melihat penduduk memiliki
inkontinensia kronis, dan perilaku mereka selanjutnya dapat
memperkuat harapan inkontinensia. Pada kenyataannya, episode
inkontinensia mungkin terjadi karena toilet terlalu jauh atau orang
dewasa yang lebih tua tidak dapat dengan mudah menemukannya.
Ketika anggota staf menganggap itu inkontinensia adalah norma untuk
orang itu, mereka mungkin memulai penggunaan produk penyerap oleh
penduduk, memberikan yang lebih tua dewasa pesan bahwa kontrol
sukarela atas buang air kecil tidak diharapkan (Miller, 2012).
Dalam pengaturan perawatan akut dan jangka panjang, sikap staf
dan prosedur keperawatan sangat memengaruhi standar untuk eliminasi
uri. Di fasilitas perawatan akut, kateter sering dimasukkan ke ruang
gawat darurat atau selama operasi prosedur, dan mereka sering tetap di
tempat yang tidak perlu. Satu studi menemukan bahwa protokol
keperawatan, yang memungkinkan perawat untuk menghentikan
penggunaan kateter diam yang tidak perlu kembali dalam pengurangan
67,7% dari keseluruhan hari kateter. Dalam beberapa tahun terakhir,
penggunaan kateter di fasilitas perawatan jangka panjang telah
berkurang karena peraturan federal yang lebih ketat tentang ini sebagai
kualitas masalah perawatan. Dalam pengaturan apa pun, pengasuh atau
staf dapat mendorong penggunaan pembalut atau produk inkontinensia
lainnya karena ini lebih mudah dan lebih nyaman daripada membantu
orang dewasa untuk pergi ke kamar mandi. Dalam situasi ini, orang

21
dewasa yang lebih tua tergantung cenderung berperilaku sesuai dengan
harapan pengasuh, dan inkontinensia akan menjadi konsekuensi yang
tak terhindarkan (Miller, 2012).
Asupan cairan yang terbatas dalam menanggapi rasa takut atau
timbulnya inkontinensia — atau karena alasan apa pun — adalah
perilaku lain yang bisa secara tidak sengaja memperburuk
inkontinensia. Jika pemenuhan kandung kemih tidak tercapai secara
memadai, seperti pada keadaan dehidrasi atau asupan cairan terbatas,
mekanisme neurologis yang mengontrol pengosongan kandung kemih
tidak akan berfungsi secara efektif, dan inkontinensia dapat terjadi
karena orang tersebut tidak merasakan dorongan untuk
mengosokannya. Dehidrasi dan hidrasi yang tidak adekuat juga
menyebabkan peningkatan iritabilitas kandung kemih, dengan kontraksi
dan inkontinensia tanpa hambatan berikutnya (Miller, 2012).
B. Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional merupakan faktor risiko utama untuk
pengembangan inkontinensia karena mereka dapat mengganggu
kemampuan mengenali dan merespons keinginan untuk membatalkan
secara tepat waktu cara. Dengan perubahan terkait usia yang
mempersingkat interval antara persepsi keinginan untuk membatalkan
dan kebutuhan actual untuk mengosongkan kandung kemih,
keterlambatan dalam mencapai wadah yang sesuai dapat menyebabkan
inkontinensia. Dengan demikian, ketergantungan dalam melakukan
kegiatan hidup sehari-hari (ADL) dengan alasan apa pun sangat terkait
dengan inkontinensia. Kondisi seperti arthritis atau penyakit Parkinson
dapat memperlambat ambulasi orang dewasa yang lebih tua serta
kemampuan mereka untuk menggunakan pakaian. Demikian juga
demensia dan kondisi lain yang mengganggu kemampuan kognitif
dapat mengganggu pemrosesan informasi yang tepat waktu yang mana
hal ini diperlukan untuk mempertahankan kontrol buang air kecil yang
disadari. Akhirnya, pengekangan dapat menyebabkan keterbatasan

22
fungsional yang signifikan dan meningkatkan risiko untuk
mengembangkan inkontinensia (Miller, 2012).
C. Kondisi patologis
Proses penyakit umumnya meningkatkan risiko inkontinensia
pada orang dewasa yang lebih tua termasuk yang melibatkan kemih
traktat dan struktur pendukung dan yang mempengaruhi lainnya sistem
dan menyebabkan inkontinensia melalui efek tidak langsung. Paling
dari kondisi yang mempengaruhi saluran kemih adalah jenis kelamin
tertentu, sedangkan kondisi yang mempengaruhi sistem lain dapat
mempengaruhi semua orang dewasa yang lebih tua (Miller, 2012).

a. Kondisi Saluran Genitourinari


Disfungsi dasar panggul (yaitu, melemahnya atau
meregangnya otot-otot dasar panggul) pada wanita dapat
menyebabkan prolaps organ panggul — suatu kondisi di mana
bagian dinding vagina menonjol. Studi mengidentifikasi obesitas,
peningkatan usia, dan tingginya angka kelahiran pervaginam
sebagai faktor risiko untuk kondisi ini. Disfungsi dasar panggul
dapat meningkatkan frekuensi berkemih dan inkontinensia karena
mengganggu pengosongan lengkap kandung kemih, sehingga
menyebabkan urin residual dan peningkatan risiko bakteriuria.
Otot dasar panggul juga dipengaruhi oleh perubahan degeneratif
yang terkait dengan penurunan kadar estrogen yang berkaitan
dengan usia. Hal ini dapat menyebabkan atrofi jaringan vagina
dan trigonal dengan penurunan resistensi terhadap patogen.
Vaginitis dan trigonitis dapat berkembang dan menyebabkan
urgensi, frekuensi, dan inkontinensia urin (Miller, 2012).
Hiperplasia prostat jinak (misalnya pembesaran prostat)
adalah penyebab umum dari masalah berkemih pada pria yang
lebih tua, sedangkan karsinoma prostat adalah penyebab yang

23
kurang umum. Pada tahap awal, hiperplasia prostat menyumbat
leher vesikalis dan menekan uretra, menyebabkan hipertrofi
kompensasi dari otot detrusor dan obstruksi saluran keluar
berikutnya. Dengan hipertrofi progresif, dinding kandung kemih
kehilangan elastisitasnya dan menjadi lebih tipis. Selanjutnya,
retensi urin terjadi, meningkat risiko bakteriuria dan infeksi.
Akhirnya, itu ureter dan ginjal terpengaruh, dan hidroureter,
hidronefrosis, GFR berkurang, dan uremia dapat terjadi. Pria
dengan hiperplasia prostat dapat mengalami nokturia (buang air
kecil berlebihan di malam hari), penurunan aliran urin,
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, dan urgensi dan
frekuensi kemih (Miller, 2012).
Infeksi saluran kemih adalah penyebab umum inkontinensia
pada orang dewasa yang lebih tua, dengan kejadian tahunan 10%.
Karena penggunaan kateter adalah penyebab utama infeksi
saluran kemih dan komplikasi lainnya, praktik berbasis bukti
menekankan pentingnya evaluasi yang sedang berlangsung
tentang perlunya perangkat ini. Satu studi menemukan bahwa
mengurangi penggunaan kateter menghilangkan infeksi saluran
kemih terkait kateter selama periode intervensi 6 bulan.
Manifestasi infeksi saluran kemih pada orang dewasa yang lebih
tua mungkin sangat halus; Inkontinensia urin mungkin merupakan
tanda awal atau primer. Perubahan perilaku atau tingkat fungsi
dapat menjadi tanda penyajian, terutama pada penderita demensia.
Orang dewasa yang lebih tua juga cenderung memiliki bakteriuria
kronis — suatu kondisi yang ditandai sebagai 105 atau lebih unit
pembentuk koloni tanpa gejala infeksi saluran kemih. Prevalensi
bakteriuria kronis pada penghuni panti jompo adalah 25% hingga
50% wanita dan 15% hingga 40% pria (Miller, 2012).
b. Kondisi Lain yang Menyebabkan Inkontinensia Urin

24
Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi sistem saraf
pusat atau perifer meningkatkan risiko untuk mengembangkan
inkontinensia. Meskipun demensia sangat terkait dengan
inkontinensia urin, hubungan antara kedua kondisi ini kompleks,
dan inkontinensia harus dilihat sebagai dapat dicegah dan diobati.
Misalnya, orang dewasa yang lebih tua dengan demensia
mungkin kurang memiliki kemampuan persepsi yang diperlukan
untuk menemukan dan menggunakan fasilitas yang sesuai, tetapi
mereka mungkin dapat mempertahankan kontinuitas ketika diberi
isyarat dan pengingat (Miller, 2012).
Kondisi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan
inkontinensia termasuk gastroenteritis, konstipasi, dan impaksi
tinja. Massa feses yang disertai konstipasi atau tinja memberi
tekanan pada kandung kemih dan berkurang kapasitas
penyimpanannya. Pada gilirannya, ini menyebabkan frekuensi,
urgensi, dan inkontinensia urin. Impaksi tinja juga dapat
menghalangi saluran keluar kandung kemih, menyebabkan
distensi kandung kemih dan retensi atau inkontinensia urin
(Miller, 2012).
Kondisi lain yang sangat terkait dengan inkontinensia
adalah obesitas, diabetes, alkoholisme, multiple sclerosis,
penyakit Parkinson, dan kecelakaan serebrovaskular. Gangguan
metabolisme yang menginduksi diuresis, seperti diabetes dan
hiperkalsemia, dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi yang
memengaruhi status mental, seperti delirium, dapat bermanifestasi
atau disertai dengan inkontinensia urin. Demikian juga banyak
kondisi yang memengaruhi fisiologis proses, seperti penyakit
akut, dapat menyebabkan atau memperburuk inkontinensia.
Segala penyakit akut atau intervensi bedah yang sementara
membatasi mobilitas atau kompromi kemampuan mental juga
merupakan faktor risiko inkontinensia urin (Miller, 2012).

25
D. Efek Obat
Obat-obatan mempengaruhi fungsi urin dalam beberapa cara dan
merupakan faktor risiko umum dalam perkembangan inkontinensia
urin. Sebagai contoh, loop diuretik meningkatkan output urin,
menempatkan permintaan tambahan pada sistem urin dan memperparah
efek dari penurunan kapasitas kandung kemih terkait usia. Orang
dewasa yang lebih tua dengan kondisi saluran kemih lainnya mungkin
sangat rentan terhadap efek obat yang merugikan. Sebagai contoh, pria
dengan hiperplasia prostat berada pada risiko yang meningkat untuk
retensi urin ketika mereka menggunakan agen adrenergik atau
antikolinergik. Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati
inkontinensia juga dapat menyebabkan inkontinensia. Misalnya,
terazosin, yang digunakan untuk hiperplasia prostat jinak, dapat
menyebabkan relaksasi uretra dan inkontinensia stres. Dengan
demikian, sangat penting bahwa penyebab inkontinensia diidentifikasi
secara akurat sebelum pengobatan dimulai (Miller, 2012).
Selain menyebabkan inkontinensia melalui efek langsung pada
saluran kemih, obat-obatan dapat menyebabkan inkontinensia melalui
efeknya pada kemampuan fungsional. Antikolinergik (termasuk obat
yang dijual bebas) dapat menyebabkan gangguan kognitif dan
fungsional lainnya, yang dapat mengganggu kontrol yang disadari atas
buang air kecil. Banyak obat yang menyebabkan konstipasi, yang
merupakan faktor penyebab inkontinensia. Ini merugikan efeknya dapat
sangat merugikan dengan adanya hiperplasia prostat atau otot dasar
panggul yang melemah (Miller, 2012).
Selain menciptakan faktor risiko inkontinensia, obat-obatan dapat
meningkatkan sekresi ADH, yang dapat memperparah efek yang
berkaitan dengan usia yang mempengaruhi orang dewasa yang lebih tua
terhadap hiponatremia. Obat yang merangsang sekresi ADH termasuk
aspirin, narkotika, acetaminophen, antidepresan, barbiturat,

26
chlorpropamide, clofibrate, fluphenazine, dan haloperidol (Miller,
2012).
E. Faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan dapat menghalangi atau mencegah
orang dewasa yang lebih tua khususnya mereka yang memiliki
keterbatasan mobilitas untuk mencapai dan menggunakan toilet di
rumah, tempat umum, dan pengaturan kelembagaan. Contoh hambatan
lingkungan termasuk tangga, ketidakhadiran ambil palang dan pagar,
dan kursi toilet yang tidak ketinggian yang sesuai (Miller, 2012).

2.5 Konsekuensi Fungsional Sistem Terkait


Meskipun banyak perubahan yang berkaitan dengan usia pada saluran
kemih, eliminasi limbah tidak terpengaruh secara signifikan pada orang
dewasa tua yang sehat dan tidak berobat. Namun, dengan tuntutan fisiologis
yang tidak biasa, seperti yang terjadi dengan obat atau kondisi penyakit,
orang dewasa yang lebih tua cenderung mengalami konsekuensi fungsional
yang mempengaruhi mekanisme homeostatis dan kontrol kemih. Perubahan
terkait usia dan faktor risiko juga menyebabkan konsekuensi fungsional
dalam pola eliminasi urin dan membuat orang dewasa yang lebih tua
inkontinensia. Ketika inkontinensia terjadi, konsekuensi fungsional
tambahan, terutama efek psikososial, bisa sangat serius (Miller, 2012).
A. Efek pada Homeostasis
Konsekuensi fungsional yang berkaitan dengan fungsi ginjal pada
lansia yang sehat meliputi gangguan penyerapan kalsium dan
kecenderungan hiponatremia dan hiperkalemia. Perubahan yang
teragregasi pada ginjal dan sekresi aldosteron mengganggu mekanisme
kompensasi yang menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga
orang dewasa yang lebih tua memiliki respons yang tertunda dan
kurang efektif terhadap variasi asupan natrium dibandingkan individu
yang lebih muda. Demikian pula, fungsi ginjal yang berkurang
memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk ketidakseimbangan pH

27
untuk diperbaiki pada orang dewasa yang lebih tua. Bahkan dengan
keadaan hidrasi normal, penurunan GFR menunda ekskresi air dan
dapat menyebabkan hiponatremia pada orang dewasa yang sehat.
Demikian juga, bahkan kegiatan rutin sehari-hari dapat menantang
fungsi ginjal orang dewasa yang lebih tua karena berkurangnya efisiensi
ginjal. Misalnya, ketika orang dewasa yang lebih tua berkeringat saat
berolahraga, mereka mungkin mudah lelah karena penundaan terkait
usia dalam mekanisme mengendalikan air dan konservasi natrium
(Miller, 2012).
Dengan bertambahnya usia, ginjal menjadi kurang responsif
terhadap ADH dan kurang mampu berkonsentrasi urin, menyebabkan
penurunan konsentrasi urin maksimal. Perubahan terkait usia juga
meningkatkan produksi urin pada malam hari pada orang dewasa yang
lebih tua dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda, bahkan
tanpa adanya faktor patologis (Miller, 2012).
Orang dewasa yang lebih tua yang menggunakan obat-obatan
tertentu atau memiliki kondisi medis cenderung mengalami
konsekuensi fungsional seperti berikut ini (Miller, 2012).
1. Diuretik lebih mungkin menyebabkan hipovolemia dan dehidrasi
pada orang dewasa yang lebih tua daripada orang yang lebih
muda.
2. Dalam kondisi stres fisiologis (mis., Operasi, infeksi, atau
kehilangan cairan yang berlebihan), orang dewasa yang lebih tua
cenderung mengalami dehidrasi, penurunan volume, dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit lainnya.
3. Penurunan volume dapat terjadi segera setelah timbulnya
penyakit yang menghasilkan demam karena ketidakmampuan
untuk mengkompensasi kehilangan cairan yang tidak masuk akal.
4. Segala kondisi atau pengobatan yang merangsang sekresi ADH,
seperti pneumonia atau klorpropamid, kemungkinan
menyebabkan keracunan air dan hiponatremia pada orang dewasa

28
yang lebih tua karena berkurangnya kemampuan mereka untuk
mengkompensasi tingkat ADH yang berlebihan.
Fungsi ginjal yang berkurang berkontribusi terhadap peningkatan
insiden interaksi obat dan reaksi obat yang merugikan pada orang
dewasa yang lebih tua. Perubahan terkait usia ini kemungkinan besar
memengaruhi obat yang larut dalam air yang sangat tergantung pada
GFR (mis., Antibiotik digoxin, simetidin, dan aminoglikosida) atau
fungsi tubular ginjal (mis., Penisilin dan procainamide). Kecuali jika
dosis obat disesuaikan untuk memperhitungkan perubahan terkait GFR
dan fungsi tubular ginjal yang berkaitan dengan usia, ekskresi dapat
ditunda dan zat beracun cenderung menumpuk. Efek obat yang
merugikan ini dapat secara signifikan merusak kemampuan fisik dan
mental dan memiliki konsekuensi fungsional yang mendalam (Miller,
2012).

B. Efek pada Pola Berkemih


Karena perubahan yang berkaitan dengan usia, kandung kemih
dari orang dewasa yang lebih tua memiliki kapasitas yang lebih kecil,
kosong tidak lengkap, dan kontrak selama pengisian. Dengan demikian,
orang dewasa yang lebih tua mengalami interval yang lebih pendek
antara berkemih, dan mereka memiliki sedikit waktu antara persepsi
keinginan untuk membatalkan dan kebutuhan aktual untuk
mengosongkan kandung kemih. Orang dewasa yang lebih tua sering
menggambarkan hal ini dengan mengatakan, "Ketika Anda harus pergi,
Anda harus pergi." Konsekuensi lain adalah bahwa kandung kemih
mempertahankan hingga 50 mL sisa urin setelah berkemih,
menyebabkan bakteriuria gejala atau asimtomatik dan membuat orang
dewasa lebih tua terkena infeksi saluran kemih (Miller, 2012).
Perubahan terkait usia dalam produksi urin diurnal di ginjal
menyebabkan perubahan pola berkemih menjadi keluaran urin lebih

29
banyak pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Kondisi
patologis (mis., Hipotiroidisme, gagal jantung, insufisiensi vena) dan
obat-obatan tertentu (mis., Penghambat saluran kalsium) berisiko
faktor-faktor yang menyebabkan frekuensi kemih dan nokturia terkait
dengan posisi terlentang. Selain itu, kandung kemih yang terlalu aktif
dan kondisi patologis (misalnya, disfungsi dasar panggul pada wanita
dan pembesaran prostat jinak pada pria) adalah penyebab umum
nokturia pada orang dewasa yang lebih tua. Konsekuensi fungsional
nokturia termasuk gangguan tidur, peningkatan risiko jatuh di malam
hari, dan penurunan kualitas hidup (Miller, 2012).
C. Konsekuensi Psikososial
Konsekuensi psikososial terkait dengan inkontinensia urin
termasuk penurunan kualitas secara signifikan hidup, rasa malu atau
malu, kecemasan, dan hilangnya kepercayaan diri.
Konsekuensi psikososial juga muncul jika pengasuh mengalami
infantilisasi sikap dan perilaku (mis., penggunaan yang tidak perlu
produk inkontinensia dari pada memberikan bantuan dengan toileting)
terhadap orang tua yang mengompol. Ini sikap dan perilaku dapat
memiliki efek yang menghancurkan martabat orang dewasa yang lebih
tua dan harga diri. Selain itu, orang dewasa yang lebih tua yang tidak
mengerti perubahan terkait usia mungkin berlebihan ketakutan
inkontinensia progresif, dipicu oleh timbulnya urgensi atau frekuensi.
Bahkan pada orang dewasa yang lebih tua tidak mengompol,
pengalaman urgensi dan frekuensi kemih dapat menyebabkan
konsekuensi psikososial, seperti kecemasan, atau malu tentang
seringnya pergi ke kamar mandi.

2.6 Macam-Macam Gangguan (Penyakit) pada Sistem Terkait


A. Inkontinensia Urin
1. Definisi

30
Menurut Miller (2012), inkontinensia urine adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak dapat mengontrol pengeluaran
urine. Menurun Kowalski & Rosdahl (2015), inkontinensia urine
adalah berkemih atau keluarnya urine secara involunter.
2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2012), penyebab inkontinensia urine
dapat disebabkan karena proses penuaan, tetapi biasa juga karena
penyebab lain. Menurut Miller (2012), perubahan akibat proses
penuuan seperti perubahan mekanisme kontrol urin, perubahan
pada otot sfingter dan lain-lain dapat menyebabkan inkontinensia
urine. Akan tetapi, inkontinensia urine dapat pula disebabkan oleh
kondisi lain seperti obesitas, tingginya angka kelahiran
pervaginam, penyakit parkinson atau arthritis, demensia dan
penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan frekuensi
berkemih (Smeltzer, 2012). 

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang sering dialami oleh individu yang
mengalami inkontinensia urine seperti berkemih saat tekan
intraabdominal yang disertai mengangkat berat, batuk, bersin, dan
tertawa. Gejala lain yang dapat ditimbulkan yaitu tidak mampu
untuk menahan urin cukup lama untuk mencapai toilet setelah
merasakan keinginan untuk berkemih (Miller, 2012)
Miller (2012), membagi tanda dan gejala inkontinensia urine
menjadi 3 yaitu sebagai berikut.
a. Inkontinensia urin stres ditandai dengan kebocoran urin yang
tidak disadari akibat aktivitas yang meningkatkan tekanan
perut (mis., mengangkat, batuk, bersin, tertawa, atau
berolahraga).

31
b. Inkontinensia urin dorongan ditandai dengan kebocoran urine
yang tidak disadari karena ketidakmampuan menahan urin
cukup lama untuk mencapai toilet setelah merasakan
keinginan untuk berkemih.
c. Inkontinensia urin campuran ditandai dengan kebocoran urin
dengan sensasi urgensi dan aktivitas seperti batuk, bersin,
atau tenaga.
4. Patofisiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, dalam tubuh terjadi pula
perubahan-perubahan pada sistem perkemihan pada manusia.
Penurunan fungsi kandung kemih menyebabkan penurunan daya
tampung urin dan daya mengembang akibat dari hipertrofi dan
penebalan pada kandung kemih. Selain jumlah urin dalam kandung
kemih, faktor-faktor berikut ini mempengaruhi keseimbangan
antara tekanan intravesikal dan uretra yaitu salah satunya tekanan
intraabdominal. Jika otot detrusor berkontraksi tanpa sengaja
seperti saat batuk atau tertawa, tekanan intravesikel akan melebihi
tekanan uretra, dan kebocoran urin mungkin terjadi. Selian itu,
perubahan terkait usia yang melibatkan hilangnya otot polos
diuretra dan relaksasi otot dasar panggul mengurangi resistensi
uretra dan mengurangi sifat sfingter dalam menahan urin.
Perubahan pada sistem saraf dan sistem pengaturan lainnya
memengaruhi fungsi urin. Ketika kandung kemih terisi, reseptor
sensorik di dinding kandung kemih mengirim sinyal ke sumsum
tulang belakang sakral. Pada orang dewasa tua yang sehat,
perubahan degeneratif pada korteks serebral dapat mengubah
sensasi kepenuhan kandung kemih dan kemampuan untuk
mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Sensasi ini terjadi
pada orang dewasa yang lebih tua, sehingga jarak antara persepsi
awal keinginan untuk membatalkan dan kebutuhan aktual untuk

32
mengosongkan kandung kemih diperpendek, yang dapat memicu
episode inkontinensia (Miller, 2012).

B. Infeksi Saluran Kemih


1. Definisi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika organisme yang
menginfeksi, biasanya bakteri gram negatif seperti E. coli,
memasuki saluran kemih. Peradangan pada area lokal terjadi,
diikuti oleh infeksi ketika organisme bereproduksi. Seringkali
bakteri hadir pada kulit di daerah genital dan memasuki saluran
kemih melalui lubang uretra. Organisme juga dapat diperkenalkan
selama kontak seksual. Infeksi terjadi sebagai infeksi yang didapat
tanpa komplikasi dari komunitas di rangkaian ini. Pasien dengan
kateter urin di tempat juga dapat mengembangkan infeksi karena
adanya kateter yang memungkinkan jalur bagi bakteri untuk
memasuki kandung kemih. Instrumentasi saluran kemih, mis.
cystoscopy, juga memungkinkan jalur bagi bakteri untuk memasuki
kandung kemih. Beberapa instrumen tidak sepenuhnya disterilkan
antara pasien; mereka dirawat dengan disinfektan tingkat tinggi
karena serat optik dan lensa di dalam karena mereka tidak tahan
terhadap suhu tinggi yang dibutuhkan untuk mensterilkan. Infeksi
ini akan dianggap nosokomial (DiGiulio, etc., 2007).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer, etc. (2010), berikut beberapa hal yang
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
a. Ketidakmampuan atau kegagalan untuk mengosongkan
kandung kemih sepenuhnya
b. Aliran kemih yang terhambat
c. Penurunan pertahanan host alami atau imunosupresi
d. Gangguan neurologis

33
e. Perubahan kondisi yang disebabkan oleh pengosongan yang
tidak lengkap kandung kemih dan stasis kemih
3. Manifestasi Klinik
Menurut DiGiulio, ect. (2007), manifestasi klinik yang dapat
daialami pada pasien dengan infeksi saluran kemih yaitu sebagai
berikut.
a. Frekuensi akibat iritasi otot kandung kemih
b. Urgensi karena iritasi otot kandung kemih
c. Disuria karena iritasi lapisan mukosa
d. Perasaan kenyang di area suprapubik
e. Nyeri punggung bawah
4. Patofisiologi
Agar infeksi terjadi, bakteri harus mendapatkan akses ke
kandung kemih, menempel dan menjajah epitel urin saluran untuk
menghindari dicuci dengan membatalkan, menghindari mekanisme
pertahanan inang, dan memulai peradangan. Banyak ISK terjadi
akibat organisme tinja naik dari perineum ke uretra dan kandung
kemih dan kemudian menempel pada permukaan mukosa
(Smeltzer, etc., 2010).

