Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN POST 

SE CTI O CAE SAREA (SC) ATAS INDIKASI PLASENTA PREVIA DI RUANG


NIFAS LANTAI 1 RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Tanggal 23 April –  28 April 2018 Oleh
: Khairus Sadiq, S.Kep NIM 1730913310073 PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2018 LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN POST SE CTI O CAE SAREA (SC) ATAS INDIKASI PLASENTA PREVIA DI RUANG
NIFAS LANTAI 1 RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Tanggal 23 April –  28 April 2018 Oleh
: Khairus Sadiq, S.Kep NIM 1730913310073 Banjarmasin, 23 April 2018 Mengetahui, Pembimbing
Akademik Emmelia Astika F. D., S.Kep, Ns,. M.Kep  NIK.1990 2011 1 098 Pembimbing Lahan  Nurdiana,
S.Kep, Ns  NIP. 19811028 200903 2 005 LAPORAN PENDAHULUAN POST SE CTI O CAESAREA (SC) ATAS
INDIKASI PLASENTA PREVIA A. Sectio Caesarea (SC) 1. Definisi SC Sectio caesaria  ( SC) adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina. 2. Indikasi dan Kontra Indikasi a. Indikasi Indikasi medis
seorang ibu yang harus menjalani seksio sesarea yaitu : 1) Panggul sempit, sehingga besar anak tidak
proporsional dengan indikasi panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan
pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah
panggul ibu masih dalam  batas normal. 2) Gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban pecah
dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi.
Pada kasus ibu mengalami  preeklamsia/eklamsia, sehingga janin terpengaruh akibat komplikasi ibu. 3)
Plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri internum (plasenta previa), biasanya plasenta
melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa menutupi ostium uteri
internum. 4) Kelainan letak, jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat
diperiksa selama kehamilan belum tua. 5) Kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini
menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. (incordinate uterine-
action). 6) Ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada
protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia ada gejala
kejang-kejang sampai tak sadarkan diri. 7) Ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio
sesar maka persalinan berikutnya umumnya harus seksio sesar karena takut terjadi robekan rahim.
Namun sekarang, teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan dibagian bawah rahim sehingga
potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil
dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang
bukan melintang.  b. Kontra indikasi 1) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin
hidup kecil 2) Syok 3) Anemia berat 4) Kelainan kongenital berat 5) Infeksi piogenik pada dinding
abdomen 6) Minimnya fasilitas operasi Sectio Caesarea (SC) 3. Klasifikasi a. Berdasarkan insisi 1)
Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis) a) Sectio Caesarea Transperitonealis Sectio Caesarea klasik atau
corporal dengan insisi memanjang  pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang
pada corpus uteri kira –  kira 10 cm. Kelebihan: a Mengeluarkan janin lebih cepat  b Tidak menyebabkan
komplikasi tertariknya vesica urinaria c Sayatan bisa diperpanjang proximal atau distal. Kekurangan : a
Mudah terjadi penyebaran infeksi intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik.  b
Sering terjadi rupture uteri pada persalinan berikutnya.  b) Sectio Caesarea ismika atau profunda atau
low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
( konkaf ) pada segmen bawah rahim, kira –  kira 10 cm. Kelebihan: a Penutupan luka lebih mudah.  b
Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik. c Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum. d Perdarahan kurang. e Kemungkinan
terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil dari pada cara klasik. Kekurangan: a Luka dapat
melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah sehingga dapat menyebabkan arteri Uterina putus sehingga
terjadi  pendarahan hebat.  b Keluhan pada vesica urinaria post operatif tinggi. c) Sectio Caesarea
Extraperitonealis yaitu tanpa membuka  peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum
abdomen. 2) Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis ) Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat
dilakukan sebagai berikut: a Sayatan memanjang ( longitudinal )  b Sayatan melintang ( transversal ) c
Sayatan huruf T ( T incision )  b. Berdasarkan saat dilakukan SC 1) Seksio Sesarea Primer/Efektif Dari
semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi
kelahiran biasa, misalnya pada  panggul sempit (CV kecil dari 8 cm). 2) Seksio Sesarea Sekunder
Mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus
percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea. 3) Seksio Sesarea Ulang (Repeat Caecarean Section) Ibu
pada kehamilan lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang. 4) Seksio Sesarea Postmortem (postmortem Caesarean
Section) Adalah seksio sesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan
janin masih hidup. 4. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah : 1. Infeksi
puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas 2. Perdarahan : perdarahan banyak
bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia
uteri 3. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan yang akan datang 4. Komplikasi-komplikasi
lainnya antara lain : luka kandung kemih, dan embolisme paru yang sangat jarang terjadi. 5. Perawatan
Pasca SC Perawatan diri terdiri dari perawatan luka, nutrisi, ambulasi dini, perawatan  perineum,
perawatan payudara, miksi dan defekasi. a. Perawatan Luka Seksio Sesarea Perawatan luka merupakan
tindakan untuk merawat luka dan melakukan  pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang
(masuk melalui luka) dan mempercepat proses penyembuhan luka. Luka insisi diperiksa setiap hari.
