Anda di halaman 1dari 7

A.

Seksio Cesarea

1. Pengertian Seksio Cesarea

a. Seksio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong. Seksio Cesarea adalah
suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Maryunani, 2014)

b. Seksio cesarea atau kelahiran sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut
(laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga
perut pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991 dalam Maryunani, 2014)

c. Seksio Cesarea adalah proses persalinan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu
(laparatomi) dan Rahim (histerektomi) untuk mengeluarkan bayi (Juditha dan Cynthia, 2009 dalam
Maryuani, 2014)

d. Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.

(Prawirohardjo, 2010)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seksio cesarea adalah suatu proses
persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram.

2. Jenis

Menurut Prawirohardjo (2010) Liu (2008) Oxorn dan Forte (2010) terdapat beberapa jenis seksio
cesarea, yaitu :

a. Seksio cesarea klasik : pembedahan secara Sanger. Insisi ini ditempatkan secara vertical di garis
tengah uterus. Indikasi penggunaanya meliputi :

1) Gestasi dini dengan perkembangan buruk pada segmen bawah

2) Jika akses ke segmen bawah terhalang oleh pelekatan ibroid uterus

3) Jika janin terimpaksi pada posisi tranversa

4) Pada keadaan segmen bawah vascular karena plasenta previa anterior

5) Jika ada karsinoma serviks

6) ika kecepatan sangat penting, contohnya setelah kematian ibu.

Kerugian :
1) Hemostasis lebih sulit dengan insisi vascular yang tebal

2) Pelekatan ke organ sekitarnya lebih mungkin

3) Plasenta anterior dapat ditemukan selama pemasukan

4) Penyembuhan terhambat karena involusi miometrial

5) Terdapat lebih besar risiko rupture uterus pada kehamilan berikutnya.

b. Seksio cesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen caesarean section).

c. Seksio cesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio histerektomi).


Pembedahan ini merupakan section caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus. Indikasi :

1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal

2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus placenta previa dan abruption placentae
tertentu

3) Plasenta accrete

4) Fibomyoma yang multiple dan luas

5) Pada kasus-kasus tertentu kanker serviks atau ovarium

6) Rutur uteri yang tidak dapat diperbaiki

7) Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid yang tidak dikehendaki demi alasan medis

8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus

9) Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah sehingga perdarahan tidak bias
dihentikan dengan pengiatan ligature.

d. Seksio cesarea ekstraperitoneal Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang sering
bersifat fatal.

3. Indikasi Seksio Cesarea


Indikasi seksio Cesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :

a. Indikasi mutlak

Indikasi ibu

1) Panggul sempit absolut

2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulasi

3) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.

4) Stenosis serviks/vagina.

5) Plasenta previa.

6) Disproporsi sefalopelvik.

7) Ruptura uteri membakat.

Indikasi janin

1) Kelainan letak.

2) Gawat janin

3) Prolapsus plasenta

4) Perkembangan bayi yang terlambat

5) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia.

b. Indikasi relatif

1) Riwayat seksio cesarea sebelumnya

2) Presentasi bokong

3) Distosia

4) Fetal distress

5) Preeklamsi berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes

6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

7) Gemeli, menurut Eastman, seksio cesarea dianjurkan :


a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu

b) Bila terjadi interlock

c) Distosia oleh karena tumor

d) UFD (Intra Uterine Fetal Death)

c. Indikasi Sosial

1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya

2) Wanita yang ingin seksio cesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau asfiksia selama
persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul

3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan.

4. Kontraindikasi

Menurut Rasjidi (2009) kontraindikasi dari seksio cesarea adalah:

a. Janin mati

b. Syok

c. Anemia berat

d. Kelainan kongenital berat

e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen

f. Minimnya fasilitas operasi seksio cesarea.

5. Patofisiologi Seksio Caesarea

Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan pada bagian perut dan rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor
ibu seperti panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal
dari janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terlambat,
mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklamsia. Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal
lebih banyak dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat
mempengaruhi tonus otot pada kandung kemi sehingga mengalami penurunan yang menyebabkan
gangguan eliminasi urin.

Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan terputusnya inkontinensia
jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin
dan prostaglandin. histamin dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi.
Rangsangan nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh ibu nifas dapat menimbulkan
masalah keperawatan defisit perawatan diri. Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan
munculnya risiko tinggi terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi apabila
tidak dilakukan perawatan luka yang baik.

7. Komplikasi

Komplikasi utama persalinan seksio cesarea adalah kerusakan organ-organ seperti vesika urinasia dan
uterus saat dilangsungkannya operasi, komplikasi anestesi, perdarahan, infeksi dan tromboemboli.
Kematian ibu lebih besar pada persalinan seksio cesarea dibandingkan persalinan pervagina (Rasjidi,
2019). Menurut Rasjidi (2019) takipneu sesaat pada bayi baru lahir lebih sering terjadi pada persalinan
seksio cesarea, dan kejadian trauma persalinan pun tidak dapat disingkirkan. Risiko jangka panjang yang
dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio plasenta, plasenta akreta dan ruptur uteri.
Sementara itu menurut Leveno (2019) menyatakan bahwa komplikasi pascaoperasi seksio sesaria
meningkatkan morbiditas ibu secara drastis dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Penyebab
utamanya adalah endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih, dan tromboembolisme. Infeksi
panggul dan infeksi luka operasi meningkat dan, meskipun jarang, dapat menyebabkan fasiitis
nekrotikans.

8. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :

a. Ruang Pemulihan

Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau dengan cermat jumlah
perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan
baik.

b. Pemberian Cairan Intravena

Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan yang tersembunyi didalam
uterus atau keduanya, sering menyebabkan perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada
sebenarnya. Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan
Ringer Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb rendah diiberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.

c. Tanda-Tanda Vital

Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah jam setelah 2 jam pertama
dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu
dievaluasi yaitu Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.

d. Analgesik

Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk mengurangi nyeri yang dirasakan.
Pemberian analgesik dapat berupa Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10-15mg
intramuskuler.

e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus

Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah operasi dilakukan. Sedangkan
untuk makanan padat dapat diberikan kurang lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami
komplikasi.

f. Pemeriksaan laboratorium

Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan. Pemeriksaan dilakukan lebih dini
apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang
mengarah ke hipovoemik.

g. Menyusui

Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien memutuskan untuk tidak menyusui,
dapat diberikan bebat untuk menopang payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.

h. Pencegahan infeksi pasca operasi

Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam dan tetap terjadi pada 20%
wanita walaupun telah diberikan antibiotik profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan
bahwa antibiotik dosis tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.

i. Mobilisasi

Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk.
Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan belajar uduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi sectio
caesarea
Wagiyo, Putrono. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, Intranatal, dan Bayi Baru Lahir Fisiologis dan
Patologis. Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET

Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea . Jurnal
Kesehatan, 8 (1), 90-99

Aizid, R (2011). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai