Anda di halaman 1dari 45

SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN THALASEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pengampu : Tia Amestiasih, S.Kep., Ns., MSN.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Doni Kusuma Putra (20160057)
2. Dwi Maifatmawati (20160012)
3. Eka Silvia Saputri (20160058)
4. Eki Firmansyah (20160105)
5. Gusti Ayu Saraswati (20160106)
6. Heti Nuraini (20160025)
7. Hokpitasari Sumartiani (20160062)
8. I Gusti Ayu Agung Natariani (20160014)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan salah satu penyakit yang ditimbulkan karena
sindrom genetik yang terjadi penurunan sintesis salah satu rantai dalam
hemoglobin utama (Hb A) yang sering terdapat di dunia. Penyakit ini
disebabkan oleh terjadinya kelainan pada gen autosom resesif pada gen
kromosom 16 pada alfa thalasemia dan kromosom 11 beta thalasemia
berdasarkan hukum mendel dari orang tua yang diturunkan pada anaknya
(Muncie & Campbell, 2009).
Pada saat ini penyakit ini merupakan penyakit yang ditimbulkan karena
keturunan yang paling banyak di dunia. Terdapat beberapa daerah yang
menunjukkan adanya penderita thalasemia terutama pada wilayah daerah
perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua
India, dan Asia Tenggara. Mulai 3 % sampai 8 % orang Aerika keturunan Itali
atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk
thalasemia β. Beberapa daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia memiliki
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia
(Kliegman, 2012).
Badan kesehatan dunia atau WHO (2012) menyatakan kurang lebih 7%
dari penduduk dunia mempunyai gen thalasemia dimana angka kejadian
tertinggi sampai dengan 40% kasusnya adalah di Asia. Berdasarkan data YTI
(Yayasan Thalasemia Indonesia) dan POPTI (Persatuan Orang tua Pederita
Thalasemia) tahun 2014, didapatkan pembawa sifat sebanyak 699 orang (5,8%)
dari 12.038 orang yang diperiksa (Intansari, 2016).
Thalasemia sebagai penyakit genetik yang diderita seumur hidup akan
membawa banyak masalah bagi penderitanya. Beberapa anak yang
mengalaminya akan memiliki vitamin dan mineral yang berkurang dan
menurunnya nafsu makan. Penderita thalasemia sangat bergantung pada orang
tuanya karena kondisi fisik yang lemah sangat. Terutama pemantauan dalam
menjalankan transfusi darah 2 secara rutin,dan pemantauan asupan nutrisi
cukup dibutuhkan agar tidak terjadi keterlambatan tumbuh kembang anak.
Karena anak thalasemia sebagian besar mengalami penurunan pada nafsu
makan yang dapat menghambat tumbuh kembang bagi penderitanya terutama
pada anak (Indriati, 2011).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada
penderita thalasemia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi thalasemia.
b. Mampu mengetahui etiologi thalasemia.
c. Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis thalasemia.
d. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dan pathway
thalasemia.
e. Mampu mengidentifikasi pemeriksaan penunjang thalasemia.
f. Mampu mengidentifikasi komplikasi thalasemia.
g. Mampu mengidentifikasi penatalaksanaan pada penderita
thalasemia.
h. Mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
penderita thalasemia.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel
darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan
terjadilah anemia (Rachmaniah, 2012).
Thalasemia terbagi menjadi thalasemia minor, intermedia dan mayor.
thalasemia mayor merupakan jenis talasemia terparah karena dapat
menyebabkan anemia berat dengan hemolisis dan eritropoiesis yang tidak
efektif. Eritropoiesis yang tidak efektif ini menyebabkan peningkatan
eritropoeisis di sumsum tulang dan bagian ekstramedular antara lain hati dan
limpa. Peningkatan aktivitas sumsum tulang ini menyebabkan perubahan
tulang, sedangkan peningkatan eritropoiesis ekstramedular menyebabkan
pembesaran hati dan limpa.Pasien yang menderita thalasemia mayor harus
menjalani transfusi darah setiap bulan untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10
g/dL dan meningkatkan pertumbuhan, mengurangi hepatosplenomegali dan
deformasi tulang (Pohan et al., 2013).

B. Etiologi
Thalasemia terjadi kerusakan eritrosit sehingga umur eritrosit pendek,
yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu /lebih jenis rantai α dan β, yang
diturunkan dari satu atau dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif. Klasifikasi Thalasemia berdasarkan gangguan rantai globin yang
terbentuk yaitu Thalasemia Alpha dan Thalasemia Beta. Berikut penyebab
thalasemia berdasarkan klasifikasinya:
1. Thalasemia Alpha (Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau
seluruh globin rantai alfa yang ada)
a. Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha)
Kemungkinan tidak timbul gejala sama sekali atau hanya sedikit
kelainan berupa hipokrom.
b. Alpha Thalassaemia Trait/Minor (gangguan pada 2 rantai globin
alpha)
Kemungkinan mengalami anemia kronis ringan dengan hipokrom
dan mikrositer.
c. Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha)
Merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha.
Tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada Hb A atau
Hb F yang diproduksi. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya
mangalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalasemia Beta (Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu
atau dua rantai globin beta yang ada).
a. Beta Thalasemia Trait/Minor
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi.
b. Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi
sedikit rantai beta globin.
c. Thalasemia Mayor
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin.

C. Manifestasi Klinis
Dampak patologis Thalasemia yaitu anemia. Anemia yang bertahun-
tahun pada Thalasemia disebabkan eritropoiesis yang tidak efektif, proses
hemolisis dan reduksi sintesa hemoblobin. Kondisi anemia kronis mampu
menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan dan merangsang peningkatan
produksi eritropoietin yang berdampak pada ekspansi susunan tulang sehingga
pasien thalasemia mengalami deformitas, resiko menderita gout dan defisiensi
asam folat. Peningkatan eritropoietin mengakibatkan hemapoesis ekstra
medular disertai hemolisis menyebabkan terjadinya hipersplenisme dan
splenomegali. Hipoksia yang kronis akibat dari anemia mampu menimbulkan
penderita mengalami keluhan sakit kepala, iritable, anoreksia, nyeri dada dan
tulang serta terjadi intoleransi aktivitas. Pasien thalasemia dalam waktu yang
lama juga beresiko mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
reproduksi (Idanah, 2010; Smeltzer & Bare, 2017).
Pasien dengan Thalasemia juga mengalami perubahan struktur tulang
yang ditandai dengan penampilan khas yaitu tulang maxilaris menonjol, dahi
yang lebar dan tulang hidung datar. Pada thalasemia beta mayor mampu terjadi
sakit kuning, luka terbuka dikulit/ulkus batu empedu dan pembesaran hati.
Gejala lain pada Pasien thalasemia yaitu jantung mudah berdebar-debar, karena
oksigen yang dibawa ke jantung akan lebih sedikit karena hemoglobin yang
bertugas membawa oksigen dalam darah berkurang dan jantung akan berusaha
lebih keras sehingga menyebabkan kelemahan otot jantung (Idanah, 2010).
Manifestasi Klinis berdasarkan klasifikasi Thalasemia menurut Smeltzer
& Bare, (2017), yaitu:
1. Thalasemia Mayor
a. Pucat
b. Lemah
c. Anoreksia
d. Sesak napas
e. Peka rangsang
f. Tebalnya tulang kranial
g. Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
h. Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
i. Disritmia
j. Epistaksis
k. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
l. Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
m. Kadar besi serum tinggi
n. Ikterik
o. Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar
hidung lebar dan datar.
2. Thalasemia Intermedia
a. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada
Thalasemia mayor,
b. Anemia sedang
c. Gejala deformitas tulang
d. Hepatomegali dan splenomegali
e. Eritropoesis ekstra medular
f. Gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa
3. Thalasemia Minor
a. Pucat
b. Hitung sel darah merah normal
c. Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal
d. Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang.

D. Patofisiologi
Hemoglobin terdiri dari cicin heme yang berisi besi dan empat rantai
globin (dua rantai alfa dan dua rantai beta/ non alfa). Komposisi dari keempat
rantai globin menentukan tipe hemoglobin.
Thalasemia Alfa disebabkan adanya defisiensi atau tidak adanya sintesis
rantai globin alfa, sehingga rantai globin beta jumlahnya berlebih. Produksi
rantai globin alfa dikendalikan oleh dua gen pada masing-masing kromosom
16. Terjadinya penurunan produksi biasanya disebabkan oleh delesi satu atau
lebih dari gen ini. Delesi gen tunggal akan menyebabkan karier thalasemia alfa
(minor) dengan mikrositosis dan biasanya tidak disertai anemia.Delegasi tiga
gen menyebabkan produksi signifikan hemoglobin H (HbH) yang memiliki
empat rantai beta. Talasemia alfa intermedia atau penyakit HbH menyebabkan
anemia mikrositik, hemolisis, dan spenomegali. Delesi empat gen akan
menyebabkan produksi hemoglobin Brts (Hb Barts) yang memiliki empat
rantai gama.
Thalasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis
rantai globin beta, sehingga terjadi kelebihan rantai alfa. Sintesis globin beta
dikendalikan oleh satu gen kromosom 11. Talasemia beta terjadi akibat lebih
dari 200 mutasi titik dan delesi dari dua gen (jarang). Produksi rantai globin
beta dapat berkisar antara mendekati normal sama sekali tidak ada sehingga
terdapat lebih banyak variasi keparahan dari kelebihan rantai globin beta.
Terjadinya atu defek gen akan menjadi tarit (minor) yang asimptomatis,
mikrositik dan anemia ringan. Pada kedua gen tidak ada akan menimbulkan
talasemia beta mayor.
E. Pathway

Hb F tidak mengalami Kekainan (genetic)


penurunan
Mutasi gen
Delesi gen

Berkurangnya prod
Hilangnya gen alfa
dalam rantai goblin
Produksi rant
sedikit/tidak
Sisntesis Hb dengan strktur
abnormal/ hemoglobin defensif

Thalasemia

Hb abnormal
Goblin intra eritrosik yang mengalami
mengendap didinding
defek merusak sampul eritrosit
eritrosi

Proses eritropoesis terganggu Pemecahan/destruksi eritrosit


lebih cepat dari normal

Anemia mikrositik hipokrom


Anemia hemolitik
Sumsum tulang merah Menekan
spinomegali
Aktivitas Lien lambung
sistem RES Hepatomegaly
hepar
Pertumbuhan barlebihan meningkat Gangguan metabolisme
pada tulang frontal, atau pembentukan energi
zigomatikum dan maksila

Aktivitas sistem RES meningkat Kompensasi tubuh

Sumsum tulang merah Lien Hepar Jantung Paru-paru

Pertumbuhan Spinomegali Hepatomegaly Kontraksi otot Hiperventilasi


barlebihan pada jantung meningkat
tulang frontal,
Menekan Gangguan Takipnea
zigomatikum
lambung metabolisme atau Kardiomegali
dan maksila
pembentukan energi
Ketidakefektifan
Anoreksia
pola napas

Ketidakseimbangan Menekan diafragma


nutrisi: kurang dari
Fraktur kebutuhan tubuh
spontan Sesak nafas

Hambatan mobilitas
fisik
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah lengkap
Yaitu memeriksa nilai eritrosit rerata seperti mean corpuscular
hemoglobin consentration (MCHC), RDW. Pada klien dengan
thalassemia α maupun –β menunjukkan nilai MCV dan MCH yang
rendah (mikrositer dan hipokrom) dan mengalami anemia. Pemeriksaan
laboratorium thalassemia diperlukan evaluasi sediaan hapusan darah
tepi , badan inklusi HbH serta analisa hemoglobin dengan pemeriksaan
hemoglobin elektroforesis yaitu dengan menggunakan HPLC. Mutase
yang terjadi sehingga mengakibatkan diagnosis negative palsu, maka
pemeriksaan analisa genetic sangat diperlukan.
Darah laboratorium lengkap pada thalassemia mayor:
1. Hb normal atau sedikit rendah MCV dan MCH rendah (< normal)
2. RDW Normal/meningkat
3. Retikulosit meningkat
4. Jumlah eritrosit meningkat
5. Morfologi darah : mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis,
ditemukan tear drops cell, elips dan sel target
6. Gambaran sumsum tulang :eritripoesis hiperaktif
7. Elektroforesis HB :
a. Thalasemia alfa: ditemukan Hb Bart’s dan Hb H
b. Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10-90%
(Padila, 2013; Kemenker RI, 2017)

G. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama mengakiobatkan gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolysis menyebabkan kadar
besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
fungsi alat tersebut (hemokromostik). Limpa yang besar mudah rupture akilbat

12
trauma ringan, kematian terutama diseabkab oleh infeksi dan gagal jantung .
(Wijaya dan Yessie, 2013).

