Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk hidup yang paling komplek yang diciptakan tuhan
YME.Sebagai mahluk hidup, tentunya manusia memerlukan makan dan hasil dari proses
makanan tersebut akan dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak lagi bermanfaat bagi
tubuh manusia itu sendiri.proses pengubahan dari makanan sampai menjadi sisa
dinamakan proses pencernaan yang dilakukan oleh organ percernaan di dalam tubuh
manusia.sedangkan proses pengeluaran kotoran tersebut dinamakan eliminasi.
Kebutuhan eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Menurut
Abraham Maslow (1970 dalam Goble,1970) kebutuhan dasar manusia ada lima tingkatan.
Tingkat paling mendasar adalah hal-hal yang paling penting untuk mempertahankan
hidup yaitu kebutuhan fisiologi seperti udara, air, dan makanan. Tingkat kedua mencakup
kebutuhan keselamatan dan keamanan yang meliputi keselamatan fisik dan psikologi.
Tingkat ketiga merupakan kebutuhan dicintai dan dimiliki. Tingkat keempat adalah
kebutuhan dihargai dan harga diri yang mencakup rasa percaya diri, kebergunaan,
pencapaian dan nilai diri. Tingkat terakhir adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri.
(Mongan, 2014)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud konsep dasar eliminasi?
2. Apa yang dimaksud konsep dasar eliminasi urine ?
3. Apa yang dimaksud konsep dasar eliminasi fekal?
4. Bagaimana auhan keperawatan kebutuhan dasar eliminasi?
5. Bagaimana tindakan pemenuhan kebutuhan eliminasi?

C. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini sebagai pemberian gambaran tentang bagaimana
proses eliminasi dan asuhan keperawatannya demi terciptanya perawat yang sesuai
dengan dasar-dasar tugas sebagai seorang perawat.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eleminasi merupakan kebutuhan dasar
manusia yang esensial dan berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eleminasi
dibutuhkan untuk mempertahankan dalam keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-
sisa metabolisme. Sisa metabolisme berupa eleminasi urine dari saluran perkemihan berupa
urine disebut eleminasi urine/buang air kecil (BAK), hal ini bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Eleminasi merupakan aktivitas pokok yang harus dilakukan setiap
manusia dan harus terpenuhi, bila tidak terpenuhi akan menjadi berbagai macam gangguan
yang berdampak pada pada gangguan sistem pencernaan dan sistem perkemihan Bab ini
terutama ditujukan untuk pendidikan jarak jauh pendidikan tinggi kesehatan perawat.
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasaldari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi
inisering disebut buang air kecil.
B. Konsep Dasar Eliminasi Urine
Eleminasi atau pembuangan normal urine merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi yang sering dianggap enting oleh kebanyakan orang. Pada sistem perkemihan
yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini bisa menggangu sistem organ yang lainnya.
Seseorang yang mengalami perubahan eleminasi dapat menderita secara fisik dan psikologis.
Anda sebagai perawat harus memahami dan menunjukkan sikap peka terhadap kebutuhan
klien akan eleminari urine, serta memahami penyebab terjadinya masalah dan berusaha
memberikan bantuan untuk penyelesaian masalah yang bisa diterima.

2
1. Anatomi Dan Fisiologi Eleminasi Urine
Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eleminasi
seperti ginjal, ureter, kandung kemih atau bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air
dari darah dalam bentuk urine kemudian masuk ke ureter lalu mengalir ke bladder. Dalam
bladder urine ditampung sampai mencapai batas tetentu atau sampai timbul keinginan
berkemih, yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Proses kejadian eleminasi urine ada dua langkah utama: Pertama, bila kandung
kemih saudara secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang dikirim ke medulla spinalis diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf
pusat. Kedua, pusat miksi mengirim sinyal ke otot kandung kemih (destrusor), maka
spinter ekterna relaksasi berusaha mengosongkan kandung kemih, sebaliknya bila
memilih tidak berkemih spinter eksterna berkontraksi. Kerusakan pada medulla spinalis
menyebabkan hilangnya kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat
tetap sehingga terjadinya berkemih secara tetap, maka kondisi ini disebut refleks kandung
kemih.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Berkemih


a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia seseorang dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine.
Normalnya bayi-anak ekskresi urine 400-500 ml/hari, orang dewasa 1500-1600ml.
Contoh: pada bayi-anak berat badan 10 % orang dewasa mampu ekskresi 33% lebih
banyak dari orang dewasa, usia lanjut volume bladder berkurang sehingga sering
mengalami nokturia dan frekuensi berkemih meningkat, demikian juga wanita hamil
juga akan lebih sering berkemih karena kandung kemih ditekan bagian terendah janin.
 Kebutuhan Dasar Manusia 1  109
b. Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat
tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
Contoh: masyarakat kita kebanyakan berkemih di kamar mandi (dalam keadaan
tertutup) atau lokasi terbuka, sedangkan pada orang dalam kondisi sakit harus miksi
diatas tempat tidur, hal ini membuat seseorang kadang menahan miksinya.

3
c. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meninggalkan stimulasi berkemih, sebagai upaya
kompensasi. Contoh: seseorang yang cemas dan stress maka mereka akan sering
buang air kecil.
d. Kebiasaan atau Gaya Hidup
Seseorang Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang berkemih. Contoh:
seseorang yang biasa berkemih di toilet atau di sungai atau di alam bebas, akan
mengalami kesulitan kalau berkemih diatas tempat tidur apalagi dengan
menggunakan pot urine/ pispot.
e. Aktivitas dan Tonus Otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot blanded, otot bomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan
berkurang. Aktivitas dapat meningkatkan kemampuan metabolism produksi urine
secara optimal.
f. Intake Cairan dan Makanan
Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti kopi, teh, coklat, (mengandung kafein)
dan alkohol akan menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH), hal ini dapat
meningkatkan pembuangan dan ekresi urine.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu seperti pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi
urine dan pola miksi, karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit.
Peradangan dan iritasi organ kemih meninggalkan retensi urine.
h. Pembedahan
Tindakan pembedaan memicu sindrom adaptasi, sehingga kelenjar hipofisis anterior
melepas hormone ADH, mengakibatkan meningkatkan reabsorsi air akhirnya
pengeluaran urine menurun. Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus
sehingga produksi urine menurun.
3. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,ureter,
kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :Kandung

4
kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkatdiatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflekssaraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkankandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akankeinginan untuk
berkemih.

4. Asuhan keperawatan eliminasi


Pengkajian Eliminasi Urinea.
1. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang-
orang berkemih kira-kira 70 % dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan
tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya
berkemih: pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu
makan.
2. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml2.
Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml3.
Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml4.
Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml5.
1 – 3 tahun 500 – 600 ml6.
3 – 5 tahun 600 – 700 ml7.
5 – 8 tahun 700 – 1000 ml8.
8 – 14 tahun 800 – 1400 ml9.
14 tahun – dewasa 1500 ml10.
Dewasa tua 1500 ml / kurang
Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 jam pada
orangdewasa, maka perlu lapor.

5
3. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna
urineseperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi
adanyapenyakit.
4. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang merupakan indikasi
adanyamasalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
5. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu
volumeyang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis
air sulingadalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025
6. Kejernihan
Normal urine terang dan transparan.Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus
7. pH
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah melewati temperatur
ruanganuntuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian
urinennya sedikit alkali.
8. Protein
Normal molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin,
tidak tersaring melalui ginjal — urine. Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-
molekul tersebut dapat tersaring urine. Adanya protein didalam urine disebut
proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
9. Darah
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas. Adanya darah
dalamurine disebut hematuria.
10. Glukosa
Normal adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya
bersifatsementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada
pasien DM. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh berperan dalam
proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang
meliputi usus halus dan usus besar.

