PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan adalah rangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pelepasan dan pengeluaran plasenta serta selaput janin dari
tubuh ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan atau setelah kehamilan 37 minggu dan disertai
adanya penyulit. Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus
yang teratur dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. (Intan
Kumalasari, 2015: 97)
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Nanda, 2015: 108 Jilid 3)
Berdasarkan suvey WHO (World Health Organisation) tahun
2004-2008 di tiga benua, yakni Amerika latin, Afrika, dan Asia
dilaporkan bahwa angka persalinan section caesarea mencapai 25,7%,
mulai angka terendah di Angola 2,3% Sampai angka tertinggi 46,2 di
Cina. Angka persalinan section caesarea tanpa indikasi medis di 23
dalam 3 benua tersebut adalah ,01-2,10% (Purnama, 2013)
Di indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar juga terus
meningkat baik dirumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit
swasta. Menurut data survey demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI) menunjukan terjadi kecenderunagn peningkatan operasi sesar
di Indonesia dari tahun 1971 sampai 2007 yaitu 1,3-6,8 persen.
Persalinan sesar di kota jau lebih tinggi dibandingkan di desa yaitu 11
persen dibandingkan 3,9 persen. Hasil riskerdas tahun 2013
menunjukan kelahiran dengan metode operasi sesar sebesar 9,8 persen
total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2013,
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%), dan terendah di
Sulawesi tenggara (3,3%).
Persalinan dengan section caesarea di RSUD Cianjur dilakukan
dengan beberapa indikasi, baik dari faktor ibu maupun dari faktor bayi.
Faktor ibu diantaranya riwayat section caesarea, ketuban pecah dini,
induksi gagal atau post matur. Faktor janin sebagian besar disebabkan
karena presentasi bokong, kelainan letak janin, kelainan plasenta, baik
plasenta previa maupun solusio plasenta. Bayi yang dilahirkan dengan
proes persalinan section caesarea tidak langsung dirawat gabung
dengan ibu, melankan dimonitoring diruang perinatologi sampai
dengan dinyatakan layak untuk dilakukan rawat gabung. Selama bayi
berada diruang monitoring tidak diberikan susu selain ASI. Setelah
bayi dan ibunya ditempatkan diruang yang sama bayi dengan segera
diberikan ASI oleh ibunya. Dan ibu harus segera diberikan pijat
oksitosin guna mempercepat produksi kolostrum.
World health organization (WHO) merekomendasikan agar bayi
baru lahir mendapat ASI Esklusif selama 6 bulan, sebab ASI adalah
nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai
untk pertumbuhan optimal. UNICEF menegaskan bahwa bayi yang di
beri susu formua memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan
pertama kelahirannya. Dan kemungkinan bayi yang diberi susu
formula memninggal dunia adalah 25 kali lebih tinggi daripada bayi
yang disusui oleh ibunya secara esklusif (Mardiyaningsih, 2011).
Operasi sectio caesarea mempunyai dampak tersendiri pada ibu
antara lain seperti dilakukan tindakan anastesi yang membuat
mobilisasi terganggu dan adanya tromboemboli. Aktifitas terganggu
dan inisiasi menyusui dini juga dapat terganggu. Terganggunya IMD
atau inisiasi menyusui dini dapat menjadi masalah pada proses
menyusui serta pengeluaran kolostrum pada ibu. Penelitian yang
dilakukan menunjukan bahwa tidak melakukan IMD pada bayi dapat
mengakibatkan produksi ASI menurun karena tidak terangsang oleh
bayi, dan juga dapat berpengaruh pada hormon oksitosin dan prolaktin.
Sedangkan kedua hormon tersebut berperan penting dalam produsi
ASI. Oksitosin dapat diperoleh dengan cara pemijatan oksitosin yang
merangsang keluarnya hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu
sendiri bisa terlihat reaksinya setelah 6 sampai 12 jam setelah
pemijatan.
Keadaan lain yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu adalah
penggunaan obat-obatan saat dilakukan operasi section caesarea. Obat-
obatan yang dipakai saat operasi digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri. Nyeri yang ditimbulkan akibat operasi section caesarea
mempengaruhi ibu dalam memberikan perawatan pada bayi, sehingga
dapat menyebabkan ibu menunda untuk menyusui dan terjadilah
ketidaklancaran produksi ASI (Purnama, 2013)
Pijat Oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat ASI adalah pemijatan pada
sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-
keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolakstin
dan oksitosin setelah melahirkan. . (Anik Puji Rahayu, 2016: 148)
Pijat Oksitosin sering dilakukan dalam rangka meningkatkan
ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin, ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let down
manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu,
mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI,
merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi
ASI ketika ibu dan bayi sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016: 148)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengaplikasikan pemberian “Pijat Oksitosin Terhadap Pengeluaran
Kolostrum Pada Ibu Post Sectio Caesarea” di Ruang Delima RSUD
Sayang Kabupaten Cianjur
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah peneliti adalah
bagaimana “Aplikasi Pijat Oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum
pada ibu post sectio caesarea”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan peneliti untuk mengaplikasikan pemberian pijat
oksitosin terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio
caesarea.
2. Tujuan Khusus
a. Peneliti mampu melakukan pengkajian pada ibu post sectio
caesarea..
b. Peneliti mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada ibu
post sectio caesarea.
c. Peneliti mampu merumuskan intervensi pada ibu post sectio
caesarea.
d. Peneliti mampu merumuskan implementasi keperawatan pada
ibu post sectio caesarea.
e. Peneliti mampu mengaplikasikan pijat oksitosin terhadap
pengeluaran kolotrum pada ibu post sectio caesarea.
f. Peneliti mampu menganalisa aplikasi dari pijat oksitosin
terhadap pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio caesarea.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teori
Diharapkan semoga proposal ini bisa memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmu dan praktik keperawatan maternitas,
khususnya mengenai asuhan keperawatan post sectio caesarea.
2. Manfaat praktis
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien
post sectio caesarea
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kekurangan :
Kekurangan :
4. Penatalaksanaan
a. Perawatan setelah post operasi diantaranya adalah :
1) Pembalutan luka (wound dressing) dengan baik
Dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
betadine) lalu ditutup dengan kain pentup luka
2) Pemberian cairan
5-10 , gram fisiologis dan RL secara bergantian, 20 tts/mnt
3) Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah pasien flatus.
Minuman yang diberikan air putih atau air teh. Makanan
yang diberikan dari bubur saring, minuman air buah dan
susu, selanjutnya secara bertahap bubur dan makanan biasa.
4) Kateterelisasi
5) Obat-obatan
a) Antibiotik, kemoterapi dan antiinflamasi
b) Obat-obat pencegah perut kembung:flasil perimpuran
c) Obat anti nyeri : petsidin 100-150 mg atau morfin 10-15
mg
d) Tranfusi darah apabila penderita anemia
b. Perawatan rutin
Pemeriksaan dan pengukuran, yang dikur adalah :
1) Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu
2) Jumlah cairan masuk dan keluar (urin) dilakukan
pemeriksaan dan pengukuran setiap 4 jam sekali.
c. Selain itu, setelah melahirkan ibu membutuhkan perawatan yang
intensif untuk pemulihan kondisinya setelah proses persalinan
yang melelahkan. Dimana perawatan post partum meliputi :
1) Mobilisasi Dini
Karena lelah sehabis melahirkan, ibu harus istirahat tidur
telentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan
duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari ketiga atau kelima
sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi tersebut memiliki
variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan
sembuhnya luka-luka.
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan
pengeluaran lochia, mengurangi infeksi purperium,
mempercepat infolusinalat kandungan, melancarkan fungsi
alat gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan
kelancaran peredaran darah sehingga memepercepat fungsi
ASI dan pengeluaran sisa metabolisme. (Padila:2015:56)
2) Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan
untuk menyusui bayi nya. Dianjurkan sekali supaya ibu mau
menyusui bayi nya karena sangat berguna untuk kesehatan
bayi. Dan segera setelah lahir ibu sebaiknya menyusui
bayinya karena dapat membantu proes involusi serta
kolostrum mengandung zat antibodi yang berguna untuk
kekebalan tubuh bayi. (Padila, 2015:56)
3) Miksi
BAK secara sepontan sudah harus dapat dilakukan dala 8
jam post partum. Kadang-kadang wanita sulit BAK, karena
spingter uretra mengalami tekanan oleh kepala janin dan
spasme oleh iritasi musculus spingter anus selama
persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit BAK
sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4) Defekasi
BAB harus terjadi 2-3 hari post partum. Bila belum terjadi
dapat mengakibatkan obstipasi maka dapat diberikan obat
laksans peroral atau perektal atau bila belum berhasil
lakukan klisma.. (Padila, 2015:56)
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Segera setelah melahirkan, banyak wanita yang mengalami
penigkatan sementara tekanan darah sistolik dan diastolik, yang
kembali secara spontan kana darah sebelum hamil selama
beberapa hari ptugas kesehatan bertanggung jawab mengkaji
resiko preeklamsi pascapartum, komplikasi yang relatif jarang,
tetapi serius, jika peningkatan tekanan darah signifikan.
b. Suhu
Suhu maternal kembali dari suhu yang sedikit meningkat selama
periode inpartum dan stabil dalam 24 jam pertama pasca partum.
Perhatikan adanya kenaikan suhu sampai 38 derajat pada hari
kedua sampai hari kesepuluh yang menunjukan adanya
mordibitas puerperalis.
c. Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali
normal selama beberapa jam pertama postpartum. Hemoragi,
demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat
mempengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi di atas 100
selama puerperium, hal tersebut dianggap abnormal dan
mungkin menunjukan adanya infeksi atau hemoragi
pascapartum lambat.
d. Pernapasan
Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama
jam pertama pascapartm. Nafas pendek, cepat, atau perubahan
lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi seperti
kelebihan cairan, seperti eksaserbasi asma, dan emboli paru.
e. Kepala dan leher
Periksa ekpressi wajah dan leher, adanya oedema, sklera dan
konjungtiva mata, mukosa mulut, adanya pembesaran limfe,
pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis.
f. Dada dan payudara
Auskultasi jantung dan paru-paru sesuai indikasi keluhan ibu,
atau perubahan nyata pada penampilan atau tanda-tanda vital.
Pengkajian payudara periode awal pascapartum meliputi
penampilan. Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit,
keadaan areola dan ontegrasi puting, posisi bay, pada payudara,
adanya kolostrum, apakah payudara terisi ASI, kepenuhan atau
pembengkakan, benjolan, nyeri, dan adanya sumbatan ductus,
perabaan kelenjar getah bening di ketiak.
g. Abdomen dan Uterus
Evaluasi abdomen terhadap involusi uterus, teraba lembut.
Untuk involusi uterus periksa kontraksi uterus, konsistensi keras
atau lunak.
h. Genitalia
Pengkajian perinieum terhadap memar, oedema, hematoma,
penyembuhan setiap jahitan, inflamasi. Pemeriksaan tipe,
kuatitas dan bau lokhea. Pemeriksaan abus terhadap adanya
hemoroid.
i. Ekstreminitas
Pemeriksaan ekstreminitas terhadap adanya oedema, nyeri tekan
atau panas pada betis dan lengan.
3. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan
b. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, efek progesteone
c. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keuar.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal
dan psikologis, nyeri/ketidaknyamanan proes kehamlan, dan
kelahiran melelahkan.
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruktif jalan nafas, mokus jumlah berlebihan, jalan nafas
alergik 9respon oobat anastesi).
4. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
berupa manajemen pengurangan nyeri selama 30 detik dalam
2x24 jam diharapkan klien dapat beradaftasi nyeri.
Kriteria Hasil :
1) Klien bisa engidentifikasi dan mneggunakan intervensi
untuk mengatasi nyeri.
2) Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri.
3) Klien tampak rileks dan mampu istiraht dengan tepat.