Invasi Bakteri pada Saluran Kemih


Dengan meningkatkan pelepasan sel-sel epitel kandung
kemih yang lambat dan normal (mengakibatkan pembasmian
bakteri), kandung kemih dapat membersihkan sejumlah besar
bakteri. Glycosaminoglycan (GAG), protein hidrofilik, biasanya
memberikan efek perlindungan yang tidak melekat terhadap
berbagai bakteri. Molekul GAG menarik molekul air, membentuk
penghalang air yang berfungsi sebagai lapisan pertahanan antara
kandung kemih dan air seni. GAG mungkin terganggu oleh agen
tertentu (siklamat, sakarin, aspartam, dan metabolit triptofan). Itu
flora bakteri normal pada vagina dan daerah uretra juga

34
mengganggu kepatuhan Escherichia coli. Imunoglobulin A kemih
(IgA) dalam uretra juga dapat memberikan penghalang bakteri
(Smeltzer, etc., 2010).
Refluks
Obstruksi terhadap air seni yang mengalir bebas adalah suatu
kondisi yang diketahui sebagai refluks uretrovesikal, yang
merupakan refluks (aliran balik) urin dari uretra ke kandung kemih.
Dengan batuk, bersin, atau mengejan, tekanan kandung kemih
meningkat, yang mungkin memaksa urin dari kandung kemih ke
dalam uretra. Ketika tekanan kembali normal, urin mengalir
kembali ke kandung kemih, membawa ke dalam bakteri kandung
kemih dari bagian anterior uretra. Refluks urretrovesikal juga
disebabkan oleh disfungsi leher kandung kemih atau uretra. Sudut
urethrovesical dan tekanan penutupan uretra dapat diubah dengan
menopause, meningkatkan kejadian infeksi pada wanita
pascamenopause. Refluks paling sering ditemukan pada anak kecil,
dan perawatan didasarkan pada tingkat keparahannya. Refluks
ureterovesikal atau vesikoureteral mengacu pada aliran urin ke
belakang dari kandung kemih menjadi satu atau kedua ureter.
Biasanya, persimpangan ureterovesikal mencegah urin dari
perjalanan kembali ke ureter. Saluran ureter masuk ke dinding
kandung kemih sehingga otot kandung kemih menekan sebagian
kecil ureter selama berkemih normal. Ketika katup ureterovesikal
terganggu oleh penyebab bawaan atau kelainan ureter, bakteri
dapat mencapai ginjal dan akhirnya menghancurkannya (Smeltzer,
etc., 2010).
Rute Infeksi
Bakteri memasuki saluran kemih dengan tiga cara: dengan
rute transurethral (infeksi menaik), melalui aliran darah
(penyebaran hematogen), atau dengan cara fistula dari usus
(ekstensi langsung). Rute infeksi yang paling umum adalah

35
transurethral, di mana bakteri (sering dari kontaminasi tinja)
berkoloni di daerah periurethral dan kemudian memasuki kandung
kemih melalui uretra. Pada wanita, uretra pendek menawarkan
sedikit resistensi terhadap pergerakan bakteri ropatogenik.
Hubungan seksual memaksa bakteri dari uretra masuk ke kandung
kemih. Ini menjelaskan peningkatan insiden ISK pada wanita yang
aktif secara seksual. Bakteri juga dapat memasuki saluran kemih
dengan cara darah dari tempat infeksi yang jauh atau melalui
perluasan langsung dengan cara fistula dari saluran usus (Smeltzer,
etc., 2010).

36
2.7 Pathway Penuaan Sistem Terkait
(Terlampir)

2.8 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan Lansia Sebagai Individu
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sikap berdasarkan mitos atau kurangnya pengetahuan tentang
kemih fungsi dapat memiliki efek yang merugikan. Misalnya
persepsi tentang Inkontinensia urin sebagai konsekuensi
penuaan yang tak terhindarkan menghalangi orang dewasa
yang lebih tua dari mencari bantuan dari para profesional
kesehatan. Lansia mungkin menganggap penyakit yang
dideritanya sangat memalukan, merepotkan dan tidak dapat
dicegah akibat tidak dapat menahan keinginan atau tidak dapat
merasakan rasa ingin berkemih ataupun tidak dapat
disembuhkan.
b. Pola Nutrisi – metabolik
Makanan atau minuman yang meningkatkan produksi urin
dapat meningkatkan frekuensi berkemih. Selain itu, obat-
obatan pla dapat meningkatkan frekuensi berkemih. Misalnya,
obat antikolinergik (termasuk obat yang dijual bebas) dapat
menyebabkan gangguan kognitif dan fungsional lainnya, yang
dapat mengganggu kontrol yang disadari atas buang air kecil.
Obat-obatan dapat meningkatkan sekresi ADH, seperti aspirin,
narkotika, acetaminophen, antidepresan, barbiturat,
chlorpropamide, clofibrate, fluphenazine, dan haloperidol.
c. Pola Eliminasi
Pada pasien dapat mengalami peningkatan frekuensi berkemih
akibat dari penurunan kapasistas kandung kemih. Selain itu,
pasien juga dapat kehilangan sensasi berkemih yang

37
merupakan akibat dari penurunan fungsi otot sfingter atau
kerusakan saraf pada medula spinalis. Pada pasien dapat
mengalami distensi kandung kemih, dapat pula mengalami
kemerahan pada lubang uretra yang merupakan tanda infeksi,
dan nokturia.
d. Pola Aktivitas – Latihan
Lansia mengalami inkontinensia urin bisa saja karena
ketidakmampuan mencapai toilet akibat keterbatasan dalam
bergerak dalam mencapai toilet yang jaraknya jauh.
e. Pola Istirahat – Tidur
Pada lansia yang mengalami BPH atau disfungsi otot panggul
dapat mengalami nokturia. Nokturia ini diakibatkan oleh
proses pengosongn kandung kemih yang tidak lengkap
sehingga akan meninggalkan urin residu yang menyebabkan
nokturia.
f. Pola Kognitif – Persepsi
Lansia mengalami penurunan kepercayaan diri akibat penyakit
yang dialami seperti inkontinensia urin. Selain itu, lansia
dengan demensia pula dapat mengalami inkontinensia urine
akibat ketidakmampuan mengenal toilet.
h. Pola Peran – Hubungan
Salah satu konsekuensi psikososial yang dapat ditimbulkan
pada pasien dengan inkontinensia urine yaitu isolasi sosial. Hal
ini karena pasien merasa cemas atau malu akan mengalami
inkontinensia urine atau akibat dari bau yang ditimbulkan
sehingga lansia akan cenderung menarik diri.
i. Pola Kooping – Toleransi Stress
Lansia dengan inkontinensia urin dapat merasa minder atau
malu berinteraksi dengan orang lain. Hal ini juga dapat
memicu stres pada lansia hingga depresi.

38
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Miller (2012) dan Nanda Internasional (2017), berikut
beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada penurunan sistem
perkemihan.
1. Ansietas
2. Gangguan Citra Tubuh
3. Gangguan Pola Tidur
4. Inkontinensia Urine Stres
5. Inkontinensia Urine Dorongan
6. Retensi Urine
7. Risiko Infeksi
8. Ketidakseimbangan cairan
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Kurang pengetahuan

C. Rencana Tindakan
Diagnosa NOC NIC
Ansietas Tingkat Kecemasan (1211) Pengurangan Kecemasan
Kontinensia Urin (0502) (5820)
Kontrol Kecemasan Diri (1402) Peningkatan Koping (5230)
Terapi Relaksasi (6040)
Teknik Menenangkan (5880)
Dukungan Spiritual (5420)
Gangguan Citra Harga Diri (1205) Peningkatan Citra Tubuh
Tubuh Citra Tubuh (1200) (5220)
Tingkat Kecemasan Sosial Peningkatan Harga Diri
(1216) (5400)
Dukungan Emosional (5270)

39
Peningkatan Kesadaran Diri
(5390)
Gangguan Pola Tidur (0004) Peningkatan Tidur (1850)
Tidur Status Kenyamanan: Bantuan Perawatan Diri:
Lingkungan (2009) Eliminasi (1804)
Inkontinensia Kontinensia Urin (0502) Latihan Otot Pelvis (0560)
Urine Stres Keparahan Gejala (2103) Latihan Kebiasaan Berkemih
Kontrol Gejala (1608) (0600)
Eliminasi Urin (0503) Perawatan Inkontinensia Urin
(0610)
Bantuan Perawatan Diri:
Eliminasi (0804)
Inkontinensia Kontinensia Urin (0502) Manajemen Lingkungan
Urine Dorongan Eliminasi Urine (0503) (6480)
Perawatan Diri: Eliminasi Manajemen Cairan (4120)
(0310) Manajemen Pengobatan
(2380)
Latihan Kandung Kemih
(0570)
Latihan Kebiasaan Berkemih
(0600)
Latihan Otot Pelvis (0560)
Retensi Urine Eliminasi Urine (0503) Irigasi Kandung Kemih (0550)
Status Kenyamanan: Fisik Perawatan Retensi Urin
(2010) (0620)
Keparahan Gejala (2103) Kateterisasi Urin (0580)
Kontinensia Urin (0502)
Risiko Infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi Kontrol Infeksi (6540)
(1924) Perlindungan Infeksi (6550)
Integritas Jaringan: Kulit & Peresepan Obat (2390)
Mukosa (1101) Perawatan Selang:
Keparahan Infeksi (0703) Perkemihan (1876)
Ketidakseimbangan Keseimbangan Cairan (0601) Manajemen Cairan (4120)

40
Volume Cairan Hidrasi (0602) Monitor Cairan (4130)
Ketidakseimbangan Keseimbangan Elektrolit (0606) Manajemen Elektrolit (2000)
Elektrolit Kontrol Risiko (1902) Manajemen Elektrolit / Cairan
Deteksi Risiko (1908) (2080)
Kurang Pengetahuan: Proses Penyakit Peningkatan Kesadaran
pengetahuan (1803) Kesehatan (5515)
Pengetahuan: Perilaku Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Kesehatan (1805) Pengajaran: Proses Penyakit
Pengetahuan: Pengobatan (5602)
(1808) Pengajaran: Prosedur /
Perawatan (5618)

41
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Tn. R umur 65 tahun dikunjungi oleh perawat puskesmas dengan keluhan ingin
buang air kesil (BAK) terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet. Tn R
mengatakan setiap harinya ia menggunakan pampers dan kulit sekitar pahanya
kemerahan dan terasa gatal. Klien mengatakan bahwa ia merasa malu apabila
keluar rumah, karena mengompol dan bau pesing, sehingga ia lebih sering
berdiam diri di rumah dan cuma sesekali ia keluar rumah.
Hasil pengkajian N: 70 x/menit R : 20 x/menit TD : 130/90 mmHg S :
36,50C

3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2019
Ruang : Melati
A. Identifikasi Klien
1. Nama Klien : Tn. R
2. Umur : 65 tahun
3. Status Perkawinan : Menikah
4. Agama/Suku bangsa : Islam/ Indonesia
5. Bahasa yang digunakan : Jawa
6. Pendidikan : SMP
7. Pekerjaan : Petani
8. Alamat : Maguwoharjo

B. Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. N
2. Alamat : Maguwoharjo
3. Hubungan dengan klien : Anak

C. Alasan Dikunjungi: Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering


mengompol.

42
D. Diagnosa Medik : Inkontinensia Urin
E. Terapi : Klien mengatakan bahwa ia tidak melakukan terapi

F. Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki : Keturunan
: Perempuan : Klien
: Menikah - - - - - : Tinggal serumah

PENGKAJIAN LANSIA SEBAGAI INDIVIDU


1. Pola Persepsi Kesehatan Dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif:
Klien dan keluarga klien mengatakan bahwa mereka belum mengetahui
tentang penyakit yang dialami klien. Keluarga klien mengatakan selama
ini tidak ada tindakan khusus untuk klien seperti ke pelayanan kesehatan
kecuali klien hanya sering dipakaikan pampers. Klien mengatakan bahwa
klien belum pernah dibawa ke pelayanan kesehatan.
Obyektif:
- Rambut klien tampak bersih, tidak ada ketombe, tidak berminyak
- Kulit klien tampak bersih, tidak ada kurap, tidak ada kapalan
- Mulut klien tidak berbau, ada karang dan karies gigi
- Klien tampak tidak menggunakan gigi palsu
- Kulit sekitaran genetalian klien tampak kemerahan

43
- Anus : tidak ada hemoroid

2. Pola Nutrisi-Metabolik
Subyektif:
Klien mengatakan bahwa ia makan nasi 1/2 porsi dengan sayur dan lauk
tahu tempe. Klien makan 3 kali sehari. Klien mengatakan bahwa ia tidak
mngonsumsi makanan tambahan, vitamin atau obat-obatan. Klien
mengatakan bahwa makanan kesukaannya yaitu tahu dan tempe goreng.
Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Klien mengatakan ia tidak mengalami kesulitan makan kecuali jika makan
makanan yang keras. Klien mengatakan bahwa ia minum air putih 6
gelas/hari dan minuman kesukaannya yaitu teh. Klien mengatakan bahwa
ia tidak mengetahui ada perubahan berat badan atau tidak dalam waktu
dekat.

Obyektif:
- Rambut : tampak beruban, tidak mudah rontok, tidak kering
dan tidak bercabang
- Kulit : tidak tampak kering, turgor kulit mengendur
- Konjungtiva : anemis
- Palpebra : tidak ada edema
- Sklera : putih
- Gigi geligi : tampak ada gigi tanggal, jumlah gigi 20
- Rongga mulut : bibir tidak kering, tidak ada sariawan, tidak ada
bibir pecah-pecah
- Gusi : tampak tidak berdarah
- Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- CRT : <2 detik
- TTV :
N : 70 x/menit R : 20 x/menit
TD : 130/90 mmHg S : 36,50C

44
- Klien tidak tampak mengalami asites, hepatomegali, plenomegali
- Bising usus : 10 x/menit
- Klien tidak tampak menggunakan gigi palsu
- BB : 60 kg IMT : 20,7 (Normal)
TB : 170 cm

3. Pola Eliminasi
Subyektif:
Klien mengatakan bahwa ia BAB 1 kali sehari, warna kuning, tidak
bercampur darah dan lembek. Klien mengtakan bahwa ia tidak mengalami
kesulitan saat BAB dan sewaktu-waktu ia bisa menahan BAB. Klien
mengatakan bahwa ia tidak menggunakan obat-obatan pencahar. Keluarga
klien mengatakan bahwa ia BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan
sehingga klien dipakaikan pampers karena klien kesulitan untuk bisa
mencapai toilet. Keluarga klien mengatakan warna BAK kuning bening,
dan tidak merasakan nyeri saat BAK.

