Anda di halaman 1dari 29

INKONTINENSIA URINE

Dosen pengempuh :
Ns. Rahmat H. Djalil S.kep M.Kes

Disusun oleh kelompok 1

Raga Satria (2001072)

Anggraini M. Lika (2001079)

Nufitri punamasari djufri (2001078)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UMIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
TA 2022-2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“INKONTINENSIA URIN”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar permbuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya sangat berharap makalah ini kiranya dapat menjadi bahan untuk
saling mengisi bagi para mahasiswa.

Manado 13.07.2022
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. latar belakang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Inkontinensia urin
B. Etilogi Inkontinensia Urine
C. Patofisiologi Inkontinensia Urine
D. Manifestasi Klinis
E. Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urine
F. Penatalaksanaan Medik Inkontinensia Urine
G. Komplikasi Inkontinensia Urin
BAB III ASKEP TEORI
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
F. Pathway
BAB IV ASKEP KASUS
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan keperawatan
C. Intervensi keperawatan – Rasional
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing.
Gangguan inilebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan dari pada
yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan
otot dan fasiadi dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah
menderita desensusdinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-
kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan
kontinensia urineyang baik.

Dalam proses berkemih secara normal, seluruh komponen sistem saluran


kemih bawah yaitu detrusor, leher buli-buli dan sfingter uretra eksterna berfungsi
secaraterkordinasi dalam proses pengosongan maupun pengisian urin dalam buli-
buli.Secara fisiologis dalam setiap proses miksi diharapkan empat syarat
berkemihyang normal terpenuhi, yaitu kapasitas buli-buli yang adekuat,
pengosongan buli- buli yang sempurna, proses pengosongan berlangsung di
bawah kontrol yang baik serta setiap pengisian dan pengosongan buli-buli tidak
berakibat burukterhadap saluran kemih bagian atas dan ginjal. Bila salah satu
atau beberapaaspek tersebut mengalami kelainan, maka dapat timbul gangguan
miksi yangdisebut inkontinensia urin

Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan


diobati. DiAmerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa
mengalamigangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia.
Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan bertambahnnya umur dan
paritas. Pada usia 15tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia
35-65 tahunmencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita usia
lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan
anak satumencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.

Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres,


artinyakeluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain
dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan
keinginanmiksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga
sebelummencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya.
Jenisinkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung
kemih.Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap
sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan.
Seringdidapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Inkontinensia Urine


Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidakterkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya (FKUI,
2006).

Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan besersebagai


bahasa awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjutusia.
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlahdan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatandan
sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetesurin
saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertaiinkontinensia
alvi (disertai pengeluaran feses) (brunner, 2011).

Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS)


didefinisikansebagai keluarnya urine yang tidak dapat dikendalikan atau
dikontrol, secaraobjektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial
atau higienis.Hal ini memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan
dampak terhadapOikehidupan sosial, psikologi, aktivitas seksual dan pekerjaan.
Juga menurunkanhubungan interaksi sosial dan interpersonal. Inkontinensia urine
dapat bersifatakut atau persisten. Inkontinensia urine yang bersifat akut dapat
diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi
saluran kemih,gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, rangsangan obat-obatan dan
masalah psikologik.Diperkirakan prevalensi inkontinensia urine berkisar antara
15-30% usia lanjutdi masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di
rumah sakit mengalami inkontinensia urine, dan kemungkinan bertambah berat
inkontinensiaurinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia
urine iniangka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi
saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi
lansia untukmengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia.
Jadiinkontinensia bukan bagian normal proses menua.

B. Etilogi Inkontinensia Urine


Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala inkontinensia urine
antaralain :
1) Kelainan Traktus Urinenarius Bagian Bawah
Infeksi, obstruksi, kontraktiltas kandung kemih yang berlebihan,
defisiensiestrogen,kelemahan sfingter, hipertropi prostat.
2) Usia
Seiring bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan
fungsiorgan kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat
kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis.
Inimengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu,
adanyakontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih,
sehinggawalaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan
rasa ingin berkemih.
3) Kelainan Neurologis
Otak(stroke, alzaimer, demensia multiinfark, parkinson, multipel
sklerosis), medula spinalis (sklerosis servikal atau lumbal, trauma,
multipel sklerosis), dan persarafan perifer (diebetes neuropati, trauma
saraf).
4) Kelainan Sistemik
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin
meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan
kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau
gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan
ketoilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet.
5) Kondisi Fungsional
Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul,
karenakehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause,
usia lanjut,kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan
tekanan selamakehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar
panggul karenaditekan selama sembilan bulan.
Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak
akibat regangan otot dan jaringan penunjang sertarobekan jalan lahir,
sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine.
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen padawanita di usia
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonusotot vagina
dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkanterjadinya
inkontinensia urine. Faktor resiko yang lain adalah obesitas atau
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga beresiko
mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar
kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan
struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
6) Efek Samping Pengobatan
Diuretik, anti kolionergik, narkotika, kalsium chanel bloker, inhibitor
kolinestrase

Etiologi Inkontinensia Urine pada Lansia


Inkontinensia urine khususnya pada lansia dapat merupakan sebuah gejala
dari penyakit lain. Terlebih bila gejala tersebut disertai dengan polyuria, nokturia, 
peningkatan tekanan abdomen atau gangguan system saraf pusat. Beberapa
kondisi yang dapat menjadi penyebabnya ialah sebagai berikut :
1) Gagal jantung
2) Penyakit ginjal kronik
3) Diabetes
4) Penyakit paru obstruktif kronik
5) General cognitive impairment
6) Gangguan tidur, misalnya sleep apnea
7) Penyakit neurologis, misalnya stroke dan sclerosis multiple
8) Obesitas

C. Patofisiologi Inkontinensia Urine


Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain
fungsisfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk
atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran
kencing. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih.Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Inkontinensia urinedapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi
suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila
jaras sensorik masih utuh, akantimbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan
dengan kelemahan sfingter yangdapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens
dan ketidakmampuan darikontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik
dengan overflow Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada
umumnya dikelompokkanmenjadi 4 :
1) Urinary stress incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol
keluarakibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan
di dalamkandung kencing menjadi lebih besar dari pada tekanan pada
urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengejan, tertawa,
bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga
perut.Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi (misalnya dengan
kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi
(carayang lebih sering dipakai).
2) Urge incontinence
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak
stabil,dimana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain
perasaaningin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing
malam hari,dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan
pemberian obat-obatandan beberapa latihan.
3) Total incontinence
Total incontinence, dimana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan
pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula
(saluranabnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke
organ lain atauke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk
saluran antarakandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula
urethrovaginalis (saluranantara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,
dapat ditangani dengantindakan operasi.
4) Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya
yangsudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor
yanglemah. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat
penyakitdiabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran
kencing yangtersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing
(merasa urinmasih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar
sedikit dan pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber
penyebabnya.

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain :
1) Sering BerkemihMerupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari
normal bila di bandingkan dengan pola yang lazim di miliki seseorang
atau lebih seringdari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6
jam sekali.
2) FrekuensiBerkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam
waktu 24 jam.
3) NokturiaMalam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
4) UrgensiKeinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun
penderita belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi
penuhseperti keadaan normal.
5) Urge InkontinensiaDorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak
dapat ditahansehingga kadang-kadang sebelum sampai ke toilet urine
telah keluarlebih dulu.

E. Pemeriksaan Diagnostik Inkontinensia Urine


1) Tes diagnostik pada inkontinensia urinea.
a) Kultur urin : untuk menyingkirkan infeksi.
b) IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula.
c) Urodinamik:
- Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran.
- Sistrometri : menggambarkan kontraksi detrusor.
- Sistometri video: menunjukkan kebocoran urin saat mengejan
pada pasien dengan inkontinensia stres.
- Flowmetri tekanan udara : mengukur tekanan uretra
dankandung kemih saat istirahat dan selama berkemih.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan
glukosadalam urine.
b) Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju
aliranketika pasien berkemih.
c) Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung
kemihdengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekanan
dankapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih
terhadaprangsangan panas.
d) Urografi Ekskretorik
Urografi ekskretorik bawah kandung kemih dengan mengukur
lajualiran ketika pasien berkemih. Disebut juga pielografi
intravena,digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi
ginjal, ureter dankandung kemih.
e) Kateterisasi Residu Pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung
kemihdan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah
pasien berkemih.

3) Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji
untukmenentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Menurut National Women’s Health Report, diagnosis dan terapi
inkontinensia urine dapat ditegakkan oleh sejumlah pemberi
pelayanankesehatan, termasuk dokter pada pelayanan primer, perawat,
geriatris, gerontologis, urologis, ginekologis, pedriatris, neurologis,
fisioterapis, perawat kontinensia, dan psikolog. Pemberi pelayanan primer
dapat mendiagnosis inkontinensia urine dengan pemeriksaan riwayat
medisyang lengkap dan menggunakan tabel penilaian gejala.Tes yang
biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untukmenetukan apakah
gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti
infeksi saluran kemih atau batu kandung kemih).Bila urinealisa normal,
seorang pemberi pelayanan primer dapat menentukan untuk mengobati
pasien atau merujuknya untuk pemeriksaangejala lebih lanjut.

Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yangterfokus pada saluran kemih


bagian bawah, termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum,
juga diperlukan. Sebagai tambahan, pasien dapat diminta untuk mengisi
buku harian kandung kemih (catan tertulis intake cairan, jumlah dan
seringnya buang air kecil,dan sensasi urgensi) selama beberapa hari untuk
mendapatkan datamengenai gejala. Bila setelah langkah tadi diagnosis
definitif masih belum dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk ke spesialis
untuk penilaian urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai
tekanan/volume dan hubungan tekanan/aliran di dalam kandung kemih.
Pengukuran tekanan detrusor selama sistometri digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosisoveraktifitas detrusor.

F. Penatalaksanaan Medik Inkontinensia Urine


1. Latihan otot-otot dasar panggul, latihan penyesuaian berkemih, obat-
obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen, tindakan
pembedahan memperkuat muara kandung kemih
a) Inkontinen Stres
1) Latihan otot-otot dasar panggu
2) Latihan penyesuaian berkemih.
3) Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
4) Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih.
b) Inkontinensia Urgensi
1) Latihan mengenal sensasi berkemih dan penyesuaianya.
2) Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen.
3) Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-
lain keadaan patologik yang menyebabkan iritasi pada saluran
kemih bagian bawah.
c) Inkontensia Overflow
1) Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, dan kalau tidak
mungkin secara menetap

2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara
operasi.Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba
dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non
operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi
dan pemakaian alat mekanis.
a) Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises) Kontinensia
dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik uretra dan dasar pelvis.
Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul
membantu penutupan uretra pada keadaan yangmembutuhkan
ketahanan uretra misalnya pada waktu batuk. Jugadapat
mengangkat sambungan urethrovesikal ke dalam daerah
yangditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek
dengan peningkatan tekanan intra abdominal, perubahan posisi
dan pengisian kandug kemih. Pada inkompeten sfingter uretra,
terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra
proksimal. Fisioterapi membantu meningkatkan tonus dan
kekuatan otot lurikuretra dan periuretra. Pada kandung kemih
neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah
menunjukan hasil yangefektif. Latihan kandung kemih adalah
upaya melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga
secara fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari
keadaannya yang abnormal.
b) Bladder Training Melakukan latihan menahan kemih
(memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi
dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginanuntuk berkemih bila belum
waktunya.
3. Penatalaksanaan Farmakologik
a) Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretra proksimal megandung alfa
adrenoseptoryang menghasilkan kontraksi otot polos dan
peningkatan tekanan penutupan uretra obat aktif agonis alfa-
reseptor bisa menghasilkantipe stmulasi ini dengan efek samping
relatif ringan.
b) Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga
melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga
dilaporkan efektif pada inkotinensia stres. Efek samping
meningkatkan tekanandarah, kecemasan dan insomnia oleh karena
stimulasi SSP.
c) Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer
sebandingdengan efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang
terkecil. PPAadalah komponen utama obat influensa dalam
kombinasi dengan anti histamin dan anti hikholinergik. Dosis 50
mg dua kali sehari. Efeksamping minimal. Didapatkan 59 %
penderita inkontinensia stress mengalami perbaikan

G. Komplikasi Inkontinensia Urin


Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat
menyebabkanantara lain :
1. Infeksi saluran kemih.
2. Ulkus pada kulit.
3. Problem tidur.
4. Depresi dan kondisi medis lainnya
BAB III
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
a. Identitas klien
meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,alamat, suku bangsa,
tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia
(stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan,usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran
jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin
berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
2) Riwayat kesehatan dahulu.
Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayaturinasi dan catatan
eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi
saluran kemih dan apakahdirawat dirumah sakit
3) Riwayat kesehatan keluarga.
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan
apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
c. Pemeriksaan fisik
1) keadaan umum
klien tampak lemas dan tanda tanda Vital terjadi peningkatan karena respondari terjadinya
inkontinensia.
2) Pemeriksaan Sistema
a) B1 (breathing)
kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplaioksigen menurun.
kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
b) B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisahc
c) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d) B4 (bladder)
1) Inspeksi:
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karenaadanya aktifitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah
apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus
uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari
infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
2.) Palpasi :
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera
luar sewaktu kencing /dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya
ketidak normalan perkusi, adanya ketidak normalan palpasi pada ginjal.
f) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitasyang lain, adakah
nyeri pada persendian.

B. Diagnosa
1. Gangguan pola tidur
2. Defisit perawatan diri
3. Inkontinensia urin berlebiihan
4. Resiko gangguan Intregritas Kulit
C. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1 Gangguan pola tidur Pola tidur Dukungan Tidur
Setekah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi pola aktifias tidur
gangguan pola tidur membaik - Identifikasi faktor penganggu
dengan K.H : tidur
1. Keluhan sulit tidur - Identifikasi obat tidur yang di
2. Keluhan tidak puas tidur kosumsi
3. Keluhan sering terjaga
2 Defisit perawatan diri Perawatan diri Dukungan perawatan diri :
Setelah di lakukan tindakan BAB/BAK
keperawatan selama 3x24jam Observasi :
defisit perawatan diri meningkat - Identifikasi kebiasaan
dengan K.H BAK/BAB sesuai usia
- Monitor intergritas kulit
pasien
Terapeutik :
- Dukung penggunaan
toilet/commodel/pispot/urinal
secara koonsisten
- Jaga privasi selama eliminasi
- Latih BAB/BAK sesuai
jadwal
Edukasi :
- Anjurkan BAB/BAK secara
rutin
- Anjurkan ke kamar
mandi/toilet
3 Inkontinensia urin Kontinensia urin Kateterisasi urine
berlebihan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam - Periksa kondisi pasien
inkontinensia urin berlebihan (dsstensi kandung kemih,
meningkat dengan K.H inkontinensia urin, refleks
1. Kemampuan berkemih berkemih)
2. Nokturia Tweapeutik :
3. Residu volume urin - Siapkan peralatan, bahan
setelah berkemih bahan dan ruangan tindakan
4. Distensi kandung kemih - Siapkan pasien, bebaskan
5. Frekuensi berkemiih pakaian bawah dan posisikan
dorsel rekumblen (untuk
wanita dan supine (untuk
pria)
- Pasang sarung tangan
- Sambungkan kateter urin
dengan urine bag
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urin
- Anjurkan menarik nafas saat
insersi selang kateter
4 Resiko gangguan Intergritas Kulit Dan jaringan Perawatan intergritas kulit
Intregritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 3x24 jam - Identifikasi gangguan
Resiko gangguan intergritas intergritas kulit
kulit meningkat dengan K.H Terapeutik :
1. Elastisitas - Ubah posisi tiap 2 jam tirah
2. Kerusakan lapisan kulit baring
3. Sensasi - Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang
Edukasi :
- Anjurkan minum air yang
cukup

D. Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-


aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar
implementasi / pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan
E Evaluasi

tujuan dari evaluasi adalah ntuk mengetahui sejauh mana perawat dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang

diberikat.

Langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :

1. Daftar tujuan-tujuan pasien.

2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.

3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.

4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.


Melihat bahasan diatas, yang dimaksud dengan evaluasi

merupakan hasil pencapaian yang telah dilakukan dengan berdasarkan

kriteria hasil dan tuju


F. Pathway
BAB IV ASKEP KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA LANSIADENGAN INKONTINENSIA URINE
Kasus
Ny.W berusia 63 tahun dengan BB 76kg ketika datang kerumah sakit
Dr.Soetomo dengan keluhan BAK terus menerus dan tidak bisa ditahan
hinggasampai ke toilet. Ny.W mengatakan kencing sebanyak lebih dari 10 kali
dalamsehari,dengan jumlah urine 1000-1500ml. Ny.W juga mengatakan bahwa
dirinyatidak bisa menahan kencingnya untuk sampai ke toilet dan terasa perih
pada area perianalnya. Karena sering mengompol, Ny.W mengaku mengurangi
minum dansering menahan haus, dan mengalami penurunan BB sebanyak 5kg
menjadi 71kg. Ny.W merasa malu apabila keluar rumah karena mengompol dan
bau air kencingnya yang menyengat sehingga hanya tinggal di dalam rumah. Saat
ditanyakan tentang riwayat kehamilan, anak klien mengatakan bahwa
klienmemiliki 2 orang anak, dan tidak pernah mengalami keguguran. Anaknya
mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti
itusebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan. Dulunya klien adalah seorang
penjahit di rumahnya, namun beberapa tahun yang lalu sudah tidak lagi
bekerja.Setelah dilakukan pemeriksaan awal pada Ny.W ditemukan membran
mukosakering, turgor kulit kering dan keriput serta lecet-lecet pada kulitnya. Hasil
dariTTVnya adalah TD: 160/90 mmHg, Nadi 90x/menit, RR 19x/menit, dan
Suhu37C

A. Pengkajian
I. Identitas klien dan penanggung jawab
a) Identitas klien
Nama : Ny. W
Tempat
Tanggal lahir : Solo, 12 Mei 1956
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan
Terakhir : SMP
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jalan Merdeka No. 5

b) Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan
Terakhir : SMK
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jalan Merdeka No. 5
Hubungan
dengan klien : Anak kandung

II. Riwayat kesehatan


a) Keluhan utama
Klien mengatakan BAK terus-menerus, tidak bisa menahannya
sehingga mengompol.

b) Riwayat penyakit sekarang


Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus
dengan frekuensi lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien tidak
bisamenahan kencingnya untuk pergi ke toilet sampai klien
mengompol. Klien mengaku mengurangi minum dan menahan rasa
haus.

c) Riwayat penyakit keluarga


Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit seperti itu sebelumnya dan tidak ada
penyakitketurunan.

d) Riwayat psikologi
Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol
dan bau kencingnya sangat menyengat.

e) Riwayat kehamilan
Klien memiliki 2 orang anak dan tidal pernah mengalami
keguguran

III. Pola fungsi kesehatana.

a) Pola manajemen kesehatan/penyakit


1) Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.
2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Klien mengatakan belum berobat kemanapun saat mengalami
penyakit ini.
3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit ini.
b) Pola aktivitas dan latihan
1) Sebelum sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan -
Minum -
Berpakain -
Eliminasi -
Mobilisasi -
ditempat tidur
Berpindah -
Ambulasi -
Naik tangga -
2) Saat sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan -
Minum -
Berpakain -
Eliminasi -
Mobilisasi -
ditempat tidur
Berpindah -
Ambulasi -
Naik tangga -

Keterangan :
0: Mandiri
1: Dibantu sebagian
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan peralatan
4: Ketergantungan / tidak mampu

c) Pola istirahat dan tidur


1) Sebelum sakit
- Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00WIB
- Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-
05.00WIB
2) Saat sakit
- Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00WIB
- Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-
05.00WIB
d) Pola nutrisi dan metabolik
1) Sebelum sakita)
- Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi
danlauk, habis 1 porsi
- Klien mengatakan minum 7- 8 gelas sehari2)
2) Saat sakita)
- Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi
danlauk, habis 1 porsi
- Klien mengatakan minum 4-5 gelas seharie.
e) Pola eliminasi
1) Sebelum sakit
- Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat,
bau khas dan warna kecoklatan.
- Klien mengatakan BAK ± 2-6 kali sehari, warnanya kuning
bening
2) Saat sakita)
- Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat,
bau khas dan warna kecoklatan.
- Klien mengatakan BAK ± 9-10 kali sehari, warnanyakuning
keruh dan bau urin menyengat.f.

f) Pola toleransi – koping


1) Sebelum sakit
- Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari
(menjahit)

2) Saat sakit
- Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena
seringmengompol dan bau kencingnya sangat menyengat
g) Pola hubungan peran
1) Sebelum sakit
- Klien mengatakan bisa berkumpul berbincang dengan keluarga
dan tetangganya dan menjahit.
2) Saat sakit
- Klien mengatakan merasa malu untuk berkumpul berbincang
dengan tetanggannya dan sudah tidak bisa menjahit lagi.
h) Pola nilai dan keyakinan
1) Sebelum sakit
- Klien mengatakan bahwa ia beribadah 5 waktu sehari.
2) Saat sakit
- Klien mengatakan dapat beribadah 5 waktu sehari dan
berdoameminta kesembuhan oleh ALLAH untuk sabar dan
pasrah akankesembuhannya.
IV. Pengkajian fisik
a) Kepala dan leher
1. Rambut
- Inspeksi
Rambut klien tampak bersih, berwarna hitam dan putih dan
potongan rambut pendek.
- Palpasi
Rambut klien tampak bersih, lembut dan tidak ada nyeritekan.
2. Mata
- Inspeksi
Bentuk mata simetris antara kanan dan kiri dan konjungtiva
pucat pandangan kabur dan berkunang-kunang.
- Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada mata
3. Telinga
- Inspeksi
Bentuk dan posisi telinga simetris, tidak ada cairan yangkeluar
seperti nanah atau darah.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada telinga.
4. Hidung
- Inspeksi
Bentuk dan posisi hidung simetris, tidak ada pendarahan dan
tanda- tanda infeksi.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada hidung

5. Mulut
- Inspeksi
Bentuk mulut simetris, lidahnya berwarna putih dan mukosa
bibir kering.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada bagian bibir
6. Leher
- Nspeksi
Pada leher terlihat normal dengan gerakan ke kanan dan kekiri.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada leher.
7. Dada
- Inspeksi
Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri.
- Palpasi
Tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
- Perkusi
Tidak ada masalah.
- Auskultrasi
Bunyi jantung normal.
8. Jantung
- Inspeksi
Jantung tidak nampak dari luar.
- Palpasi
Terjadi palpitasi jantung.
- Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan.
- Aukultrasi
Detak jantung takikardi 90x/menit.
9. Abdomen
- Inspeksi
Tampak simetris, tidak nampak lesi, bersih.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada pembesaran
hepar
- Perkusi
Tidak flatulen.
- Auskultrasi
Terdengar suara bising usus
10. Inguinal dan genetalia
- Inspeksi
Tidak tampak adanya pembengkakan.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.

11. Ekstrimitas
- Inspeksi
Bagian atas dan bawah tampak simetris, tidak ada deformitas,
pergerakan normal.
- Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada ekstrimitas atas dan bawah.

B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1 DS : Kegagalan Kekurangan volume
 Klien mengatakan mekanisme regulasi cairan
mengurangi minum.
 Klien mengatakan sering
merasa haus.
DO :
 Membran mukosa kering.
 Turgor kulitkering
 TTV :
TD : 160/90mmHg.
N : 90x/menit.
RR :19x/menit.
S : 37°C.
BB 71kg
 Frekuensi minum4-5 gelas
dalam sehari.
2 DS : Gangguan fungsi Inkontinensiaurinarius
 Klien mengatakan kencing kognisi fungsional
sebanyaklebih dari 10 kali
dalam sehari.
 Klien mengatakan bahwa
dirinya tidak bisa menahan
kencing untuk sampai
ketoilet
DO :
 Klien sering mengompol
3 DS : Gangguan turgor kulit Kerusakan integritas
 Klien mengatakan perih di kulit
daerah perinealnya.
DO :
 Tampakkemerahan di area
perineal.
 Turgor kulitkering.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanismeregulasi.
2. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan gangguan fungsikognitif.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine.

