Anda di halaman 1dari 13

Nama : Gusti Ayu Saraswati

NIM : 16130085
Kelas : A.13.2

SKENARIO TUTORIAL
“Mengapa Aku Berdarah”
Seorang perempuan usia 38 tahun G2P1A0 hamil 28 minggu masuk ke IGD dengan
keluhan tiba – tiba terjadi perdarahan pervaginam warna merah segar. Anamnese
perawat di IGD diperoleh data caesaria, saat ini perdarahan terjadi secara tiba-tiba
setelah bangun tidur, tidak ada nyeri abdomen, tidak ada kontraksi uterus. Riwayat
persalinan sebelumnya adalah sectio caesaria karena kala II lama. Dari pemeriksaan
dokter di UGD pasien dianjurkan dirawat dan dikonsulkan ke dokter Obgyn dan
dilakukan USG kandungan, dari USG diperoleh hasil plasenta menutup sebagian
serviks. Sebelum pasien diperiksa haemoglobin darah dan dipasang infus 16 tpm. Di
ruang rawat inap pasien dianjurkan bedrest.

I. Istilah – Istilah Sulit


1. G2P1A0 : Kehamilan ke 2, melahirkan satu kali, dan abortus 0.
2. Sectio Caesaria : suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding abdomen dan dinding uterus.
3. Perdarahan Pervaginam :perdarahan yang keluar melalui vagina.
4. Kala II : salah satu dari proses persalinan pervaginam dimana serviks telah
membuka lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
II. Rumusan Masalah
“Faktor – faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan kejadian plasenta previa”
III. Brainstorming
1. Apa yang menyebabkan perdarahan pervaginam?
2. Bagaiamana cara mengatasi plasenta yang menutupi sebagian serviks?
3. Mengapa pasien tidak merasa nyeri padahal terjadi perdarahan?
4. Apa yang menyebabkan pasien tidak mengalami kontraksi uterus?
5. Apa yang akan terjadi jika hasil USG terdapat plasenta yang menutup
serviks?
6. Apa yang harus dilakukan jika ada pasien seperti pada kasus?
7. Apakah faktor usia menjadi faktor risiko terjadinya plasenta previa?
8. Apakah riwayat caesaria menjadi faktor risiko terjadinya plasenta previa?
9. Apa yang menyebabkan kala II lama?
10. Apa dampak bagi janin jika plasenta previa tidak segera ditangani?

Jawaban
1. Perdarahan pada kasus plasenta previa terjadi karena pembesaran dari rahim
sehingga menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding
rahim. Fauziah, Siti & Sutejo, 2013)
Seiring dengan nertambahnya usia kandungan, leher rahim akan melebar
untuk membuka jalan bagi persalinan. Pada plasenta previa otot-otot di
bagian bawah rahim tidak setebal dan sekuat pada bagian rahim, maka
pembuluh darah pada rahim bagian bawah yang melebar akan menipis dan
pecah. Sehingga, dapat terjadi perdarahan.
2. Cara mengatasi plasenta previa yaitu sebagai berikut. (K., Icesmi Sukarni &
Margareth Z.H., 2013)
a. Koservatif
Tindakan konservatif dilakukan apabila kehamilan < 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak, Hb masih dalam batas normal.
Perawatan koservatif meliputi sebagai berikut.
1) Istirahat
2) Memberikan hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
3) Memberikan antibiotik bila ada indikasi
4) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan
perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien
dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan
segera dibawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama
b. Penanganan Aktif
Penanganan aktif dilakukan apabila perdarahan banyak tanpa
memandang usia kehamilan, usia kehamilan 37 minggu atau lebih, atau
janin meninggal.
Penanganan aktif yaitu meliputi sebagai berikut.
1) Persalinan per vagina
Cara ini dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh
darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). (K., Icesmi Sukarni
& Margareth Z.H., 2013)
2) Persalinan per abdominal
Persalinan per abdomen yang dimaksud adalah sectio
caesaria. Cara ini dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga
rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan, sectio
caesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering terjadi pada persalinan pervaginam. (K., Icesmi Sukarni &
Margareth Z.H., 2013)
c. Ekspektatif
Penanganan ekspektatif dilakukan bila janin masih kecil sehingga
kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif
tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan
sudah berhenti atau sedikit sekali.
Berikut beberapa penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan.
Sujiyatini, dkk., 2009)
a. Kaji kondisi fisik klien
b. Memberikan edukasi terkait penatalaksanaan di rumah sebelum dirujuk
yaitu dapat dilakukan dengan tirah baring total, tidak melakukan
senggama, menghindari peningkatan tekanan tongga perut, pemberian
cairan peroral.
c. Mengobservasi perdarahan
d. Memantau TTV
e. Pemeriksaan Hb
f. Transfusi darah jika tampak tanda-tanda anemia
g. Retutitasi Cairan
h. Berikan betamethason untuk pematangan paru-paru jika perlu dan jika
fetus masih prematur
i. Edukasi terkait usia produktif
j. Konseling KB
k. Edukasi waktu pemeriksaan Ante Natal Care
3. Pasien tidak merasa nyeri walaupun terjadi perdarahan karena tidak ada
kontraksi uterus. Tidak adanya kontraksi uterus ini disebabkan oleh adanya
segmen bawah rahim sehingga tidak dapat berkontraksi karena jaringan
ototnya sangat minimal. (Fauziah, Siti & Sutejo, 2012)
4. Tidak adanya kontraksi uterus ini disebabkan oleh adanya segmen bawah
rahim sehingga tidak dapat berkontraksi karena jaringan ototnya sangat
minimal. Selain itu, kontraksi uterus dapat terjadi jika usia kehamilan aterem
sebagai kompensasi bayi akan lahir. Disisi lain, kontraksi uterus juga dapat
terjadi sebagai kompensasi tubuh jika ada benda asing dalam uterus. (Fauziah,
Siti & Sutejo, 2012)
5. Beikut adalah hal-hal yang bisa terjadi jika plasenta menutupi uterus.
(Sujiyatini, dkk., 2009; K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
a. Perdarahan tanpa sebab berwarna merah segar dari jalan lahir berulang
tanpa disertai rasa nyeri
b. Syok pada ibu yang disebabkan oleh perdarahan hingga kematian
c. Anemia jika perdarahan banyak
d. IUFD akibat janin kekurangan nutrisi
e. Gangguan kongenital akibat perdarahan sehingga janin kekurangan
nutrisi
6. Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan. Sujiyatini, dkk., 2009)
a. Kaji kondisi fisik klien
b. Bedrest total
c. Retutitasi Cairan
d. Mengobservasi perdarahan
e. Memantau TTV
f. Pemeriksaan Hb
g. Transfusi darah jika tampak tanda-tanda anemia
l. Edukasi terkait usia produktif
m. Edukasi terkait hal yang dihindari untuk sementara seperti melakukan
hubungan seksual dengan suami
n. Konseling KB
o. Edukasi waktu pemeriksaan Ante Natal Care
7. Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya plasenta previa. Usia
optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan melahirkan adalah diantara 20–
35 tahun. Pada usia < 20 tahun organ reproduksi seorang wanita belum siap
untuk menerima kehamilan demikian juga dengan jaringan endometriumnya.
Ketidaksiapan jaringan endometrium inilah yang dapat mengakibatkan
jaringan placenta akan memperlebar diri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
janin, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.
Sementara itu, pada usia di atas 35 tahun ibu hamil berisiko terjadinya
placenta previa karena adanya kemunduran fungsi fisiologi dan reproduksi
secara umum dimana telah terjadi seklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
arteriole miometrium yang menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga endometrium menjadi kurang subur. Hal ini mengakibatkan
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat. (Trianingsih, dkk., 2015)
8. Placenta previa akan meningkat pada wanita yang sudah melakukan 2 kali
atau lebih operasi caesar. Melahirkan dengan operasi caesar adalah
melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus, sayatan inilah yang
dapat mengakibatkan parut di dalam rahim sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya placenta previa. Pada operasi caesar dilakukan
sayatan pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan perubahan
atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal tersebut
dapat menyebabkan aliran darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan
placenta tempat yang lebih luas dan endometrium yang masih baik untuk
berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Trianingsih, dkk., 2015)
9. Hal-hal yang dapat menyebabkan kala II lama yaitu sebagai berikut.
(Saifuddin, A.B., dkk., 2009)
a. His tidak adekuat
b. Pembukaan serviks lama
c. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks)
d. Kelelahan pada ibu
10. Dampak yang dapatditimbulkan pada janin yaitu sebagai berikut. (Sujiyatini,
dkk., 2009; K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
a. Bayi lahir prematur
b. Kelainan kongenital
c. IUFD
IV. Learning Objective
1. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya plasenta previa
2. Penatalaksanaan medis dan keperawatan pada plasenta previa
3. Komplikasi saat hamil dan pasca hamil bagi ibu dan janin
4. Edukasi pada ibu hamil yang mengalami plasenta previa
5. Pemeriksaan penunjang dan fisik pada plasenta previa
6. Patofisiologi plasenta previa
7. Manifestasi klinis plasenta previa
8. Diagnosa yang mungkin muncul pada plasenta previa
9. Definisi plasenta previria
10. Klasifikasi plasenta previa
V. Berbagi Hasil Belajar Mandiri
1. Berikut merupakan beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
terjadinya plasenta previa.
