Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang Masalah


Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia.
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan
sosial.
Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko
mengalami gangguan kesehatan. Hal ini dikarenakan pada lansia mengalami
perubahan-perubahan fisiologis meliputi perubahan pada sistem persarafan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem Cardiovascular, sistem pengaturan tubuh,
sistem Respirasi, sistem Gastrointestinal,sistem urinaria, sistem integumen, dan
sistem Muskuloskeletal. Perubahan fisiologis pada sistem urinaria dapat
menyebabkan dan mempermudah lansia mengalami gangguan urinari seperti,
disuriya, poliuria dan salah satunya adalah inkontinensia urine.
Inkontinensia urin sering kali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya,
antara lain karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang
memalukan atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan mengenai masalah
inkontinensia urin, dan menganggap kondisi tersebut sesuatu yang wajar terjadi
pada lansia serta tidak perlu diobati. Pihak kesehatan baik dokter, maupun tenaga
medis yang lain juga tidak jarang tidak memahami tatalaksana inkontinensia urin
yang baik atau bahkan tidak mengetahui bahwa inkontinensia urin merupakan
masalah kesehatan yang dan dapat diselesaikan.
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia.
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 1

Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau
sosial. Variasi dari inkontinensia urine meliputi dari kadang-kadang keluar hanya
berupa tetes urine saja, sampai benar- benar banyak, bahkan disertai inkontinensial
alvi.
Dampak negatif dari Inkontinensia Urine adalah dijahui orang lain karena
berbau pesing, minder, tidak percaya diri, timbul infeksi didaerah kemaluan,
pemborosan uang untuk pemeliharaan kesehatan, tidak bisa beraktifitas dengan baik
sehingga pendapatan menurun, akhirnya dapat menurunkan kualitas hidupnya.
Berbagai cara untuk mengurangi masalah Inkonotinensia urine adalah :
megajarkan cara Latihan Bledder Training tujuannya adalah untuk memperpanjang
jarak berkemih yang terkedali dengan tehnik relaksasi atau distraksi (mengalihkan
pikiran dari keinginan berkemih) sehingga kelayan dapat menahan atau
menghambat keinginan berkemih, megajarkan Latihan Kandung Kemih tujuannya
adalah untuk menghidari terjadinya distensi berlebih. dan selain itu kita juga bisa
mengajarkan Latihan Kegel tujuannya adalah untuk mengkontraksikan otot dasar
panggul dengan cara seolah-olah sedang menahan keluarnya flatus atau feses.

Rumusan Masalah
1
Defenisi Inkotinensia Urin
2
Etiologi Inkotinensia Urin
3
Klasifikasi Inkotinensia Urin
4
Patofisiologi Inkotinensia Urin
5
Manifestasi Klinis Inkotinensia Urin
6
Faktor Resiko Inkontinensia Urin
7
Diagnosis Inkotinensia Urin
8
Penatalaksanaan Inkotinensia Urin
9
Pencegahan Inkotinensia Urin

Tujuan Pembahasan
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 2

Dalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan


berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana
tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini
bertujuan menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan
secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I
fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi
seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat.
secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :

Melengkapi tugas small group discussion scenario enam modul dua

puluh tentang Urology Geriatri ( Inkontinensia Urin).


Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca/penulis

Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam

menghadapi ujian akhir modul.


Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat
diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh
tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 3

BAB II
PEMBAHASAN
1

Skenario
INKONTINENSIA URIN
Seorang laki-laki usia 79 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan selalu buang
air kecil sedikit sedikit tanpa disadarinya. Keadaan ini sudah dialaminya sejak 2
tahun yang lalu. Selama ini penderita berjalan tidak stabil, karena keluhan pada
lututnya yang sering sakit dan bengkak.
RPT : DM dan Stroke
Pembahasan Learning Objective

2
1

Inkontinensia Urin

Defenisi

Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia.
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa
tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai
inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).

Inkontinensia urine (beser) adalah kondisi ketika dorongan berkemih tidak

mampu dikontrol oleh sfingter ekternal.


Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan otot sfingter ekternal sementara

atau menetap untuk mengontrol ekresi urine.


Inkontinensia urine adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau tidak

pada tempatnya.
Inkontinensia urine adalah eliminasi urine dari kandung kemih tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan.

Etiologi
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 4

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada


anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul
akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk
kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu,
adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga
walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin
berkemih.
Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan
di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat
atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
1. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi
infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika.
Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi
estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru
menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus
dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan
yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif.
2. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena
berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus,
yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan
yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika
seperti kafein.
3. Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai.
4. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik,
trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus
diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet.
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 5

5. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus


disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang
tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena
penyakit yang dideritanya.
6. Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul,
karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause,
usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan
tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga
dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan
jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan
risiko terjadinya inkontinensia urine.
7. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina
dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko
mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

Klasifikasi
1. Inkontinensia Urin Akut (Transien)
Inkontinensia urin transien memiliki onset mendadak, biasanya
dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan atau penyakit akut.
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol sehingga
berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia
urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 6

pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau


memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke,
arthritis dan sebagainya.
Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula
menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra
(vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi
juga sering menyebabkan inkontinensia akut.

Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya


inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan
insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian
dapat menyebabkan inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga
dapat menyebabkan inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker,
agonist adrenergic alfa, analgesic narkotik, psikotropik, antikolinergik dan
diuretik.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia ini dapat digunakan
akronim :
D : Delirium
I
: Infection of urinary tract or other infection
A : Athropic Urethritis and vaginitis
P
:Pharmaceutical ( diuretics, anticolinergic, antihistamine, Ca Chanel
Blocker
P
: Psychological Problems, espesially depresion
E
: Excess urin output ( CHF, hyperglikemia,dll)
R : Restricted mobility
S
: Stool impaction
2. Inkontinensia Urin Kronis (persisten)
a. Inkontinensia urin tipe stress
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 7

Tidak

terkendalinya

aliran

urin

akibat

meningkatnya

tekanan

intraabdomen seperti pada saat batuk, bersin, atau berolahraga. Umumnya


disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,merupakan penyebab
tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun.
Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada pria akibat
kerusakan pada sfingter uretra setelah pembedahan transuretral atau
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urinpada saat tertawa, batuk, atau
berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b. Inkontinensia tipe urgency
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan
berkemih. Inkontinensia jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi
detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah masalah
neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urgensi ini, meliputi
stroke, penyakit parkinson, demensia, dan cedera medulla spinalis.
Inkontinensia ini sering dialami oleh lansia diatas 75 tahun. Satu variasi
inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas
yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi yang involunter tetapi tidak
dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali.
c. Inkontinensia urin tipe overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung
kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis,
seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes mellitus atau
sclerosis

multiple,

yang

menyebabkan

berkurang

atau

tidak

berkontraksinya kandung kemih, dan faktor obat-obatan .


Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi
bahwa kandung kemih sudah penuh.
d. Inkontinensia Fungsional
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 8

Memerlukan

identifikasi

semua

komponen

tidak

terkendalinya

pengeluaran urin akibat faktor faktor diluar kandung kemih. Penyebab


tersering adalah demensia berat, maalah muskuloskeletal berat, faktor
lingkunagn yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi dan
faktor psikologis.

Patofisiologi
a. Patofisologi inkontinensia secara umum
Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika
Urinaria (Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar
300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350
ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan.
Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi
dan sfingter internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra.
Pada orang dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses
ini. Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml
atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml
mengindikasikan adanya retensi urine.
Terjadinya pengisian kandung kemih sehingga meningkatkan tekanan
didalam kandung kemih. Otot-otot detrusor ( lapisan yang ke tiga dari
kandung kemih) memberikan respon dengan relaksasi agar dapat
memperbesar volume daya tamping. Bila titik daya tampung telah tercapai,
biasanya 150-200 ml urin akan merangsang stimulus yang ditransmisikan
lewat serabut reflek eferen ke lengkungan pusat reflek untuk mikturisasi.

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 9

Impuls kemudian disalurkan melalui serabut efferen dari lengkungan reflek


ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor. Sfingter interna
yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama membuka
dan urine masuk ke urethra posterior. Relaksasi sfingter eksterna dan otot
perineal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Reflek ini bisa
mengalami interupsi sehingga berkemih dikeluarkan oleh impuls inhibitor
dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter
interna. Bila salah satu dari sistem ini mengalami kerusakan, akan bisa
terjadinya inkontinensia urin.
b. Patofisiologi inkontinensi urin berdasarkan tipe nya
a. Inkontinensia urin karena penurunan kadar esterogen pada wanita
lansia
Esterogen dapat mempertahankan kontinensia dengan meningkatkan
sensitifitas alfa adreno reseptor pada otot polos uretra. Inkontinensia urin
disebabkan oleh perubahan pada jaringan epitel dan vaskular yang
terdapat didalam mukosa dan jaringan otot, terjadi akibat proses penuaan
dan penurunan kadar esterogen. Secara mekanisme dapat disebabkan :
1. Uretra hipermobilitas
Terjadi dimana uretra tidak menutup secara sempurna dan sangat
mudah digerakkan. Kondisi ini terjadi ila otot dasar pelvis menjadi
lemah akibat proses penuaan dan mengikuti hal hal seperti dibawah
ini :
1. Tekanan dari otot dasar pelvis berkurang
2. Kandung kemih akan turun kebawah
3. Mendesak otot otot yang mengelilingi kandung kemih
Tipe 1

: terjadi karena leher kandung kemih dan uretra tidak

menutup dengan sempurna.

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 10

Tipe 2

: terjadi karena leher kandung kemih dan uretra tidak

menutup dengan sempurna


2. Kelemahan otot yang mengelilingi kandung kemih (ISD : Intrinsic
Sfingter Deficiency). Tipe ini kadang disebut tipe 3 inkontinensia
urin. Disebabkan karena otot-otot kandung kemih rusak atau lemah.
Kondisi ini menyebabkan leher kandung kemih terbuka selama fase
pengisian. Tekanan penutupan pada uretra rendah.
b. Stress Inkontinensia
Inkontinensia tipe ini sering terjadi pada wanita. Otot dasar pamggul,
vagina, dan ligamen nya menyokong kandung kemih. Jika struktur
tersebut melemah, maka kandung kemih akan turun, menekan sedikit
keluar dari pelvis kearah vagina. Hal ini mencegah otot otot yang
biasanya memberikan kekuatan untuk menutup uretra untuk bekerja
sehingga urin dapat keluar selama moment stres fisik seperti saat batuk,
tertawa, dll.

c. Urgency Inkontinensia
Tindakan otot kandung kemih yang tidak disadari dapat terjadi karena
kerusakan saraf pada kandung kemih ke nervus sistem (spinal cord dan
SSP) atau otot. Sinyal saraf yang abnormal mungkin disebabkan karena
spasme pada kandung kemih
d. Overflow Inkontinensia
Terjadi jika karena kandung kemih tidak dapat mengosongkan dengan
baik karena itu masih ada sisa urin di dalam kandung kemih. Otot
kandung kemih yang lemah atau sumbatan uretra dapat menyebabkan
inkontinensia urin tipe ini.

Manifestasi Klinis
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 11

a. Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan


sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
b. Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.


Tidak bisa menahan untuk miksi
Terdapat rembesan urin
Urin keluar sebelum sampau tempatnya
Frekuensi urin bertambah
Pasien tidak merasa puas saat berkemih
Urin menetes
Keluar urin tanpa disadari

Faktor Resiko
1. Kondisi kesehatan secara umum/ riwayat keluarga yang menderita DM
2. Bertambahnya usia yang membuat kapasitas kandung kemih menurun
3. Merokok dan sering terpapar asap rokok
4. Bronkitis yang membuat orang sering batuk
5. Trauma atau cedera kandung kemih atau uretra
6. Stoke, Parkinson disease
7. Batu pada kandung kemih
8. Konstipasi
9. Konsumsi alkohol
10. Konsumsi cafein atau minuman bersoda terlalu banyak
11. Penggunaan obat diuretic, antidepresan, sedative, narcotic dan obat obat diet

Diagnosis
1. Anamnesa
Pada inkontinensia urin pasien datang dengan keluhan sering tidak dapat
menahan kencing sehingga sering kencing dicelana sebelum sampai dikamar
mandi. Pasien juga kadang mengatakansaat tertawa terbahak, tanpa sadar urin
keluar dengan sendirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Abdomen
Mengenali adanya kandung kemih yang penuh (fullblast), rasa nyeri,
massa, atau riwayat pembedahan.
b. Pemeriksaan genitalia
Kondisi kulit dan abnormalitas anatomis
c. Pemeriksaan rectum (rectal touche)
Mendapatkan adanya obstipasi atau skibala, dan evaluasi tonus sfingter,
sensasi perineal, dan refleks bulbocavernosus, Nodul prostat.
d. Pemeriksaan Pelvis
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 12

Mengevaluasi adanya atrofi mukosa, vaginitis atrofi, massa, tonus otot,


prolaps pelvis, dan adanya sistokel atau rektokel.
e. Evaluasi neurologis
Sebagian diperoleh saat pemeriksaan rectum ketika pemeriksaan sensasi
perineum, tonus otot, dan refleks bulbocavernosus. Pemeriksaan
Neurologis juga perlu untuk mengevaluasi penyakit seperti : kompresi
medulla spinalis dan parkinson disease.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang
air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau
menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti
pengosongan kandung kemih tidak adekuat.
b.

Urinalisis : dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi


adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti
hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik
lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes
lanjutan tersebut adalah :

1.

Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,

creatinin, kalsium glukosa sitologi.


2.

Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian

bawah
3. Tes tekanan urethra mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat
4.

Imaging tes atau pemotretan terhadap saluran perkemihan bagian atas dan

bawah.
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 13

5.

Laboratorium

Pemeriksaan yang dilakukan yaitu : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan


kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang
menyebabkan poliuria.
6.

Catatan berkemih (voiding record)

Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini


digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia
urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia
urin. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan
tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai
sebagai intervensi terapeutik karena dapat digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.

Penatalaksanaan
1. Mengurangi faktor resiko
2. Mempertahankan homeostasis
3. Mengontrol Inkontinensia urin
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik,
gula darah tinggi, dan lain-lain.
Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
a. melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 14

berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk


berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada
interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
b. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia. Promoted voiding dilakukan dengan cara
mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik
ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).
c. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot
dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan
otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara :
1.

Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan

terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke


depan ke belakang 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan
jarum jam 10 kali.
2.

Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar

dilakukan 10 kali.
Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra
dapat tertutup dengan baik.
4. Untuk masing-masing tipe dari inkontinensia ada beberapa hal khusus yang
dianjurkan misalnya :
a. Inkontinensia tipe stress
o Latihan otot-otot dasar panggul
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 15

o Latihan penyesuaian berkemih


o Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih
o Tindakan pembedahan dapat memperkuat muara kandung kemih
b. Inkontinensia urgensi:
o Latihan mengenal sensasi berkemih
o Obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih dan estrogen
o Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan yang dalam keadaan
patologik dapat menyebabkan iritasi pada saluran kandung kemih bagian bawah.

c. Inkontinensia tipe luapan:


o Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, atau menetap.
o Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.
d. Inkontinensia tipe fungsional:
o Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan
berkemih.
o Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya,
o Penyesuaian atau modifikasi lingkungan tempat berkemih
o Kalau perlu gunakan obat-abatan yang dapat merelaksasikan kandung kemih
5. Terapi farmakologi

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 16

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik


seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada
inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine
untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relaks diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi
diberikan secara singkat.

6. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe
overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvik (pada wanita).
Terapi pembedahan pada stress inkontinensia dapat berupa :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kolporafi anterior
Uretropeksi retropubik
Prosedur jarum
Prosedur sling pubovaginal
Periuretral bulking agent
Tension Vaginal Tape (TVT)

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 17

Tindakan operatif sangat membutuhkan inform consent yang cermat dan baik
pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi
tindakan ini tetap ada.
7.

Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan


inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya:

a.

Pampers : dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana

pengobatan sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun


pemasangan pampers juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila
jumlah air seni melebihi daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan
akibatnya kulit menjadi lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada
kulit, gatal, dan alergi.
b.

Kateter : menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat

menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain
kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara
rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada
pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga
beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.
c.

Alat bantu toilet : Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh

orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 18

bantu tersebut akan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu
memberikan kemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.

Pencegahan
1. Menjaga diri agar terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkan
2.
3.
4.
5.

inkontinensia urin
Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain
Makan tinggi serat agar terhindar dari sembelit
Mengurangi konsumsi cafein dan minuman bersoda
Rajin berolahraga

6.
7.
8.
9.

Berhenti konsumsi alkohol


Mengontrol berat badan agar tidak kegemukan
Jangan menahan-nahan keinginan untuk buang air kecil
Untuk wanita, jangan terlalu sering hamil dan melahirkan

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 19

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan cukup sering dijumpai
pada lansia. Pada wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki, terutama pada
wanita yang sudah tua, banyak anak, pernah mengalami operasi di daerah
panggul, yang menderita penyakit kencing manis atau penyakit saraf.
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing.
Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan
daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh
perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita
inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sistouretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total
uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.
Empat penyebab pokok inkontinensia urin yaitu, gangguan urologik,
neurologis, fungsional/psikologis, dan iatrogenik/lingkungan. Ada pula
inkontinensia urin akut dan kronik (persisten). Inkontinensia akut terjadi
secara mendadak, biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem
iatrogenik yang menghilang jika kondisi akut tersebut teratasi atau problem
medikasi dihentikan. Inkontinensia urin persiten merujuk pada kondisi
inkontinensia yang tidak berkaitan dengan kondisi akut/iatrogenik dan
berlangsung lama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik, dengan beberapa prosedur
diagnostik yang diperlukan mempunyai hasil yang baik untuk menegakkan
diagnosis gangguan ini. Jenis inkontinensia urin persisten yang utama yaitu:
stress inkontinensia, urgency inkontinensia, overflow inkontinensia, dan
UISU |Makalah Inkontinensia Urin 20

fungsional inkontinensia. Penatalaksaanaa konservatif dilakukan pada


inkontinensia urin seperti : Latihan otot dasar panggul (Pelvic Floor
Exersize), Bladder training, habbit training, Promoted voiding, Penggunaan
kateter menetap, dan obat obatan. Sedangkan penanganan operatif berupa
kolporafi anterior, uretropeksi retropubik, prosedur jarum, prosedur sling
pubovaginal, periuretral bulking agent, dan tension vaginal tape (TVT).
Berbagai komplikasi dapat menyertai Inkontinensia Urine seperti infeksi
saluran kencing, gangguan tidur, masalah sosial higiene yang pada akhirnya
mengakibatkan isolasi sosial, stress, luka, lecet, dan tak kalah pentingnya
biaya perawatan yang tinggi. Secara tidak langsung masalah tersebut dapat
menyebabkan dehidrasi, karena umumnya pasien mengurangi minum, karena
kawatir terjadi Inkontinensia Urine, pada pasien yang kurang aktifitas hanya
berbaring di tempat tidur dapat menyebabkan ulkus dekubitus dan dapat
meningkatkan resiko infeksi lokal termasuk osteomyelitis dan sepsis.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi masalah inkontinensia
urin, baik bersifat nonfarmakologis maupun terapi obat dan pembedahan jika
diketahui dengan tepat jenis atau tipe inkontinensianya.

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 21

DAFTAR PUSTAKA
1. Martono, Hadi. 2011. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Purnomo, Basuki. 2009. Dasar Dasar Urologi Edisi ke IV. Jakarta : CV
Sagung Seto
3. Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing
4. Universitas Sriwijaya. Inkontinensia Urin. URL http/:digilib.unsri.ac.id/
download/ inkontinensia%20urine.pdf.Diakses pada april 2014
5. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25132/4/Chapter%2011.pdf
6. Pustaka.unpad.ac.id/.../Pustaka_Unpad_Inkontinensia_Urin.pdf.pdf
7. Keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/BAB%201-V_1.pdf

UISU |Makalah Inkontinensia Urin 22

Anda mungkin juga menyukai