Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah rangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pelepasan dan pengeluaran plasenta serta selaput janin dari
tubuh ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan atau setelah kehamilan 37 minggu dan disertai
adanya penyulit. Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus
yang teratur dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. (Intan
Kumalasari, 2015: 97)
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Nanda, 2015: 108 Jilid 3)
Berdasarkan suvey WHO (World Health Organisation) tahun
2004-2008 di tiga benua, yakni Amerika latin, Afrika, dan Asia
dilaporkan bahwa angka persalinan section caesarea mencapai 25,7%,
mulai angka terendah di Angola 2,3% Sampai angka tertinggi 46,2 di
Cina. Angka persalinan section caesarea tanpa indikasi medis di 23
dalam 3 benua tersebut adalah ,01-2,10% (Purnama, 2013)
Di indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar juga terus
meningkat baik dirumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit
swasta. Menurut data survey demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI) menunjukan terjadi kecenderunagn peningkatan operasi sesar
di Indonesia dari tahun 1971 sampai 2007 yaitu 1,3-6,8 persen.
Persalinan sesar di kota jau lebih tinggi dibandingkan di desa yaitu 11
persen dibandingkan 3,9 persen. Hasil riskerdas tahun 2013
menunjukan kelahiran dengan metode operasi sesar sebesar 9,8 persen
total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013,
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%), dan terendah di
Sulawesi tenggara (3,3%).
Persalinan dengan section caesarea di RSUD Cianjur dilakukan
dengan beberapa indikasi, baik dari faktor ibu maupun dari faktor bayi.
Faktor ibu diantaranya riwayat section caesarea, ketuban pecah dini,
induksi gagal atau post matur. Faktor janin sebagian besar disebabkan
karena presentasi bokong, kelainan letak janin, kelainan plasenta, baik
plasenta previa maupun solusio plasenta. Bayi yang dilahirkan dengan
proes persalinan section caesarea tidak langsung dirawat gabung
dengan ibu, melankan dimonitoring diruang perinatologi sampai
dengan dinyatakan layak untuk dilakukan rawat gabung. Selama bayi
berada diruang monitoring tidak diberikan susu selain ASI. Setelah
bayi dan ibunya ditempatkan diruang yang sama bayi dengan segera
diberikan ASI oleh ibunya. Dan ibu harus segera diberikan pijat
oksitosin guna mempercepat produksi kolostrum.
World health organization (WHO) merekomendasikan agar bayi
baru lahir mendapat ASI Esklusif selama 6 bulan, sebab ASI adalah
nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai
untk pertumbuhan optimal. UNICEF menegaskan bahwa bayi yang di
beri susu formua memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan
pertama kelahirannya. Dan kemungkinan bayi yang diberi susu
formula memninggal dunia adalah 25 kali lebih tinggi daripada bayi
yang disusui oleh ibunya secara esklusif (Mardiyaningsih, 2011).
Operasi sectio caesarea mempunyai dampak tersendiri pada ibu
antara lain seperti dilakukan tindakan anastesi yang membuat
mobilisasi terganggu dan adanya tromboemboli. Aktifitas terganggu
dan inisiasi menyusui dini juga dapat terganggu. Terganggunya IMD
atau inisiasi menyusui dini dapat menjadi masalah pada proses
menyusui serta pengeluaran kolostrum pada ibu. Penelitian yang
dilakukan menunjukan bahwa tidak melakukan IMD pada bayi dapat
mengakibatkan produksi ASI menurun karena tidak terangsang oleh
bayi, dan juga dapat berpengaruh pada hormon oksitosin dan prolaktin.
Sedangkan kedua hormon tersebut berperan penting dalam produsi
ASI. Oksitosin dapat diperoleh dengan cara pemijatan oksitosin yang
merangsang keluarnya hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu
sendiri bisa terlihat reaksinya setelah 6 sampai 12 jam setelah
pemijatan.
Keadaan lain yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu adalah
penggunaan obat-obatan saat dilakukan operasi section caesarea. Obat-
obatan yang dipakai saat operasi digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri. Nyeri yang ditimbulkan akibat operasi section caesarea
mempengaruhi ibu dalam memberikan perawatan pada bayi, sehingga
dapat menyebabkan ibu menunda untuk menyusui dan terjadilah
ketidaklancaran produksi ASI (Purnama, 2013)
Pijat Oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat ASI adalah pemijatan pada
sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-
keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolakstin
dan oksitosin setelah melahirkan. . (Anik Puji Rahayu, 2016: 148)
Pijat Oksitosin sering dilakukan dalam rangka meningkatkan
ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin, ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down
manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu,
mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,
merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi
ASI ketika ibu dan bayi sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016: 148)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengaplikasikan pemberian “Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran
Kolostrum Pada Ibu Post Sectio Caesarea” di Ruang Delima RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah peneliti adalah
bagaimana “Aplikasi Pijat Oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum
pada ibu post sectio caesarea”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan peneliti untuk mengaplikasikan pemberian pijat
oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio
caesarea.
2. Tujuan Khusus
a. Peneliti mampu melakukan pengkajian pada ibu post sectio
caesarea..
b. Peneliti mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada ibu
post sectio caesarea.
c. Peneliti mampu merumuskan intervensi pada ibu post sectio
caesarea.
d. Peneliti mampu merumuskan implementasi keperawatan pada
ibu post sectio caesarea.
e. Peneliti mampu mengaplikasikan pijat oksitosin terhadap
pengeluaran kolotrum pada ibu post sectio caesarea.
f. Peneliti mampu menganalisa aplikasi dari pijat oksitosin
terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teori
Diharapkan semoga proposal ini bisa memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu dan praktik keperawatan maternitas,
khususnya mengenai asuhan keperawatan post sectio caesarea.
2. Manfaat praktis
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien
post sectio caesarea
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sectio Caesraea


1. Pengertian
Sectio caesarea adalah cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
(Nanda, 2015:108. Jilid 3)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau
suatu histeretomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Padila,
2015:182)

2. Jenis-jenis sectio caesarea


a. Sectio caesarea abdomen (Sectio caesarea transperitonealis.)
1) Sectio Caesarea klasik atau corporal ( dengan insisi
memanjang pada corpus uteri) dilakukan dengan membuat
sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin dengan cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik.
c) Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena


tidak ada reperitonealis yang baik.
b) Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi
rupture uteri spontan.
2) Sectio iskemia atau profundal (Low servical dengan insisi
pad segmen bawah rahim) dilakukan dengan melakukan
sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servikal transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan repetonealisasi yang baik.
c) Perdarahan tidak begitu banyak
d) Kemungkinan ruture uteri pontan berkurang atau kecil

Kekurangan :

a) Luka dapat melebar ke kiri, akan dan bawah sehingga


dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak.
b) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
(Padila, 2015:183)
b. Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaraea dapat
dilakukan sebagai berikut
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menuru kroning.
2) Sayatan melintang (transversal) menurut kerr.
3) Sayatan huruf T (T-Incision)
c. Sectio caesarea klasik (corporsal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira sepanjang 10 cm, tetapi saat ini teknik ini jarang
dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun pada
kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak
perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
d. Sectio caesarea iskimia (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical tranfersal) kira-kira
sepanjang 10 cm. (Nanda, 2015:108. Jilid 3)
3. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua
disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang
buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, solusio plasenta tingkatI-II, komplikasi
kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan ,
kehamilan yang disertai penyakit (jantung atau DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan
sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi
kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,
kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi. (Nanda.
2015: 108. Jilid 3)

4. Penatalaksanaan
a. Perawatan setelah post operasi diantaranya adalah :
1) Pembalutan luka (wound dressing) dengan baik
Dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
betadine) lalu ditutup dengan kain pentup luka
2) Pemberian cairan
5-10 , gram fisiologis dan RL secara bergantian, 20 tts/mnt
3) Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah pasien flatus.
Minuman yang diberikan air putih atau air teh. Makanan
yang diberikan dari bubur saring, minuman air buah dan
susu, selanjutnya secara bertahap bubur dan makanan biasa.
4) Kateterelisasi
5) Obat-obatan
a) Antibiotik, kemoterapi dan antiinflamasi
b) Obat-obat pencegah perut kembung:flasil perimpuran
c) Obat anti nyeri : petsidin 100-150 mg atau morfin 10-15
mg
d) Tranfusi darah apabila penderita anemia
b. Perawatan rutin
Pemeriksaan dan pengukuran, yang dikur adalah :
1) Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu
2) Jumlah cairan masuk dan keluar (urin) dilakukan
pemeriksaan dan pengukuran setiap 4 jam sekali.
c. Selain itu, setelah melahirkan ibu membutuhkan perawatan yang
intensif untuk pemulihan kondisinya setelah proses persalinan
yang melelahkan. Dimana perawatan post partum meliputi :
1) Mobilisasi Dini
Karena lelah sehabis melahirkan, ibu harus istirahat tidur
telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan
duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari ketiga atau kelima
sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi tersebut memiliki
variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan
sembuhnya luka-luka.
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan
pengeluaran lochia, mengurangi infeksi purperium,
mempercepat infolusinalat kandungan, melancarkan fungsi
alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan
kelancaran peredaran darah sehingga memepercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Padila:2015:56)
2) Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan
untuk menyusui bayi nya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau
menyusui bayi nya karena sangat berguna untuk kesehatan
bayi. Dan segera setelah lahir ibu sebaiknya menyusui
bayinya karena dapat membantu proes involusi serta
kolostrum mengandung zat antibodi yang berguna untuk
kekebalan tubuh bayi. (Padila, 2015:56)
3) Miksi
BAK secara sepontan sudah harus dapat dilakukan dala 8
jam post partum. Kadang-kadang wanita sulit BAK, karena
spingter uretra mengalami tekanan oleh kepala janin dan
spasme oleh iritasi musculus spingter anus selama
persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit BAK
sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4) Defekasi
BAB harus terjadi 2-3 hari post partum. Bila belum terjadi
dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat
laksans peroral atau perektal atau bila belum berhasil
lakukan klisma.. (Padila, 2015:56)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Dongoes (2006) tahap dalam pembentukan asuhan
keperawatan meliputi :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya (Rohman dan Walid, 2012)
a. Identitas klien
1) Identitas klien meliputi : Nama, usia, status perkawinan,
pekerjaan, agama, pendidikan suku, bahasa yang digunakan,
sumber biaya, tanggal masuk rumah sakit dan jam, tanggal
pengkajian alamat rumah,
2) Identitas suami meliputi : Nama suami, usia, pekerjaan,
agama, pendidikan, dan suku.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan.
Data yang perlu dikaji antara lain. Keluhan utama saat
masuk rumah sakit, faltor-faktor yang mempengaruhi,
adapun yang berkaitan dengan diagnosa yang perlu dikaji
adalah peningkatan tekanan darah, eliminasi, mual dan
muntah, penambahan berat badan, edema, pusing, sakit
kepala, diplopia, nyeri epigastrik.
2) Riwayat kehamilan
Informasi yang dibutuhkan adalah para dan gravida,
kehamilan yang di rencanakan, masalah saat hamil atau Ante
Natal Care (ANC) dan imunisasi yang diberikan selama ibu
hamil.
3) Riwayat melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya
persalinan, posisi partus, tipe melahirkan, analgetik, masalah
selama melahirkan jahita perinieum dan perdarahan.

2. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Segera setelah melahirkan, banyak wanita yang mengalami
penigkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik, yang
kembali secara spontan kana darah sebelum hamil selama
beberapa hari ptugas kesehatan bertanggung jawab mengkaji
resiko preeklamsi pascapartum, komplikasi yang relatif jarang,
tetapi serius, jika peningkatan tekanan darah signifikan.
b. Suhu
Suhu maternal kembali dari suhu yang sedikit meningkat selama
periode inpartum dan stabil dalam 24 jam pertama pasca partum.
Perhatikan adanya kenaikan suhu sampai 38 derajat pada hari
kedua sampai hari kesepuluh yang menunjukan adanya
mordibitas puerperalis.
c. Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali
normal selama beberapa jam pertama postpartum. Hemoragi,
demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat
mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100
selama puerperium, hal tersebut dianggap abnormal dan
mungkin menunjukan adanya infeksi atau hemoragi
pascapartum lambat.
d. Pernapasan
Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama
jam pertama pascapartm. Nafas pendek, cepat, atau perubahan
lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti
kelebihan cairan, seperti eksaserbasi asma, dan emboli paru.
e. Kepala dan leher
Periksa ekpressi wajah dan leher, adanya oedema, sklera dan
konjungtiva mata, mukosa mulut, adanya pembesaran limfe,
pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis.
f. Dada dan payudara
Auskultasi jantung dan paru-paru sesuai indikasi keluhan ibu,
atau perubahan nyata pada penampilan atau tanda-tanda vital.
Pengkajian payudara periode awal pascapartum meliputi
penampilan. Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit,
keadaan areola dan ontegrasi puting, posisi bay, pada payudara,
adanya kolostrum, apakah payudara terisi ASI, kepenuhan atau
pembengkakan, benjolan, nyeri, dan adanya sumbatan ductus,
perabaan kelenjar getah bening di ketiak.
g. Abdomen dan Uterus
Evaluasi abdomen terhadap involusi uterus, teraba lembut.
Untuk involusi uterus periksa kontraksi uterus, konsistensi keras
atau lunak.
h. Genitalia
Pengkajian perinieum terhadap memar, oedema, hematoma,
penyembuhan setiap jahitan, inflamasi. Pemeriksaan tipe,
kuatitas dan bau lokhea. Pemeriksaan abus terhadap adanya
hemoroid.
i. Ekstreminitas
Pemeriksaan ekstreminitas terhadap adanya oedema, nyeri tekan
atau panas pada betis dan lengan.

3. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
b. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, efek progesteone
c. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keuar.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal
dan psikologis, nyeri/ketidaknyamanan proes kehamlan, dan
kelahiran melelahkan.
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruktif jalan nafas, mokus jumlah berlebihan, jalan nafas
alergik 9respon oobat anastesi).

4. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
berupa manajemen pengurangan nyeri selama 30 detik dalam
2x24 jam diharapkan klien dapat beradaftasi nyeri.
Kriteria Hasil :
1) Klien bisa engidentifikasi dan mneggunakan intervensi
untuk mengatasi nyeri.
2) Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri.
3) Klien tampak rileks dan mampu istiraht dengan tepat.
Intervensi :
1) Evaluasi tekanan darah, nadi, dan perubahan perilkau.
2) Ubah posisi klien.
3) Lakukan latihan nafas dalam.
Rasional :
1) Pada banyak pasien klien nyeri dapat menyebabkan gelisah
dan tekanan darah meningkat .
2) Merelaksasikan otot
3) Nafas dalam meningkatkan pembebatan menurunkan
regangan dan ketegangan areal insisi.
b. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, efek progesteone
Tujuan :
Konstipasi tidak terjadi setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan berupa anjuran untuk mobilisasi selama 15 menit
dalam 24 jam.

Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan
oleh bising usus dan keluarnya flatus.
2) Mendaptkan pola eliminasi kembali biasanya,

Intervensi :
1) Auskultasi terhadap adanya bisisng usus
2) Palpasi abdomen perhatikan distensi, ketidaknyamaan.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat.
Rasional :
1) Menentukan kesiapan terhadap pemberian maknaan per
oral.
2) Menandakan pembentukan gas akumulasi/kemungkinan
ileus paralitis.
3) Mencegah konstipasi defekasi.
c. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keuar.
Tujuan :
Menyusui efektif adalah dilaksanakan tindakan keperawatan
berpa penyukuhan dan teknk menyusui 1 jam dalam 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Menyatukan pemahaman tentang proses?situasi menyusui.
2) Mendemonstrasikan teknk efektif menyusui.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Berikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi
dan keuntungan menyusui.
Rasional :
1) Membantu dalam mengidentifikasi saat ini dan
mengembangkan rencana keperawatan.
2) Membantu suplai susu adekuat, mencegah puting luka dan
memberi kenyamanan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanda-tanda
infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) Leukosit dlam batas normal (3,6-11^3ml)
3) Klien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Kaji tanda adanya infeksi.
2) Kaj leukosit klien.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Lakukan perawatan luka.
5) Ajarkan klien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi.
Rasional :
1) Dugaan adanya infeksi.
2) Leukosit meningkat menandakan terjadi infeksi.
3) Menentukan intervensi selanjutnya.
4) Mencegah terjadinya intervensi.
5) Meningkatkan kemampuan klien untuk mengetahui tanda-
tanda infeksi.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal
dan psikologis, nyeri/ketidaknyamanan proes kehamlan, dan
kelahiran melelahkan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pola tidur dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Klien tampak segar
2) Klien mengungkapkan dapat tidur.
3) Tidak ada lingkaran hitam dibawah mata.

Intervensi :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat, catat
lama istirahat, catat lama kelahiran dan jenis kelahiran.
2) Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat,
organisasikan perawatan untuk meminimalkan gangguan
dan memberi istirahat serta periode tidur ekstra.
3) Kaji lingkungan rumah, adanya sibling dan anggota
keluarga.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan
misanya analgetik.
Rasional :
1) Persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khusuna bila
ini terjadi malam.
2) Membantu meningkatkan istirahat tidur, dan relaksasi, dan
menurunkan rangsangan. Bila ibu tidak terpenuhi
kebutuhan tidurnya, “lapat tidur” dapat terjadi,
memperpanjang, proses perbaikan dari periode post
partum.
3) Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis,
suplai ASI dan penurunan refleks secara psikologis.
4) Multi pada anak dirumah memerlukan tidur lebih banyak
dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan dan memenuhi
kebutuannya dan kebutuhan keluarga.
5) Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan
tidur sesuai kebutuhan.
6) Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan
tidur sesuai kebutuhan.
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruktif jalan nafas, mokus jumlah berlebihan, jalan nafas
alergik (respon oobat anastesi).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
tidak efektif tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan, dalam rentang
normal, tidak ada suara abnormal ).
2) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Intervensi :
1) Kaji kepatenan jalan nafas.
2) Evaluasi gerakan dan dan auskultasi untuk bunyi nafas
bilateral.
3) Awasi letak selang endotraceal, catat tanda garis bibir dan
bandingkan dengan letak yang diinginkan, amankan selang
dengan hati-hati dengan plester atau penahan selang. Cari
bantuan bila mengganti plester selang.
4) Catat batuk berlebihan, peningatan dispneu, bumyi alarm
tekanan tinggi pada ventilator, secret terlihat pada selang
endotraceal. Peningkatan ronkhi.
Rasioal :
1) Obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi scret,
perlengketan mukosa perdaraan, spasmebronkus, dan atau
masalah dengan posisi selang endotraceal.
2) Gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area
paru menunjukan letak selang selang tepat atau tidak
menutupi jalan nafas. Obstruksi jalan nafas bawah,
(misalkan: pneumonia).
3) Selang endotracreal dapat masuk ke bronkus kanan,
sehingga menghambat aliran udara ke paru kiri dan klien
beresiko untuk pneumotorak tegangan.
4) Pasien inkubasi biasaya mengalami refleks batuk tidak
efektif, atau pasien dapat mengalami gangguan
neuromuskular eurosensorik. Gangguan kemampan untuk
batuk. Pasien ini tergantung pada pilihan seperti
penghisapan untuk membuat secret.
5. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain. (Mitayani, 2009: 116)

6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan pada
perubahaan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat
teratasi. Disamping itu, perawat melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat di
modifikasi. (Mitayani, 2009: 22)
Adapun evaluasi yang di harapkan pada klien post sectio caesarea
adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyaman klien terpenuhi
b. Pola eliminasi miksi dan defekasi kembali normal
c. Klien menunjukan respon adaptif
d. Pengetahuan klien mengenai keadaan dirinya bertambah
e. Pola nafas klien kembali efektif
f. Tidak terjai komplikasi perdarahan atau infeksi. (Padila,
2015:110)

C. Konsep Intervensi
1. Pengertian Pijat Oksitosin
Pijat Oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat Oksitosin adalah pemijatan
pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae
kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon
prolakstin dan oksitosin setelah melahirkan.
Pijat Oksitosin sering dilakukan dalam rangkameningkatkan
ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin,
ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let
down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada
ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan
ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan
produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016:
148)
Pijat oksitosin adalah tindakan yang dilakukan oleh suami
pada ibu menyusui yang berupa back massage pada punggung ibu
untuk meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin. Pijat oksitosin
yang dilakukan suami akan memberikan kenyamanan pada ibu,
sehingga akan memberikan kenyamanan pada bayi yang disusui.
Salah satu tujuan perawatan payudara bagi ibu menyusui
setelah melahirkan yakni agar dapat memberikan ASI secara
maksimal pada buah hatinya. Salah satu hormon yang berperan
dalam produksi ASI adalah hormon oksitosin. Saat terjadi stimulasi
hormon oksitosin, sel-sel alveoli di kelenjar payudara berkontraksi
dengan adanya kontraksi menyebabkan puting dan masuk ke mulut
bayi, proses kedua air susu disebut dengan refleks let down. (Anik
Puji Rahayu, 2016: 149)
Refleks let down sangat dipengaruhi oleh psikologis ibu
seperti melahirkan bayi, mencium, melihat bayi, dan mendengarkan
suara bayi, sedangkan yang menghambat refkeks let down
diantaranya perasaan stres seperti gelisah, kurang percaya diri,
takut, dan cemas. Penelitian menunjukan bahwa saat seseorang
merasa defressi, bingung cemas, dan merasa nyeri terus-menerus
akan mengalami penurunan hormon oksitoin dalam tubuh. Saat
merasa stres, refleks let down kurang maksimal akibatnya air susu
mengumpul di payudara saja tidak bisa keluar, sehingga payudara
tampak membesar dan terasa sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016:150)
Tanda refleks let down ini berlangsung baik dengan adanya
tetesan air susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu
dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari payudara
ibunya, susu menetes dari payudara yang sedang tidak diisap bayi,
beberapa ibu ada yang merasakan kram uterus dan adanya
peningkatan rasa haus. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh
kondisi prikologis ibu menyusui. Saat ibu menyusui merasa nyaman
dan rileks pengeluaran oksitosin dapat berlangsung baik. Terdapat
titik-titik yang dapat memperlanvar ASI diantaranya, titik-titik
dipayudara yakni titik-titik di atas puting, titik tepat pada puting dan
titik dibawah puting, serta titik dipungung yang segaris dengan
payudara. Pijat stimulasi oksitosin untuk ibu menyususi berfungsi
untuk merangsang hormon oksitosin agar dapat memperlancar ASI
dan meningkatkan kenyamanan ibu. (Anik Puji Rahayu, 2016: 150)
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang
leher, punggung, atau sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelima sampai keenam. Pijat oksitosin adalah
tindakan yang dilakukan oleh suami pada ibu menyusui yang berupa
back massage pada punggung ibu untuk meningkatkan pengeluaran
hormon oksitosin. Pijat oksitosin yang di lakukan suami akan
mmemberikan kenyamanan pada ibu, sehingga akan memberikan
kenyamanan pada bayi yang disusui. Oksitosin diproduksi oleh
kelenjar pituitari posterior (ncurohipofiis). Saat bayi mnegisap
areola akan mengirimkan stimulasi ke neurohopofisis untuk
memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten.
Oksitosin akan masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot
disekeliling alveoli berkontraksi membuat ASI yang telah
terkumpul di dalamnya mengalir ke saluran-saluran dulkus. (Anik
Puji Rahayu, 2016: 151)
2. Manfaat pijat oksitosin
a) Membantu ibu secara psikologis, menenangkan, dan tidak stres.
b) Mengbangkitkan rasa percaya diri.
c) Membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik
tentang bayi nya.
d) Meningkatkan ASI.
e) Menperlancar ASI
f) Melepas lelah.
g) Ekonimis.
h) Praktis. (Anik Puji Rahayu, 2016: 151)

3. Langkah-langkah pijat oksitosin adalah sebagai berikut :


a. Sebelum mulai dipijat ibu sebaiknya dalam keadaan telanjang
dada dan menyiapkan cangkir yang diletakan di depan payudara
untuk menampung ASI yang mungkin menetes kleuar saat
pemijatan dilakukan
b. Jika mau ibu juga bisa melakukan kompres hangat dan pijat
pada payudara terlebih dahulu.
c. Mintalah bantuan pada orang lain untuk memijat, lebih baik jika
dibantu oleh suami.
d. Ada 2 posisi yang pertama ibu bisa telungkup di meja atau
posisi ibu telungkup pada sandaran kursi.
e. Kemudian carilah tulang yang menonjol pada tengkuk atau leher
bagian belakang atau disebut cervical vertebrae 7.
f. Dari titik tonjolan tulang tadi turun ke bawah kurang lebih 2 cm
ke kiri kanan kurang lebih 2 cm, di situlah posisi jari diletakan
untuk memijat.
g. Memijat bisa menggunakan jempol tangan kiri dan kanan atau
punggung telunjuk kiri dan kanan.
h. Untuk ibu yang gemuk bisa dengan cara posisi tangan dikepal
lalu gunakan tulang-tulang di sekitar punggung tangan.
i. Mulailah pemijatan dengan gerakan memutar perlahan-lahan
lurus ke arah bawah sampai batas garis bra, dapat juga
diteruskan sampai ke pinggang.
j. Pijat oksitosin bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi
35 menit. Lebih disarankan dilakukan sebelum menyusui atau
memerah ASI. (Anik Puji Rahayu, 2016: 152)
k. Evaluasi
1) Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan
mengerti teknik refleksi oksitosin (perawatan payudara)
2) Evaluasi perasaan ibu.
l. Dokumentasi
Catat hasil tindakan dicatatan perawat (tanggal, jam, paraf,
nama terang, kegiatan dan hasl pengamatan) (Anik Puji Rahayu,
2016: 146)

4. Tanda-tanda sensasi Refleks Pijat Oksitosin Aktif


a. Adanya sensasi sakit seperti diperas atau menggelenyar kedalam
payudara sesaat sebelum atau selama menyusui bayinya.
b. ASI mengalir dari payudaranya saat dia memikirkan bayinya
atau mendengar bayinya menangis.
c. ASI menetes dari payudaranya yang lain, ketika bayinya
menyusu.
d. ASI mengalir dari payudaranya dalam semburan halus jika bayi
melepaskan payudara saat menyusu.
e. Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang diiringi
dengan keluarnya darah lochea selama menyusui di hari-hari
pertama.
f. Isapan yang lambat dan tegukan oleh bayi, menunjukan ASI
mengalir dan ditelan oleh bayi.
g. Ibu merasa haus
Menstimulasi reflex oksitosin aktif atau reflex pengeluaran ASI
sangat penting saat menyusui maupun memerah ASI unk
mengeluarkan ASI secara efektif dari payudara. Hanya sedikit
ASI yang ada diputing da tanpa menstimulasi Let Down Refleks
akan banyak ASI yang masih tertinggl di jaringan payudara ibu.
(Anik Puji Rahayu, 2016: 154)

5. Pemicu Dan Penghambatnya Pijat Oksitoisn


Saat ibu merasa puas, bahagia, percaya diri bisa memberikan
ASI pada bayinya, memikirkan bayinya dengan penuh kasih dan
perasaan positif lainnya akan membuat reflex oksitosin bekerja.
Begitu juga dengan menatap, atau mendengar bayi nya menangis
juga dapat membantu reflex oksitosin. Oksitosin akan mulai bekerja
saat ibu berharap bisa memberikan ASI bagi bayi nya saat bayi
mulai mengisap payudaranya. (Anik Puji Rahayu, 2016:155)
Perasaan negative, kesakitan, khawatir, ragu-ragu, kecewa
dan stress dalam keadaan darurat akan menghambat reflex oksitosin
juga mengakibatkan pancaran ASI berhenti. Jika oksitosin sedikit,
maka Let Down Refleks akan terhambat, sehingga ASI tidak bisa
keluar dari payudara, meski payudara terasa kencang dan penuh.
Payudara seperti tidak biss membuat ASI lagi. Padahal payudara
tetap memproduksi ASI, namun tidak dapat mengalir keluar,
sehingga bayi sudah mendapatkannya. Efek ini hanyalah sementara
dan dapat kembali seperti semula. Oleh sebab itu, ibu menyususi
perlu mendapatkan dukungan dan kenyamanan untuk membuatnya
tenang juga terus menyusui bayinya. (Anik Puji Rahayu, 2016: 155)

6. Tinjauan Tentang Dukungan Suami Dan Pijat Oksitosin


Pentingnya peran ayah dalam mendukung ibu selama
memberikan ASI memunculkan istilah breastfeeling father atau
ayah menyusui. Jika ibu merasa didukung, dicintai, dan
diperhatikan, maka akan muncul emosi positif yang akan
meningkatkan produksi hormon oksitosin, sehingga produksi ASI
pun lancar. Membantu ibu saat mulai proses menyusui, memberikan
ibu waktu untuk beristirahat dan memberi kenyamanan, sehingga
meningkatkan psikollogis ibu. (Anik Puji Rahay, 2016: 156)
Dukungan suami terhadap ibu bertujuan untuk menggugah
hormon oksitosin. Untuk kelancaran proses menyusui diperlukan
kerja gabungan antara hormone prolaktin dan oksitosin. Reflex
prolaktin berguna untuk merangsang kelenjar susu untuk
memproduksi ASI, sedangkan oksitosin berfungsi untuk
melancarkan ASI yang keluar dari payudara. Tanpa hormone
oksitosin, bayi akan kesulitan menyusu karena ASI tidak lancar.
(Anik Puji Rahayu, 2016: 156)
Hari pertama setelah melahirkan, ibu mengalami kelelahan
fisik dan mental. Akibatnya ibu merasa cemas, tidak tenang, hilang
semangat, dan sebagainya. Ini merupakan hal normal yang perlu di
antisipasi suami maupun pihak keluarga. Namun dalam beberapa
kasus, terutapa pada anak pertama, banyak ayah yang lebih sibuk
dengan bayi nya daripada memperhatikan kebutuhan sang istri. Jika
kondisi ini terus berlanjut, maka ibu akan merasa bahwa perhatian
suami padanya telah menipis sehingga muncul asumsi-asumsi
negatif. Terutama yang terkait erat dengan penampilan fisiknya
setelah bersalin. (Anik Puji Rahayu, 2016: 156)
AAP (American Academy of Pediatric) pada 2005
menegeluarkan hasil penelitian mengenai peran penting ayah dalam
menyukseskan pemberian ASI. Penelitian ini dilakukan di Naples,
Italia dengan responden sebanyak 180 pasangan. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa tingkat keberhasilan menyusui esklusif
dan melanjutkan menyusui sampai 12 bulan secara signifikan lebih
tinggi pada kelompok ayah yang mempelajari manajemen laktasi
dan mendukung serta membantu ibu dalam menyusui dan
meningkatkan adaptasi ayah dan ibu dalam hal mengasuh anak.
Lebi lanjut lagi, ayah memiliki peran dalam menentukan pemberian
asupan untuk bayi: susu formula tau ASI.
Ayah yang memilih memberikan ASI untuk bayi nya di
bandingkan susu formula akan mendapat banyak keuntungan, antara
lain ayah ASI akan menghemat waktu dan biaya, mendapatkan
istirahat lebih banyak daripada bayi yang menerima susu formula,
dan mendapatkan anggota keluarga yang lebi sehat. (F.B Monica,
2014: 251)

7. Jenis air susu yang diproduksi


ASI atau ASS (Air susu sapi) yang pertama dikeluarkan pasca
kelahiran disebut kolostrum. Pada ASS (Air susu sapi), kolostrum
akan berlangsung diikuti dengan ASS yang siap diperdagangkan.
ASI tidak seperti itu, ada tahap lagi antara kolostrum dan ASI.
Sebelum menjadi asi transisi yang sifat kimia, fisika, dan biologinya
berbeda dengan ASI. (Mangku Sitepoe, 2013)
a. Kolostrum
Kolostrum mulai dibentuk pada semester pertama kehamilan
sang ibu, yang dipengaruhi oleh hormon prolaktin dan kelenjar
hippopise, kemudian pembentukan kolostrum pada semester
ketiga dipengaruhi oleh prolaktin dari plasenta. Pada kali ini,
sang ibu sudah dapat menghasilkan kolostrum.
Kolostrum mulai diproduksi 24 sampai dengan 36 jam pasca
kelahiran tetapi baru mulai dikeluarkan dari kelenjar susu secara
naluriah melalui susulan si pedet pada ambing susu induk atau
kecupan sang bayi pada puting susu sang ibu. Kolostrm naluriah
ASS dikeluarkan sampai dengan 1 minggu pasca kelahiran,
sedangkan kolostrum ASI sampai dengan 5 hari pasca kelahiran.
Kolstrum berwarna kekuningan, kurang voluminious serta
kandungan karbohidrat, lemak, dan arinya sangat rendah tetapi
kadar proteinnya tinggi sebagai pembentuk imunitas tubuh.
b. Fungsi kolostrum ASI dan ASS
1) Laksansia
Berbagai hasil degradasi eritrosit dan hasil metabolisme
lainnya akan membentuk meconium sebagai feses pertama,
yanng dijumpai didalam alat pencernaan sang bayi.
Meconium sebagai media pertumbuhan lactobacillus bifius
bermanfaat dari tubuh sebagai feses pertama berkat
kandungan yang dijumpai dalam kolostrum.
Bagi sipedet anak sapi, berbagai flora atau bakteri harus
hadir dalam rumen yang digunakan yang bukan saja
membantu pencernaan tetapi juga menghasilkan protein
untuk pembentukan kolostrum ASI dihasilkan minggu
pertama pasca nifas. Kolostrm berfungsi sebagai laksansia
untuk mengeluarkan feses pertama, yang disebut meconium
yaitu “ampas” degradasi dari pemecahan sel darah merah
sebagai faktor ikterus atau yang memberikan warna kuning
pasca kelahiran bayi.
2) Imunitas tubuh
Kandungan protein yang tinggi dalam kolostrum terdiri dari
imunoglobulin sebagai dasar IgA dan IgM, yang merupakan
komponen penting untuk penyusunan imunitas tubuh.
Imunitas tubuh lainnya adalah lactoferin, lysozym,
lactoperosidase, proline rich polypeptide (Paulk 5, 1985).
Kadar immunoglobulin mulai menurun dan pada hari ke 14
dan tidak dijumpai dalam ASI.
Kolostrum ASI mengandung antibodies yang disebut
immunoglobulin, seperti igA, igG, dan igM dalam kolostrum
ASS (Gopal PK and Gils HS, 200). Komponen imun lainnya
dalam kolostrum ASI: laktrofin (Groves ML, 1960);
lisozyme (Paulk S. Et al, 1985): laktoperoksidase (Reoter B,
1978) dan proline-rich polypeptide atau disebut juga RIP
(Zablocka A et al, 2001). Juga ada cytokine factor (Rudloff
HE et al, 1992).
3) Kolostrum ASI juga mengandung faktor pertumbuhan
(growth facor): insulin-like growth factor (IGF I dan IGF II)
(Xu RJ, 1996 dan Odel SD et al 1998) serta growth factor
lainnya. Komponen bioaktif koloatrum ASI didminasi oleh
faktor pertumbuhan dan imunitas.
IGF I dan IGF ii yang penting bagi pertumbuhan si bayi
terdapat di kolostrum ASI. Kolesterol yang dibentuk di
dalam kelenjar ssu berguna untuk pertmbuhan jaringan otak.
4) Nutrisi
Komposisi gizi kolostrum didominasi oleh protein,
karbohidrat, dan lemak yang dijumpai dalam bentuk butir
lemak, vitamin, mineral, dan air, karena itu merupakan
komponen nutrisi uang penting juga ada enzim yang
membantu pencernaan.
Kolostrum dengan komposisi gizi protein berupa
imunoglobulin bertanggung jawab terhadap imunitas sang
bayi. Disamping sebagai sumber makanan, kolostrum
berfungsi sebagai anti infeksi, anti oksidan, laksansia,
menghasilkan enzim pencernaan, dan memiliki berbagai
fungsi lainnya yang mendorong tumbuh kembang bayi.
c. Kolostrum air susu ibu (ASI)
Sifat fisik kolostrum adalah: BD 1,04 -1,06, yang berbeda
dengan ASI biasa dengan BD: 1,02; Kolostrum mengandung
energi 67 kalori setiap 100 cc. Pada ibu yang telah melahirkan,
volume kolostrum lebih tinggi.
Kolostrum ASI merupakan makanan sempurna bagi sang bayi
pasca kelahiran sampai dengan umur 5 hari, tetapi dapat
disubstitusi dengan kolostrum ASS baik dalam keadaan kontra
indikasi pemberian ASI maupun dalam keadaan normal.
8. Pengelompokan ASI
Produksi ASI berbeda dalam kadar dan komposisi. Ini
disebabkan oleh perbedaan kebutuhan bayi untuk berkembang dari
hari ke hari. Dari berbagai unsure kebutuhan yang sagat berbeda,
misalnya hari ke 1 kadar monoglobulin A 600 mg/ml ASI, pada hari
ke 2 kadarnya menurun menjadi 500 mg/ml ASI, dan pada hari ke 4
menjadi hanya 80 mg/ml ASI. Hal ini disebabkan karena bayi sudah
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan tubuh bayi sendiri sudah
mulai memperoses kekebalan dibantu rangsangan sel-sel yang lain.
Oleh karena itu, apa yang diperlukan bayi akan selalu tercukupi
oleh ASI dan tidak akan kekurangan kecuali bayi bila mengalami
gangguan. Di bawah ini akan di uraikan berbagai stadium ASI serta
komposisinya yang perlu diketahui agar dapat menerapkan
penyuluhan serta bimbingan ASI esklusif secara tepat kepada ibu
menyusui. (Hubertin Sri Purwanti)
a. ASI Stadium 1
ASI stadium 1 adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan
yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke 1
sampai hari ke 5, setelah persalinan komposisi kolostrum ASI
mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan
disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup.
Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang
membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru
lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini
menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu ke 1 sering
defekasi dan feses berwarna hitam.
Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibody yang siap
melindungi bayi ketika kondisi bayi masih sangat lemah
kandungan protein dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan
dengan kandungan protein dalam konsistensi kolostrum menjadi
pekat ataupun padat sehingga bayi lebih lama merasa kenyang
meskipun hanya mendapat sedikit kolostrum.
Kandungan hidrat arang dalam kolostrum lebih rendah
disbanding ASI matur. Ini disebabkan oleh aktivitas bayi pada
tiga hari pertama masih sedikit dan tidak terlalu banyak
memerlukan kalori. Total kalori dalam kolostrum hanya 58
kl/100 ml kolostrm (dalam bentuk cairan, pada hari pertama
bayi memerlukan 20-30cc)
Mineral utama natrium, kalium, dan klorida dalam kolostrum
lebih tinggi disbanding susu matur. Vitamin yang larut dalam
lemak lebih tinggi sedangkan vitamin yang larut di air lebih
sedikit.
Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolsterol dan
lisotin sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mengolah
kolesterol. Kolesterol ini didalam tubuh bayi membangun enzim
yang mencerna kolesterol.
Karena adanya trispin inhibitor, hidrolisis protein didalam usus
bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini sangat menguntungkan
karena dapat melindungi bayi. Bila ada protein asing yang
masuk, akan terhambat sehingga tidak mneimbulkan alergi.
Kekebalan bayi menambah dengan volume kolostrm yang
meningkat, akibat isapan bayi baru lahir secara terus menerus,
hal ini yang mengaharuskan bayi segera setelah lahir diberikan
kepada ibu nya untuk ditempelkan ke payudara, agar bayi dapat
sesering mungkin menyusu. Hal kedua yang tidak kalah penting
adalah adanya releks let down pada ibu untuk merangsang
pengeluaran kolostrum menjadi lebih banyak.
b. ASI stadium ke II
ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduki pada
hari ke 4 sampai hari ke 10. Komposisi protein semakin rendah,
sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi, dan jumlah
volume ASI semkain meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah
beradatasi terhadap lingkungan. Pada masa ini, pegeluaran ASI
mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu. Keluhan nheri pada
payudara udah berurang. Oleh karena itu, yang perlu
ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam
makanan ibu.
c. ASI stadium III
ASI stadium III adalah ASI matur. ASI ynag disekresi dari hari
ke 10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi
yang terus berubah disesuaikan dnegan perkembangan bayi
sampai berumur 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain selain ASI. Dimulai dengan makanan yang lunak
kemudian padat, dan mkanana biasa sesuai dengan umur bayi.
Telur akan lebih aman bila diberi setelah satu tahun karena
system pencernaan bayi telah siap mengatasi slergi yang dapat
ditimbulkan oleh jenis proteinnya.
Masa kritis pemberian ASI adalah pada bulan kedua bagi ibu
yang harus kembali bekerja. Biasnya ibu mulai melatih dengan
member pengenalan susu buatan.
.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Ditinjau dari jenis adanya pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksud untk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagi meode ilmiah (Moleong, 2008)
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi
kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian
satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga,
kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2008)

B. Subjek Penelitian / Partisipan


Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimntai informasi
sesuai dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber
data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Untk
memdapat data yang tepat maka perlu ditentukan informan yang
memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data. (Suharsimi
Arikunto, 2002) Pada penelitian ini bertujuan untuk menerapkan
teknik pijat oksitosin. Oleh karena itu diperlukan, diperlukan subjek
yang memenuhi parameter yang dapat menungkapkan hal diats
sehingga memungkinkan data dapat diperoleh, subjek peneliti yang
diambil sebanyak dua orang ibu post section caesarea dengan kriteria :
1. Kriteria inklusi
a. Ibu post section caesarea yang di rawat di Ruang Delima
RSUD Cianjur
b. Ibu post section caesarea yang bersedia menjadi responden.
c. Ibu post section caesarea dengan ASI belum keluar.
d. Ibu post section caesarea

2. Kriteri ekslusi
a. Ibu post section caesarea yang tidak dirawat di Ruang Delima
RSUD Cianjur
b. Ibu post section caesarea yang menolak menjadi responden
c. Ibu post section caesarea yang sudah keluar ASI
d. Ibu post partum normal
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Ruang Delima RSUD Sayang
Cianjur
2. Waktu Penelitian
Penelitian dlakukan dari bulan Februari sampai Juni 2018

D. Seting Penelitian
Setting penelitian dapat dianyatakan sebagai situasi sosial penelitian
yang ingin diketahui apa yang terjadi didalamnya. Pada objek
penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas
orang-orang yang ada pada tempat tertentu (Sugiono, 2007)
Setting penelitian ini yaitu responden 1 berada dikamar 3A bed 8
dengan fasilitas kamar untuk 8 bed, 1 kamar mandi, pencahayaan da
ventilasi ruangan cukup baik. Pada responden kedua berada di kamar
2B bed 1 dengan fasilitas kamar untuk 4 bed. Pencahayaan dan
ventilasi baik.
E. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data ddidapat melalui :
1. Stufi kepustakaan
Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
studi pustaka, yakni pencarian sumber-sumber atau oponi pakar
tentang suatu hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian
(Djiwandono, 2015)
Adapun data yang diperoleh dan dirangkum dalam penelitian ini
adalah mengenai konsep pos section caesarea, konsep asuhan
keperawatan section caesarea, konsep pijat oksitosin, konsep
kolostrum, dan konsep pengelompokan ASI. Prosedur
penyusunan penelitian yang bersumber dari beberapa buku,
jurnal dan literature lainnya.
2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode dalam penegumpulan data
dengan mewawancarai secara langsung responden yang iteliti,
metode ini memberikan hasil secara langsung dan dapat
dilakuan apabila ingin tahu hal-hal dari responden secara
mendalam serta jumlah responden sedikit. (Hidayat, 2017)
Wawancara dalam peneltian ini berdasarkan pada subjek yang
memiliki dara, dan bersedia memberikan informasi yang
lengkap dan akurat. Informan bertindak sebagai narasumber
dalam penelitian ini adalah ibu pots sectio caesarea dengan ASI
belum keluar.
3. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
observasi partisipatif. Onservasi partisipatif menurut sugiono
(2011) peneliti selain melakukan pengamatan juga melakukan
apa yang dilakukan oleh narasumber, maka diharapkan data yang
diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan mengetahui tingkat
makna setiap perilaku yang tampakseperti yang dikemukakan
bahwa observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi empat
yaitu partisiatif aktif, partisipatif moderat, observasi yang terus
terang tersamar, dan observasi lengkap (Sugiono, 2011).
4. Dokumentasi
Dokumentasi menurut sugiyono, (2009) merupakan dokumen
yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-
data. Hasil penelitian wawancara akan semakin sah dan dapat di
percaya apabila didukung oleh foto-foto.
F. Metode Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data di maksudkan untuk menguji kualitas data/informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan
validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi
instrument utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan
triangulasi sumber dan metode.
1. Sumber
Menggunakan klien, keluarga, dan lingkungan klien sebagai
sumber informasi, sumber dokumentasi dll. Jika informasi yang
didapatkan dari sumber klien sama dengan yang didapatkan dari
perawat, maka informasi tersebut valid.
2. Metode
Membandingkan data/informasi yang didapat dengan beberapa
teknik pengumpulan data.

G. Metode Analisis Data


Metode analisis, dalam penelitian kualitatif, penulisan deskriptif
sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2009) mengikuti
prosedur sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori - kategori
yang relevan dengan tujuan
2. Penafsiran atas hasilan alisis deskriptif dengan berpedoman dengan
teori yang sesuai
Mengacakup pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini data
yang terkumpul diolah dan diinterpretasikan secara kualitatif
dengan maksud menjawab masalah penelitian. Data tersebut
ditafsirkan menjadi kategori-kategori yang berarti menjadi bagian
dari teori atau mendukung teori yang diformulasikan secara
deskriptif.
Analisis PICOT :
1. P : Ibu post partum sectio caesarea
2. I : Melakukan teknik pijat oksitosin pada ibu psst partum
sectio caesarea.
3. C : Ibu dalam masa post partum sectio caesarea
4. O : Setelah dilakukan pemijatan oksitosin kolostrum dapat
keluar dengan efektif pada hari pertama pemijatan
dilakukan.
5. T : Ibu dalam masa post section caesarea

H. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat
permohonan untuk mendapat kan ijin melakukan penelitian di Ruang
Delima RSUD Cinjur. Secara umum prinsip etika dalam
penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip
keadilan. Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan
dengan menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :

1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan
bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah
diberikan, tidakakan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan subjek dalam bentuk apa pun.
c. Risiko (benefis ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbang kan risiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human
Dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self
determination)
b. Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau
pun tidak, tanpa adanya sang siapa pun atau akan berakibat
terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.
c. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
(right to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan
penjelasan secara rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu
yang terjadi kepada subjek.
d. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
bebas berpatisipasi atau menolak menjadi responden. Pada
informed consent juga perlu di cantumkan bahwa data yang
diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip Keadilan (Right To Justice)


a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair
treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau
dikeluarkan dari penelitian.
b. Hak dijaga kerasihasiaannya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu ada nyataan panama
(anonymity) dan rahasia (confidentiality).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Identitas yang di dapat peneliti pada partisipan pertama pada hari
… pukul 15:15 yaitu: inisial klien Ny.M, alamat Hanjawar,
Cipanas, umur 19 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan
terakhir SMP, diagnona medis ketuban pecah dini (KPD), keluhan
utama nyeri luka post sc, pada pemeriksaan payudara klien
mengatakan ASI belum keluar, kesan umum teraba keras, putting
susu menonjol. Areola hitam, ASI belum keluar. Pada
pemeriksaan abdomen terdapat luka post sc, luka masih terlihat
basah. Terpasang selang kateter urine. Klien mengatakan belum
BAB selama di Rumah Sakit, Klien masuk rumah sakit pada
tanggal … . penanggung jawab klien adalah Tn. A Umur 25 tahun.
Hubungan dengan klien adalah suami.
Pada pemeriksaan penunjang labolatorium pada tanggal … yaitu :
HB 12,7 g/dl (Normal 11-16,1). HT 39 (Normal 35-45). Leukosit
9,7 juta/mm (Normal 4,4-11), Trombosit 190 UL (Normal 150/450,
Eritrosit 4,37 U/L (normal 4,1-5,1). GDS 126 mg/dl (Normal 60-
140) HbsAg Negatif.
Identitas yang didapat peneliti pada partisan kedua pada hari …
pukul 14:30, yaitu: inisial klien adalah Ny. Y, alamat
warungkondang, umur 26 tahun, jenis kelamin perempuan,
pendidikan terakhir SMP, diagnose medis panggul sempit, keluhan
utama nyeri luka post sc. Pada pemeriksaan payudara klien
mengatakan ASI belum keluar, payudara teraba kencang dank
eras, putting susu menonjol, ASI belum keluar. Pada pemeriksaan
abdomen terdapat luka post sc, luka masih terlihat basah, terpasang
selang kateter urine. Klien masuk rumah sakit pada tanggal ….
Penanggng jawab klien adalah Tn.D umur 26 tahun hubungan
dengan klien adalah suami.
Pada pemeriksaan penunjang labolatorium pada tanggal … yaitu :
HB 12,3 g/dl (Normal 11-16,1). HT 35 (Normal 35-45). Leukosit
9,7 juta/mm (Normal 4,4-11), Trombosit 170 UL (Normal 150/450,
Eritrosit 4,37 U/L (normal 4,1-5,1). GDS 130 mg/dl (Normal 60-
140) HbsAg Negatif.

2. Diagnos Keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajian dan observasi peneliti
menemukan diagnose pada Ny.M yaitu nyeri berhubungan dengana
agen cidera fisik (post section caesarea). Data-data yang
menunjang di tegakan diagnose siatas yaitu subyektif klien
mengatakan nyeri pada luka post section caesarea, provocate nyeri
setelah operasi,quality seperti ditusuk-tusuk, region diperut posisi
luka vertical dibawah pusar, skala nyeri 6, time nyeri rasakan
ketika bergerak, nyeri hilang timbul tapi sering. Data objektif yang
didapatkan adalah wajah klien tampak mernahan rasa sakit dan
memegangi perut, terdapat luka jahitan post section casarea di
abdomen sepanjang 13cm, posisi lka vertical dibawah pusar,
tertutup kasa steril.
Diagnose kedua yaitu ketidakefektifan pemberi an ASI
berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI. Dara subjektif
yang di dapat adalah klien mengatakan ASI belum keluar. Data
objektif yang didapatkan yaitu ayudara teraba keras putting susu
menonjol, areola kehitaman, ASI belumm keluar.
Diagnose ketiga yang ditemukan adalah Hambatan mobilitas fisik
berhubngan dengan kelemahan fisik. Data subyektif yang di dapat
yaitu klien mengatakan badan masih lemas dan belum mampu
beraktifitas. Data obejektif yang di dapat klien hanya berbaring di
temoat tidur dan beraktifitas seperti makan minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpndah dan ambulasi dibantu keluarga.
Pada hasil pengkajian dan observasi klien kedua ditemukan
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( post
sectio caesarea). Klien mengeluh nyeri, quality nyeri seperti di
remas-remas, region diperut posisi luka vertical dibawah pusar,
skala nyeri 5, time nyeri rasakan ketika bergerak, nyeri hilang
timbul tapi sering. Data objektif yang didapatkan adalah wajah
klien tampak meringis dan menarik nafas, terdapat luka jahitan
post sectio casarea di abdomen sepanjang 13cm, posisi luka
vertical dibawah pusar, tertutup kasa steril.
Diagnosa kedua yang ditemukan yaitu ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI. Data
subjektif yang di dapat adalah klien mengatakan ASI belum keluar.
Data objektif yang didapatkan yaitu payudara teraba keras putting
susu menonjol, areola kehitaman, ASI belum keluar.
Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah Hambatan mobilitas fisik
berhubngan dengan kelemahan fisik. Data subyektif yang di dapat
yaitu klien mengatakan badan masih lemas dan belum mampu
beraktifitas. Data obejektif yang di dapat klien hanya berbaring di
temoat tidur dan beraktifitas seperti makan minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpndah dan ambulasi dibantu keluarga.

3. Intervensi keperawatan

4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi
6. Aplikasi dan Tindakan Utama

Anda mungkin juga menyukai