a. Usia
Usia optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan melahirkan
adalah diantara 20–35 tahun. Pada usia < 20 tahun organ reproduksi
seorang wanita belum siap untuk menerima kehamilan demikian juga
dengan jaringan endometriumnya. Ketidaksiapan jaringan endometrium
inilah yang dapat mengakibatkan jaringan placenta akan memperlebar
diri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin, sehingga menutupi seluruh
atau sebagian ostium uteri internum. Sementara itu, pada usia di atas 35
tahun ibu hamil berisiko terjadinya placenta previa karena adanya
kemunduran fungsi fisiologi dan reproduksi secara umum dimana telah
terjadi seklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
yang menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
endometrium menjadi kurang subur. Hal ini mengakibatkan plasenta
tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat. (Trianingsih, dkk., 2015)
b. Paritas
Plasenta previa 3 kali lebih sering terjadi pada wanita multipara
daripada primipara. Paritas lebih dari satu mempertinggi risiko terjadinya
placenta previa karena dalam kehamilan placenta mencari tempat yang
paling subur untuk berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus
merupakan tempat yang subur dan tempat favorit untuk placenta
berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya frekuensi kehamilan
kesuburan pada fundus akan semakin berkurang. Hal itu mengakibatkan
plasenta mencari tempat lain untuk berimplantasi dan cenderung ke
bagian bawah
rahim. (Trianingsih, dkk., 2015)
c. Riwayat Kuretase
Kuret atau kuretage merupakan tindakan medis untuk
mengeluarkan jaringan atau sisa jaringan dari dalam rahim dengan fungsi
diagnostik atau terapeutik. Riwayat kuretage juga merupakan faktor
risiko terjadinya placenta previa. Pada kuretage terutama yang
menggunakan sendok kuret (kuretage tajam) terdapat luka yang cukup
dalam pada dinding endometrium. Luka inilah yang mengakibatkan
gangguan vaskularisasi pada desidua sehingga kesuburan pada dinding
endometrium semakin berkurang. Dalam kehamilan placenta akan
berusaha mencukupi kebutuhan nutrisi janin, sehingga pada dinding
endometrium yang kurang subur placenta akan memperluas diri sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Trianingsih, dkk.,
2015)
d. Operasi Caesar
Placenta previa akan meningkat pada wanita yang sudah
melakukan 2 kali atau lebih operasi caesar. Melahirkan dengan operasi
caesar adalah melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus,
sayatan inilah yang dapat mengakibatkan parut di dalam rahim sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya placenta previa. Pada operasi
caesar dilakukan
sayatan pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan perubahan
atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal tersebut
dapat menyebabkan aliran darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan
placenta tempat yang lebih luas dan endometrium yang masih baik untuk
berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Trianingsih, dkk., 2015)
e. Riwayat Plasenta Previa Sebelumnnya
Ibu yang memiliki riwayat pacenta previa memiliki risiko 12 kali
lebih besar untuk mengalami placenta previa kembali. Apabila seorang
wanita telah mengalami placenta previa, kemungkinan sebesar 35%
kejadian tersebut akan berulang pada kehamilan berikutnya karena
jaringan endometrium sejak kehamilan sebelumnya memang sudah tidak
baik. (Trianingsih, dkk., 2015)
f. Riwayat Aborsi (Sujiyatini, dkk., 2009)
g. Kelainan Janin (Sujiyatini, dkk., 2009)
h. Leioma Uteri (Sujiyatini, dkk., 2009)
i. Kehamilan kembar (K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
j. Tumor pada rahim (K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
k. Korpus luteum bereaksi lambat (K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H.,
2013)
l. Adanya endometriosisi (K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
2. Berikut merupakan penatalaksanaan medis pada plasenta previa.
a. Koservatif
Tindakan konservatif dilakukan apabila kehamilan < 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak, Hb masih dalam batas normal.
Perawatan koservatif meliputi sebagai berikut.
5) Istirahat
6) Memberikan hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
7) Memberikan antibiotik bila ada indikasi
8) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan
perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien
dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan
segera dibawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama
b. Penanganan Aktif
Penanganan aktif dilakukan apabila perdarahan banyak tanpa
memandang usia kehamilan, usia kehamilan 37 minggu atau lebih, atau
janin meninggal.
Penanganan aktif yaitu meliputi sebagai berikut.
3) Persalinan per vagina
Cara ini dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada
plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh
darah yang terbuka (tamponade pada plasenta). (K., Icesmi Sukarni
& Margareth Z.H., 2013)
4) Persalinan per abdominal
Persalinan per abdomen yang dimaksud adalah sectio
caesaria. Cara ini dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga
rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan, sectio
caesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering terjadi pada persalinan pervaginam. (K., Icesmi Sukarni &
Margareth Z.H., 2013)
c. Ekspektatif
Penanganan ekspektatif dilakukan bila janin masih kecil sehingga
kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif
tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan
sudah berhenti atau sedikit sekali.
Berikut beberapa penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan.
Sujiyatini, dkk., 2009)
p. Kaji kondisi fisik klien
q. Memberikan edukasi terkait penatalaksanaan di rumah sebelum dirujuk
yaitu dapat dilakukan dengan tirah baring total, tidak melakukan
senggama, menghindari peningkatan tekanan tongga perut, pemberian
cairan peroral.
r. Mengobservasi perdarahan
s. Memantau TTV
t. Pemeriksaan Hb
u. Transfusi darah jika tampak tanda-tanda anemia
v. Retutitasi Cairan
w. Berikan betamethason untuk pematangan paru-paru jika perlu dan jika
fetus masih prematur
x. Edukasi terkait usia produktif
y. Konseling KB
z. Edukasi waktu pemeriksaan Ante Natal Care
3. Berikut adalah beberapa komplikasi dari plasenta previa saat hamil bagi ibu
dan janin. (Sujiyatini, dkk., 2009; K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H.,
2013)
a. Perdarahan
b. Syok
c. Anemia
d. Plasentitis
e. Endometris pasca persalinan
f. Infeksi
g. Trauma
h. IUFD
Berikut adalah beberapa komplikasi dari plasenta previa pasca melahirkan
bagi ibu dan janin. (Sujiyatini, dkk., 2009; K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H.,
2013)
a. Bayi lahir prematur
b. Infeksi
c. Kelainan Kongenital
d. Asfiksia berat
e. Prolaps tali pusar
4. Berikut merupakan beberapa edukasi yang dapat diberikan pada ibu hamil
yang mengalami plasenta previa. (Sujiyatini, dkk., 2009; Trianingsih, dkk.,
2015)
a. Penatalaksanaan di rumah sebelum dirujuk yaitu dapat dilakukan dengan
tirah baring total, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan
tekanan tongga perut, pemberian cairan peroral.
b. Edukasi terkait usia produktif
c. Konseling KB
d. Pemeriksaan Ante Natal Care
5. Berikut merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada ibu
hamil dengan plasenta previa. (K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013)
a. USG
b. CT Scan
c. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat melalui: radiografi,
radio sotop, ultrasonografi.
d. Pemeriksaan Hb, hematokrit, HCT, COT, Golongan Darah.
Berikut merupakan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada ibu
hamil dengan plasenta previa (Sujiyatini, dkk., 2009)
a. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul
b. Pemeriksaan inspekulo: perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
c. Pemeriksaan TTV
6. Patofisiologi terjadinya plasenta previa adalah sebagai berikut.
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan
20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serat
menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus
lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena perobekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
(Sujiyatini, dkk., 2009; K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H.)
7. Berikut beberapa manifestasi klinis plasenta previa. (Sujiyatini, dkk., 2009;
Saifuddin, Abdul Bari, dkk., 2009; Fadlun dan Achmad Feryanto, 2011; K.,
Icesmi Sukarni & Margareth Z.H., 2013; Moegni, Endy M. & Dwiana
Ocviyanti, 2016)
a. Perdarahan tanpa sebab berwarna merah segar dari jalan lahir berulang
tanpa disertai rasa nyeri.
b. Perdarahan biasanya terjadi saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
c. Anemia jika perdarahan banyak
d. Denyut jantung janin ada
e. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
f. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum masuk
pintu atas panggul atau ada kelainan letak.
g. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri ekternum.
8. Berikut beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada plasenta previa.
a. Risiko Perdarahan
b. Risiko syok
c. Risko Infeksi
d. Risiko ketidakseimbangan elektolit
e. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
f. Intoleransi aktivitas
g. Hambatan mobilitas fisik
h. Ansietas
i. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung
9. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (pembukaan jalan lahir). (Sujiyatini, dkk., 2009; Saifuddin, Abdul
Bari, dkk., 2009; Fadlun dan Achmad Feryanto, 2011; K., Icesmi Sukarni &
Margareth Z.H., 2013; Moegni, Endy M. & Dwiana Ocviyanti, 2016)
10. Plasenta previa dibagi dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut. (Sujiyatini, dkk.,
2009; Moegni, Endy M. & Dwiana Ocviyanti, 2016)
a. Plasenta previa totalis, merupakan plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum
b. Plasenta previa lateralis, merupakan keadaan dimana plasenta menutupi
sebagian dari ostium uteri internum.
c. Plasenta previa maeginalis, merupakan keadaan dimana tepi plasenta
berada tepat pada tepi ostium uteri internum.
d. Plasenta letak rendah, merupakan keadaan dimana plasenta berada 3 – 4
cm pada tepi ostium uteri internum.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir yaitu sebagai berikut. (Fadlun dan Achmad
Feryanto, 2011)
a. Plasenta previa totalis, yaitu suatu keadaan dimana jika os interna
serviks seluruhnya tertutupi oleh plasenta.
b. Plasenta previa lateralis, yaitu suatu keadaan dimana jika hanya
sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis, yaitu suatu keadaan dimana jika tepi
plasenta terletak di bagian os interna.
d. Plasenta letak rendah, yaitu suatu keadaan dimana jika plasenta terletak
pada segmen bawah uterus, tetapi tidak sampai menutupi pembukaan
jalan lahir.
VI. Kesimpulan
Selama hamil, ibu dapat mengalami gangguan-gangguan tertentu seperti
pada plasenta. Salah satu gangguan yang dapat terjadi selama kehamilan yaitu
plasenta previa. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (pembukaan jalan lahir). Palsenta previa ini diklasifikasikan
menjadi 4 yaitu Plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis, plasenta previa
marginalis, dan Plasenta letak rendah. Plasenta previa ini terjadi karena kualitas
endometrium yang kurang subur sehingga plasenta tumbuh pada bagian bawah
rahim atau plasenta tumbuh melebar dengan luas permukaan yang lebih besar
untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat. Beberapa faktor risiko terjadinya
plasenta previa adalah usia, paritas, riwayat kuretase, riwayat operasi caesaria,
kehamilan ganda, dan lain-lain. Pada plasenta previa awalnya tidak menunjukkan
gejala seperti tidak merasa nyeri dan ibu akan tahu bahwa ada gangguan pada
kehamilannya saat terjadi perdarahan. Apabila tidak segera ditangani dapat
berdampak buruk pada ibu dan bayi. Seperti, pada ibu dapat menimbulkan syok
hingga kematian, dan pada bayi dapat mengaibatkan IUFD atau gangguan
kongenital. Oleh karena itu, sangat penting bagi ibu hamil untuk melakukan
pemeriksaan rutin selama kehamilan. Disinilah peran tenaga kesehatan sangat
penting. Tenaga kesehatan harus mensosialisasikan bahwa pemeriksaan rutin
selama kehamilan sangat penting. Selain itu, pengetahuan terkait usia produktif,
dampak tidak melakukan KB, dampak melakukan operasi caesaria tanpa indikasi
yang tepat, dan lain-lain perlu disosialisasikan juga sehingga angka kematian ibu
dapat menurun.
VII. Daftar Pustaka
Anita, Wan. (2017). Hubungan Paritas dan Riwayat Sectio Cesarea dengan
Kejadian Placenta Previa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Journal
Endurance, Vol. 2, No. 1.
Fadlun & Achmad Feryanto. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Fauzuah, Siti & Sutejo. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Kehamilan
Vol. 1. Jakarta: Kencana.
K., Icesmi Sukarni & Margareth Z.H. (2013). Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Moegni, E. M. & Dwiana Ocviyanti. (2016). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Saifuddin, A. B., dkk. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sujiyatini, dkk. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Trianingsih, Indah, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada
Timbulnya Kejadian Placenta Previa. Jurnal Kedokteran Yarsi, Vol. 23,
No. 2.

Anda mungkin juga menyukai