6
5. Masalah-Masalah Eliminasi Urine
Ada beberapa masalah yang terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eleminasi urine. Masalah tersebut antara lain:
b. Retensi urine
Retensi urine adalah kondisi seseorang terjadi karena penumpukan urine dalam
bladder dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih.
Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml.
Normalnya adalah 250 - 400 ml. Kondisi ini bisa disebabkan oleh hipertropi prostat,
pembedahan, otot destrusor lemah dan lain-lain.
c. Inkontinensia
Urine Bila seseorang mengalami ketidak mampuan otot spinter eksternal sementara
atau menetap untuk mengontrol pengeluaran urine. Ada dua jenis inkontinensia:
Pertama, stres inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen
meningkat dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Contoh sebagian orang saat
batuk atau tertawa akan mengalami terkencing-kencing, hal tersebut bisa dikatakan
normal atau bisa terjadi pada lansia. Kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia
yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih atau tiba-tiba berkemih, hal ini terjadi
akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder, overdistensi,
peningkatan konsumsi kafein atau alkohol (Taylor,1989).
d. Enurisis
Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang tidak disadari
yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya
terjadi pada anak-anak atau orang jompo. Faktor penyebab takut keluar malam,
kapasitas kandung kemih kurang normal, infeksi dan lain-lain.

7
6. Tindakan pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
a. Prosedur Perawatan Kateter
Perawatan kateter yag terbuat dari bahan yang dimasukkan kedalam saluran
kemih sampai kandung kemih untuk memungkinkan aliran ( drainasi ) urine.

Tujuan :
1. Memperlancar aliran urine
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah aliran balik urine ( refluks )

Alat dan Bahan


1. Sarung tangan steril
2. Kassa steril
3. Larutan antiseptic ( betadin 10%)
4. Larutan Nacl 0,9 %
5. Pinset anatomi
6. pinset sirurgi
7. bengkok
8. cucing 2
9. plester
10. Gunting plester

Prosedur Kerja
1. Memperkenalkan diri
2. Beritahu dan jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan dan lihat
respon klien
3. Dekatkan alat keklien
4. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
5. Bantu klien mengatur posisi sesuai kebutuhan sehingga luka mudah dirawat

8
6. Cucitangan
7. Gunakan scort dan handschoen
8. Bersihkan meatus uretra eksterna seperti halnya rawat luka dengan menarik kateter
sejauh 0,5 – 1 cn keluar, besihkan kotoran yang menempel dengan pinset sirurgi
keudian oleskan kassa betadin dengan pinset anatomis disekitar kateter
9. Bersihkan bekas plester dengan bensin menggunakan kassa dan pinset
10. Pasang plester / hypavik
11. Rapikan pasien dan alat – alat bersihkan
12. Setiap hari posisi kateter harus diperhatikan dan harus pada posisi yang benar yaitu
di pasang fiksasi Antara paha bagian atas dan abdomen bagian bawah
13. Anjurkan klien minum air 2 liter / hari kecuali ada kontrai ndikasi
14. Amati selang kateter untuk mengetahui adanya kebocoran dan lipatan
15. Jangan melepaskan sambungan kateter kecuali jika akan dibilas
16. Ambil urin untuk pemeriksaan dari selang yang ditusuk dengan jarum. Bersihlan
dulu selang yang akan ditusuk dengan disinfektan
17. Jangan sekali – kali meninggalkan kantong urobag lebih tinggi  dari buli –buli
eratkan urobag pada rangaka tempat tidur bila pasien terlentang dan pada daerah
dibawah lutut bila pasien ambulasi
18. Kosongkan urobag ke gelas ukur dan gelas ukur harus dibersihkan secara teratur
19. Periksa kultur urin jika diperlukan
20. Perhatikan urobag apakah adas edimen atau kebocoran
21. Kateter diganti kurang lebih 2 minggu sekali kacuali ada indikasi lain
22. Lepaskan handschoen dan cuci tangan
23. Dokumentasikan tindakan

b. Memasang Kondom Kateter

Tindakan ini dilakukan dengan memasang kateter kondom pada pasien yang
inkontinensia atau pasien koma yang masih mempunyai fungsi pengosongan kandung
kemih utuh.

9
Tujuan
1. Mempertahankan higiene perineal pasien inkontinensia.
2. Mempertahankan eliminasi perkemihan.

Alat dan bahan


1. Sarung tangan
2. Air sabun
3. Pengalas
4. Kateter kondom
5. Kantong penampung urine
6. Sampiran

Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur.
2.  Cuci tangan.
3. Pasang sampiran.
4. Pasang perlak.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Atur posisi pasien telentang.
7. Bersihkan daerah genitalia dengan air sabun, bilas dengan air hingga bersih,
kemudian keringkan.
8. Lakukan pemasangan kondom dengan disisakan 2,5-5 cm ruang antara glans penis
dengan ujung kondom.
9. Lekatkan pangkal kateter pada batang penis dengan perekat elastis dan jangan
terlalu ketat.
10. Hubungkan ujung kondom kateter dengan kantung penampung urine.
11. Rapikan alat
12. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
13. Catat prosedur dan respons pasien.

10
6. Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pola eliminasi urine : inkontinensia urine berhubungan dengan tidak adanya
sensai untuk berkemih
2. Peningkatan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
3. Gangguan eliminasi urine : retensi urine berhubungan dengan kehamilan

Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk berkemih dan
kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kantung kemih.

Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa melaporkan suatu
pengurangan atau penghilangan inkontinesia.

Kriteria hasil :
klien dapat menjelaskan penyebab inkontinesia dan rasional penatalaksanaan.

Intervensi :
1. Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.
Rasional : berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi kantung
kemih.
2. Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
Rasional : pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya enurasis .
3. Bila masih terjadi inkontinesia kurangi waktu antara berkemih yang telah di
rencanakan
Rasional : kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga diperlukan untuk lebih sering berkemih.
4. Intruksi klien batuk dalam posisi litotomi jika tidak ada kebocoran ulangi dengan
posisi klien membentuk sudut 45 derajat lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada
kebocoran yang lebih dulu.

11
Rasional : untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih
5. Pantau pemasukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000
ml kecuali harus dibatasi
Rasional : dehidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal
6. Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan
perubahan obat, dosis, atau jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi
inkontinensia.

C. Konsep dasar eliminasi fekal


Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan
proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari tubuh.
Sampah yang dikeluarkan ini disebut feces atau stool. Eleminasi produk sisa pencernaan
yang teratur, hal ini penting untuk normal tubuh. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan
berapa faktor, pola dan kebiasaan eleminasi. Eleminasi bowel merupakan salah satu bentuk
aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia Seseorang dapat melakukan buang air besar
sangatlah bersifat individual ada yang satu kali atau lebih dalam satu hari, bahkan ada yang
mengalami gangguan yaitu hanya 3-4 kali dalam satu minggu atau beberapa kali dalam
sehari, perubahan eleminasi fekal dapat menyebabkan masalah gastroinstestinal dan sistem
tubuh lain, hal ini apa bila dibiarkan dapat menjadi masalah seperti konstipasi, fecal
imfaction , hemoraid dan lain-lain.
1. Anatomi dan Fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas terdiri dari mulut, esophagus
dan lambung dan bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar. Agar lebih jelas bagi
peserta didik ikutilah uraian tentang saluran bagian atas dan bawah berikut ini.
1. Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus & lambung
Makanan yang masuk ke mulut kita dicerna secara mekanik dan kimia, dengan
bantuan gigi untuk mengunyah dan memecah makanan. Saliva mencairkan dan
melunakkan bolus makanan sehingga mudah masuk esofogus menuju pada lambung.
Dalam lambung makanan disimpan sementara, lambung melakukan ekresi asam
hidroklorida (HCL), lendir, enzim pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi
keasaman lambung dan keseimbangan asam-basa tubuh. Lendir melindungi mukosa

12
dari keasaman, aktivitas enzim dan membantu mengubah makanan menjadi semi cair
yang disebut kimus (cbyme), lalu didorong ke usus halus.
2. Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar.
3. Saluran gastrointestinal atas meliputi, usus halus terdiri dari duodenum, jejenun, ileum,
dengan diameter 2.5 cm dan panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan
amilase. Kebanyakan nutrisi dan elektolit diabsorsi duodenum dan jejunum, sedang
ileum mengabsorsi vitamin, zat besi dan garam empedu. Fungsi eleum terganggu maka
proses pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5 m merupakan
organ utama dalam eleminasi fekal terdiri cecum,colon dan rectum. Kimus yang tidak
diabsorpsi masuk sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon mengabsorpsi air. nutrient,
elektolit, proteksi, sekresi dan eleminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa diare
dan kontraksi lambat. Gerakan peristaktik 3-4 kl/hr dan paling kuat setelah makan.
Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjangnya bayi 2.5 cm, anak 7.5-10
cm, dewasa 15 – 20 cm, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun
lipatan jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi akibat tekanan selama
mengedan bisa terbentuk hemoraid yang menyebabkan defekasi terasa nyeri.
4. Usus sendiri mesekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim, sekresi musin (ion
karbonat) yang pengeluarannya dirangsang oleh nervus parasimpatis.
5. Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar.
Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24 jam. Feses
terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan
epithelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen.
Jadi makanan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 – 20 jam,
isinya menjadi makin lunak bahkan bila terlalu lama maka akan semakin padat karena air
diabsorpsi apabila tidak segera di keluarkan. Pada keadaan infeksi, reseksi bedah atau
obstruksi dapat mengganggu peristaltik absorpsi berkurang dan aliran kimus terhambat.
Saat emosi sekresi mucus akan meningkat berfungsi melindungi dinding usus dari
aktivitas bakteri, bila hal ini berlebihan akan meningkatkan peristaltik berdampak pada
penyerapan feses yang cepat sehingga faeses menjadi encer, diare, absorpsi berkurang

13
dan flatus. Kesimpulan bahwa dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi abdomen,
tekanan diafragma, dan kontraksi otor elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal


1. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.Anak-
anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuro muscular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung.
Diantaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
poloscolon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami
penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.
2. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa,
serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada
beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairanfeses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
3. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairanyang
adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa
alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ialewat di
sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan

14
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari
chyme.
4. Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.Aktivitasnya
juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chymesepanjang colon. Otot-
otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama
proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-ototyang lemah merupakan akibat
dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas ataugangguan fungsi syaraf.
5. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit
tertentutermasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponenpsikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah
dapatmeningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang
yagndepresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
6. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang airbesar
pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,seperti
setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler.
Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhanakan privacy
juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi saturuangan dengan orang
lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy
dan kegelisahan akan baunya
7. Obat-Obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh terhadap eliminasi yang
normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan
codein,menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan

15
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

3. Fisiologi Dalam Eliminasi


Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang
sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja
sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelahpencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon,dan sisa makanan
dal00ri hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon
pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan
terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan
penutupan glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal,sfinkter anus mengendor
dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

4. Masalah-Masalah Gangguan Eliminasi Fekal


a. Konstipasi : Penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang
lama atau keras, kering dan disertai upaya mengedan saat defekasi.
b. Fecal Imfaction : Fecal Impaction atau impaksi feses akibat dari kontipasi yang tidak
diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum,
hal ini tidak dapat dikeluarkan. Feses yang keras di kolon dan lipatan sigmoid yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan.
c. Diare : meningkatnya frekuensi buang air besar dan pengeluaran feses yang cair dan
tidak terbentuk (Lueckenotte,1994). Diare adalah gejala gangguan proses pencernaan,
absorpsi dan sekresi dalam saluran GI, akibatnya cbyme melewati usus terlalu cepat,
sehingga usus besar tidak mempunyai waktu untuk menyerap air.

5. Tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan eliminasi


1. Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
2. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
3. Membantu pasien buang air besar dengan pispot

16
4. Memberikan huknah rendah
5. Memberikan huknah tinggi
6. Memberikan gliserin
7. Mengeluarkan feses dengan jari

Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi dengan :


1. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
2. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
3. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran,buah-
buahan, nasi; mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari
4. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien
5. Positioning

a. Menggunakan Pispot Untuk Defekasi

          Tindakan keperawatan ini dilakukan pada klien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan eliminasi alvi secara mandiri di kamar kecil, dilakukan
dengan menggunakan pispot (penampung).

Tujuan
Memenuhi kebutuhan eliminasi alvi.

Alat dan bahan


1. Alas/perlak
2. Pispot
3. Air bersih
4. Tisu
5. Skrin (sampiran) bila pasien dirawat
di bangsal umum
6. Sarung tangan

Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan, lalu pasang sampiran bila pasien
dirawat di bangsal umum.
2. Cuci tangan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Pasang pengalas di bawah glutea.

17
5. Tempatkan pispot di atas pengalas tepat dibawah glutea dengan posisi bagian
lubang pispot tepat di bawah anus. Pada saat meletakkan pispot anjurkan
pasien untuk mengangkat daerah glutea (bila pasien mampu) untuk
memudahkan meletakkan pispot.
6. Setelah posisi pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien tentang
kenyamanan posisi tersebut. Jaga privasi pasien selama prosedur.
7. Anjurkan pasien untuk defekasi pada tempatnya/pispot yang telah terpasang.
8. Setelah selesai siram daerah anus dan sekitarnya dengan air sampai bersih
dengan bantuan tangan yang bersarung tangan, kemudian keringkan dengan
tisu.
9. Cuci tangan.
10. Catat tanggal defekasi; karakteristik feses seperti jumlah, konsistensi,
warna, bau dan respon pasien selama prosedur.

6. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menangani pasien dalam eliminasi


a. Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri
untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin
perlu menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dantetap berada dalam
jangkauan pembicaraan dengan klien.
b. Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika
terjadi peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain
seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
c. Nutrisi dan Cairan
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang
terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu
defekasi normal.klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga masukkan serat
dalam diet.

7. Asuhan Keperawatan Eliminasi Fekal

18
1. Konstipasi berhubungsn dengan immobilisasi
2. Gangguan pola eliminasi fekal : diare behubungan dengan pola makan yang salah
3. Gangguan eliminasi fekal : Inkontinensia fekal berhubungan dengan fecal impaction

Konstipasi
Perubahan pola defikasi dengan karakteristik penurunan frekuensi buang air besar
dan feses yang keras,

Kemungkinan Penyebabnya :
1. immobilisasi,
2. aktivitas menurun,
3. stress,
4. mobilisasi intestinal menurun dan pembatasan diet,

Tujuan yang diharapkan :


Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel dan perubahan pola hidup untuk
menurunkan faktor penyebab konstipasi,

Kriteria Evaluasi:
1. konsistensi feces lunak,
2. Pola defekasi normal
3. Distensi abdomen tidak ada
4. Flatus
5. Defekasi nyaman.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (Kebutuhan Buang
Air Kecil/BAK) dan eliminasi feses (Kebutuhan Buang Air Besar/BAB). Organ yang
berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih danuretra. Dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses pengosongan
vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah
diet, asupan, responkeinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress psikologi.
Eliminasi fekal adalah proses pengosongan usus dari sisa-sisa metabolisme berupa
feses melalui anus. Dimana proses keluarnya feses ini disebut defekasi. Eliminasi
dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu : usia, diet, asupan cairan,aktivitas fisik, factor
psikologis, gaya hidup, posisi selama defekasi, nyeri,kehamilan, pembedahan dan anestesi
serta obat-obatan. Dari beberapa factor tersebut juga dapat menyebabkan masalah pada
eliminasi fekal seperti konstipasi, fecal impaction, diare, inkontinensia, flatulence dan
hemoroid

20
DAFTAR PUSTAKA

Tim pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar diagnosa keperawatan indonesia. Edisi
I.jakarta:dewan pengurus PPNI

Tim pokja SLKI DPP PPNI (2019) standar dalam keperawatan indonesia. Edisi
I.cetakan II.jakarta: Dewan pengurus PPNI

Kusuma, Y. (2017). KONSEP DASAR KEBUTUHAN ELIMINASI.

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Kebutuhan-
dasar-manusia-komprehensif.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai