Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN
INKONTINENSIA URIN” ini dapat terselesaikan.Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Sistem Perkemihan.Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
1|Page
BAB I
PENDAHULUAN
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan
(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan
penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-
uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina
dengan kontinensia urine yang baik.
Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini
bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan
bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%,
sedang pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita
usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu
mencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya
urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya
inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian
mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan
celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih.
Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai penyebab
inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia
stres dan desakan secara bersamaan.
Tujuan penyajian referat ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai inkontinensia
urine, jenis-jenis dan cara penanganannya. Pemahaman yang lebih baik akan membantu usaha
mengatasi gangguan ini.
Tujuan
2|Page
Mahasiswa mampu mengevaluasi implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan
pada klien dengan Kanker Kandung Kemih.
Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
Dari makalah ini akan menyediakan informasi yang sangat berguna untuk
meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit Inkontinensia Urin.
b. Bagi Pendidikan
Untuk pendidikan keperawatan, informasi yang didapat dari makalah ini
akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pengembangan pembelajaran
asuhan keperawatan pada klien dengan Inkontinensia Urin, tentang konsep
penyakit dan asuhan keperawatan Inkontinensia Urin secara teoritis.
3|Page
BAB II
Ada banyak sekali penyebab inkontinensia urin. Inkontinensia urin dapat terjadi akibat
dampak dari infeksi saluran kemih, sembelit, minum obat jenis tertentu, stroke, dan prostat yang
membesar. Tergantung dari penyebabnya, inkontinensia urin dapat bersifat sementara (akut) atau
berkelanjutan (kronis).
Saluran kemih terdiri dari ginjal (tempat terbentuknya urin), kandung kemih (tempat urin
dikumpulkan dan disimpan), dan saluran yang menghubungkan kandung kemih ke luar (uretra).
Banyak sekali penyebab inkontinensia urin, yang mana bisa bersifat akut atau kronis.
Sembelit
Infeksi saluran kemih
Konsumsi alkohol berlebih
Minum terlalu banyak atau minum cairan yang dapat mengiritasi kandung kemih, seperti
minuman berkarbonasi, minuman yang mengandung kafein, buah dan jus jeruk, pemanis
buatan, dan termasuk kopi dan teh tanpa kafein.
Mengonsumsi obat, seperti obat untuk flu, alergi, depresi, nyeri, tekanan darah tinggi,
diuretik, dekongestan dan relaksan otot.
4|Page
Penyakit Parkinson
Tumor otak
Cedera tulang belakang
Interstitial cystitis (radang kronis pada dinding kandung kemih)
Penyakit atau cedera yang mempengaruhi sistem saraf dan otot, termasuk diabetes
Mobilitas yang minim.
Radang prostat (prostatitis) dan benign prostatic hyperplasia (BPH), yang mengacu pada
pembengkakan prostat
Kanker prostat dan pengobatan untuk kanker prostat, termasuk radiasi dan pembedahan.
5|Page
III.Patofisiologi
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis juga
dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar,
proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen
membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis.
Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui
penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi
oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul.
Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih berat akan
menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otot-otot sekitarnya. Pada
gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya ketika batuk atau bersin.
Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok dapat
menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada dinding kandung
kemih.
Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin karena
keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi dengan cepat dan
memicu keinginan untuk sering buang air kecil.
Olahraga seperti jogging juga dapat berkontribusi untuk inkontinensia urin, terutama pada
perempuan, karena jogging dapat menekan kandung kandung kemih, menyebabkan beser,
meskipun hal ini bersifat normal dan sementara.
Jenis kelamin juga merupakan faktor risiko inkontinensia urin. Faktanya perempuan dua kali
lebih mungkin mengalami inkontinensia urin ketimbang laki-laki. Hal ini karena kodrat
perempuan yang hamil, melahirkan dan menopause. Selain itu, uretra pada perempuan lebih
pendek daripada laki-laki.
6|Page
Berusia lanjut juga menjadi salah satu faktor risiko inkontinensia urin, meskipun hal ini bukanlah
kondisi yang normal dalam proses penuaan. Hal ini lebih mungkin disebabkan karena lemahnya
kandung kemih dan otot-otot kandung kemih pada orang yang berusia lanjut.
7|Page
V.Jenis Inkontinensia Urine
Inkontinensia stres
Inkontinensia urgensi
Inkontinensia overflow
Inkontinensia mixed (campuran).
Inkontinensia stress
Inkontinensia stres adalah jenis inkontinensia urin yang paling umum terjadi,
kabar baiknya inkontinensia ini dapat ditangani, dirawat dan disembuhkan dengan efektif.
Inkontinensia stres merupakan kebocoran kemih akibat otot-otot panggul yang
lemah. Batuk, bersin, tertawa, berhubungan badan, mengangkat beban berat atau gerakan
yang menimbulkan tekanan atau stres pada kandung kemih dapat menyebabkan stres
yang kemudian membuat kebocoran kemih.
Inkontinesia stres tidak disertai dengan dorongan untuk buang air kecil.
Inkontinensia stres biasanya lebih sering dialami perempuan ketimbang laki-laki.
8|Page
masalah prostat. Seperti halnya inkontinensia stres dan urgensi, ada beberapa pilihan
pengobatan untuk menyembuhkannya.
9|Page
VI.Pengobatan Inkontinensia Urin
Pengobatan inkontinensia akan tergantung dari penyebabnya. Secara garis besar, ada beberapa
macam pengobatan untuk inkontinensia, antara lain:
Perubahan gaya hidup seringkali dapat membantu seseorang dalam mengatasi inkontinensia,
antara lain dengan:
Obat-obatan
Obat-obatan yang umum digunakan untuk mengatasi inkontinensia urin antara lain:
10 | P a g e
Peralatan medis
Beberapa peralatan medis yang dapat membantu mengatasi inkontinensia urin antara lain:
Urethral insert, menyerupai tampon yang dapat dimasukkan ke dalam uretra perempuan
guna mencegah kebocoran urin.
Pessary, semacam cincin yang dimasukkan ke dalam vagina untuk mengatasi
inkontinensia akibat kandung kemih prolaps atau turun.
Penile compression device, klem pada penis yang mencegah kebocoran urin.
Kateter, jika inkontinensia adalah karena ketidakmampuan dalam mengosongkan
kandung kemih, maka dokter akan menyarankan penggunaan kateter. Kateter adalah
selang lunak yang dimasukkan ke uretra untuk menguras kandung kemih.
Pembedahan
Pada sebagian kasus inkontinesia urin, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Ada banyak
prosedur pembedahan untuk mengatasi inkontinensia urin, seperti:
Pemasangan sfingter urin buatan (katup pengontrol aliran urin dari kandung kemih) untuk
laki-laki.
Suspensi leher kandung kemih (mengangkat kandung kemih yang kendur).
Perbaikan kecacatan anatomi internal.
Sacral nerve stimulation.
Bulking material injections atau collagen injections (akan memperkuat jaringan di sekitar
uretra).
Prosedur sling (ditempatkan di bawah uretra).
11 | P a g e
BAB III
A. PENGKAJIAN
I. Identitas klien
a) Klien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Tanggal Masuk :
No.CM :
Diagnosa masuk :
b) Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Hub.dgn klien :
12 | P a g e
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Inkontinensia Stres b.d kurang pengetahuan tentang latihan dasar pelvis
2. Inkontinensia refleks b.d lesi medula spinalis diatas arkus refleks
3. Inkontinensia fungsional b.d penurunan tonus kandung kemih
4. Inkontinensia urgensi b.d penurunan fungsi persarafan kandung kemih
5. Inkontinenia overflow b.d obtruksi pada kandung kemih
13 | P a g e
Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan dengan Masalah Inkontinensia Urine
14 | P a g e
3. Inkontinensia Diharapkan setelah 1. Berikan keempatan pada 1. Memberikan
fungsional dilakukan tindakan keleyan untuk miksi. kenyamanan pada
berhubungan keperawatan klien kelayan.
dengan dapat pegetahuan 2. Modifikasi linkungan
penurunan tonus tentang faktor tempat berkemih . 2. Menjaga privasi
kandung kemih penyebab penurunan dan kenyamanan
tonus kandung kemih kelayan.
dengan kriteria :
1. meminimalkan atau 3. Kolaborasi pemberian obat
mengura dengan dokter 3. Untuk merelaksasi
ngi episode kandung kemih.
inkontinensia
2. mengambarkan faktor
penyebab
inkontinensia
Diharapkan setelah
dilakukan tindakan 1. Kaji obstruksi pada
Inkontinenia keperawatan klien kandung kemih 1. Mengetahui
overflow dapat pegetahui penyebab obstruksi
5. berhubungan penyebab obstruksi
dengan obtruksi kandung kemih, 2. Lakukan pembedahan jika2. Melancarkan proses
pada kandung dengan kriteria : terjadi pembesaran prostad berkemih
kemih 1. kelayan mau berkerja
sama dalam proses 3. Lakukan kateterisasi,bila 3. Memberikan rasa
pengobatan perlu secara intermiten,dan nyaman pada klien
kalau tidak mungkin secara
15 | P a g e
2. inkontinensia bisa di menetap
atasi
16 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
Ringkasan
SARAN
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa dapat mengerti bagaimana
asuhan keperawatan inkontinensia urin, dan paham bagaimana patofiologi yang terjadi
pada inkontinensia urin. Sehingga bisa berpikir kritis dalam melakukan tindakan
keperawatan.
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. EGC. Jakarta, 1991 : 175-186
2. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta, 1991
3. Burnnet LS. Relaxations, Malpositions, Fistulas, and Incontinence. In : Jones HW, Wentz
AC,Burnnet LS.Novak’s Texbook of Gynecology. Eleventh Ed. William & Wilkins,
1988 ; 467-478
4. Marchant DJ. Urinary Incontinence. Obsterics and Gynecology Annual, 19809 ; 9 : 261-2
5. Richardson AC, Edmonds PB, Williams NL. Treatment of Stress Incontinence due to
Paravaginal Fascial Defect. Obstet Gynecol 1981 ; 57 : 357-362.
6. Fantl JA, Hurt WE, Bump RC, Dunn LJ, Choi SC. Urethral Axis and Sphincteric
Function. Am J Obstet Gynecol
7. De Lancey JL. Correlative Study of Paraurehtral Anatomy. Obstet Gynecol 1986; 68 :91-
97.
8. De Lancey JL. Structural Aspects of the Exrrinsic Continence Mechanism. Obstet
Gynecol 1988 ;72:296301
9. Low JA, Mauger GM, Dragovic J. Diagnosis of the Unstable Detrusor : Comparison of
an Incremental and Continuous Infusion Technique. Obstet Gynecol 1985 ; 65 : 99-103.
10. Sand PK, Bowen LW, Ostegard DR, Brubaker L, Panganiban R. The Effect of
Retropubic Urethropexy on Detrusor Instability. Obstet Gynecol 1988 ; 71 : 818-822.
11. Purnomo, Dasar-dasar Urologis FK Brawijaya, Malang 2003; 106-119.
12. Bhatia NN, Bergman A. pessary Test in women With urinary Incontinence. Obstet
Gynecol 1985 ; 65 : 220-225.
13. Horbach NS, Blanco JS, Ostergard DR, Bent AE, Cornella JL. A Suburethral Sling
Procedure With Polytetrafluoroethylene for the Treatment of Genuine Stress
Incontinence in Patients With Low Urethral Closure Pressure. Obstet Gynecol 1988 ; 71 :
648-652.
14. Morgan JE, Farrow GA, Stewart FE. The Marlex Sling Operation for the Treatment of
Recurrent Stress Urinary Incontinence : A 16-years review. Am J Obstet Gynecol 1985 ;
151 : 224-226.
15. Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. FK.UI. Jakarta, 2002 ; 90-96.
16. Josoprawiro. Inkontinensia Urin dan Gejala Uroginetal Terkait Pada Wanita Usia Lanjut.
PIT X, Padang. 30Juni-3Juli 1997
17. Shawn.A.S. Incontinence, Prolapse, and Disorder of The Pelvis Floor.. In : Jonathan,
Rebecca, Paula Third. Ed. William % Wilkins, 2002 ; 654-680.
18 | P a g e