Intervensi :
1) Evaluasi tekanan darah, nadi, dan perubahan perilkau.
2) Ubah posisi klien.
3) Lakukan latihan nafas dalam.
Rasional :
1) Pada banyak pasien klien nyeri dapat menyebabkan gelisah
dan tekanan darah meningkat .
2) Merelaksasikan otot
3) Nafas dalam meningkatkan pembebatan menurunkan
regangan dan ketegangan areal insisi.
b. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot, efek progesteone
Tujuan :
Konstipasi tidak terjadi setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan berupa anjuran untuk mobilisasi selama 15 menit
dalam 24 jam.
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan kembalinya motilitas usus dibuktikan
oleh bising usus dan keluarnya flatus.
2) Mendaptkan pola eliminasi kembali biasanya,
Intervensi :
1) Auskultasi terhadap adanya bisisng usus
2) Palpasi abdomen perhatikan distensi, ketidaknyamaan.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat.
Rasional :
1) Menentukan kesiapan terhadap pemberian maknaan per
oral.
2) Menandakan pembentukan gas akumulasi/kemungkinan
ileus paralitis.
3) Mencegah konstipasi defekasi.
c. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan ibu ditandai dengan ASI belum keuar.
Tujuan :
Menyusui efektif adalah dilaksanakan tindakan keperawatan
berpa penyukuhan dan teknk menyusui 1 jam dalam 24 jam.
Kriteria hasil :
1) Menyatukan pemahaman tentang proses?situasi menyusui.
2) Mendemonstrasikan teknk efektif menyusui.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang menyusui sebelumnya.
2) Berikan informasi verbal dan tertulis mengenai fisiologi
dan keuntungan menyusui.
Rasional :
1) Membantu dalam mengidentifikasi saat ini dan
mengembangkan rencana keperawatan.
2) Membantu suplai susu adekuat, mencegah puting luka dan
memberi kenyamanan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tanda-tanda
infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) Leukosit dlam batas normal (3,6-11^3ml)
3) Klien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Kaji tanda adanya infeksi.
2) Kaj leukosit klien.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Lakukan perawatan luka.
5) Ajarkan klien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi.
Rasional :
1) Dugaan adanya infeksi.
2) Leukosit meningkat menandakan terjadi infeksi.
3) Menentukan intervensi selanjutnya.
4) Mencegah terjadinya intervensi.
5) Meningkatkan kemampuan klien untuk mengetahui tanda-
tanda infeksi.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal
dan psikologis, nyeri/ketidaknyamanan proes kehamlan, dan
kelahiran melelahkan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pola tidur dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1) Klien tampak segar
2) Klien mengungkapkan dapat tidur.
3) Tidak ada lingkaran hitam dibawah mata.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat, catat
lama istirahat, catat lama kelahiran dan jenis kelahiran.
2) Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat,
organisasikan perawatan untuk meminimalkan gangguan
dan memberi istirahat serta periode tidur ekstra.
3) Kaji lingkungan rumah, adanya sibling dan anggota
keluarga.
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan
misanya analgetik.
Rasional :
1) Persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khusuna bila
ini terjadi malam.
2) Membantu meningkatkan istirahat tidur, dan relaksasi, dan
menurunkan rangsangan. Bila ibu tidak terpenuhi
kebutuhan tidurnya, “lapat tidur” dapat terjadi,
memperpanjang, proses perbaikan dari periode post
partum.
3) Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis,
suplai ASI dan penurunan refleks secara psikologis.
4) Multi pada anak dirumah memerlukan tidur lebih banyak
dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan dan memenuhi
kebutuannya dan kebutuhan keluarga.
5) Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan
tidur sesuai kebutuhan.
6) Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan
tidur sesuai kebutuhan.
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruktif jalan nafas, mokus jumlah berlebihan, jalan nafas
alergik (respon oobat anastesi).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
tidak efektif tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan, dalam rentang
normal, tidak ada suara abnormal ).
2) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Intervensi :
1) Kaji kepatenan jalan nafas.