Obyektif:
- Bising usus : 10 x/menit
- Klien tampak tidak mengalami distensi vesikaurinari, tidak ada
hemoroid, tidak mengalami hernia dan tidak ada nyeri ketuk ginjal
- Klien tidak tampak memegang perut

4. Pola Aktivitas-Latihan
Subyektif:
Klien mengatakan bahwa aktivitas sehari-harinya jalan-jalan kecil di
depan rumah selama 5-10 menit saja karena ia merasa tidak kuat jika
terlalu lama berdiri. Klien mengatakan bahwa ia cenderung lebih banyak
duduk di kursi. Klien mengatakan bahwa ia teratur untuk berjalan-jalan
setiap pagi di depan rumah walaupun tidak lama. Klien mengatakan bahwa
ia merasa kesulitan untuk ke toilet karena jarak antara toilet dengan

45
kamarnya cukup jauh yaitu ±4 meter. Klien mengatakan bahwa ia sesekali
berjalan sambil memegang dinding rumahnya atau dibantu berjalan oleh
anaknya.klien mengatakan bahwa ia sering merasa lelah dan lemah.
Keluarga klien mengatakan bahwa klien mampu berjalan hanya sejauh ±3
meter dan klien hanya mampu melakukan aktivitas ringan seperti
menyapu. Klien mengatakan bahwa ia tidak ada keluhan nyeri dada dan
batuk.

Obyektif:
- Klien tampak berjalan pelan sambil memegang dinding rumahnya
- Rumah klien tampak ada tangga untuk masuk ke kamar mandi/toilet
- Kekuatan otot :
4 4
4 4
- Klien tidak tampak pusing saat berdiri dari posisi duduk
- Postur tubuh klien tampak sedikit membungkuk dan klien berjalan
dengan lambat
- Klien tampak bisa memenuhi kebutuhan hariannya seperti makan dan
minum
- Klien tidak tampak mengalami sianosis dan takikardi
- CRT : <2 detik
- TTV :
N : 70 x/menit R : 20 x/menit
TD : 130/90 mmHg S : 36,50C

5. Pola Istirahat-Tidur
Subyektif:
Klien mengatakan bahwa setelah tidur klien merasa segar. Klien
mengatakan ia tidur ±7 jam, tidur dari pukul 21.00 WIB atau 22.00 WIB
dan bangun pukul 04.00 WIB. Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah
tidur siang. Klien mengatakan biasanya terbangun pukul 01.00 WIB atau
02.00 WIB untuk shalat tahajud. Keluarga klien mengatakan saat klien
46
tidur, ia sangat tenang dan tidak mendengkur. Klien mengatakan sebelum
tidur, ia mengusapkan minya angin pada kakinya. Klien mengatakan
kadang terbangun saat tidur kalau ada suara berisik. Klien mengatakan
tidak ada mengalami gangguan tidur.

Obyektif:
- Klien tidak mengonsumsi obat tidur dan terdapat kantong mata

6. Pola Kognitif-Perseptual
Subyektif:
Klien mengatakan tidak menggunakan alat bantu pendengaran dan
penglihatan. Klien mengatakan tidak ada gangguan pada persepsi sensori.
Klien mengatakan terkadang ia lupa untuk mengganti pampers. Klien
tampak tidak mengalami disorientasi tempat/waktu/orang. Klien
mengatakan apabila memutuskan sesuatu biasanya berdiskusi terlebih
dahulu dengan anaknya. Keluarga klien mengatakan tidak dada perubahan
perilaku pada pasien. Keluarga klien mengatakan tidak ada perubahan
parilaku pada pasien. Keluarga klien mengatakan terkadang pasien tidak
fokus. Keluarga klien mengatakan klien kadang menarik diri dari
masyarakat karena merasa malu dengan keadaannya yang menompol dan
bau air kencingnnya yang menyengat. Klien mengatakan bahwa ia tidak
ada riwayat stroke. Klien mengatakan ia tidak merasa nyaman karena
terus-menerus menggunakan pampers.

Obyektif:
- Klien tidak mengkonsumsi obat untuk kondisinya
- Klien tampak bingung dan kadang sulut berkonsentrasi
- Klien tampak tidak ada masalah pada fungsi penglihatan, pendengaran
dan pengecapan

47
7. Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Subyektif:
Klien mengatakan bahwa ia merasa takut dan khawatir jika masyarakat di
sekitarnya menjauhi dirinya karena kondisinya saat ini. Klien mengatakan
bahwa ia tidak merasa putus asa. Klien mengatakan bahwa ia merasa sedih
dan merasa kesepian saat ditinggal meninggal oleh istrinya. Klien
mengatakan bahwa ia menerima dengan penampilannya. Klien
mengatakan bahwa ia tidak berkomentar negatif tentang dirinya. Keluarga
klien mengatakan bahwa sesekali klien merasa marah tanpa sebab.

Obyektif:
- Klien tampak tidak mengalami keringat berlebih
- N : 70 x/menit R : 20 x/menit
TD : 130/90 mmHg S : 36,50C
- Klien tidak tampak pasif

8. Pola Peran-Hubungan
Subyektif:
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak aktif lagi mengikuti
organisasi. Keluarga klien mengatakan saat bersama keluarga, klien
tampak biasa saja, tetapi dengan masyarakat klien merasa malu karena
mengompol dan berbau pesing. Keluarga mengatakan saat ini peran kepala
keluarga diambil alih oleh anaknya. Klien mengatakan ia merasa sedih dan
merasa kesepian saat ditinggal meninggal oleh istrinya. Keluarga klien
mengatakan lumayan sulit berkomunikasi dengan klien. Keluarga klien
mengatakan tidak pernah berselisih paham dengan keluarga maupun
masyarakat.

Obyektif:

48
- Klien tampak menunduk saat diajak berbicara
- Klien tampak menjauh dari orang yang ada disekitar klien
- Klien sesekali tidak nyambung saat diajak berbicara

9. Pola Seksual-Reproduksi
Subyektif:
Klien mengatakan ia mengalami penurunn seksual saat sakit. Klien
mengatakan tidak ada yang dilakukan unuk mengatasi masalah seksual.
Klien mengatakan sudah tidak ada keinginan untuk berhubungan intim
lagi. Klien mengatakan tidak ada keluhan nyeri pada genetalianya.

10. Pola Koping-Toleransi Stres


Subyektif:
Keluarga klien mengatakan klien sesekali marah tanpa sebab. Keluarga
klien mengatakan klien menghindari bertemu dengan orang-orang
dilingkungannya. Keluraga klien mengatakan sesekali keluarga mengajak
berbicara mengenali masalahnya.

Obyektif:
Klien tampak hanya menunduk dan hanya berbicara saat ditanya saja.

11. Pola Nilai-Kepercayaan


Subyektif:
Klien mengatakan dirinya menganut agama islam. Keluarga klien
mengatakan bahwa klien teratur melaksanakan shalat. Keluarga klien
mengatakan selama sakit klien tidak mengikuti kegiatan keagamaan di
lingkungannya. Kleuarga klien mengatakan klien menganut budaya jawa.
Keluarga klien mengatakan agama maupun kebudayaan yang dianut tidak
mempengaruhi kesehatan. Klien mengatakan ia tidak marah kepada Tuhan
mengenai penyakitnya. Keluarga klien mengatakan ia ada kesulitan pada
saat shalat karena mengalami kelemahan.

49
Obyektif:
Tampak ada sajadah, sarung, peci, tasbih dan alqur’an di dalam kamar
klien.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Data Fokus Problem

Ds :
- klien mengatakan ia tidak bisa menahan pipis sebelum Inkotinensia
sampai kamar mandi Urine Dorongan
- Klien mengatakan ia pernah ngompol
Do:
- Klien tampak menggunakan pempers
- Tempat tidur klien berbau pesing
Ds Kerusakan
- Klien mengatakan dipaha bagian dalam tampak Integritas Kulit
kemerahan
- Klien mengatakan ia menggunakan salep
- Klien mengatakan ia 2x mengganti pempers pagi dan
sore
Do :
- Paham bagian dalam klien tampak kemerahan
- Kulit paha klien tampak lembab
- Tampak ada krim salep diatas meja klien

Ds : Harga diri
- Klien mengatakan malu keluar rumah karena sering rendah
ngompol dan bau pesing situasional
Do :
- Klien tampak menunduk saat diajak bicara
- Klien tampak asertif saat diajak berbicara

50
Ds : Defisiensi
- Klien mengatakan tidak tahu berapa kali hars Pengetahuan
mengganti pempers
- Klien mengatakan bagaimana cara merawat diri
sendiri
Do :
- Klien tampak bingung saat ditanya mengenai keadaan
saat ini
- Klien tidak mengetahui penyebab dari penyakit

3.3 Rencana Tindakan


No
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Paraf
DX
1 Inkontinensia Setelah dilakukan Latihan kandung kemih 1. Untuk
urin tindakan (0570) mengatahui ada
dorongan keperawatan 1. Pertimbangkan atau tidaknya
selama 3x24 jam kemampuan untuk dorongan
Kontinensi urin mengenal dorongan pengosongan
(0503) Tn. R pengosongan kandung kandung kemih
ditingkatkan dari kemih pada pasien
level 2 (jarang 2. Bantu pasien untuk 2. Untuk
menunjukan) ke mengidentifikasi pola- mengetahui
level 4 (sering pola inkontinensia pola-pola
menunjukan) 3. Lakukan eliminasi pada inkontinensia
dengan kriteria pasien atau ingatkan urin pasien
hasil: pasien untuk 3. Agar pasien
1. Mengenali mengosongkan dapat
keinginan kandung kemih pada mengetahui
berkemih interval yang sudah kapan ia dapat
2. Menjaga pola ditentukan mengosongkan

51
berkemih 4. Ajarkan pasien untuk kandung
3. Mengidentifika secara sadar menahan kemihnya
si obat yang urin sampai saat buang 4. Agar pasien
mengganggu hajat yang dijadwalkan dapat menahan
control kemih urin dan BAK
4. Berkemih pada sesuai dengan
tempat yang Latihan kebiasaan dijadwalkan
tepat berkemih (0600) 5. Agar pasien
5.Tetapkan interval dapat BAK
Setelah dilakukan jadwal toilet awal, sesuai dengan
tindakan berdasaarkan pada pola jadwal
keperawatan pengosongan [kandung 6. Agar pasien
selama 3x24 jam kemih] dan rutinitas dapat ke toilet
Eliminasi urin biasa (misalnya, dan dorong
(0502) makan, naik, dan untuk
Tn R akan pensiun) meosongkan
ditingkatkan dari 6. Bantu pasien ke toilet [kandung
level 2 (banyak dan dorong untuk kemih] pada
terganggu) ke level mengosongkan interval waktu
4 (sedikit [kandung kemih] pada yang ditentukan
terganggu) dengan interval waktu yang 7. Agar aktivitas
kriteria hasil: ditentukan eliminasi pasien
1. Pola eliminasi 7. Berikan privasi untuk lebih privasi
2. Mengosongkan aktivitas eliminasi 8. Agar pasien
kantong kemih yang dilakukan dapat
sepenuhnya 8. Jaga eliminasi yang mepertahankan
Mengenali dijadwalkan sehingga eliminasi yang
keinginan untuk dapat membantu dijadwalkan
berkemih dalam membangun sehingga dapat
dan mempertahankan membantu
kebiasaan berkemih dalam

52
Perawatan membangun dan
inkontinensia urin mempertahanka
9. Identifikasi faktor apa n kebiasaan
saja penyebab berkemih
inkontinensia pada 9. Untuk
pasien (misalnya, urin mengetahui
output, pola berkemih, penyebab
fungsi kognitif, inkontinensia
masalah berkemih, pada pasien
residu paska 10. Untuk
berkemih, dan obat- mengetahui
obatan) masalah
10. Monitor eliminasi eliminasi urin
urin, meliputi yang ada
frekuensi, konsistensi, pasien
bau, volume dan 11. Mencegah
warna urin terjadinya
11. Bersihkan kulit iritasi pada
sekitar area genetalia kulit pasien
secara teratur akibat lembab
12. Batasi intake cairan 2- 12. Meminimalkan
3 jam sebelum tidur pengeluaran
13. Batasi makanan yang urin pasien
mengiritasi kandung pada malam
kemih (misalnya, hari
minuman bersoda, 13. Membatasi
kopi, teh, dan coklat) minuman
mengandung
Bantu perawatan diri : kafein yaitu teh
eliminasi 14. Agar dapat
14. Pertimbngkan usia mengetahui

53
pasien saat tingkat
mempromosikan pemberian
aktivitas perawatan promosi
diri aktivitas
15. Monitor integritas perawatan diri
kulit pasien berdasarkan
16. Fasilitasi kebersihan usia pasien
toilet setelah yaitu 65 tahun
menyelesaikan 15. Untuk
eliminasi mengetahui
17. Buatkan kegiatan adanya tanda-
eliminasi, dengan tanda iritasi
tepat dan sesuai pada kulit
kebutuhan sekitar
genetalianya
Latihan otot pelvis 16. Untuk
18. Kaji kemampuan mempertahan
urgensi berkemih kebersihan
pasien toilet pasien
19. Insruksikan pasien 17. Agar kegiatan
untuk menahan otot- eliminasi pasien
otot sekitar uretra dan dapat sesuai
anus, kemudian dengan
relaksasi, seolah-olah kebutuhannya
ingin menahan buang 18. Untuk
air kecil atau buang mengetahui
air besar adanya masalah
20. Ajarkan pasien untuk atau tidak pada
memonitor proses eliminasi
keefektifan latihan urin pasien
dengan mencoba 19. Agar pasien

54
menahan BAK 1 kali dapat menahan
dalam seminggu BAK sewaktu-
21. Instruksikan pasien waktu
untuk dapat mencatat 20. Agar pasien
inkontinensia yang dapat
terjadi setiap harinya mengetahui dan
untuk melihat dapat
perkembangannya. melakukan
latihan secara
rutin
21. Untuk
mengetahui
inkontinensia
yang terjadi
setiap harinya
pada pasien dan
melihat
perkembangann
ya.
2 Kerusakan Setelah dilakukan Manajemen pruritus Manajemen
integritas tindakan (3550) pruritus (3550)
kulit keperawatan 1. Tentukan penyebab 1. Agar
selama 3x24 jam dari [terjadinya] pasien/keluarga/p
Integritas jaringan: pruritus (misalnya, emberi asuhan
kulit & membran dermatitis kontak, dapat
mukosa (1101) Tn kelainan system dan engeliminasi
R akan obat- obatan) penyebab dari
ditingkatkan dari 2.Lakukan pemeriksaan pruritus
level 2 (banyak fisik untuk 2. Untuk
terganggu) ke level mengidentifikasi mengetahui
4 (sedikit [terjadinya] kerusakan apakah ada

55
terganggu) dengan kulit (misalnya, lesi, kerusakan kulit
kriteria hasil: bula, ulserasi dan pada pasien
1. Integritasi kulis abrasi) 3. Untuk
2. Lesi pada kulit 3. Berikan krim dan mengurangi efek
lotion yang dari iritasi yang
mengandung obat, terjadi
sesuai dengan 4.Untuk
kebutuhan meringankan
4.Berikan kompres dingin iritasi
untuk meringankan 5. Untuk
iritasi meminimalkan
5.Instruksikan pasien cedera pada
untuk mempertahankan daerah iritasi
potongan kuku dalam apabila pasien
keadaan pendek menggaruk di
6.Instruksikan pasien daerah tersebut
untuk menggunakan 6. Untuk
telapak tangan ketika meminimalkan
menggosok area kulit cedera pada
yang luas atau cubit daerah iritasi
kulit dengan lembut apabila pasien
menggunakan area menggaruk di
diantara ibu jari dan daerah tersebut
telunjuk untuk
mengurangi [rasa] gatal Perawatan kulit
Perawatan kulit pengobatan
:pengobatan topikal topikal (3584)
(3584) 7. Untuk
7. Bersihkan dengan meminimalkan
sabun antibakteri, terjadinya infeksi
dengan tepat di daerah iritasi

56
8. Pakaikan pasien 8. Untuk
pakaian yang longgar meminimalkan
9. Pakaikan popok yang gesekan di daerah
longgar, dengan tepat iritasi serta
memberikan udara
Pengecekan kulit (3590) masuk lebih leluasa
10.Monitor warna dan 9. Untuk
suhu kulit meringankan
11.Monitor kulit untuk bengkak pada daera
adanya ruam dan lecet iritasi
12.Lakukan langkah-
langkah untuk Pengecekan kulit
mencegah kerusakan (3590)
lebih lanjut (misalnya, 10. Untuk
melapisi kasur, mengetahui apakah
menjadwalkan reposisi) ada perubahan
13.Ajarkan anggota warna dan suhu
keluarga/ pemberi pada kulit
asuhan mengenai tanda- 11. Untuk
tanda kerusakan kulit, mengetahui apakah
dengan tepat adanya perubahan
ruam pada kulit
12. Untuk
mencegah
terjadinya iritasi
lebih parah
12. Agar dapat
mengatasi apabila
terjadi kerusakan
kulit, sesuai
kebutuhan

57
3 Harga diri Setelah dilakukan Latihan asertif (4340) 1. Untuk
rendah tindakan 1. Instruksikan pasien mengetahui
situasional keperawatan mengenai strategi kemampuan
selama 3x24 jam untuk berlatih pasien da;am
Harga Diri(1205) berperilaku asertif strategi tindakan
Tn R akan (misalnya, aserif
ditingkatkan dari meminta,mengatakan 2.Agar perawat
level 2 (jarang tidak untuk mampu
positif) ke level 4 permintaan yang tidak mengetahui
(sering positif) masuk akal, dan pasien yang
dengan kriteria memulai serta menunjukkan
hasil: menutup perilaku asertif
1. Verbalisasi pembicaraan) 3. Untuk
penerimaan diri 2. Bantu pasien mengetahui
2. Tingkat mengenali dan tingkat
kepercayaan mengurangi distori kecemasan pasien
diri kognitif yang 4. Untuk
3. Perasaan memblokir mengetahui
tentang nilai kemampuan yang perkembangan
diri menunjukan perilaku asertif
[perilaku] asertif pada pasien
Setelah dilakukan 3. Monitor tingkat 5. Supaya pasien
tindakan kecemasan dan dapat berlatih
keperawatan ketidaknyamanan untuk bermain
selama 3x24 jam yang berhubungan peran dalam
Tingkat dengan perubahan perilaku asertif
Kecemasan Sosial perilaku 6.Agar mengetahui
(1216) Tn R akan 4. Tentukan apa pandangan pasien
ditingkatkan dari hambatan untuk bisa mengenai situasi
level 2 (cukup asertif (misalnya, di sekitarnya
berat) ke level 4 tahap perkembangan, 7.Agar mengetahui

58
(ringan) dengan kondisi medis atau karakterisitik
kriteria hasil: kejiwaan kronis,dan yang tidsak sukai
1. Menghindari [nilai-nilai] sosial kelompok di
situasional perempuan) masyarakat
sosial 5. Fasilitasi kesempatan 8.Agar mengetahui
2. Persepsi disi berlatih, menegani
yang negatif menggunakan perubahan yang
terhadap diskusi,pemodelan, sudah terjadi
penerimaan dan bermain peran pada pasien
oleh orang lain 9.Agar mengetahui
Peningkatan Citra penampilan
Setelah dilakukan Tubuh pasein
tindakan 6. Identifikasi dampak 10. Agar
keperawatan dari budaya pasien, mengetahui
selama 3x24 jam agama, ras, jenis pernyataan dari
Kesadaran Diri kelamin, manusia pasien mengenai
(1215) Tn R akan terkait ctra diri dirinya sendiri
ditingkatkan dari 7. Tentukan jika terdapat
level 2 (jarang perasaan tidak suka 11.Agar
menunjukan) ke terhadap karakterisrik mengetahui
level 4 (sering fisik khusu yang penilain pasien
menunjukan) menciptakan disfungsi mengenai dirinya
dengan kriteria paralisis sosial untuk sendiri
hasil: remaja dan kelompok 12. Agar
1. Mengenali dengan resiko tinggi mengetahui
keterbatasan lain tindakan pasien
pribadi secara 8. Ajarkan pada pasien mengenai
fisik mengenai perubahan- perasaan malu
2. Mengenali pola perubahan 13. Agar
kebiasaan normalyang terjadi mengetahui
pribadi dalam tubuhnya pasien dalam

59
3. Menerima terkait dengan berpikir positi
perasaan sendiri beberapa tahap proses kepada pasien
Menerima perilaku penuaan, dengan cara 14. Agar
sendiri yang tepat mengetahui
9. Bantu pasien untuk keadaan pasien
mengidentifikasi 15. Agar pasien
tindakan-tindakan mengetahui
yang akan proses penyakit
meningkatkan yang
penampilan dideritanya
10. Monitor frekuensi dari
pernyataan 16. Agar
mengkritisi mengetahui
penilaian pasien
Peningkatan Koping mengenai
dirinya sendiri
11. Eksplorasi alasan 17. Agar
pasien mengkritik diri mengetahui
12. Diskusikan perilakunya
konsekuensi dari tidak dirinya sendiri
mengatasi rasa 18. Untuk
bersalah dan malu mengkondisikan
13. Bantu pasien dalam saat berbincang
mengidentifikasi dengan pasien
respon positif dari 19. Agar pasien
orang lain mampu menilai
14. Dukung kemampuan hal positif untuk
mengatasi situasi orang lain
secara berangsur- 20. Agar perawat
angsur mengetahui
15. Berikan penilaian harga diri

60
mengenai pemahaman pasien tiap saat
pasien terhadap proses 21. Untuk
penyakit meningkatkan
kegiatan sosial
Peningkatan Harga Diri pasien di
16. Tentukan kepercayaan masyarakat
diri pasien dalam hal 22. Agar pasien
penilaian diri dapat
17. Dukung pasien untuk berpatisiasi
mengevaluasi dengan orang
perilakunya sendiri lain
18. Fasilitasi lingkungan 23. Agar pasien
dan aktivitas-aktivitas dapat
yang akan merasakan
meningkatkan harga kehidupan di
diri luar
19. Bantu pasien untuk 24. Agar pasien
mengidentifikasi dapat
respon positif dari berkomunikasi
oang lain dengan orang
20. Monitor tingkat harga lain
diri dari waktu ke 25. Agar pasein
waktu, dengan teat dapat berbaur
dengan
Peningkatan Sosialisasi masyarakat
21. Anjurkan kegiatan setempat
sosial dan masyarakat
22. Tingkatkan berbabagi
masalah umum
dengan orang lain
23. Anjurkan pasien untuk

61
mengubah
lingkungan, seperti
pergi ke luar untuk
jalan-jalan atau ke
bioskop
24. Berikan umpan balik
positif saat pasien
[bersedia]
menjangkau orang
lain
25. Anjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan-kegiatan
khusus

4 Defisiensi Setelah dilakukan Peningkatan kesadaran 1. Agar pasien


pengetahuan tindakan kesehatan muda
keperawatan 1. Gunakan memahami
selama 3x24 jam komunikasi yang informasi yang
Pengetahuan: sesuai dan jelas disampaikan
Proses penyakit 2. Evaluasi 2. Agar
(1803) Tn R akan pemahaman mengetahui
ditingkatkan dari pasien dengan sejauh mana
level 2 (tidak ada meminta pasien pasien
pengetahuan) ke mengulangi memahami
level 4 kembali kata-kata informasi yang
(pengetahuan sendiri atau telah
banyak) dengan memperagaka disampaikan
kriteria hasil: 3. Gunakan bahasa 3. Agar pasien
1. Karakter sederhana (agar memahami
spesifik pasien memahami informasi yang

62
penyakit informasi yang disampaikan
2. Faktor faktor disampaikan) 4. Agar
penyebab dan mengetahui
faktor yang apakah pasien
Pengajaran proses
berkontribusi mengetahui
penyakit
3. Faktor risiko proses
4. Kaji tingkat
4. Tanda gejala penyakitnya
pengetahuan pasien
penyakit 5. Agar pasien
terkait dengan proses
5. Proses memahami
penyakit yang spesifik
perjalanan secara spesifik
5. Jelaskan patofisiologi
penyakit terkait
penyakit dan
biasanya penyakitnya
bagaimana
6. Agar pasien
hubunganya dengan
Setelah dilakukan memahami
anatomi dan fisiologi,
tindakan penyakitnya
sesuai kebutuhan
keperawatan 7. Agar pasien
6. Jelaskan mengenai
selama 3x24 jam memahami
proses penyakit,
Pengetahuan: tanda dan gejala
sesuai kebutuhan
Prilaku Kesehatan penyakit
7. Jelaskan tanda dan
(1803) Tn R akan
gejala yang umum
ditingkatkan dari
dari penyakit, sesuai
level 3
kebutuhan (agar
(pengetahuan
pasien memahami
sedang) ke level 4
tanda dan gejala
(pengetahuan
penyakit)
banyak) dengan
kriteria hasil:
1. Strategi
mengelola stress
2. Pola tidur,
bangun dan

63
normal
3. Layanan
peningkatan
kesehatan

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam
Pengetahuan:
Pengobatan (1808)
Tn R akan
ditingkatkan dari
level 1 (tidak ada
pengetahuan) ke
level 2
(pengetahuan
terbatas) dengan
kriteria hasil:
1. Nama obat
yang benar
2. Efek teraupetik
obat
3. Penggunaan
yang benar dari
obat yang
diresepkan
4. Terkait
pemantauan
sendiri
5. Strategi untuk

64
memperoleh
obat- obatan
yang
dibutuhkan

3.4 Implementasi
Hari-1
No Hari, Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx tanggal
1. Rabu, 09.00 1. Mempertimbangkan S:
23 kemampuan untuk mengenal - Klien mengatakan bahwa ia
Januari dorongan pengosongan masih belum bisa menahan
2019 kandung kemih pipisnya dan masih sering
2. Membantu pasien untuk mengompol
mengidentifikasi pola-pola - Klien mengatakan bahwa ia
09.05 inkontinensia mulai membatasi
3. Melakukan eliminasi pada minumnya sebelum tidur
pasien atau ingatkan pasien - Klien mengatakan bahwa ia
09.15 untuk mengosongkan kandung mulai mengikuti jadwalkan
kemih pada interval yang BAK di toilet
sudah ditentukan
4. Mengajarkan pasien untuk O:
secara sadar menahan urin - Klien tampak masih
09.20 sampai saat buang hajat yang menggunakan pampers
dijadwalkan - Tempat tidur klien berbau
5. Menetapkan interval jadwal pesing
toilet awal, berdasaarkan pada - Klien tampak belum bisa
09.40 pola pengosongan [kandung menahan BAK
kemih] dan rutinitas biasa - Warna BAK tampak
(misalnya, makan, naik, dan berwarna kuning bening
pensiun) tidak bercampur darah

65
6. Membantu pasien ke toilet - Klien tampak masih suka
dan dorong untuk minum teh
09.55 mengosongkan [kandung
kemih] pada interval waktu A :Tujuan sebagian tercapai
yang ditentukan “Kontinensi urin”di skala 2
7. Memberikan privasi untuk (jarang menunjukan) dan
aktivitas eliminasi yang “Eliminasi urin” di skala 2
10.00 dilakukan (banyak terganggu)
8. Menjaga eliminasi yang P :Hentikan intervensi no. 5, 7,
dijadwalkan sehingga dapat 9, 17
10.05 membantu dalam membangun Lanjutkan intervensi no.
dan mempertahankan 1. Pertimbangkan kemampuan
kebiasaan berkemih untuk mengenal dorongan
9. Mengidentifikasi faktor apa pengosongan kandung
saja penyebab inkontinensia kemih
10.10 pada pasien (misalnya, urin 2. Bantu pasien untuk
output, pola berkemih, fungsi mengidentifikasi pola-pola
kognitif, masalah berkemih, inkontinensia
residu paska berkemih, dan 3. Lakukan eliminasi pada
obat-obatan) pasien atau ingatkan pasien
10.Memonitor eliminasi urin, untuk mengosongkan
meliputi frekuensi, kandung kemih pada
10.15 konsistensi, bau, volume dan interval yang sudah
warna urin ditentukan
11.Membersihkan kulit sekitar 4. Ajarkan pasien untuk secara
area genetalia secara teratur sadar menahan urin sampai
10.20 12.Membatasi intake cairan 2-3 saat buang hajat yang
jam sebelum tidur dijadwalkan
10.25 13.Membatasi makanan yang
mengiritasi kandung kemih 22.Bantu pasien ke toilet dan
10.30 (misalnya, minuman bersoda, dorong untuk

66
kopi, teh, dan coklat) mengosongkan [kandung
14.Mempertimbangkan usia kemih] pada interval waktu
pasien saat mempromosikan yang ditentukan
10.35 aktivitas perawatan diri
15.Memonitor integritas kulit 8. Jaga eliminasi yang
pasien dijadwalkan sehingga dapat
10.40 16.Memfasilitasi kebersihan membantu dalam
toilet setelah menyelesaikan membangun dan
10.45 eliminasi mempertahankan kebiasaan
17.Membuatkan kegiatan berkemih
eliminasi, dengan tepat dan
10.50 sesuai kebutuhan 10. Monitor eliminasi urin,
18.Mengkaji kemampuan meliputi frekuensi,
urgensi berkemih pasien konsistensi, bau, volume dan
19.Menginsruksikan pasien warna urin
11.00 untuk menahan otot-otot 11.Bersihkan kulit sekitar area
sekitar uretra dan anus, genetalia secara teratur
11.05 kemudian relaksasi, seolah- 12.Batasi intake cairan 2-3 jam
olah ingin menahan buang air sebelum tidur
kecil atau buang air besar 13. Batasi makanan yang
20. Mengajarkan pasien untuk mengiritasi kandung kemih
memonitor keefektifan latihan (misalnya, minuman
dengan mencoba menahan bersoda, kopi, teh, dan
11.10 BAK 1 kali dalam seminggu coklat)
21. Menginstruksikan pasien 14. Pertimbangkan usia pasien
untuk dapat mencatat saat mempromosikan
inkontinensia yang terjadi aktivitas perawatan diri
11.20 setiap harinya untuk melihat 15. Monitor integritas kulit
perkembangannya pasien
16. Fasilitasi kebersihan toilet
setelah menyelesaikan

67
eliminasi

18. Kaji kemampuan urgensi


berkemih pasien
19. Insruksikan pasien untuk
menahan otot-otot sekitar
uretra dan anus, kemudian
relaksasi, seolah-olah ingin
menahan buang air kecil
atau buang air besar
20. Ajarkan pasien untuk
memonitor keefektifan
latihan dengan mencoba
menahan BAK 1 kali dalam
seminggu
21. Instruksikan pasien untuk
dapat mencatat
inkontinensia yang terjadi
setiap harinya untuk melihat
perkembangannya
2. Rabu, 11.30 1. Menentukan penyebab dari S : klien mengatakan
23 [terjadinya] pruritus selangkangannya kemerahan
januari (misalnya, dermatitis kontak, dan terasa gatal karena
2019 kelainan system dan obat- menggunakan popok
obatan) Keluarga klien mengatakan
11.40 2. Melakukan pemeriksaan fisik akan memantau terkait iritasi
untuk mengidentifikasi pada selangkangan klien
[terjadinya] kerusakan kulit Keluarga klien mengatakan
(misalnya, lesi, bula, ulserasi akan membersihkan daerah
dan abrasi) selangkangan pasien dengan
11.50 3. Menginstruksikan pasien antibakteri

68
untuk mempertahankan
potongan kuku dalam keadaan O : warna kulit pada
pendek selangkangan berwarna merah
11.55 4. Menginstruksikan pasien Kulit pada daerah
untuk menggunakan telapak selangkangan teraba hangat
tangan ketika menggosok area A : tujuan belum tercapai
kulit yang luas atau cubit kulit P : Lanjutkan intervensi no.
dengan lembut menggunakan 1. Lakukan pemeriksaan fisik
area diantara ibu jari dan untuk mengidentifikasi
telunjuk untuk mengurangi [terjadinya] kerusakan kulit
[rasa] gatal (misalnya, lesi, bula,
5. Membersihkan dengan sabun ulserasi dan abrasi)
12.00 antibakteri, dengan tepat 2. Berikan krim dan lotion
6. Pakaikan pasien pakaian yang yang mengandung obat,
12.05 longgar sesuai dengan kebutuhan
7. Pakaikan popok yang longgar, 3. Berikan kompres dingin
12.10 dengan tepat untuk meringankan iritasi
8. Memonitor warna dan suhu 4. Instruksikan pasien untuk
12.15 kulit mempertahankan potongan
9. Memonitor kulit untuk adanya kuku dalam keadaan pendek
12.15 ruam dan lecet 5. Instruksikan pasien untuk
10. Melakukan langkah- menggunakan telapak
12.17 langkah untuk mencegah tangan ketika menggosok
kerusakan lebih lanjut area kulit yang luas atau
(misalnya, melapisi kasur, cubit kulit dengan lembut
menjadwalkan reposisi)\ menggunakan area diantara
11. Mengajarkan anggota ibu jari dan telunjuk untuk
12.20 keluarga/ pemberi asuhan mengurangi [rasa] gatal
mengenai tanda- tanda 6. Bersihkan dengan sabun
kerusakan kulit, dengan tepat antibakteri, dengan tepat
7. Pakaikan pasien pakaian

69
yang longgar
8. Pakaikan popok yang
longgar, dengan tepat
9. Monitor warna dan suhu
kulit
10. Monitor kulit untuk adanya
ruam dan lecet
11. Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya,
melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
12. Ajarkan anggota keluarga/
pemberi asuhan mengenai
tanda- tanda kerusakan
kulit, dengan tepat

3. 12.10 1. Menginstruksikan pasien S: Klien mengatakan masih


mengenai strategi untuk merasa malu untuk berbaur
berlatih berperilaku asertif dengan orang lain karena
(misalnya, meminta , dirinya yang sering ngompol,
mengatakan tidak untuk klien juga mengatakan tidak
permintaan yang tidak mau keluar rumah karena
masuk akal, dan memulai merasa khawatir mengenai
serta menutup pembicaraan) kondisinya saat ini, klien juga
12.15 2. Membantu mengenali dan mengatakan merasa marah
mengurangi distori kognitif tanpas sebab yang ia alami
yang memblokir kemampuan O: Klien tampak mali, muka
yang menunjukkan klien tampak cemas dengan
[perilaku] asertif kondisinya saat ini, klien
12.20 3. Memonitor tingkat tampak sat di ajak bicara terus

70
kecemasan dan mendudukan kepalanya
ketidaknyamanaan yang A : Tujuan belum teratasi
berhubungan dengan P : Lanjutkan intervensi ke
perubahan perilaku 1. Menginstruksikan pasien
12.25 4. Menentukan apa hambatan mengenai strategi untuk
untuk bisa aserif (misalnya, berlatih berperilaku asertif
taha perkembangan, kondisi (misalnya, meminta ,
medis atau kejiawaan kronis, mengatakan tidak untuk
dan [nilai-nilai] sosial permintaan yang tidak
perempuan masuk akal, dan memulai
5. Memfasilitasi kesempatan serta menutup pembicaraan)
12.30 berlatih, menggunakan 2. Membantu mengenali dan
diskusi,pemodelan dan mengurangi distori kognitif
bermain peran yang memblokir
6. Mengidentifikasi dampak kemampuan yang
12.35 dari budaya pasien, agama, menunjukkan [perilaku]
ras, jenis kelamin, manusia asertif
terkait citra diri 3. Memonitor tingkat
7. Tentukan jika terdapat kecemasan dan
12.40 perasaan tidak suka terhadap ketidaknyamanaan yang
karakteristik fisik khusus berhubungan dengan
yang menciptakan disfungsi perubahan perilaku
paralisis sosial untuk remaja 4. Menentukan apa hambatan
dan kelompok dengan resiko untuk bisa aserif (misalnya,
tinggi lain taha perkembangan, kondisi
8. Mengajarkan pada pasien medis atau kejiawaan
12.45 mengenai perubahan- kronis, dan [nilai-nilai]
perubahan normal yang sosial perempuan
sesuaiterjadi dalam tubhnya 5. Memfasilitasi kesempatan
terkait dengan beberapa berlatih, menggunakan
tahap proses penuaan, diskusi,pemodelan dan

71
dengan cara yabg tepat bermain peran
9. Membantu pasien utnuk 6. Mengidentifikasi dampak
12.55 mengidentifikasi tindakan- dari budaya pasien, agama,
tindakan yang akan ras, jenis kelamin, manusia
meningkatkan penampilan terkait citra diri
10. Memonitor frekuensi dari 7. Tentukan jika terdapat
13.00 pernyataan mengkritisi perasaan tidak suka
11. Mengeksplorasi alas an terhadap karakteristik fisik
13.10 pasien mengkritik diri khusus yang menciptakan
12. Diskusikan konsekuensi dari disfungsi paralisis sosial
tidak mengatasi rasa untuk remaja dan kelompok
13.15 bersalah dan malu dengan resiko tinggi lain
13. Membantu pasien dalam 8. Mengajarkan pada pasien
mengidentifikasi respon mengenai perubahan-
13.20 positif dari orang lain perubahan normal yang
14. Mendukung kemampuan sesuaiterjadi dalam tubhnya
mengatasi situasi secara terkait dengan beberapa
13.25 berangsur-angsur tahap proses penuaan,
15. Memberikan penilain dengan cara yabg tepat
mengenai pemahaman 9. Membantu pasien utnuk
13.30 pasien terhadap proses mengidentifikasi tindakan-
penyakit tindakan yang akan
16. Menentukan kepercayaan meningkatkan penampilan
diri pasien dalam hal 10. Memonitor frekuensi dari
13.35 penilain diri pernyataan mengkritisi
17. Mendukung pasien utnuk 11. Mengeksplorasi alas an
mengevaluasi perilakunya pasien mengkritik diri
13.40 sendiri 12. Diskusikan konsekuensi
18. Memfasilitasi lingkungan dari tidak mengatasi rasa
dan aktivitas-aktivitas yang bersalah dan malu
13.45 akan meningkatkan hara diri 13. Membantu pasien dalam

72
19. Membantu pasien utnuk mengidentifikasi respon
mengidentifikasi respon positif dari orang lain
13.50 positif dari orang lain 14. Mendukung kemampuan
20. Memonitor tingkat harga diri mengatasi situasi secara
dari waktu ke waktu, dengan berangsur-angsur
13.55 teratur 15. Memberikan penilain
21. Mengnjurkan kegaiatan mengenai pemahaman
sosial dan masyarakat pasien terhadap proses
14.00 22. Meningkatkan berbagi penyakit
masalah umum dengan 16. Menentukan kepercayaan
orang lain diri pasien dalam hal
14.05 23. Menganjurkan pasien untuk penilain diri
mengubah lingkung, seperti 17. Mendukung pasien utnuk
pergi ke luar untuk jalan- mengevaluasi perilakunya
14.05 jalan atau ke bioskop sendiri
24. Memberikan umpan balik 18. Memfasilitasi lingkungan
positif saat pasien dan aktivitas-aktivitas yang
[bersedia]menjangkau orang akan meningkatkan hara
14.10 lain diri
25. Menganjurkan perencanaan 19. Membantu pasien utnuk
kelompok kecil untuk mengidentifikasi respon
kegiatan-kegiatan khusus positif dari orang lain
14.15 20. Memonitor tingkat harga
diri dari waktu ke waktu,
dengan teratur
21. Mengnjurkan kegaiatan
sosial dan masyarakat
22. Meningkatkan berbagi
masalah umum dengan
orang lain
23. Menganjurkan pasien untuk

73
mengubah lingkung, seperti
pergi ke luar untuk jalan-
jalan atau ke bioskop
24. Memberikan umpan balik
positif saat pasien
[bersedia]menjangkau
orang lain.
25. Menganjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan-kegiatan khusus
4. Rabu, 14.20 1. Mengunakan komunikasi S : Klien mengatakan
23 yang sesuai dan jelas memahami apa yang di
Januari 14.25 2. Mengevaluasi pemahaman sampaikan perawat.
2019 pasien dengan meminta Klien mengatakan tidak paham
pasien mengulangi kembali terkait penyakitnya,
kata-kata sendiri atau O: Klien mampu mengulangi
memperagakan ketrampilan kembali kata-kata atau
14.30 3. Mengunakan bahasa memperagakan apa yang di
sederhana sampaikan
14.35 4. Mengkaji tingkat Klien mampu memahami
pengetahuan pasien terkait proses penyakit serta tanda dan
dengan proses penyakit yang gejalanya
spesifik A: Tujuan tercapai
14.40 5. Menjelaskan patofisiologi P: Hentikan intervensi
penyakit dan bagaimana
hubunganya dengan anatomi
dan fisiologi, sesuai
kebutuhan
14.55 6. Menjelaskan mengenai
proses penyakit, sesuai
kebutuhan

74
15.10 7. Menjelaskan tanda dan
gejala yang umum dari
penyakit, sesuai kebutuhan