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas
10 g/dL. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum
tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-
tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus di kerjakan untuk mencegah 15
alloimunisasi dan mencegah reaksi transfuse. Lebih baik digunakan PRC yang
relative segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoalgulan CPD) walaupun
dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat trasfusi lazim ada. Hal
ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari
darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik
sebelum transfuse. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka
panjang, yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-
kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat diekskresikan secara fisiologis.
Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan
dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating
drugs) deferoksamin yang membentuk kompleks besi yang dapat diekskresikan
dalam urin.Kadar deferoksamin darah yang dipertahankan tinggi adalah perlu
untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-
12 jam dengan menggunakan pompa portable kecil (selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan
kadar ferritin serum kurang dari 1000 mg/mL yang benar benar di bawah nilai
toksik. Komplikasi mematika siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat
dicegah atau secara nyata tertunda.Obat pengkhelasi besi peroral yang efektif,
deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin.Karena

13
kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas 16 (agranulositosis, artritis,
arthralgia) obat tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat.
Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan
oleh eritropoesis ekstra medular.Namun splenektomi akhirnya diperlukan
karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder.
Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu
operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda
selama mungkin.Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan
kebutuhan transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan
transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti
hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.
influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi
profilaksis penisilin juga dianjurkan.Cangkok sumsus tulang (CST) adalah
kuratif pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak. Namun,
prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas dan biasanya
hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang
sehat (yang tidak terkena) yang histokompatibel (Budiono, 2015).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut
(Padila, 2013).
1. Memberikan terapi oksigen
2. Menyarankan tirah baring
3. Memantau reaksi transfusi
4. Menghilangkan nyeri jika ada
5. Mencegah infeksi
6. Memberikan pendidkan kesehatan

I. Pengkajian Keperawatan
Menurut Padila (2013), Kemenkes RI (2012), & Wong, dkk. (2009),
fokus pengkajian pada pasien dengan thalasemia yaitu sebagai berikut.

14
1. Mengkaji riwayat kesehatan terutama yang berkatan dengan anemia
seperti pucat, lemah, sesak, napas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada,
menurunnya aktivitas, anoreksia, epistaksis berulang.
2. Mengkaji riwayat penyakit keluarga, suku bangsa
3. Pengkajian terkait pertumbuhan yang terhambat, anemia kronik,
kematangan seksual yang tertunda
4. Gejala yang berkaitan dengan iskemia
5. Pemeriksan fisik :
a. Cor : cardiomegali
b. Paru-paru : gangguan fungsi paru
c. Ektremitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa
sakit yang menjalar
d. Abdomen terasa sakit
e. Liver : jaundice, koma hepaticum
f. Ginjal : hematuri
g. Ginjal : tidak mampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal
h. Hb rendah ( 2 – 6 gr% )
i. Darah tepi : hipokrom mikrositer,anisositosis,poilikisitosis
j. MCV,MCH dan MCHC menurun
k. Sumsum tulang :hiperaktif
l. SGOT,SGPT dapat meningkat

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut.
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2) Intoleransi aktivitas
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

15
K. Rencana Keperawatan
Diagnosa Nama/
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No Keperawatan Rasionalisasi TTD
(NOC,SMART) (NIC)
(NANDA)
1 Ketidakefektifan .
perfusi jaringan
perifer
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi 1. Memastikan apakah ada
b.d. keperawatan selama 3 x 24 1. Kosulkan dengan ahli gizi mengenai cara riwayat penyakit keluarga
ketidakseimbangan jam “Toleransi terhadap meningkatkan asupan energi dari dengan yang di derita
antara suplai dan aktivitas” Tn. T makanan 2. Memantau belance terhadap
kebutuhan oksigen ditingkatkan dari skala 2 2. Bantu pasien untuk memahami prinsip pasien
(banyak terganggu) ke skala konservasi energi (misalnya., kebutuhan 3. Untuk mengetahui hasil dari
3 (cukup terganggu) dengan untuk membatasi aktivitas dan tirah hasil dari pemeriksaan
kriteria hasil: baring) 4. Memantau setiap perubahan
1. Saturasi oksigen ketika 3. Tingkatkan tirah baring / pembatasan yang terjadi saat EKG
beraktivitas kegiatan (misalnya., meningkatkan 5. Memonitor EKG agar tidak
2. Frekuensi nadi ketika jumlah waktu istirahat pasien ) dengan terjadi masalah yang lebih
beraktivitas cakupan waktu istirahat yang dipilih lanjut
3. Frekuensi pernapasan 4. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari 6. Mencatat agar ada data

16
ketika beraktivitas yang teratur sesuai kebutuhan (amblasi, setiap di dokumentas
berpindah, bergerak, dan perawatan diri) 7. Memberika tindakan untuk
5. Monitor respon oksigen pasien meminimalkan penyakit
(misalnya., tekanan nadi, tekanan darah,
nadi) saat perawatan maupun saat
melkukan perawatan diri secara mandiri.
6. Instruksikan pasien /orang yang dekat
dengan pasien mengenai kelelahan
(gejala yang mungkin muncul dan
kekambuhan yang mungkin akan muncul
kembali )
7. Instrikikan pasien/SO unruk mengenali
tanda dan gejala, kelelahan yang
memerlukan pengurangan aktivitas
8. Instruksikan pasien/ so mengenai stres
dan koping intervensi untuk mengurangi
keleahan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi 1. Mengetahui status gizi
nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24 1 Tentukan status gizi pasien dan pasien untuk menentukan

17
kebutuhan tubuh jam “Status Nutrisi” kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien
ditingkatkan dari skala 2 kebutuhan gizi 2. Meningkatkan status gizi
(banyak menyimpang dari 2 Instruksikan pasien mengenai kebutuhan pasien
rentang normal) ke skala 3 nutrisi (yaitu membahas pedoman diet dan 3. Memenuhi nutrisi sesuai
(cukup menyimpang dari piramida makanan) dengan kebutuhan kalori
rentang normal) dengan 3 Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi pasien
kriteria hasil : yang dibutuhkan untuk memenuhi 4. Menentukan jenis nutrisi
1. Asupan gizi. persyaratan gizi yang sesuai kebutuhan
2. Asupan makanan. 4 Atur diet yang diperlukan (yaitu pasien
3. Rasio berat badan/tinggi menyediakan makanan protein tinggi, 5. Mengetahui intake dan
badan. menambah kalori, menambah vitamin) output
5 Monitor kalori dan asupan makanan 6. Mengontrol masukan
Setelah dilakukan tindakan 6 Anjurkan pasien untuk memantau kalori makanan harian pasien
keperawatan selama 3x24 dan intake makanan (misalnya buku harian 7. Memantau perubahan berat
jam “Status Nutrisi: makanan) badan
Pengukuran Biokimia” Bantuan Peningkatan Berat Badan 8. Memantau keberhasilan
ditingkatkan dari skala 2 7 Timbang pasien pada jam yang sama terapi
(banyak menyimpang dari setiap hari 9. Memenuhi kebutuhan
rentang normal) ke skala 3 8 Nilai albumin, limfosit, dan elektrolit asupan nutrisi pasien

18
(cukup menyimpang dari 9 Dukung peningkatan asupan kalori
rentang normal) dengan
kriteria hasil :
1. Serum Albumin
2. Serum Prealbumin

19
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Nn. S (24 tahun) datang ke RS Medika Respati dengan keluhan lemas dan
sesak sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan merasa lemas dan sesak
terutama setelah melakukan aktivitas biasa seperti bekerja. Lemas dirasakan
pada seluruh tubuh dan terus menerus sepanjang hari dan tidak hilang dengan
istirahat yang cukup. Pasien mengaku buang air kecil dan besar lancar. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data : kesadaran composmentis, GCS: 15, TD :
100/60 mmHg, RR : 27 x/menit, N : 88x/menit, S : 36,50C, SaO2 : 75%.
Wajah tampak pucat, konjungtiva anemis, tampak menggunakan otot bantu
pernapasan, ekstremitas tampak pucat, tampak lemah, pemeriksaan ektermitas
akral dingin, CRT >3 detik dan tidak ditemukan edema. Hasil anamnesa
lebih didapatkan hasil pasien memiliki riwayat dirawat dengan keluhan yang
sama saat umur 12 tahun. Pasien juga mengatakan menjalani transfusi rutin
setiap 3 minggu. Akan tetapi, karena memiliki jadwal mengajar secara daring
yang padat, ia sudah terlambat transfusi 1 minggu. Pasien juga mengatakan
mengira tidak apa-apa jika transfusi ditunda sebentar. Riwayat penyakit
keluarga Yaitu ayah Nn. S pernah mengalami penyakit yang sama. Hasil
pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil Hb : 6 gr/dL, MCV : 50 Fl dan
MCH: 12 PG. RDW: 33,84±6,0.. Hasil pemeriksaan darah tepi menunjukkan
gambaran mikrositik hipokrom. Pasien mendapatkan terapi oksigen dan akan
direncakan transfusi.

20
B. Pengkajian
Nama Perawat :A
Tanggal Pengkajian : 09 Desember 2020
Jam Pengkajian : 07:00 WIB
1. Biodata :
a. Pasien
Nama : Nn. S
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Maguwoharjo
Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2020
Jam MRS : 07:00 WIB
Diagnosa Medis : Thalasemia Intermedia

1. Keluhan utama :
Pasien mengeluh lemas dan sesak sejak 4 hari lalu.
2. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Nn. S (24 tahun) datang ke RS Medika Respati dengan keluhan lemas dan
sesak sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengatakan merasa lemas dan sesak
terutama setelah melakukan aktivitas biasa seperti bekerja. Lemas
dirasakan pada seluruh tubuh dan terus menerus sepanjang hari dan tidak
hilang setelah istirahat yang cukup. Pasien mengaku buang air kecil dan
besar lancar. Pasien mengatakan terlambat melakukan transfusi karen
pekerjaan yang padat dan sudah terlambat transfusi 1 minggu. Pasien juga
mengatakan mengira tidak apa-apa jika transfusi ditunda sebentar.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat dirawat dengan keluhan yang sama saat umur 12
tahun. Pasien juga mengatakan menjalani transfusi rutin setiap 3 minggu.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :

21
Riwayat penyakit keluarga Yaitu ayah Nn. S pernah mengalami penyakit
yang sama.
Genogram

Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Menikah
: Keturunan
:Tinggal satu rumah

22
Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
a. Sebelum Sakit
DS : Tn. T mengatkan sebelum sakit aktivitas tidak
terganggu
b. Sesudah Sakit :
DS : Pasien mengatakan merasa lemas terutama setelah
melakukan aktivitas biasa seperti bekerja. Lemas dirasakan diseluruh
tubuh dan tidak hilang setelah istirahat yang cukup.
DO : TD : 100/60 mmHg, RR : 27x/Menit, tampak
lemah, tampak terengah-engah saat aktivitas biasa

No Sebelum Selama
Item yang dinilai Skor
. Sakit Sakit
Makan (Feeding) 0 = tidak mampu
1 1 = butuh bantuan 2 2
2 = mandiri
Mandi (Bathing) 0 = tergantung orang lain
2 1 1
1 = mandiri
Perawatan Diri 0 = membutuhkan bantuan orang
(Grooming) lain
3 1 1
1 = mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur.
Berpakaian 0 = tergantung orang lain
4 (Dressing) 1 = sebagian dibantu 2 2
2 = mandiri
Buang Air Kecil 0 = inkontinensia atau pakai kateter
(Bowel) dan tidak terkontrol
1 = Kadang inkontinensia (maks, 1
5 2 2
x 24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih
dari 7 hari)
6 Buang Air Besar 0 = inkontinensia (tidak teratur atau 2 2
(Bladder) perlu enema)
1 = kadang inkontinensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
Penggunaan Toilet 0 = tergantung bantuan orang lain
1 = membutuhkan bantuan tapi
7 dapat melakukan beberapa hal 2 2
sendiri
2 = mandiri
Transfer 0 = tidak mampu
1 = butuh bantuan untuk bisa duduk
8 (2 orang) 3 3
2 = bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
Mobilitas 0 = imobili (tidak mampu)
1 = menggunakan kursi roda
2 = berjalan dengan bantuan satu
9 orang 3 3
3 = mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
Naik Turun Tangga 0 = tidak mampu
1 = membuntuhkan bantuan (alat
10 2 2
bantu)
2 = mandiri
Hasil 20 20

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan Total 0-4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan Ringan 12-19
Mandiri 20

24
Hasil Interpretasi : Mandiri
Tabel skala jatuh dari morse :

No Pengkajian Skala Nilai Ket


1
TingkatanRiwayat
Resiko jatuh : Tidak Nilai
0 MPS0 Tidak
Apakah jatuh dalam 3 bulan Ya 0 –25
Tidak Beresiko 24
Resiko Rendah 25 – 50
terakhir.
Resiko Tinggi ≥51
2 Diagnosa sekunder : Tidak 0 0 Tidak
H
Apakah memiliki lebih dari Ya 15
as il
satu penyakit.
3 Alat Bantu jalan : 0 0 Dibantu
Bedrest / dibantu perawat
    Kruk / tongkat / walker. 15
     Berpegangan pada benda – 30
benda sekitar. (Kursi,
lemari,meja).
4 Terapi intravena : Tidak 0 20 Ya
Apakah saat ini terpasang Ya 20

infus.
5 Gaya Berjalan / cara 0 0 Normal
Berpindah:
   Normal / Besrest / immobile
(tidak dapat bergerak sendiri)
   Lemah tidak bertenaga. 10
   Gangguan atau tidak 20
normal(pincang /diseret).
6 Status mental: 0 0 Ya
   Menyadari kondisi dirinya.
M Mengalami keterbatasan daya 15
ingat.
T Total nilai 20

interpretasi Penilaian pasien : Risiko Rendah

2. Tidur dan istirahat

25
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit tidur dengan
teratur 8 jam kadang-kadang tidur siang 1 jam
b. Selama Sakit
DS : Klien mengatakan selama sakit tidur tidak
terganggu
DO : Tampak lesu, tampak tidak ada kehitaman di
bawah mata
3. Kenyamanan dan nyeri
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit tidak merasakan
nyeri dan merasa nyaman saja dengan keadaannya
b. Selama Sakit
DS : klien mengatakan tidak merasakan nyeri.
Data Obyektif : tampak tidak ada ekspresi meringis
4. Nutrisi
a. Sebelum Sakit
DS : Klien makan 3 x 1 sehari porsi sedang
b. Selama Sakit
DS : Klien hanya menghabiskan ¾ porsi dari makanan
yang disediakan karena merasa lemas.
DO : BB : 48 kg ; TB : 159 cm
5. Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan ia minum air putih 8 kali sehari
b. Selama Sakit
DS : Klien mengatakan selama sakit masih banyak
minum sebanyak 2 botol mineral
DO : Klien terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm dan
terdapat 2 botol air mineral ukuran 600 ml.
6. Oksigenasi

26
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit tidak terdapat
masalah pernafasan.
b. Selama Sakit
DS : Klien mengatakan selama sakit merasa sesak sejak
4 hari yang lalu.
DO : RR : 27 x/menit
7. Eliminasi Fekal/Bowel
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan kalau dia BAB sebanyak 1x/
hari
b. Selama Sakit
DS : Klien menagatakan selama sakit ia hanya BAB 1x
sehari
DO : tidak terdapat hemoroid dan lesi dibagian anus
8. Eliminasi urin
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit BAK 3 sampai 4
kali dalam sehari dan tidak ada merasakan keluhan
b. Selama Sakit
DS : Klien mengatakan buang air kecil seperti biasa.
DO : Tidak ada campuran darah di dalam urin bag,
kuning jernih.
9. Sensori, persepsi dan kognitif
a. Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit tidak mengalamai
masalah penglihatan, pendengaran, penciuman
b. Selama Sakit
DS : Klien mengatakan selama sakit tidak ada masalah
pada pendengaran, penciuman dan penglihatannya

27
DO : Tampak dapat melihat dengan baik, tidak ada
gangguan pendengaran
10. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos mentis
GCS :E:4M:5V:4
Vital Sign : TD : 100/60 mmHg
Nadi : Frekuensi: 88 x/mnt
Irama : reguler
Kekuatan/isi : kuat
Respirasi : Frekuensi: 27 x/mnt
Irama : Cepat
Suhu : 36,5oC
2) Kepala :
Kulit Kepala : Kulit kepala bersih, tidak ada lesi, bentuknya simetris dan
tidak ada benjolan
Rambut : Rambut kusam, tidak rontok, tidak berminyak, rambut
sebagian berwarna putih (uban)
Muka : Muka simetris, tidak ada lesi, tidak berminyak dan juga
tidak ada jerawat, serta tampak pucat.
Mata : Mata terilihat simetris kiri dan kanan, penglihatan baik,
konjungtiva anemis, palpebra tidak oedema, sklera putih, pupil isokor.
Hidung : Hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada lecet didaerah
hidung, lubang hidung tampak bersih tidak ada secret, penciuman masih
bagus.
Mulut : mukosa bibir lembab, gigi lengkap, gigi tidak berkaries,
tonsil tidak ada peradangan.
Telinga : Telinga tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada nyeri
tekan, pendengaran tidak terganggu pada telinga kanan, tidak ada
pembesaran disekitar telinga, tidak ada oedema, tidak ada perubahan
disekitar telinga.

28
3) Leher : Leher normal, kulit kusam, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada lesi dan tidak ada
pembesaran vena jugularis
4) Dada : Bentuk : Dada simetris kanan dan kiri, tidak
ada barrel chest, pigeon chest, maupun funnel chest
a) Pulmo : Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan,
tampak ada retraksi dinding dada
Palpasi : Fremitus taktil pada kanan dan kiri sama
Perkusi : suara saat diperkusi sonor
Auskultasi : Tidak ada suara napas tambahan, suara
napas vesikuler
b) Cordis : Inspeksi : Denyutan ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba di interkostal kiri ke 5
Perkusi : Saat diperkusi bunyi suara pekak
Batas jantung kanan atas : intercostal ke 2
parasternalis kanan
Batas jantung kanan bawah : intercostal 3-4
di parastrenalis kanan
Batas jantung kiri atas : SIC ke 2
parastrenalis kiri
Batas jantung kiri bawah : SIC ke 5
midklavikularis kiri
Auskultasi : Bunyi I (SI) : intercosta kelima kiri :
regular
Bunyi jantung II (SII) : intercostal kedua
kanan : regular
Bunyi jantung III (SIII): tidak ada, tidak
ada suara tambahan seperti murmur
5) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan diperut, simetris kanan dan kiri, dan
warna lebih terang dari pada tangan

29
Auskultasi : bising usus 10 x/mnt
Palpasi : tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran hati dan lien
Perkusi : Bunyi timpani

6) Genetalia :
DS : Klien mengatakan tidak ada masalah pada
genetalianya
DO : tampak bersih tidak ada lesi, kemerahan ataupun
bengkak
7) Rectum :
DS : Klien mengatakan tidak ada masalah pada
rectumnya
DO : Rectum klien tampak bersih, tidak ada hemoroid
8) Ektremitas :
DS : Klien mengatakan dapat menggerakan seluruh
ektremitas
DO : Tampak pucat, akral dingin, CRT >3 detik, tidak
ada edema
11. Psiko sosio budaya Dan Spiritual :
Psikologis :
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah klien mengatakan
merasa khawatir dengan keadaan yang dialami sekarang
Cara mengatasi perasaan tersebut klien mengatakan sering berdoa untuk
menghilangkan rasa khawatir dan selalu sabar menghadapi cobaan
diterimanya
Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah klien mengatakan
akan lebih giat lagi dalam menjaga kesehatannya
Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka : klien mengataka akan
selalu sabar dan terus berusaha untuk menyelesaikannya

30
Pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada : Klien
mengatakan tau penyakit yang diderita. Pasien tampak diam saat ditanya
dampak jika terlambat transfusi.
Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah :
Klien mengatakan tidak mengikuti apa-apa dilingkungan rumahnya.
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah : tidak ada
pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya :
Klien mengatakan cukup baik dalam menyikapi tentang aktifitas sosial
yang ada di masyarakat
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya:
Jawa
Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya:
Tidak ada
Spiritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari:
Sholat 5 waktu
Kegiatan keagamaan yang biasa di lakukan :
Pengajian
Keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang
sedang dialami:
Tidak ada
12. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium :
Tanggal : 09 Desember 2020, Jam: 08.00 WIB
Nilai
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 6 g/dl 14-18 Menurun
Hematokrit 40 % 38 - 46 Normal
Eritrosit 5 juta/ul 4,7-6,1 Normal

31
Leukosit 8 ribu/ul 4,5-11,0 Normal
Trombosit 177 ribu/ul 150-440 Normal
Index Eritrosit
MCV 50 fl 80-100 Menurun
MCH 12 pg 26-34 Menurun
RDW 33,84 ± % Normal
60

Pemeriksaan darah teapi: menunjukkan gambaran mikrositik hipokrom


13. Terapi Medis :
Jenis Terapi Nama Dosis Rute Implikasi Keperawatan
Obat
Cairan IV NaCl 0,9% 20tpm IV Untuk menambah cairan
elektrolit tubuh
Obat Parenteral
Obat peroral

32
C. Analisa Data
Nama Mahasiswa : Tanggal Pengkajian : 09 Des 2020
NIM : Jam pengkajian : 09.00 WIB
Tempat Praktik : RS. Medika Respati Diagnosa : Thalasemia
TGL/JAM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
09 Des DS : Kurang pengetahuan tentang Ketidakefektifan
2020/ 09.00 1. Pasien mengatakan lemas di seluruh tubuh dan sesak nafas sejak 4 proses penyakit perfusi jaringan
WIB hari lalu perifer (00204)

DO :
1. TD : 100/60 mmHg
2. RR : 27x/menit
3. Hb : 6 gr/dL
4. CRT : > 3 detik
5. Wajah pasien tampak pucat dan tampak lemah
6. Konjungtiva tampak anemis
7. Pasein tampak menggunakan otot bantu pernafasan
9 Des 2020/ DS : Ketidakseimbangan antara Intoleransi aktivitas
09.05 WIB 1. Pasien mengetakan lemas dan sesak nafas suplai dan kebutuhan oksigen (00092)
2. Pasien mengatakan lemas dirasakan pada seluruh tubuh dan terus
menerus sepanjang hari dan tidak hilang setelah istirahat yang cukup

DO :
1. Pasien tampak lemah, pucat dan letih
2. TD : 100/60 mmHg
3. RR : 27x/menit
4. SaO2 : 75 %
5. Pasien tampak terengah-engah setelah beraktivitas biasa
6. Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
9 Des 2020/ DS : Kurang pengetahuan tentang Ketidakefektifan
09.10 WIB 1. Pasien mengatakan karena memiliki jadwal mengajar daring yang program terapeutik manajemen
padat, ia sudah terlambat transfusi 1 minggu. Pasien juga kesehatan (00078)
mengatakan mengira tidak apa-apa jika transfusi ditunda sebentar
2. Pasien mengatakan ayahnya juga mengalami penyakit yang sama

DO :
1. Pasien tampak lemas
2. SaO2 : 75%

34
3. Hb : 6 gr/dL
4. Pasien tampak diam saat ditanya efek jika terlambat transfusi
5. Pasien memiliki riwayat dengan keluhan yang sama saat umur 12
tahun
6. Pasien juga menjalani transfusi rutin setiap 3 minggu

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d Kurang pengetahuan tentang proses penyakit (00204)
2. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (00092)
3. Ketidakefektifan manajemen kesehatan b.d Kurang pengetahuan tentang program terapeutik (00078)

35
D. Rencana Tindakan
Nama Mahasiswa : Tanggal Pengkajian : 09 Des 2020
NIM : Jam pengkajian : 09.00 WIB
Tempat Praktik : RS. Medika Respati Diagnosa : Thalasemia
Diagnosa Nama/
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No Keperawatan Rasionalisasi TTD
(NOC,SMART) (NIC)
(NANDA)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan tindakan Terapi Oksigen : 1. Agar saturasi oksigen pasien
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 jam 1. Siapkan peralatan oksigen dan tetap dalan rentan normal dan
perifer b.d Kurang “Perfusi Jaringan : Perifer berikan melalui sistem humidifier tidak sesak nafas
pengetahuan (0407)” ditingkatkan dari 2 2. Monitor efektifitas terapi oksigen 2. Untuk mengetahui apakah SaO2
tentang proses (deviasi cukup besar dari kisaran Manajemen Syok : sudah normal atau belum
penyakit normal) ke 4 (deviasi ringan dari 3. Monitor gambaran dalam parameter 3. Agar nilai Hb dan SaO2 pasien
kisaran normal) dengan kriteria hemodinamik (misal nilai dalam rentan normal
hasil: hemoglobin dan SaO2) 4. Agar saat diberikan transfusi
1. Pengisi kapiler jari 4. Pasang dan pertahankan akses di tidak mudah macet maupun
2. Muka pucat vena besar membengkak
3. Kelemahan otot 5. Berikan caitan IV sementara 5. Agar tekanan hemodinamik
Setelah diberikan tindakan melakukan monitor tekanan tetap dalam rentan normal
keperawatan selama 3x24 jam hemodinalik sesuai kebutuhan 6. Agar pasien tidak mengalami

36
“Status Sirkulasi (0401)” 6. Berikan transfusi PCR, FFP, anemia dan mendapatkan
ditingkatkan dari 2 (deviasi dan/atau platelet, sesuai kebutuhan transfusi sesuai jadwal untuk
cukup besar dari kisaran normal) 7. Berikan dukungan emosi pada mempertahankan Hb agar tetap
ke 4 (deviasi ringan dari kisaran pasien dan keluarga, dorongan dalam rentan normal
normal) dengan kriteria hasil : harapan realistis 7. Agar pasien patuh dalam
1. Tekanan darah diastol Monitor Tanda-Tanda Vital : melakukan transfusi seperti
2. Saturasi oksigen 8. Monitor tekanan darah dan status yang sudah dijadwalkan
pernafasan 8. Untuk mengetahui apakah ada
9. Monitor tekanan darah dan status penurunan TD atau tidak
pernafasan selama dan setelah 9. Untuk mengetahui apakah ada
beraktifitas dengan tepat penurunan TD pada pasien saat
10. Monitor warna kulit, suhu, dan sebelum maupun setelah
kelembapan beraktivitas atau tidak
10. Untuk melihat apakah ada
tanda-tanda anemis/pucat tidak
2 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan Manajemen Energi 1. Untuk mengetahui apa yang
b.d. keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji status fisiologis pasien yang menjadi penyebab pasien lelah
ketidakseimbangan “Toleransi Terhadap Aktivitas menyebabkan kelelahan sesuai maupun lemas
antara suplai dan (0005)” ditingkatkan dari 2 dengan konteks usia dan 2. Agar pasien tidak mengalami

37
kebutuhan oksigen (banyak terganggu) ke 4 (sedikit perkembangan anemia
terganggu) dengan kriteria 2. Perbaiki defisit status fisiologis 3. Untuk mengetahui perubahan
hasil : (misanya yang menyebabkan TD, frekuensi pernafasan,
1. Saturasi oksigen ketika anemia) kemudahan pasien saat
beraktivitas 3. Monitor respon oksigen pasien bernafas
2. Frekuensi pernapasan ketika (misal tekanan darah, dan respirasi) 4. Agar saturaasi oksigen tetap
beraktivitas 4. Instruksikan pasien untuk mengenali dalam rentan normal, pasien
3. Kemudahan bernafas ketika tanda dan gejala kelelahan yang tidak mudah lelah dan lemas
beraktivitas memerlukan pengurangan aktivitas maupun sesak nafas
4. Tekanan darah diastolik

Setelah diberikan tindakan


keperawatan selama 3x24 jam
“Tingkat Kelelahan (0007)”
ditingkatkan dari 2 (cukup berat)
ke 4 (ringan) dengan kriteria
hasil :
1. Kelelahan
2. Kelesuan

38
3 Ketidakefektifan Setelah diberikan tindakan Fasilitasi Tanggung Jawab Diri 1. Agar pasien patuh pada jadwal
manajemen keperawatan selama 3x24 jam 1. Diskusikan dengan pasien tanggung transfusi yang sudah ditetapkan
kesehatan b.d “Perilaku Patuh (Bersifat Pasif) jawab tambahan yang ada terkait 2. Agar pasien dapat patuh dalam
Kurang (1601)” ditingkatkan dari 2 dengan status kesehatannya saat ini transfusi sesuai perjanjian
pengetahuan (jarang dilakukan) ke 4 (sering 2. Bantu membuat jadwal waktu untuk waktu dengan tenaga kesehatan
tentang program dilakukan) dengan kriteria hasil: mengarahkan peningkatan tanggung 3. Agar pasien semakin faham
terapeutik 1. Menepati janji dengan jawab di masa yang akan datang mengenai peningkatan
profesional kesehatan Konseling kesehatannya (kepatuhan
2. Melaporkan perubahan 3. Sediakan informasi yang faktual transfusi)
gejala pada profesional yang tepat dan sesuai kebutuhan 4. Untuk menjelaskan kepada
kesehatan 4. Tetapkan tujuan-tujuan pasien mengenai tujuan
5. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pemeriksaan yang
Setelah diberikan tindakan
kekuatan, dan menguatkan hal direkomendasikan
keperawatan selama 3x24 jam
tersebut 5. Agar pasien dapat
“Pengetahuan: Promosi
meningkatkan kesehatan dengan
Kesehatan (1823)” ditingkatkan
mematuhi jadwal transfusi
dari 2 (pengetahuan terbatas) ke
4 (pengetahuan banyak) dengan
kriteria hasil :

39
1. Perilaku yang meningkatkan
kesehatan
2. Pemeriksaan kesehatan yang
direkomendasikan
3. Sumber informasi
peningkatan kesehatan
terkemuka

40
E. Implementasi Keperawatan
Nama Mahasiswa : Tanggal Pengkajian : 09 Des 2020
NIM : Jam pengkajian : 09.00 WIB
Tempat Praktik : RS. Medika Respati Diagnosa : Thalasemia

Nama/
No Jam
Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
Dx (WIB)

1
2
3
1
2
3
1
2
3

41
BAB 4
PEMBAHASAN

A. Data senjang antara teori dengan kasus


Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh
kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna.
Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel
darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan
terjadilah anemia (Rachmaniah, 2012).Pada kasus diatas disebutkan bahwa
hasil nilai laboratorium pada hemoglobin pasien adalah Hb : 7 gr/d yang
menandakan bahwa terjadinya defisien zat besi, yang dpat berujung anemia
Thalasemia juga disebabkan oleh defesiensi produksi satu /lebih jenis
rantai α dan β, yang diturunkan dari satu atau dari kedua orang tua kepada
anak-anaknya secara resesif, diman pada kasus diatas pasien pernah memiiki
rwayat keluhan yang sama ketika ia berumur 12 tahun, menurut teori diiatas
klasifikasi thalassemia yang sesuai dengan kasus adalah thalasemia mayor
dimana kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin.
Selain itu pada kasus juga sesuai dengan tanda dan gejala yang
mengarah pada thalassemia mayor dimana tanda dan gejala yaitu pusing,
pucat, Sel darah merah mikrositik dan hipokromik Kadar Hb kurang dari
5gram/100 ml Smeltzer & Bare, (2017),
Pada memeriksaan penunjang pada pasien thalassemia, teori diatas
(Kemenker RI, 2017)mengatakan bahwa ,pada klien dengan thalassemia α
maupun –β menunjukkan nilai MCV dan MCH yang rendah (mikrositer dan
hipokrom) dan mengalami anemia selain itu juga ditandai dengan pemeriksan
darah lengkap RDW yang mormal/meningkat dan morfologi darah :
mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, ditemukan tear drops cell,
elips dan sel target morfologi darah : mikrositik, hipokrom, anisositosis,
poikilositosis, ditemukan tear drops cell, elips dan sel target hal ini sesuai
dengan data kasus diatas dimana pada pasien thalassemia tersebut, hasil
pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil yaitu Hb : 7 gr/dL, Fe: 200
μg/dL MCV:50 fL dan MCH:12 pg, RDW:33,84A±6,0, Hasil pemeriksaan
darah tepi menunjukkan gambaran mikrositik hipokrom. Untuk menentukan
pakah pasien tersebut menderita thalaseuia atau anemia bisa dilakukan uji
suplemen besi dan untuk mengetahui diagnosis yang dilakukan negative atau
palsu, maka pemeriksaan analisa genetic sangat diperlukan.
Menurut (Wijaya dan Yessie, 2013) diatas,akibat anemia yang berat dan
lama mengakiobatkan gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang-ulang dari
proses hemolysis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga
tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung
dll, pada kasus thalassemia di atas pasien sudah mengalami hiperpigmentasi,
dimana kulitnya sudah mulai muncul bercak gelap yang diakibatkan oleh
tertimbunnya kadar besi didalam jaringan kulit , dan dari data kasus diatas
juga di temukan adanya riwayat transfusi pada pasien yang mengatakan
bahwa sudah menjalani transfusi rutin setiap 3 minggu. Hal ini berkaitan
dengan teori diatas bahwa transfuse yang berulang-ulang dari proses
hemolysis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun
dalam berbagai jaringan dalam hal ini adalah jaringan kulit yang
mengakibatkan kulit pasien menjadi hiperpigmentasi (kegelapan).
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien thalassemia menurut teori
diatas disebutkan bahwa pemberian terapi diberikan secara teratur untuk
mempertahankan kadar Hb diatas 10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20
ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji
silang harus di kerjakan untuk mencegah 15 alloimunisasi dan mencegah
reaksi transfuse. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar (kurang dari
1 minggu dalam antikoalgulan CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang
tinggi. Dari pernyataan teori tersebut sudah sesuai dengan data kasus
thalassemia tersebut dimana pada kasus pasien akan direncanakan transfusi
darah tentu saja tujuan emberian transfusi adalah untuk menjaga Hb agar
tetap meningkat, dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.

43
BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalasemia adalah kegagalan pembentukn rantai hemoglobin, yang
dapat berujung pada anemia, thalassemia bersifat genetic yang biasanya
diturunkan oleh satu atau kedua orang tua pada anak anaknya, untuk
mengetahui aakah seseorang mengalami thalasemua bisa dilihat dari
manifestasi klinis dan pemeriksaan genetic, agar tes yang dilakuakn lebih
akurat, pada pasien yang mengalami thalasemia memang harus mendapatkan
penatalaksaan rutian yaitu erapi trensfusi sesuai dengan indikasi yang
dianjurkan dan tidak boleh terlambat, karena kalau tindakan yang sudah
terlambat pasien akan lebih mudah megalami anemia, dan diharapkan dapat
menegah terjadinya komplilasi infeksi, gagal jantung, bahkan kematian.

B. Saran
1. Dirahapkan penjadwalan terapi dapat dilakukan tepat waktu dan tidak
boleh terlambat.
2. Diharapkan negara memperhatikan dan berupaya mengeluarkan
kebijakan terkait sektor pencegahan.
3. Sebelum melakukan pernikahan bisa dilakukan skrining darah terlebih
dahulu untuk mencegah terjadinya thlasemia.
4. Disarankan untuk pasien lebih banyak istirahat dan jangan melakukan
aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan yang berat

44
DAFTAR PUSTAKA

Aulia. (2017). Penyakit Thalasemia mayor. Jakarta: Kemenkes RI.


Budiono, dkk. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika.
Idanah. (2010). Analisis Faktor yang berhubungan dengan “Self Care
Behaviour” pada Anak Sekolah dengan Thalasemia Mayor di RSUPN, Dr.
Cipto Mangun Kusumo Jakarta.
Kemenkes RI. (2012). Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2017). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-
Surgical Nursing (10th ed., Vol. 53).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran (Edisi Ke 4). Jakarta: Media Aesculapius.
Wijaya, Andra safetri dan Yessie mariza putri. (2013). Keperawatan medika
bedah 2 keperawatan dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta: Nuha
medika ISBN:978-602-17607-8-9.
Wong, D. L. et all (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: EG.
www.p2p.kemenkes.go.id

45

Anda mungkin juga menyukai