2) Evaluasi gerakan dan dan auskultasi untuk bunyi nafas
bilateral.
3) Awasi letak selang endotraceal, catat tanda garis bibir dan
bandingkan dengan letak yang diinginkan, amankan selang
dengan hati-hati dengan plester atau penahan selang. Cari
bantuan bila mengganti plester selang.
4) Catat batuk berlebihan, peningatan dispneu, bumyi alarm
tekanan tinggi pada ventilator, secret terlihat pada selang
endotraceal. Peningkatan ronkhi.
Rasioal :
1) Obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi scret,
perlengketan mukosa perdaraan, spasmebronkus, dan atau
masalah dengan posisi selang endotraceal.
2) Gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area
paru menunjukan letak selang selang tepat atau tidak
menutupi jalan nafas. Obstruksi jalan nafas bawah,
(misalkan: pneumonia).
3) Selang endotracreal dapat masuk ke bronkus kanan,
sehingga menghambat aliran udara ke paru kiri dan klien
beresiko untuk pneumotorak tegangan.
4) Pasien inkubasi biasaya mengalami refleks batuk tidak
efektif, atau pasien dapat mengalami gangguan
neuromuskular eurosensorik. Gangguan kemampan untuk
batuk. Pasien ini tergantung pada pilihan seperti
penghisapan untuk membuat secret.
5. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang
telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain. (Mitayani, 2009: 116)
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan pada
perubahaan diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat
teratasi. Disamping itu, perawat melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum
tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat di
modifikasi. (Mitayani, 2009: 22)
Adapun evaluasi yang di harapkan pada klien post sectio caesarea
adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyaman klien terpenuhi
b. Pola eliminasi miksi dan defekasi kembali normal
c. Klien menunjukan respon adaptif
d. Pengetahuan klien mengenai keadaan dirinya bertambah
e. Pola nafas klien kembali efektif
f. Tidak terjai komplikasi perdarahan atau infeksi. (Padila,
2015:110)
C. Konsep Intervensi
1. Pengertian Pijat Oksitosin
Pijat Oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat Oksitosin adalah pemijatan
pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae
kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon
prolakstin dan oksitosin setelah melahirkan.
Pijat Oksitosin sering dilakukan dalam rangkameningkatkan
ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin,
ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks let
down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada
ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan
ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan
produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016:
148)
Pijat oksitosin adalah tindakan yang dilakukan oleh suami
pada ibu menyusui yang berupa back massage pada punggung ibu
untuk meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin. Pijat oksitosin
yang dilakukan suami akan memberikan kenyamanan pada ibu,
sehingga akan memberikan kenyamanan pada bayi yang disusui.
Salah satu tujuan perawatan payudara bagi ibu menyusui
setelah melahirkan yakni agar dapat memberikan ASI secara
maksimal pada buah hatinya. Salah satu hormon yang berperan
dalam produksi ASI adalah hormon oksitosin. Saat terjadi stimulasi
hormon oksitosin, sel-sel alveoli di kelenjar payudara berkontraksi
dengan adanya kontraksi menyebabkan puting dan masuk ke mulut
bayi, proses kedua air susu disebut dengan refleks let down. (Anik
Puji Rahayu, 2016: 149)
Refleks let down sangat dipengaruhi oleh psikologis ibu
seperti melahirkan bayi, mencium, melihat bayi, dan mendengarkan
suara bayi, sedangkan yang menghambat refkeks let down
diantaranya perasaan stres seperti gelisah, kurang percaya diri,
takut, dan cemas. Penelitian menunjukan bahwa saat seseorang
merasa defressi, bingung cemas, dan merasa nyeri terus-menerus
akan mengalami penurunan hormon oksitoin dalam tubuh. Saat
merasa stres, refleks let down kurang maksimal akibatnya air susu
mengumpul di payudara saja tidak bisa keluar, sehingga payudara
tampak membesar dan terasa sakit. (Anik Puji Rahayu, 2016:150)