Karena itu bebat yang tipis tanpa plester yang berlebihan lebih menguntungkan. Biasanya, jahitan kulit
dilepas pada hari keempat setelah operasi.  b.  Nutrisi masa nifas Kebutuhan gizi pada masa nifas
meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan sehabis melahirkan
dan untuk memproduksi air susu yang cukup. Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500
kalori tiap hari, makan dengan diet  berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup, meminum sedikitnya 3 liter air setiap hari dan ibu sebaiknya minum setiap kali menyusui, pil zat
besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, mengkonsumsi
kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada  bayinya melalui ASInya. c.
Ambulasi Dini Sehabis melahirkan ibu merasa lelah karena itu ibu harus istirahat dan tidur telentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah
terjadinya thrombosis dan tromboemboli. Manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah 1) Ibu merasa
lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini. Dengan  bergerak, otot – otot perut dan panggul akan
kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan
demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan, faal usus
dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal.
Aktifitas ini juga membantu mempercepat organorgan tubuh bekerja seperti semula. 2) Mencegah
terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga
resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan. 6. Pathway Etiologi Defisiensi
pengetahuan Proses Persalinan SC Ansietas Insisi dinding abdomen Terputusnya kontinunitas jaringan
Nyeri akut Resiko infeksi B. Plasenta Previa 1. Definisi Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir ( osteum uteri internal ). Plasenta  previa diklasifikasikan menjadi 3 : a.
Plasenta previa totalis : seluruhnya ostium internus ditutupi plasenta  b. Plasenta previa lateralis : hanya
sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta c. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium
terdapat jaringan  plasenta. Plasenta previa dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : a.
Endometrium yang kurang baik  b. Chorion leave yang peresisten c. Korpus luteum yang berreaksi
lambat 2. Maifestasi Klinis a. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III  b. Perdarahan dapat
terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan gejala c. Perdarahan berwarna merah segar d. Letak
janin abnormal e. Adanya anemia f. Timbulnya perlahan-lahan g. Waktu terjadinya saat hamil h. His
biasanya tidak ada i. Rasa tidak tegang saat palpasi  j. Denyut jantung janin ada k. Teraba jaringan
plasenta pada periksa dalam vagina l. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul. 3. Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadangkadang bagian atau seluruh organ
dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta
previa.Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha
mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding usus sampai tingkat
tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi  pendarahan.  Pathway : Etiologi : kelainan plasenta
Dilatasi serviks Nyeri Perdarahan Ansietas Hipovolemia Anemia Kekurangan volume cairan
Ketidakefektifan perfusi jaringan 4. Komplikasi a. Prolaps tali pusat  b. Prolaps plasenta c. Plasenta
melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan d. Robekan-
robekan jalan lahir e. Perdarahan post partum f. Infeksi karena perdarahan yang banyak g. Bayi
prematuritas atau kelahiran mati 5. Penatalaksanaan a. Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih
dari show ( perdarahan inisial harus dikirim ke rumah sakit tanpa melakukan suatu manipulasi apapun
baik rectal apalagi vaginal)  b. Apabila ada penilaian yang baik, perdarahan sedikt janin masih hidup,
belum inpartus. Kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin di bawah 2500 gr. Kehamilan
dapat ditunda dengan istirahat.Berikan obatobatan spasmolitika, progestin atau progesterone observasi
teliti c. Sambil mengawasi periksa golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Kehamilan
dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari premature. d. Harus diingat bahwa bila
dijumpai ibu hamil yang disangka dengan  plasenta previa, kirim segera ke rumah sakit dimana fasilitas
operasi dan tranfuse darah ada e. Bila ada anemi berikan tranfuse darah dan obat-obatan. C. Asuhan
Keperawatan 1. Pengkajian a. Data Subjektif 1) Data umum Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya. 2)
Keluhan utama Biasanya keluhan pasien saat masuk RS adalah perdarahan pada kehamilan 28 minggu.