Hari Ke 2
No Hari, Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx tanggal
1. Kamis, 09.00 1.Mempertimbangkan S:
24 kemampuan untuk mengenal - Klien mengatakan bahwa ia
Januari dorongan pengosongan masih belum bisa menahan
2019 kandung kemih pipisnya dan masih sering
09.05 2. Membantu pasien untuk mengompol
mengidentifikasi pola-pola - Klien mengatakan bahwa ia
inkontinensia sesekali bisa menahan BAK
09.15 3. Melakukan eliminasi pada nya
pasien atau ingatkan pasien - Klien mengatakan bahwa ia
untuk mengosongkan kandung mulai membatasi
kemih pada interval yang minumnya sebelum tidur
sudah ditentukan - Klien mengatakan bahwa ia
09.20 4. Mengajarkan pasien untuk mulai mengikuti jadwalkan
secara sadar menahan urin BAK di toilet
sampai saat buang hajat yang - Klien mengatakan bahwa ia
dijadwalkan sudah mulai mengurangi
09.40 6. Membantu pasien ke toilet mengkonsumsi teh
dan dorong untuk
mengosongkan [kandung O:
kemih] pada interval waktu - Klien tampak masih
yang ditentukan menggunakan pampers

75
09.55 8. Menjaga eliminasi yang - Tempat tidur klien berbau
dijadwalkan sehingga dapat pesing
membantu dalam membangun - Klien tampak bisa menahan
dan mempertahankan BAK dalam beberapa saat
kebiasaan berkemih - Warna BAK tampak
berwarna kuning bening
10.00 9. Memonitor eliminasi urin, tidak bercampur darah
meliputi frekuensi, - Klien tampak tidak
konsistensi, bau, volume dan mengkonsumsi minuman
warna urin teh
10.05 10. Membersihkan kulit sekitar A : Tujuan sebagian belum
area genetalia secara teratur tercapai “Kontinensi urin”di
10.10 11. Membatasi intake cairan 2-3 skala 3 (kadang-kadang
jam sebelum tidur menunjukan) dan “Eliminasi
10.15 12. Membatasi makanan yang urin” di skala3 (cukup
mengiritasi kandung kemih terganggu)
(misalnya, minuman bersoda, P : Hentikan Intervensi no.1, 3,
kopi, teh, dan coklat) 4, 8, 16, 20
10.20 13. Mempertimbangkan usia 2. Bantu pasien untuk
pasien saat mempromosikan mengidentifikasi pola-pola
aktivitas perawatan diri inkontinensia
10.25 14. Memonitor integritas kulit 6.Bantu pasien ke toilet dan
pasien dorong untuk mengosongkan
10.30 15. Memfasilitasi kebersihan [kandung kemih] pada
toilet setelah menyelesaikan interval waktu yang
eliminasi ditentukan
10.35 18.Mengkaji kemampuan
urgensi berkemih pasien 8. Jaga eliminasi yang
10.40 19.Menginsruksikan pasien dijadwalkan sehingga dapat
untuk menahan otot-otot membantu dalam
sekitar uretra dan anus, membangun dan

76
kemudian relaksasi, seolah- mempertahankan kebiasaan
olah ingin menahan buang air berkemih
kecil atau buang air besar
10.45 20.Mengajarkan pasien untuk 10. Monitor eliminasi urin,
memonitor keefektifan latihan meliputi frekuensi,
dengan mencoba menahan konsistensi, bau, volume dan
BAK 1 kali dalam seminggu warna urin
21.Menginstruksikan pasien 11.Bersihkan kulit sekitar area
10.50 untuk dapat mencatat genetalia secara teratur
inkontinensia yang terjadi 12.Batasi intake cairan 2-3 jam
setiap harinya untuk melihat sebelum tidur
perkembangannya 13.Batasi makanan yang
mengiritasi kandung kemih
(misalnya, minuman
bersoda, kopi, teh, dan
coklat)
14.Pertimbangkan usia pasien
saat mempromosikan
aktivitas perawatan diri
15.Monitor integritas kulit
pasien
18.Kaji kemampuan urgensi
berkemih pasien
19.Insruksikan pasien untuk
menahan otot-otot sekitar
uretra dan anus, kemudian
relaksasi, seolah-olah ingin
menahan buang air kecil
atau buang air besar
21.Instruksikan pasien untuk
dapat mencatat

77
inkontinensia yang terjadi
setiap harinya untuk melihat
perkembangannya
2. Kamis, 11.00 1. Melakukan pemeriksaan S : klien mengatakan
24 fisik untuk mengidentifikasi selangkangannya kemerahan
Januari [terjadinya] kerusakan kulit dan terasa gatal karena
2019 (misalnya, lesi, bula, ulserasi menggunakan popok
dan abrasi) Keluarga klien mengatakan
11.05 2. memberikan krim dan lotion iritasinya masih seperti
yang mengandung obat, kemarin
sesuai dengan kebutuhan
11.10 3. Memberikan kompres dingin O : warna kulit pada
untuk meringankan iritasi selangkangan berwarna merah
11.15 4. menginstruksikan pasien Kulit pada daerah
untuk mempertahankan selangkangan teraba hangat
potongan kuku dalam A : tujuan belum tercapai
keadaan pendek P : Lanjutkan intervensi no.
11.20 5. Menginstruksikan pasien 1. Lakukan pemeriksaan fisik
untuk menggunakan telapak untuk mengidentifikasi
tangan ketika menggosok [terjadinya] kerusakan kulit
area kulit yang luas atau (misalnya, lesi, bula,
cubit kulit dengan lembut ulserasi dan abrasi)
menggunakan area diantara 2. Berikan krim dan lotion
ibu jari dan telunjuk untuk yang mengandung obat,
mengurangi [rasa] gatal sesuai dengan kebutuhan
11.25 6. membersihkan dengan 3. Berikan kompres dingin
sabun antibakteri, dengan untuk meringankan iritasi
tepat 4. Instruksikan pasien untuk
11.30 7. Pakaikan pasien pakaian mempertahankan potongan
yang longgar kuku dalam keadaan pendek
11.35 8. Pakaikan popok yang 5. Instruksikan pasien untuk

78
longgar, dengan tepat menggunakan telapak
11.40 9. Monitor warna dan suhu tangan ketika menggosok
kulit area kulit yang luas atau
11.45 10. Memonitor kulit untuk cubit kulit dengan lembut
adanya ruam dan lecet menggunakan area diantara
11.50 11. Melakukan langkah-langkah ibu jari dan telunjuk untuk
untuk mencegah kerusakan mengurangi [rasa] gatal
lebih lanjut (misalnya, 6. Bersihkan dengan sabun
melapisi kasur, antibakteri, dengan tepat
menjadwalkan reposisi) 7. Pakaikan pasien pakaian
yang longgar
8. Pakaikan popok yang
longgar, dengan tepat
9. Monitor warna dan suhu
kulit
10.Monitor kulit untuk adanya
ruam dan lecet
11.Lakukan langkah-langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya,
melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
3. Kamis, 11.55 1. Menginstruksikan pasien S: Klien mengatakan kemarin
24 mengenai strategi untuk sudah mau berbaur dengan
Januari berlatih berperilaku asertif masyarakat di sekitar walaupun
2019 (misalnya, meminta , masih merasa malu dengan
mengatakan tidak untuk sekitarnya, klien mengatakan
permintaan yang tidak mulai membiasakaan dirinya
masuk akal, dan memulai untuk selalu berpikir positif
serta menutup pembicaraan) mengenai dirinya sendiri, klien
12.00 2. Membantu mengenali dan mengatakan merasa terhambat

79
mengurangi distori kognitif untuk memulai berbaur dengan
yang memblokir kemampuan masyarakat setempat
yang menunjukkan O: klien tampak di ajak bicara
[perilaku] asertif tidak merasa cemas atau pun
12.05 3. Memonitor tingkat mali, klien tanpak di ajak
kecemasan dan bicara tidak menundukan
ketidaknyamanaan yang kepalanya
berhubungan dengan A: Tujuan teratasi sebagian
perubahan perilaku P: Lanjutkan intervensi ke:
12.10 4. Menentukan apa hambatan 1. Menginstruksikan pasien
untuk bisa aserif (misalnya, mengenai strategi untuk
taha perkembangan, kondisi berlatih berperilaku asertif
medis atau kejiawaan kronis, (misalnya, meminta ,
dan [nilai-nilai] sosial mengatakan tidak untuk
perempuan permintaan yang tidak masuk
12.15 5. Memfasilitasi kesempatan akal, dan memulai serta
berlatih, menggunakan menutup pembicaraan)
diskusi,pemodelan dan 2. Membantu mengenali dan
bermain peran mengurangi distori kognitif
12.20 6. Mengidentifikasi dampak yang memblokir kemampuan
dari budaya pasien, agama, yang menunjukkan [perilaku]
ras, jenis kelamin, manusia asertif
terkait citra diri 3. Menentukan apa hambatan
12.25 7. Tentukan jika terdapat untuk bisa aserif (misalnya,
perasaan tidak suka terhadap taha perkembangan, kondisi
karakteristik fisik khusus medis atau kejiawaan kronis,
yang menciptakan disfungsi dan [nilai-nilai] sosial
paralisis sosial untuk remaja perempuan
dan kelompok dengan resiko 4. Memfasilitasi kesempatan
tinggi lain berlatih, menggunakan
12.30 8. Mengajarkan pada pasien diskusi,pemodelan dan

80
mengenai perubahan- bermain peran
perubahan normal yang 5. Mengidentifikasi dampak
sesuai terjadi dalam tubhnya dari budaya pasien, agama,
terkait dengan beberapa ras, jenis kelamin, manusia
tahap proses penuaan, terkait citra diri
dengan cara yabg tepat 6. Tentukan jika terdapat
12.35 9. Membantu pasien utnuk perasaan tidak suka terhadap
mengidentifikasi tindakan- karakteristik fisik khusus
tindakan yang akan yang menciptakan disfungsi
meningkatkan penampilan paralisis sosial untuk remaja
12.40 10. Memonitor frekuensi dari dan kelompok dengan resiko
pernyataan mengkritisi tinggi lain
12.45 11. Mengeksplorasi alas an 7. Mengajarkan pada pasien
pasien mengkritik diri mengenai perubahan-
12.50 12. Diskusikan konsekuensi dari perubahan normal yang
tidak mengatasi rasa sesuaiterjadi dalam tubhnya
bersalah dan malu terkait dengan beberapa
12.55 13. Membantu pasien dalam tahap proses penuaan, dengan
mengidentifikasi respon cara yabg tepat
positif dari orang lain 8. Membantu pasien utnuk
13.00 14. Mendukung kemampuan mengidentifikasi tindakan-
mengatasi situasi secara tindakan yang akan
berangsur-angsur meningkatkan penampilan
13.05 15. Memberikan penilain 9. Memonitor frekuensi dari
mengenai pemahaman pernyataan mengkritisi
pasien terhadap proses 10. Mengeksplorasi alas an
penyakit pasien mengkritik diri
13.10 16. Menentukan kepercayaan 11. Diskusikan
diri pasien dalam hal konsekuensi dari tidak
penilain diri mengatasi rasa bersalah dan
13.15 17. Mendukung pasien utnuk malu

81
mengevaluasi perilakunya 12. Menentukan
sendiri kepercayaan diri pasien
13.20 18. Memfasilitasi lingkungan dalam hal penilain diri
dan aktivitas-aktivitas yang 13. Mendukung pasien
akan meningkatkan hara diri utnuk mengevaluasi
13.25 19. Membantu pasien utnuk perilakunya sendiri
mengidentifikasi respon 14. Mengnjurkan kegaiatan
positif dari orang lain sosial dan masyarakat
13.30 20. Memonitor tingkat harga diri 15. Meningkatkan berbagi
dari waktu ke waktu, dengan masalah umum dengan orang
teratur lain
13.35 21. Mengnjurkan kegaiatan 16. Memberikan umpan
sosial dan masyarakat balik positif saat pasien
13.40 22. Meningkatkan berbagi [bersedia]menjangkau orang
masalah umum dengan lain
orang lain
13.45 23. Menganjurkan pasien untuk
mengubah lingkung, seperti
pergi ke luar untuk jalan-
jalan atau ke bioskop
13.50 24. Memberikan umpan balik
positif saat pasien
[bersedia]menjangkau orang
lain
13.55 25. Menganjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan-kegiatan khusus

82
Hari Ke 3
No Hari, Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx tanggal
1. Jumat, 08.00 1.Membantu pasien untuk S:
25 mengidentifikasi pola-pola - Klien mengatakan bahwa ia
Januari inkontinensia kadang-kadang bisa
2019 08.05 2. Membantu pasien ke toilet menahan BAK nya
dan dorong untuk - Klien mengatakan bahwa ia
mengosongkan [kandung mengikuti jadwalkan BAK
kemih] pada interval waktu di toilet
yang ditentukan - Klien mengatakan bahwa ia
08.10 3.Memonitor eliminasi urin, sudah mulai mengurangi
meliputi frekuensi, mengkonsumsi teh
konsistensi, bau, volume dan
warna urin O:
08.15 4. Membersihkan kulit sekitar - Klien tampak masih
area genetalia secara teratur menggunakan pampers
08.20 5. Membatasi intake cairan 2-3 - Klien tampak bisa menahan
jam sebelum tidur BAK dalam beberapa saat
08.25 6. Membatasi makanan yang - Warna BAK tampak
mengiritasi kandung kemih berwarna kuning bening
(misalnya, minuman bersoda, tidak bercampur darah
kopi, teh, dan coklat) - Klien tampak tidak
08.30 7. Memonitor integritas kulit mengkonsumsi minuman
pasien teh
08.35 8. Mengkaji kemampuan urgensi A : Tujuan tercapai
berkemih pasien “Kontinensi urin”di skala 2
08.40 9. Menginsruksikan pasien untuk (sering menunjukan) dan
menahan otot-otot sekitar “Eliminasi urin” di skala4
uretra dan anus, kemudian (sedikit terganggu)

83
relaksasi, seolah-olah ingin P : Hentikan Intervensi no.2, 6,
menahan buang air kecil atau 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19,
buang air besar 21
08.45 10. Menginstruksikan pasien
untuk dapat mencatat
inkontinensia yang terjadi
setiap harinya untuk melihat
perkembangannya
2. Jumat, 08.50 1. Melakukan pemeriksaan S : klien mengatakan
25 fisik untuk mengidentifikasi selangkangannya sudah agak
Januari [terjadinya] kerusakan kulit mendingan di bandingkan
2019 (misalnya, lesi, bula, ulserasi kemarin- kemarin
dan abrasi) O : warna kulit pada
08.55 2. memberikan krim dan lotion selangkangan masih berwarna
yang mengandung obat, merah tetapi sudah berkurang
sesuai dengan kebutuhan A : Tujuan tercapai
09.00 3. memberikan kompres P : Hentikan intervensi no.
dingin untuk meringankan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
iritasi
09.05 4. menginstruksikan pasien
untuk mempertahankan
potongan kuku dalam
keadaan pendek
09.10 5. Menginstruksikan pasien
untuk menggunakan telapak
tangan ketika menggosok
area kulit yang luas atau
cubit kulit dengan lembut
menggunakan area diantara
ibu jari dan telunjuk untuk
mengurangi [rasa] gatal

84
6. Membersihkan dengan sabun
09.15 antibakteri, dengan tepat
7. Pakaikan pasien pakaian
09.20 yang longgar
8. Pakaikan popok yang
09.25 longgar, dengan tepat
9. Memonitor warna dan suhu
09.30 kulit
10. Memonitor kulit untuk
09.35 adanya ruam dan lecet
11. Melakukan langkah-langkah
09.40 untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut (misalnya,
melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)
3. Jumat, 09.45 1. Menginstruksikan pasien S: Klien mengatakan saat ini
25 mengenai strategi untuk sudah terbiasa berbaur dengan
Januari berlatih berperilaku asertif orang lain , dan sudah bisa
2019 (misalnya, meminta , berkomunkasi dengan baik
mengatakan tidak untuk dengan oran lain, klien
permintaan yang tidak mengatakan sudah selalu
masuk akal, dan memulai berpikir positif mengenai
serta menutup pembicaraan) dirinya dan orang lain, klien
09.50 2. Membantu mengenali dan juga mengatakan sudah bisa
mengurangi distori kognitif membiasakan tidak marah
yang memblokir kemampuan tanpa sebab mengenai dirinya
yang menunjukkan sendiri
[perilaku] asertif O: Klien tampak ceria saat di
09.55 3. Memonitor tingkat ajak bicara, klien tampak tidak
kecemasan dan mendudukan kepalanya lagi
ketidaknyamanaan yang saat dijaka bicara, klien tampak

85
berhubungan dengan mampu bebaur dengan orang
perubahan perilaku lain
10.00 4. Menentukan apa hambatan A:Tujuan telah teratasi
untuk bisa aserif (misalnya, P: Hentikan intervensi
taha perkembangan, kondisi
medis atau kejiawaan kronis,
dan [nilai-nilai] sosial
perempuan
10.05 5. Memfasilitasi kesempatan
berlatih, menggunakan
diskusi,pemodelan dan
bermain peran
10.10 6. Mengidentifikasi dampak
dari budaya pasien, agama,
ras, jenis kelamin, manusia
terkait citra diri
10.15 7. Tentukan jika terdapat
perasaan tidak suka terhadap
karakteristik fisik khusus
yang menciptakan disfungsi
paralisis sosial untuk remaja
dan kelompok dengan resiko
tinggi lain
10.20 8. Mengajarkan pada pasien
mengenai perubahan-
perubahan normal yang
sesuaiterjadi dalam tubhnya
terkait dengan beberapa
tahap proses penuaan,
dengan cara yabg tepat
10.25 9. Membantu pasien utnuk

86
mengidentifikasi tindakan-
tindakan yang akan
meningkatkan penampilan
10.30 10. Memonitor frekuensi dari
pernyataan mengkritisi
10.35 11. Mengeksplorasi alas an
pasien mengkritik diri
10.40 12. Diskusikan konsekuensi dari
tidak mengatasi rasa
bersalah dan malu
10.45 13. Membantu pasien dalam
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
10.50 14. Mendukung kemampuan
mengatasi situasi secara
berangsur-angsur
10.55 15. Memberikan penilain
mengenai pemahaman
pasien terhadap proses
penyakit
11.00 16. Menentukan kepercayaan
diri pasien dalam hal
penilain diri
11.05 17. Mendukung pasien utnuk
mengevaluasi perilakunya
sendiri
18. Memfasilitasi lingkungan
dan aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan hara diri
19. Membantu pasien utnuk
mengidentifikasi respon

87
positif dari orang lain
20. Memonitor tingkat harga diri
dari waktu ke waktu, dengan
teratur
21. Mengnjurkan kegaiatan
sosial dan masyarakat
22. Meningkatkan berbagi
masalah umum dengan
orang lain
23. Menganjurkan pasien untuk
mengubah lingkung, seperti
pergi ke luar untuk jalan-
jalan atau ke bioskop
24. Memberikan umpan balik
positif saat pasien
[bersedia]menjangkau orang
lain
25. Menganjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan-kegiatan khusus

88
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap
ini, semua data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pada pasien dengan inkontinensia urin, ada beberapa
hal yang menjadi fokus pengakajian yaitu pola persepsi, nutrisi, pola
eliminasi, pola tidur, pola aktivitas, dan pola kognitif.
Pada pengkajian kasus diatas, terdapat beberapa faktor yang
mendukung kejadian inkontinensia urin yaitu penuaan terkait dengan
melemahnya otot sfingter, aktivitas pasien yang terganggu, dan lingkungan
rumah yang tidak kondusif seperti toilet jauh. Hal ini sesuai dengan teori yang
disampaikan Miller (2012) bahwa pada pasien dengan inkontinensi urin dapat
disebabkan karena proses penuaan seperti melemahnya otot sfingter
melemah, kondisi lingkungan seperti toilet yang jauh, keadaan fisik yang
tidak memungkinakan, seperti gangguan mobilisasi.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat
mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya.
Pada kasus diatas, berdasarkan pada hasil pengkajian yang sudah
didapatkan, ada beberapa diagnosa keperawatan dapat ditegakkan. Diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain yaitu sebagai berikut.
1. Inkontinensia urin dorongan
2. Kerusakan Integritas Kulit
3. Gangguan Citra Tubuh Situasional
4. Defisiensi pengetahuan
Diagnosa 1 dan 3sesuai dengan teori yang disampaikan Miller (2012), bahwa
beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus inkontinensia urin yaitu
ansietas, inkontinensia urin dorongan, gangguan citra tubuh, inkontinensia

89
urin stres, dan gangguan pola tidur. Disamping itu, diagnosa 2 dan 4
ditegakkan karena masalah tersebut ditemukan saat pengkajian dan
berdasarkan NANDA Internasional 2017.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi adalah perencaan keperawatan yang dibuat sebagai
pedoman tindakan pada tahap implementasi. Intervensi dalam proses
keperawatan dimulai setelah data terkumpul, dikelompokan, dianalisa, dan
ditetapkan masalah keperawatan. Intervensi disusun berdasarkan prioritas
masalah yang disesuaikan dengan kondisi klien. Setelah masalah ditentukan
berdasarkan priorotas, tujuan pelayanan keperawatan ditetapkan. Tujuan
bisa ditetapkan dalam jangka panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat
diukur, dan realistis. Ditegaskan dalam bentuk perubahan, kriteria hasil
sebagai alat ukur pencapaian tujuan yang mengacu pada tujuan yang
disusun pada rencana keperawatan, pada penyusunan kriteria hasil perawat
menyesuaikan dengan waktu pemberian perawatan yang dilakukan oleh
perawat yaitu selama 3 hari.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap keempat dari lima tahap proses
keperawatan. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Pada kasus diatas, tidak semua intervensi dilakukan. Hal ini karena
ada beberapa perencanaan yang memang tidak dibutuhkan oleh pasien.
Beberapa implementasi yang telah dilakukan sudah sesuai dengan teori yang
disampaikan Miller (2012), yaitu latihan otot dasar pelvis, latihan berkemih,
dan meningkatkan citra tubuh pasien. Untuk beberapa diagnosa intervensi
diberikan berdasarkan NIC.

4.5 Evaluasi

90
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut dalam pengumpulan data
subjektif dan data objektif yang akan menunjukan apakah tujuan asuhan
keperwatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagain, atau belum tercapai. Serta
menentuan masalah apa yang perlu dikaji, direncakan, dilaksanakan, dan
dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana
keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan
standar yang telah ditetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang perawat
lakukan pada Tn.H adalah melihat apakah masalah telah diatasi sesuai
dengan kriteria dan waktu yang telah ditetapkan.

91
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penuaan adalah proses perubahan yang terjadi diakibatkan oleh faktor
umur. Penuaan dapat menyebabkan perubahan baik secara biologis,
psikologis, maupun sosiologis. Pada penuaan terjadi perubahan secara
biologis termasuk system perkemihan, sepeti kelemahan otot spingter pada
lansia karena adanya penurunan kekuatan otot yang disebabkan karena
penuaan. Pengkajian yang dilakukan tidak hanya terakait fisik nya saja
tetapi juga psikologis dan sosiologis lansia yang mengalami kondisi seperti
di atas. Kondisi tersebut bisa saja menyebabkan lansia merasa malu dan
menarik diri dari lingkungannya, sehingga hal tersebut penting untuk dikaji.
Dalam menentukkan intervensi yang akan di berikan juga harus melibatkan
keluarga untuk membantu memberikan asuhan kepada lansia agar asuhan
yang diberikan dapat maksimal.

5.2 Saran
A. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan merupakan calon penerus perawat.
Diharapkan mahasiswa dapat mengambil peranan dalam membantu
mengatasi masalah yang dialami oleh lansia, seperti persepsi yang salah
terkait proses penuaan. Selain itu, mahasiswa diharapkan juga saat
berkerja nanti untuk menerapkan apa yang telah diajarkan di perguruan
tinggi seperti mencari evidence based terbaik yang dapat membantu
lansia dalam mengatasi masalahnya sehingga persepsi atau masalah
yang dialaminya berkurang.
B. Bagi Perawat
Perawat merupakan pemberi asuhan holistik atau menyeluruh.
Terkait dengan lansia yang mengalami banyak penurunan fungsi sistem
tubuh, diharapkan perawat untuk lebih terlibat dan peduli dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perawat juga diharapkan dapat

92
mebcari evidence based terbaik dalam memberikan asuhan keperawatan
sehingga dapat membantu masalah kesehatan lansia, sehingga lansia
dapat menerima perawatan yang efektif.
C. Bagi Masyarakat
Keluarga dan masyarakat diharapkan lebih peduli lagi terhadap
lansia. Seperti yang dijelaskan dalam makalah ini, lansia akan
mengalami begitu banyak penurunan fungsi sistem sehingga akan
sangat berisiko tinggi mengalami masalah-masalah kesehatan. Sebagai
keluarga kita harus bisa menghilangkan persepsi yang salah terkait
lansia, seperti inkontinensia urin yang dialami lansia merupakna hal
yang tidak dapat dihindarkan dari proses menua.

93
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan, Edisi 8, Editor Aklia Susila, Faqihani Ganiajri,
Peni Puji Lestari, dan Retno Wulan Arum Sari. Singapore: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Intervension Classification (NIC). St. Louis, Missouri: Elsevier.
Fourth Edition. USA: Cengage Learning.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Analisis Lansia di Indonesia.
Pusat Data dan Informasi.
Kurniasari, D. & Soesilowati, R. (2016). Pengaruh Antara Inkontinensia Urin
Terhadap Tingkat Depresi Wanita Lanjut Usia di Panti Wredha Catur
Nugroho Kaliori Banyumas. SAINTEKS. Vol. 13, No. 1.
Ladner & Delaune. (2011). Fundamentals of Nursing: Standards and Practice
Mauk, K. L. (2006). Gerontological Nursing Competencies for Care. Canada:
Jones and Bartlett Publishers.
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcome Classification (NOC): Measurement of Health Outcome. St.
Louis, Missouri: Elsevier
NANDA International. (2017). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification
2018-2020. Oxford: Wiley-Blakwell.
Rosdahl & Kowalski. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar, Edisi 10, Volume 5,
Alih Bahasa Setiawan dan Anastasia Onny Tampubolon. Jakarta: EGC.
Vidiastuti, Ernik. (2016). Gambaran Lansia dengan Inkontinensia Urne di Balai
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi Luhur Kasongan Bantul
Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

94
FORMAT PENILAIAN MAKALAH
Nama Mahasiswa/Kelompok : Kelompok 4
Kelas : A13.02
Tanggal Mengumpul : 29 Januari 2018
Judul Makalah : Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan
Penurunan Sistem Genitourinaria: Inkontinensia
Urin
Bobot x
Skor
No. Kriteria Bobot Skor
1 2 3 4
1. Tinjauan Teori 1
2. Tinjauan Kasus 2
3. Pembahasan 2
4. Implikasi dalam Ilmu Keperawatan 2
5. Kesimpulan 1
6. Daftar Pustaka 1
7. Kuantitas dan kualitas konsultasi 1
JUMLAH

Yogyakarta,
Dosen Penilai

(Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom)

95
FORMAT PENILAIAN PRESENTASI
(Kelompok)
Nama Kelompok : Kelompok 4
Nama Mahasiswa/NIM :
Kelas : A13.02
Tanggal Mengumpul :
Judul Presentasi : Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Penurunan
Sistem Genitourinaria: Inkontinensia Urin
Bobot x
Skor
No Kriteria Bobot Skor
1 2 3 4
1 Penggunaan Media 10
2 Teknik Presentasi 20
3 Penampilan Presentan 10
4 Tanya Jawab 15
5 Kemampuan Analisis 15
6 Kemampuan Menyimpulkan 10
7 Sikap 10
TOTAL

Yogyakarta,
Dosen Penilai

(Thomas Aquino Erjinyuare Amigo, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom)

96

Anda mungkin juga menyukai