Dosen Pembimbing:
Apt.Muh.Taufiqqurahman,M.Farm
Disusun Oleh:
1)
Fifi Chairunnisya (16190000002)
2)
Widi Miftahul Janah (16190000012)
4)
Mariana Rena (16190000016)
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karna atas berkat dan rahmat Nya kami diberi kemudahan dalam menyusun
makalah ini dan Mampu menyelesaikan dengan tepat waktu. Dalam penyusunan
makalah ini penulis berterima kasih kepada dosen mata kuliah Farmakoterapi 2,
mengenai materi tersebut lebih baik lagi. Apabila ada kesalahan dalam penulisan,
kritik dan saran sangat membantu dan akan ditampung untuk memperbaiki makalah
ini kembali.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia
urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.
Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko
mengalami gangguan kesehatan. Hal ini dikarenakan pada lansia mengalami
perubahan-perubahan fisiologis meliputi perubahan pada sistem persarafan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem Cardiovascular, sistem pengaturan tubuh,
sistem Respirasi, sistem Gastrointestinal,sistem urinaria, sistem integumen, dan sistem
Muskuloskeletal. Perubahan fisiologis pada sistem urinaria dapat menyebabkan dan
mempermudah lansia mengalami gangguan urinari seperti, disuriya, poliuria dan salah
satunya adalah inkontinensia urine.
Inkontinensia urin sering kali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya,
antara lain karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang
memalukan atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan mengenai masalah
inkontinensia urin, dan menganggap kondisi tersebut sesuatu yang wajar terjadi pada
lansia serta tidak perlu diobati. Pihak kesehatan baik dokter, maupun tenaga medis
yang lain juga tidak jarang tidak memahami tatalaksana inkontinensia urin yang baik
atau bahkan tidak mengetahui bahwa inkontinensia urin merupakan masalah
kesehatan yang dan dapat diselesaikan.
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia.
Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau
sosial. Variasi dari inkontinensia urine meliputi dari kadang-kadang keluar hanya
berupa tetes urine saja, sampai benar- benar banyak, bahkan disertai inkontinensial
alvi.
Dampak negatif dari Inkontinensia Urine adalah dijahui orang lain karena
berbau pesing, minder, tidak percaya diri, timbul infeksi didaerah kemaluan,
1
pemborosan uang untuk pemeliharaan kesehatan, tidak bisa beraktifitas dengan baik
sehingga pendapatan menurun, akhirnya dapat menurunkan kualitas hidupnya.
Berbagai cara untuk mengurangi masalah Inkonotinensia urine adalah :
megajarkan cara Latihan Bledder Training tujuannya adalah untuk memperpanjang
jarak berkemih yang terkedali dengan tehnik relaksasi atau distraksi (mengalihkan
pikiran dari keinginan berkemih) sehingga kelayan dapat menahan atau menghambat
keinginan berkemih, megajarkan Latihan Kandung Kemih tujuannya adalah untuk
menghidari terjadinya distensi berlebih. dan selain itu kita juga bisa mengajarkan
Latihan Kegel tujuannya adalah untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dengan
cara seolah-olah sedang menahan keluarnya flatus atau feses.
1.2.Rumusan Masalah
1. Defenisi Inkotinensia Urin
2. Etiologi Inkotinensia Urin
3. Klasifikasi Inkotinensia Urin
4. Patofisiologi Inkotinensia Urin
5. Manifestasi Klinis Inkotinensia Urin
6. Faktor Resiko Inkontinensia Urin
7. Diagnosis Inkotinensia Urin
8. Penatalaksanaan Inkotinensia Urin
9. Pencegahan Inkotinensia Urin
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi Inkotinensia Urin
2. Untuk mengetahui etiologi Inkotinensia Urin
3. Untuk mengetahui klasifikasi Inkotinensia Urin
4. Untuk mengetahui patofisiologi Inkotinensia Urin
5. Untuk mengetahui manifestasi Klinis Inkotinensia Urin
6. Untuk mengetahui faktor Resiko Inkontinensia Urin
7. Untuk mengetahui diagnosis Inkotinensia Urin
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Inkotinensia Urin
9. Untuk mengetahui pencegahan Inkotinensia Urin
10. Serta untuk menambah wawasan bagi mahasiswa/i
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia
urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar
feses).
Inkontinensia urin adalah kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu dikontrol
Inkontinensia urin adalah ketidak mampuan otot sfingter eksternal sementara atau
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau tidak pada
bahwa inkontinensia urin merupakan suatu kondisi dimana keluarnya urin tidak
sengaja atau tidak dapat untuk dikendalikan dikarenakan otot sfingter tidak mampu
2.2 Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi
dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat
3
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini
mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya
kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau
1. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan,
bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan
kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan
laksatif.
2. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena
harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa
diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.
3. Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
4
5. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
dideritanya.
6. Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena
kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama
selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar
panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
7. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50
tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran
risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan
2.3 Klasifikasi
1. Inkontinensia Urin Akut (Transien)
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol sehingga berkemih tidak
pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan
5
timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten,
(vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga
inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi
vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian dapat menyebabkan
akronim :
D : Delirium
R : Restricted mobility
S : Stool impaction
6
2. Inkontinensia Urin Kronis (persisten)
Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada pria akibat
demensia, dan cedera medulla spinalis. Inkontinensia ini sering dialami oleh
yang involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali.
kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
7
kemih, dan faktor obat-obatan . Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit
d. Inkontinensia Fungsional
lingkunagn yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi dan faktor
psikologis.
2.4 Patofisiolgi
a. Patofisologi inkontinensia secara umum
Urinaria (Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-
600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih
dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi dan sfingter internal dan
Pada orang dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses
ini. Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau
kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya
retensi urine.
didalam kandung kemih. Otot-otot detrusor ( lapisan yang ke tiga dari kandung
daya tamping. Bila titik daya tampung telah tercapai, biasanya 150-200 ml urin
8
akan merangsang stimulus yang ditransmisikan lewat serabut reflek eferen ke
yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama membuka dan urine
mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Reflek ini bisa mengalami interupsi
sehingga berkemih dikeluarkan oleh impuls inhibitor dari pusat kortek yang
berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter interna. Bila salah satu dari
sensitifitas alfa adreno reseptor pada otot polos uretra. Inkontinensia urin
disebabkan oleh perubahan pada jaringan epitel dan vaskular yang terdapat
didalam mukosa dan jaringan otot, terjadi akibat proses penuaan dan
penurunan
Uretra hipermobilitas
Terjadi dimana uretra tidak menutup secara sempurna dan sangat mudah
digerakkan. Kondisi ini terjadi ila otot dasar pelvis menjadi lemah akibat
9
Tipe 1 : terjadi karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup
dengan sempurna.
Tipe 2 : terjadi karena leher kandung kemih dan uretra tidak menutup
dengan sempurna
Stress Inkontinensia
Inkontinensia tipe ini sering terjadi pada wanita. Otot dasar pamggul,
vagina, dan ligamen nya menyokong kandung kemih. Jika struktur tersebut
melemah, maka kandung kemih akan turun, menekan sedikit keluar dari pelvis
kearah vagina. Hal ini mencegah otot – otot yang biasanya memberikan
kekuatan untuk menutup uretra untuk bekerja sehingga urin dapat keluar
Urgency Inkontinensia
Tindakan otot kandung kemih yang tidak disadari dapat terjadi karena
kerusakan saraf pada kandung kemih ke nervus sistem (spinal cord dan SSP)
atau otot. Sinyal saraf yang abnormal mungkin disebabkan karena spasme
Overflow Inkontinensia
baik karena itu masih ada sisa urin di dalam kandung kemih. Otot kandung
10
kemih yang lemah atau sumbatan uretra dapat menyebabkan inkontinensia urin
tipe ini.
Urin menetes
Konstipasi
Konsumsi alkohol
11
Penggunaan obat diuretic, antidepresan, sedative, narcotic dan obat – obat diet
2.7 Diagnosa
1. Anamnesa
Pada inkontinensia urin pasien datang dengan keluhan sering tidak dapat
mandi. Pasien juga kadang mengatakansaat tertawa terbahak, tanpa sadar urin
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Abdomen
Mengenali adanya kandung kemih yang penuh (fullblast), rasa nyeri, massa,
b. Pemeriksaan genitalia
d. Pemeriksaan Pelvis
e. Evaluasi neurologis
juga perlu untuk mengevaluasi penyakit seperti : kompresi medulla spinalis dan
parkinson disease.
3. Pemeriksaan Penunjang
12
a. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang
air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau
menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti
lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes
bagian bawah
dan bawah.
dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia
13
berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat
digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai
2.8 Penatalaksanaan
1. Mengurangi faktor resiko
2. Mempertahankan homeostasis
urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi,
dan lain-lain.
dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 x/hari.
waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-
mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin
pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
14
c. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar
belakang ± 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam ±
10 kali.
Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar
dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih
4. Untuk masing-masing tipe dari inkontinensia ada beberapa hal khusus yang
dianjurkan misalnya :
Inkontinensia urgensi:
15
Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, atau menetap.
berkemih.
kemih
5. Terapi farmakologi
6. Terapi pembedahan
16
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvik (pada wanita). Terapi
a. Kolporafi anterior
b. Uretropeksi retropubik
c. Prosedur jarum
7. Modalitas lain
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi
Pampers : dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana
pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila
jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
Kateter : menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat
Selain kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang
17
secara rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini
Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.
Alat bantu toilet : Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh
orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat
bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu
2.9 Pencegahan
Menjaga diri agar terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkan
inkontinensia urin
Rajin berolahraga
18
BAB III
STUDI KASUS
Seorang ibu Ny.X sedang hamil 2 bulan, mengalami Infeksi Saluran Kemih dan
diberi Tetrasiklin 500 mg 3x sehari. Ny.X tersebut juga mengalami demam dan
METODE SOAP
1. Subjektive
2. Objective
Metoklopramid = 10 mg 3 x sehari
3. Assasement
19
- semua terapi obat tepat kecuali tetrasiklin
4. Plan
- katagori D : Ada bukti mengenai resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh mungkin lebih besar dari resikonya(misalnya jika obat
diperlukan untuk mengatasi situasi yang terancam jiwa atau untuk penyakit serius
yang tidak efektif atau tidak mungkin di atasi dengan obat yang lebih aman).
- Cefadroxil merupakan obat untuk gangguan saluran kemih dan saluran nafas.
memperlihatkan adanya resiko pada janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada
dilaporkan terjadi pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester pertama (dan
20
PROFIL PENGOBATAN
gangguan ginjal
KI : Hipersensitifitas dan
kuat
21
MONITORING
dan meminimalkan DRPs. Kehamilan pada trimester 1 masih termasuk dalam keadaan
rentan, oleh karenanya obat bebas maupun peresepan obat yang diberikan harus benar-
benar diperhatikan.
menentukan monitoring yang spesifik terhadap pasien dan monitoring yang spesifik
terhadap obat, selain itu juga terhadap efek samping obat yang diberikan. Untuk kasus
Metoklopramid 10mg
kandungan.
22
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan cukup sering dijumpai pada
lansia. Pada wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki, terutama pada wanita yang
sudah tua, banyak anak, pernah mengalami operasi di daerah panggul, yang menderita
lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah
melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar
prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
dan kronik (persisten). Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan
dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenik yang menghilang jika kondisi akut
diagnostik yang diperlukan mempunyai hasil yang baik untuk menegakkan diagnosis
gangguan ini. Jenis inkontinensia urin persisten yang utama yaitu: stress
23
Latihan otot dasar panggul (Pelvic Floor Exersize), Bladder training, habbit training,
jarum, prosedur sling pubovaginal, periuretral bulking agent, dan tension vaginal tape
(TVT).
kencing, gangguan tidur, masalah sosial higiene yang pada akhirnya mengakibatkan
isolasi sosial, stress, luka, lecet, dan tak kalah pentingnya biaya perawatan yang
tinggi. Secara tidak langsung masalah tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, karena
pada pasien yang kurang aktifitas hanya berbaring di tempat tidur dapat menyebabkan
ulkus dekubitus dan dapat meningkatkan resiko infeksi lokal termasuk osteomyelitis
dan sepsis. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah inkontinensia
urin, baik bersifat nonfarmakologis maupun terapi obat dan pembedahan jika
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Martono, Hadi. 2011. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri. Jakarta : Fakultas
2. Purnomo, Basuki. 2009. Dasar – Dasar Urologi Edisi ke IV. Jakarta : CV Sagung
Seto
3. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
5. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25132/4/Chapter%2011.pdf
6. Pustaka.unpad.ac.id/.../Pustaka_Unpad_Inkontinensia_Urin.pdf.pdf
7. Keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/BAB%201-V_1.pdf