Tanda refleks let down ini berlangsung baik dengan adanya
tetesan air susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu
dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari payudara
ibunya, susu menetes dari payudara yang sedang tidak diisap bayi,
beberapa ibu ada yang merasakan kram uterus dan adanya
peningkatan rasa haus. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh
kondisi prikologis ibu menyusui. Saat ibu menyusui merasa nyaman
dan rileks pengeluaran oksitosin dapat berlangsung baik. Terdapat
titik-titik yang dapat memperlanvar ASI diantaranya, titik-titik
dipayudara yakni titik-titik di atas puting, titik tepat pada puting dan
titik dibawah puting, serta titik dipungung yang segaris dengan
payudara. Pijat stimulasi oksitosin untuk ibu menyususi berfungsi
untuk merangsang hormon oksitosin agar dapat memperlancar ASI
dan meningkatkan kenyamanan ibu. (Anik Puji Rahayu, 2016: 150)
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada daerah tulang belakang
leher, punggung, atau sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelima sampai keenam. Pijat oksitosin adalah
tindakan yang dilakukan oleh suami pada ibu menyusui yang berupa
back massage pada punggung ibu untuk meningkatkan pengeluaran
hormon oksitosin. Pijat oksitosin yang di lakukan suami akan
mmemberikan kenyamanan pada ibu, sehingga akan memberikan
kenyamanan pada bayi yang disusui. Oksitosin diproduksi oleh
kelenjar pituitari posterior (ncurohipofiis). Saat bayi mnegisap
areola akan mengirimkan stimulasi ke neurohopofisis untuk
memproduksi dan melepaskan oksitosin secara intermiten.
Oksitosin akan masuk ke aliran darah ibu dan merangsang sel otot
disekeliling alveoli berkontraksi membuat ASI yang telah
terkumpul di dalamnya mengalir ke saluran-saluran dulkus. (Anik
Puji Rahayu, 2016: 151)
2. Manfaat pijat oksitosin
a) Membantu ibu secara psikologis, menenangkan, dan tidak stres.
b) Mengbangkitkan rasa percaya diri.
c) Membantu ibu agar mempunyai pikiran dan perasaan baik
tentang bayi nya.
d) Meningkatkan ASI.
e) Menperlancar ASI
f) Melepas lelah.
g) Ekonimis.
h) Praktis. (Anik Puji Rahayu, 2016: 151)
A. Desain penelitian
Ditinjau dari jenis adanya pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksud untk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagi meode ilmiah (Moleong, 2008)
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi
kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian
satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga,
kelompok, komunitas, atau institusi (Nursalam, 2008)
2. Kriteri ekslusi
a. Ibu post section caesarea yang tidak dirawat di Ruang Delima
RSUD Cianjur
b. Ibu post section caesarea yang menolak menjadi responden
c. Ibu post section caesarea yang sudah keluar ASI
d. Ibu post partum normal
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Ruang Delima RSUD Sayang
Cianjur
2. Waktu Penelitian
Penelitian dlakukan dari bulan Februari sampai Juni 2018
D. Seting Penelitian
Setting penelitian dapat dianyatakan sebagai situasi sosial penelitian
yang ingin diketahui apa yang terjadi didalamnya. Pada objek
penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas
orang-orang yang ada pada tempat tertentu (Sugiono, 2007)
Setting penelitian ini yaitu responden 1 berada dikamar 3A bed 8
dengan fasilitas kamar untuk 8 bed, 1 kamar mandi, pencahayaan da
ventilasi ruangan cukup baik. Pada responden kedua berada di kamar
2B bed 1 dengan fasilitas kamar untuk 4 bed. Pencahayaan dan
ventilasi baik.
E. Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data ddidapat melalui :
1. Stufi kepustakaan
Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
studi pustaka, yakni pencarian sumber-sumber atau oponi pakar
tentang suatu hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian
(Djiwandono, 2015)
Adapun data yang diperoleh dan dirangkum dalam penelitian ini
adalah mengenai konsep pos section caesarea, konsep asuhan
keperawatan section caesarea, konsep pijat oksitosin, konsep
kolostrum, dan konsep pengelompokan ASI. Prosedur
penyusunan penelitian yang bersumber dari beberapa buku,
jurnal dan literature lainnya.
2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode dalam penegumpulan data
dengan mewawancarai secara langsung responden yang iteliti,
metode ini memberikan hasil secara langsung dan dapat
dilakuan apabila ingin tahu hal-hal dari responden secara
mendalam serta jumlah responden sedikit. (Hidayat, 2017)
Wawancara dalam peneltian ini berdasarkan pada subjek yang
memiliki dara, dan bersedia memberikan informasi yang
lengkap dan akurat. Informan bertindak sebagai narasumber
dalam penelitian ini adalah ibu pots sectio caesarea dengan ASI
belum keluar.
3. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
observasi partisipatif. Onservasi partisipatif menurut sugiono
(2011) peneliti selain melakukan pengamatan juga melakukan
apa yang dilakukan oleh narasumber, maka diharapkan data yang
diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan mengetahui tingkat
makna setiap perilaku yang tampakseperti yang dikemukakan
bahwa observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi empat
yaitu partisiatif aktif, partisipatif moderat, observasi yang terus
terang tersamar, dan observasi lengkap (Sugiono, 2011).
4. Dokumentasi
Dokumentasi menurut sugiyono, (2009) merupakan dokumen
yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-
data. Hasil penelitian wawancara akan semakin sah dan dapat di
percaya apabila didukung oleh foto-foto.
F. Metode Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data di maksudkan untuk menguji kualitas data/informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan
validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi
instrument utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan
triangulasi sumber dan metode.
1. Sumber
Menggunakan klien, keluarga, dan lingkungan klien sebagai
sumber informasi, sumber dokumentasi dll. Jika informasi yang
didapatkan dari sumber klien sama dengan yang didapatkan dari
perawat, maka informasi tersebut valid.
2. Metode
Membandingkan data/informasi yang didapat dengan beberapa
teknik pengumpulan data.
H. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat
permohonan untuk mendapat kan ijin melakukan penelitian di Ruang
Delima RSUD Cinjur. Secara umum prinsip etika dalam
penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian
yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip
keadilan. Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan
dengan menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari
keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan
bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah
diberikan, tidakakan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan subjek dalam bentuk apa pun.
c. Risiko (benefis ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbang kan risiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human
Dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self
determination)
b. Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau
pun tidak, tanpa adanya sang siapa pun atau akan berakibat
terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.
c. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
(right to full disclosure) Seorang peneliti harus memberikan
penjelasan secara rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu
yang terjadi kepada subjek.
d. Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
bebas berpatisipasi atau menolak menjadi responden. Pada
informed consent juga perlu di cantumkan bahwa data yang
diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Identitas yang di dapat peneliti pada partisipan pertama pada hari
… pukul 15:15 yaitu: inisial klien Ny.M, alamat Hanjawar,
Cipanas, umur 19 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan
terakhir SMP, diagnona medis ketuban pecah dini (KPD), keluhan
utama nyeri luka post sc, pada pemeriksaan payudara klien
mengatakan ASI belum keluar, kesan umum teraba keras, putting
susu menonjol. Areola hitam, ASI belum keluar. Pada
pemeriksaan abdomen terdapat luka post sc, luka masih terlihat
basah. Terpasang selang kateter urine. Klien mengatakan belum
BAB selama di Rumah Sakit, Klien masuk rumah sakit pada
tanggal … . penanggung jawab klien adalah Tn. A Umur 25 tahun.
Hubungan dengan klien adalah suami.
Pada pemeriksaan penunjang labolatorium pada tanggal … yaitu :
HB 12,7 g/dl (Normal 11-16,1). HT 39 (Normal 35-45). Leukosit
9,7 juta/mm (Normal 4,4-11), Trombosit 190 UL (Normal 150/450,
Eritrosit 4,37 U/L (normal 4,1-5,1). GDS 126 mg/dl (Normal 60-
140) HbsAg Negatif.
