a. Pengertian
Menurut Wiknjosatro (2007) dalam Sumelung (2014), section
caesarea yaitu tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi dengan
melalui insisi pada dinding perut dan didnding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Istilah
Caesar berasal dari bahasa latin caedere pada abad pertengahan
yang artinya memeotong. Sedangkan seksio dalam bahasa latin seco
yang berarti memotong. Sehingga dapat didefinisikan sebagai
kelahiran janin melalui insisi pada dinding abdomen (Laparotomi) dan
dinding uterus (Histerotomi) dalam Cunningham, dkk (2014; h.568).
definisi ini tidak mencakup pada pengangkatan janin janin dari rongga
abdomen pada kasus rupture uterus atau pada kasus kehamilan
abdominal. Seksio caesaria merupakan tindakan melahirkan bayi
melalui insisi (membuat sayatan) di depan uterus (RN Lockhart dan
Saputra.2014; h.249).
b. Indikasi
Hal - hal lain yang dapat menjadi pertimbangan disarankannya bedah
cesarea antara lain (Purwoastuti dan Walyani, 2015; h.118):
1) Proses persalinan normal yang lama (kegagalan proses persalinan
normal)
2) Detak jantung janin melambat
3) Adanya kelelahan persalinan
4) Komplikasi pre-eklamsia
5) Sang ibu menderita herpes
6) Putusnya tali pusar
7) Risiko luka pada Rahim
8) Persalinan kembar (masih dalam kontroversi)
9) Sang bayi dalam posisi sungsang atau menyamping atau posisi
letak muka
10) Kegagalan persalinan dengan induksi
11) Kegagalan persalinan dengan alat bantu
12) Bayi besar (lebih dari 4200 gram)
13) Plasenta previa, placental abrution atau accrete
14) Kontraksi pada pinggul
15) Riwayat sectio cesarea
16) Cephalo pelvic disproportion (CPD) atau feto pelvic disproportion
(FPD)
17) Hidrosefalus pada janin
18) Ibu menderita hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi)
g. Pra-operatif
Rumah sakit harus memenuhi persyaratan fasilitas dan sumber daya
manusia yang mampu melayani tindakan seksio sesarea “darurat” dalam
waktu kuran dari 30 menit sejak diagnosis dibuat. Hal ini diperlukan dalam
keadaan gawat janin dan gawat ibu pada saat tertentu (Wiknjosastro,
2014 hal 439).
Bila Sectio Caesarea direncanakan, obat sedative dapat diberikan
pada waktu tidur malam hari sebelum operasi.Obat sedative, narkotika
atau obat penenang umumnya tidak diberikan sampai setelah bayi lahir.
Asupan oral dihentikan 8 jam sebelum pembedahan. Hematokrit diperiksa
ulang, demikian juga dengan uji Coombs indireck.Bila hasil coombs
positif, maka ketersediaan darah yang sesuai harus dipastikan.Antasida,
seperti bicitra 30 ml diberikan peroral tepat sebelum analgesia konduksi
atau induksi dengan anastesi umum untuk mengurangi resiko cedera
paru akibat aspirasi asam lambung.Kateter kandung kemih indwelling
dipasang.Jika rambut menutupi lapangan operasi, rambut harus digunting
atau dicukur pada hari operasi.Bila pencukuran dilakukan pada malam
sebelum operasi. Resiko terjadinya infeksi luka akan meningkat
(Cunningham, 2014 hal 584). Berikut ini perawatan pra-operatif menurut
Wiknjosastro, 2014 hal 439 - 440) :
Perawatan Pra-operatif
1) Persiapan kamar bedah
Pastikan bahwa :
a) Kamar bedah bersih (harus dibersihkan setiap selesai suatu
tindakan).
b) Kebutuhan bedah dan peralatan tersedia, termasuk oksigen dan
obat-obatan.
c) Peralatan gawat darurat tersedia dan dalam keadaan siap pakai.
d) Baju bedah, kain steril, sarung tangan, kasa, dan instrument
tersedia dalam keadaan steril dan belum kadaluarsa.
2) Persiapan pasien :
Terangkan prosedur yang akan dilakukan pada pasien. Jika pasien
tidak sadar, terangkan pada keluarganya. Dapatkan persetujuan
tindakan medik :
a) Bantu dan usahakan pasien dan keluarganya siap secara mental.
b) Cek kemungkinan alergi dan riwayat medik lain yang diperlukan.
c) Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik awal yang baik
merupakan langkah esensial setiap pembedahan.
d) Siapkan contoh darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan
golongan darah. Jika diperkirakan diperlukan, minta darah terlebih
dahulu.
e) Pemeriksaan laboratorium diperlukan disesuaikan dengan
kebutuhan. Apabila umur semakin tua diperlukan EKG dan foto
toraks.
f) Cuci dan bersihkan lapangan insisi dengan sabun dan air.
g) Lepaskan semua perhiasan.
h) Janganlah mencukur rambut pubis karena hal ini dapat menambah
resiko infeksi luka.
i) Rambut ubis hanya dipotong atau dipendekkan kalau diperlukan.
j) Pantau dan catat tanda vital (tekanan darah, nadi , pernafasan, suhu).
k) Berikan pramedikasi yang sesuai.
l) Berikan antacid untuk mengurangi keasaman lambung (sodium sitrat
0,3% atau Mg trisilikat 300 mg). sebaiknya pasien harus puasa 4 jam
sebelumnya. Sedangkan asupan oral dihentikan sedikitnya 8 jam
sebelum pembedahan (Cunningham, 2014 hal 584).
m) Pasang kateter dan monitor pengeluaran urin.
n) Pastikan semua informasi sudah disampaikan apda seluruh tim bedah.
baik dokter Obgin maupun dokter anastesi sudah memeriksa keadaan
pasien sebelum operasi
h. Post operasi
(1) Perawatan awal
Letakkan pasien dalam posisi untuk pemulihan :
a)Tidur miring dengan kepala agak ekstensi untuk membebaskan
jalan nafas.
b)Letakkan lengan atas dimuka tubuh agar mudah melakukan
pemeriksaan tekanan darah
c)Tungkai bawah agak tertekuk, bagian atas lebih tertekuk dari pada
bagian bawah untuk menjaga keseimbangan.
Segera setelah selesai pembedahan periksa kondisi pasien :
a) Cek tanda vital dan suhu tubuh setiap 15 menit selama jam
pertama, kemudian tiap 30 menit pada jam selanjutnya.
b) Periksa tingkat kesadaran setiap 15 menit selama jam pertama.
c) Cek kontraksi uterus jangan sampai lembek.
Catatan : pastikan ibu tersebut dibawah pengawasan sampai ia sadar;
yakinkan bahwa jalan nafas bersih dan cukup ventilasi, transfuse jika
diperlukan, jika tanda vital tidak stabil dan hematokrit turun walau diberi
transfuse, segera kembalikan ke kamar bedah karena kemungkinan
terjadi perdarahan pasca bedah (Wiknjosastro, 2014 hal 444).
(2) Analgesia
a) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
b) Pemberian sedasi yang berlebihan akan menghambat mobilitas
yang diperlukan pasca bedah.
Analgesia yang diberikan : Supositoria ketokrofen 2 kali/12 jam tau
tramadol; oral: tramadol tiap 6 jam atau parasetamol; injeksi: petidin 50-
75 mg diberikan tiap 6 jam bila perlu. Bila pasien sudah sadar,
perdarahan minimal, tekanan darah baik stabil, urin > 30 cc/jam, pasien
bisa kembali ke ruangan (Wiknjosastro,2014; h. 444).
Perawatan lanjutan
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital tiap 4 jam, kontraksi uterus,
dan perdarahan (Wiknjosastro,2014; h.444).
(1) Terapi cairan dan diets
Masa nifas ditandai dengan ekskresi cairan yang tertahan selama
kehamilan.Lebih lanjut, pada pelahiran Caesar tipikal, tidak dijumpai
sekuestrasi bermakna cairan ekstrasel dalam dinding usus dan lumen,
kecuali bila usus dipisahkan dari lapangan operasi atau timbul
peritonitis.Karena itu, wanita yang menjalani pelahiran sesar jarang
mengalami sekuentrasi cairan dalam ruang ketiga. Sebaliknya, pasien
memulai pembedahan secara normal dengan volume ekstravaskular
berlebih yang fisiologis selama kehamilan dan akan dimobilisasi dan di
eksresikan setelah pelahiran. Karena itu, volume cairan intravena yang
besar selama dan setelah operasi tidak diperlukan untuk mengganti
sekuentrasi cairan ekstra sel.sebagai generalisasi, 3 L cairan harus
terbukti adekuat selama 24 jam pertama setelah pembedahan. Namun,
bila keluaran urin turun dibawah 30 mL/jam, pasien harus segera di
evaluasi ulang.Penyebab oliguria dapat berkisar dari kehilangan darah
yang tidak diketahui hingga efek antidiuretik dari infus oksitosin.
Pengecualian dari pola mobilisasi cairan tipikal ini adalah konstriksi
kompartemen cairan ekstrasel yang patologis dari pre-eklampsia berat,
muntah, demam, persalinan lama tanpa asupan cairan adekat, kehlan
darah signifikan, atau sepsis (Cunningham, 2014; h.586).
(2) Laboratorium
Hematokrit rutin diperiksa pada pagi hari setelah operasi. Pemeriksaan
dilakukan lebih dini jika terdapat kehilangan darah yang tidak lazim atau
oliguria atau tanda lain yang mengarah hipovolemia. Apabila nilai
hematokrit menurun secara bermakna dari nilai pra-operasi, pemeriksaan
diulang dan dilakukan pencarian untuk mengidentifikasi penyebab
penurunan tersebut. Jika nilai hemaktokrit stabil, pasien diperbolehkan
ambulansi, dan bila terjadi sedikit kemungkinan kehilangan darah yang
lanjut, terapi zat besi lebih dipilih dari pada transfuse (Cunningham, 2014;
h. 587)
(3) Mobilisasi
Pasien telah dapat menggerakkan kaki dan tangan serta tubuhnya
sedikit, kemudian dapat duduk pada jam 8-12 (bila taka da kontraindikasi
dari anastesi). Ia dapat berjalan bila mampu pada 24 jam pasca bedah,
bahkan mandi sendiri pada hari ke dua (Wiknjosastro,2014; h.444).
(4) Fungsi gastrointestinal
Pada kasus-kasus tanpa komplikasi, makanan padat dapat diberikan
dalam waktu 8 jam setelah operasi (Bar,2008 dalam Cunningham,2014;
h.586). Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetric yang tindakannya
tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam
(Wiknjosastro, 2014; h.445).
a) Jika tindakan bedah tidak berat, berikan pasien diet cair. Misalnya
6-8 jam pasca bedah dengan anastesi spiral, infus dan keteter
dapat dilepas.
b) Jika ada tanda infeksi, atau jika seksio sesarea karena partus
macet atau ruptura uteri, tuggu sampai bising usus timbul.
c) Jika peristaltic baik dan pasien bisa flatus mulai berikan makanan
padat.
d) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan
baik.
e) Berikan pada 24 jam I pada sekitar 2 liter cairan dengan monitor
produksi urin tidak kurang dari 30 ml/jam. Bila kurang
kemungkinan ada kehilangan darah yang tidak kelihatan atau efek
antidiuretic dari oksitisin.
f) Jika pemberian infus melebihi 48 jam, berikan cairan elektrolit
untuk balans (misalnya kalium klorida 40 mEq dalam 1/cairan
infus).
g) Sebelum keluar dari rumah sakit, pasien sudah ahrus bisa makan
makanan biasa (Wiknjosastro, 2014; h. 445).
(5) Pembalut dan perawatan luka
Penutup atau pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan
pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan yang dikenal
dengan reepitelisasi. Pertahankan penutup luka ini selama hari pertama
setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses reepitelisasi
berlangsung (Wiknjosastro, 2014; h.445).
Jika pada pembalut luka terdapat perdarahan sedikit atau keluar
cairan tidak telalu banyak, jangan mengganti pembalut : perkuat
pembalutnya; pantau keluar cairan dan darah; jika perdarahan tetap
bertambah atau sudah membasahi setengah atau lebih dari pembalutnya,
buka pembalutya, inspeksi luka, atasi penyebabnya, dan ganti dengan
pembalut baru (Wiknjosastro, 2014; h. 445). Jika pembalut agak kendor,
jangan ganti pembalut tetapi diplester untuk mengencangkan. Ganti
pembalut dengan cara yang steril. Luka harus dijaga tetap kering dan
bersih, tidak boleh terdapat bukti infeksi atauseroma sampai ibu
diperbolehkan pulang dari rumah sakit (Wiknjosastro, 2014; h. 445).
Insisi diinspeksi setiap hari, dan jahitan atau klip pada kulit dapat
diangkat pada hari keempat setelah operasi. Namun, jika khawatir akan
pelepasan luka superfisial, misalnya pada pasien yang gemuk, benang
atau klip harus dipertahankan selama 7 hingga 10 hari. Pada hari ke tiga
pascapartum, mandi tidak berbahaya terhadap luka insisi (Cunningham,
2014;h. 587).
(1) Perawatan fungsi kandung kemih
Kateter kandung kemih paling sering dapat dilepas dalam waktu 12
jam pasca operasi atau supaya lebih nyaman, dilepas pada pagi hari
setelah operasi (Cunningham, 2014;h.587). Pemakaian kateter
dibutuhkan pada prosedur bedah.semakin cepat melepas kateter akan
lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan membuat peremuan lebih
cepat mobilisasi (Wiknjosastro, 2014;h. 446).
a) Jika uri jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah atau sesudah
semalam.
b) Jika urine tidak jernih, biarkan kateter dipasang sampai urine
jernih.
c) Kateter dipakai 48 jam pada kasus : bedah karena rupture uteri;
partus lama atau partus macet; edema peritoneum yang luas;
sepsis puerperalis/pelvio peritonitis.
Catatan : pastikan urin jernih apda saat melepas kateter.
d) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih pasang kateter sampai
minimum 7 hari, atau urin jernih.
e) Jika sudah tidak memakai antibiotika, berikan nitrofurantoin 100
mg per oral per hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah
sistitis), (Wiknjosastro, 2014; h.446).
(7) Antibiotika
Jika ada tanda infeksi atau pasien demam, berikan antibiotika sampai
bebas demam selama 48 jam (Wiknjosastro, 2014;h.446).
(8) Melepas jahitan
Jahitan fasia merupakan hal utama pada pembedaha abdomen.
Melepas jahitan kulit 5 hari setelah hari bedah pada penjahitan dengan
sutera, (Wiknjosastro, 2014; h.446).
(1) Demam
Suhu yang melebihi 38°C pesca pembedahan hari ke-2 harus dicari
penyebabnya. Yakinkan pasien tidak panas minimum 24 jam sebelum
keluar dari rumah sakit (Wiknjosastro, 2014; h.446).
(10) Ambulansi
Ambulansi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam,
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal. Dorong unruk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin,biasanya
dalam waktu 24 jam (Wiknjosastro, 2014; h.446). Pada sebagian besar
kasus, sehari setelah operasi, pasien harus bangun dari tempat tidur
dengan bantuan sekurang-kurangnya dua kali untuk berjalan. Ambulansi
dapat dijadwalkan sehingga pemberian obat analgesic akan mengurangi
ketidaknyamanan. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan tanpa
bantuan.Ambulansi dini menurunkan resiko trombosisi vena dan emboli
paru (Cunningham, 2014; h.586).
(11) Perawatan gabung
Pasien dapat dirawat gabung dengan bayi dan memberikan ASI dalam
posisi tidur atau duduk (Wiknjosastro, 2014; h.446).
(12) Perawatan payudara
Menyusui dapat dimulai pada hari operasi. Apabila pasien memilih
untuk tidak meyusui, pengikat yang menopang payudara tanpa kompresi
yang kuat akan mengurangi ketidaknyamanan pasien (Cunningham,
2014; h.586).
(13) Memulangkan pasien
a) 2 hari pasca secsio sesarea berencana tanpa komplikasi.
b) Perawatan 3-4 hari cukup untuk pasien. Berikan instruksi
mengenai perawatan luka (mengganti kasa) dan keterangan
tertulis mengenai teknik pembedahan.
c) Pasien diminta datang untuk kontrol 7 hari pasien pulang.
d) Pasien perlu segera datang bila terdapat perdarahan, demam, dan
nyeri perut berlebihan (Wiknjosastro, 2014;h.447).