3) Riwayat kesehatan yang lalu 4) Riwayat kehamilan a) Haid terakhir  b) Keluhan c) Imunisasi 5) Riwayat
keluarga a) Riwayat penyakit ringan  b) Penyakit berat c) Keadaan psikososial d) Dukungan keluarga e)
Pandangan terhadap kehamilan 6) Riwayat persalinan 7) Riwayat menstruasi a) Haid pertama  b)
Sirkulasi haid c) Lamanya haid d) Banyaknya darah haid e)  Nyeri f) Haid terakhir 8) Riwayat perkawinan
a) Status perkawinan  b) Kawin pertama c) Lama kawin  b. Data Objektif 1) Umum Pemeriksaan fisik
umum meliputi pemeriksaan ibu hamil. a) Rambut dan kulit Biasanya terjadi peningkatan pigmentasi
pada areola, putting susu dan linea nigra. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan
paha. Laju pertumbuhan rambut berkurang.  b) Wajah Mata : pucat, anemis, Hidung, Gigi dan mulut. c)
Leher d) Payudara Biasanya peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya ukuran dan
noduler. e) Jantung dan paru Biasanya volume darah meningkat. Peningkatan frekuensi nadi. Penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah  pulmonal. Terjadi hiperventilasi selama
kehamilan. Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas. Diafragma meninggi serta
Perubahan pernapasan abdomen menjadi  pernapasan dada. f) Abdomen Menentukan letak janin.
Menentukan tinggi fundus uteri. g) Vagina Biasanya peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan (tanda Chandwick) serta Hipertropi epithelium. h) System musculoskeletal Biasanya persendian
tulang pinggul yang mengendur. Gaya  berjalan yang canggung. Terjadi pemisahan otot rectum
abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal. c. Khusus 1) Tinggi fundus uteri 2) Posisi dan persentasi
janin 3) Panggul dan janin lahir 4) Denyut jantung janin 2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan
inspekulo  b. Pemeriksaan radio isotopic c. Ultrasonografi d. Pemeriksaan dalam 3. Diagnosa
Keperawatan a.  Nyeri akut  b. Kekurangan volume cairan c. Ketidakefektifan perfusi jaringan d.
Defisiensi pengetahuan e. Ansietas f. Resiko infeksi 4. Rencana Tindakan Keperawatan No Dx
Keperawatan NOC NIC 1. Nyeri akut b.d dilatasi serviks atau kontraksi otot rahim NOC : Pain level, Pain
Control, Comfort Level  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit masalah pasien
teratasi, dengan kriteria hasil: 1. TD = 120/80mmHg, N = 60-80x/menit, RR = 16-20x/menit, T = 36,5-
37,5oC 2. Mampu mengontrol nyeri (tahu  penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari  bantuan) 3. Melaporkan nyeri  berkurang 4.
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5. Tidak mengalami gangguan tidur NIC :  Pain
Management  1. Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif 2. Berikan informasi tentang nyeri
seperti  penyebab nyeri 3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: massase 5. Kolaborasikan dengan dokter  pemberian analgetik 6. Monitor vital sign
Analgesic  Administration 1. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 2. Cek riwayat
alergi 3. Tentukan pilihan analgesic dari tipe dan beratnya nyeri 4. Berikan obat sesuai rute pemberian 5.
Monitor ttv pasien sebelum dan sesudah pengobatan 6. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat
nyeri hebat 2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan NOC :  Fluid Balance
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kekurangan volume cairan teratasi, dengan kriteria
hasil: 1. Keseimbangan output dan intake dalam 24 jam 2. Tekanan darah dalam batas normal 120/80
mmHg 3. Turgor kulit < 2 detik NIC :  Fluid Management 1. Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat 2. Monitor status dehidrasi 3. Terapi IV administrasi cairan 4. Berikan cairan 5. Distribusikan
cairan selama 24 jam Vital Sign Monotoring 1. Monitor tekanan darah, nadi, dan  pernafasan sebelum,
selama, dan sesudah aktifitas, dengan sesuai 2. Monitor pelebaran atau penyempitan tekanan nadi 3.
Identifikasi kemungkinan  penyebab  perubahan tanda vital 3. Ketidakefektif  an perfusi  jaringan b.d
hipovolemi NOC : Circulation status Setelah dilakukan tindakan keperawatan setiap 1 x 24 jam
diharapkan nyeri akan  berkurang. Kriteria hasil: a. Klien menunjukkan  perfusi adekuat, misalnya tanda
vital stabil. NIC :  Peripheral Sensation  Management (Manajemen sensasi  perifer) 1. Observasi tanda
vital 2. Kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku. 3. Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai toleransi 4. Awasi upaya  pernapasan; auskultasi bunyi napas. 5. Observasi keluhan nyeri
dada/palpitasi 6. Kolaborasi  pengawasan hasil  pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed  produk darah sesuai indikasi 7. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 4. Ansietas
b.d ancaman kematian diri sendiri dan  janin NOC:  Anxiety selfcontrol  Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 30 menit masalah anxietas pasien teratasi dengan kriteria hasil: 1. Pasien
mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. Vital sign dalam  batas normal 3. Postur
tubuh, ekspresi wajah,  bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan  berkurangnya kecemasan NIC:
Anxiety Reduction 1. Gunakan  pendekatan yang menenangkan 2. Jelaskan diagnosis dan semua
prosedur dan apa yang dirasakan selama  prosedur  3. Dorong keluarga untuk menemani  pasein 4.
Lakukan back / neck rub 5. Dengarkan dengan  penuh perhatian 6. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi 5. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terkait perawatan
postpartum NOC : Knowledge : Postpartum Maternal Health Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 60 menit  pengetahuan ibu meningkat, dengan kriteria hasil : 1. Klien mengetahui  perawatan
episitomi 2. Klien memahami  perawatan payudara Klien memahami cara menyusui dengan baik dan
benar  NIC : Postpartal Care 1. Monitor tandatanda infeksi 2. Informasikan terkait infeksi luka episiotomi
dari adanya kemerahan, ekimosis, edema 3. Ajarkan perawatan  payudara 4. Ajarkan cara menyusui
dengan tepat 5. Anjurkan mobilitas fisik ringan 6. Jadwalkan  pemeriksaan  perawatan luka episiotemi
atau SC 6. Resiko infeksi. Faktor risiko: prosedur invasif berulang, trauma  jaringan, pemajanan terhadap
patogen, persalinan lama atau pecah ketuban. NOC : Kontrol infeksi Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x4 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil : tidak ditemukan
tanda-tanda adanya infeksi. NIC : Kontrol infeksi 1. Lakukan perawatan  parienal setiap 4  jam. 2. Catat
tanggal dan waktu pecah ketuban. 3. Lakukan  pemeriksaan vagina hanya bila sangat  perlu, dengan
menggunakan tehnik aseptik . 4. Pantau suhu, nadi dan sel darah putih 5. Gunakan tehnik asepsis bedah
pada  persiapan peralatan. 6. Ajarkan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dna kapan harus
melaporkan kepada  penyedia perawatan kesehatan 7. Ajarkan keluarga mengenai  bagaimana
menghindari infeksi 8. Kolaborasi :Berikan antibiotik sesuai indikasi.. DAFTAR PUSTAKA 1. Manuaba,
Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetri-ginekologi sosial untuk profesi
bidan. Jakarta: EGC. 2. Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC. 3. Muchtar.
2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC 4. Bobak. Lowdermilk. Jensen. 2004. Keperawaytan
Maternitas. Jakarta: EGC 5. Manjoer, arif. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Aesculapius, 2000 6.
Doengoes, E. Marlyn, 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC. 7. Sarwono Prawiroharjo.
2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 8. Wiknjosastro,Hanifa.
2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustak Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 9.
Prawirohardjo,Sarwono .2002.Ultrasonografi dalam Obstetri, Ilmu kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina
Pustaka 10. Pusdiknakes, 1993, Asuhan Kebidanan pada Ibu Gangguan Sistem Reproduksi, Jakarta 11.
Saifudin, A.B. dkk, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta 12.
Hanafiah, T.M 2004.  Plasenta Previa, on line, (http://www. Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-
tmhanafiah2.pdf, diakses tanggal 7 April 2018)

Anda mungkin juga menyukai