Identitas yang didapat peneliti pada partisan kedua pada hari …
pukul 14:30, yaitu: inisial klien adalah Ny. Y, alamat
warungkondang, umur 26 tahun, jenis kelamin perempuan,
pendidikan terakhir SMP, diagnose medis panggul sempit, keluhan
utama nyeri luka post sc. Pada pemeriksaan payudara klien
mengatakan ASI belum keluar, payudara teraba kencang dank
eras, putting susu menonjol, ASI belum keluar. Pada pemeriksaan
abdomen terdapat luka post sc, luka masih terlihat basah, terpasang
selang kateter urine. Klien masuk rumah sakit pada tanggal ….
Penanggng jawab klien adalah Tn.D umur 26 tahun hubungan
dengan klien adalah suami.
Pada pemeriksaan penunjang labolatorium pada tanggal … yaitu :
HB 12,3 g/dl (Normal 11-16,1). HT 35 (Normal 35-45). Leukosit
9,7 juta/mm (Normal 4,4-11), Trombosit 170 UL (Normal 150/450,
Eritrosit 4,37 U/L (normal 4,1-5,1). GDS 130 mg/dl (Normal 60-
140) HbsAg Negatif.
2. Diagnos Keperawatan
Berdasarkan dari hasil pengkajian dan observasi peneliti
menemukan diagnose pada Ny.M yaitu nyeri berhubungan dengana
agen cidera fisik (post section caesarea). Data-data yang
menunjang di tegakan diagnose siatas yaitu subyektif klien
mengatakan nyeri pada luka post section caesarea, provocate nyeri
setelah operasi,quality seperti ditusuk-tusuk, region diperut posisi
luka vertical dibawah pusar, skala nyeri 6, time nyeri rasakan
ketika bergerak, nyeri hilang timbul tapi sering. Data objektif yang
didapatkan adalah wajah klien tampak mernahan rasa sakit dan
memegangi perut, terdapat luka jahitan post section casarea di
abdomen sepanjang 13cm, posisi lka vertical dibawah pusar,
tertutup kasa steril.
Diagnose kedua yaitu ketidakefektifan pemberi an ASI
berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI. Dara subjektif
yang di dapat adalah klien mengatakan ASI belum keluar. Data
objektif yang didapatkan yaitu ayudara teraba keras putting susu
menonjol, areola kehitaman, ASI belumm keluar.
Diagnose ketiga yang ditemukan adalah Hambatan mobilitas fisik
berhubngan dengan kelemahan fisik. Data subyektif yang di dapat
yaitu klien mengatakan badan masih lemas dan belum mampu
beraktifitas. Data obejektif yang di dapat klien hanya berbaring di
temoat tidur dan beraktifitas seperti makan minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpndah dan ambulasi dibantu keluarga.
Pada hasil pengkajian dan observasi klien kedua ditemukan
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( post
sectio caesarea). Klien mengeluh nyeri, quality nyeri seperti di
remas-remas, region diperut posisi luka vertical dibawah pusar,
skala nyeri 5, time nyeri rasakan ketika bergerak, nyeri hilang
timbul tapi sering. Data objektif yang didapatkan adalah wajah
klien tampak meringis dan menarik nafas, terdapat luka jahitan
post sectio casarea di abdomen sepanjang 13cm, posisi luka
vertical dibawah pusar, tertutup kasa steril.
Diagnosa kedua yang ditemukan yaitu ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI. Data
subjektif yang di dapat adalah klien mengatakan ASI belum keluar.
Data objektif yang didapatkan yaitu payudara teraba keras putting
susu menonjol, areola kehitaman, ASI belum keluar.
Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah Hambatan mobilitas fisik
berhubngan dengan kelemahan fisik. Data subyektif yang di dapat
yaitu klien mengatakan badan masih lemas dan belum mampu
beraktifitas. Data obejektif yang di dapat klien hanya berbaring di
temoat tidur dan beraktifitas seperti makan minum, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, berpndah dan ambulasi dibantu keluarga.
3. Intervensi keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi
6. Aplikasi dan Tindakan Utama