D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan - Jaga intake/asupan yanga
cairan berhubungan keperawatan selama 1x24 kurat dan catat output
dengan kegagalan jam klien mampu - Monitor status hidrasi
mekanismeregulasi menunjukan hidrasi yang (misalnya : membran mukosa
adekuat, dengan kriteria : lembab,denyutnadi adekuat,
1. Keseimbanganintake dan dan tekanan darah ortostatik
outputdalam 24 jam. - Monitor tanda tanda vital
2. Turgor kulit elastis. pasien
3. Kelembapanmembran - Monitor makanan/cairan
mukosa. yang dikonsumsi dan hitung
4. TTV stabil asupan kalori harian
- Distribusikan asupancairan
salama 24 jam
2 Inkontinensia Setelah dilakukan asuhan - Jaga privasi klien saat
urinarius fungsional keperawatan selama 1x24 berkemih
berhubungan jam klien mampu - Modifikasi pakaian dan
dengan gangguan mengontrol pola berkemih, lingkungan untuk
fungsikognitif dengan kriteria : mempermudah akses ketoilet.
1. Klien dapatmerespon - Batasi intake cairan 2-3 jam
saatkandung kemih penuh sebelum tidur
dengan tepatwaktu. - Instruksikan klien untuk
minum minimal 1500 cc air
per hari
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan - Bantu pasien membersihkan
kulit berhubungan keperawatan selama 1x24 perineum
dengan irigasi jam klien mampu - Jaga agar area perineum
kontras oleh urine menunjukan perbaikan tetap kering
keadaan turgor dan - Bersihkan area perineum
mempertahankan keutuhan secara teratur
kulit, dengan kriteria : - Berikan posisi yang nyaman
1. Kulit perianal tetaputuh. - Berikan lotion perlindungan
2. Urin jernih dengan yang tepat (misalnya : zink
sedimen minimal. oksida, petrolatum).
E. Implementasi Dan Evaluasi
Tanggal/ No. Implementasi Evaluasi
Hari Dx
23-09-19(07.00 1 1. Menjaga intake/asupan yang S:
s/d14.00WIB) akurat dan catat output. - Klien mengatakan
- Respon : mengurangi minum.
Klien mengatakan masih - Klien mengatakansering
sering merasakan haus karena merasa haus.
intake dibatasi.
O:
2. Memonitor status hidrasi - Membran mukosakering.
(misalnya : membran mukosa - Turgor kulit kering.-
lembab, denyut nadi adekuat, TTV :
dan tekanan darah ortostatik. TD : 160/90mmHg
- Respon : N : 90x/menit.
Membran mukosa tampak RR : 19x/menit.
kering. S : 37°C.
Turgor kulit tidakelastis. BB 71 kg
- Frekuensi minum 4-5gelas
3. Memonitor tanda tanda vital dalam sehari.
pasien.
- Respon : A:
TD : 160/90 mmHg. - Masalah belum teratasi.
N : 90x/menit.
RR : 19x/menit. P:
S : 37°C. Intervensi dilanjutkan
- Menjagaintake/asupan yang
4. Berkolaborasi dengan akurat dan catatoutput.
keluarga untuk mengawasi - Memonitor statushidrasi
asupan cairan pasien (misalnya :membran mukosa
- Respon : Keluarga lembab,denyut nadi adekuat,
mengatakan pasien sering dan tekanan darah ortostatik.
mengeluh haus - Memonitor tanda tanda vital
pasien.
- Berkolaborasi dengan
keluarga untuk mengawasi
asupan cairan pasien
24-09-19(07.00 2 1. Menjaga privasi klien saat S:
s/d14.00WIB) berkemih. - Klien mengatakan frekuensi
- Respon : pipis masih10x dalam sehari.
Pasien tampak lebih nyaman - Klien mengatakan bahwa
saat sedang berkemih dan dirinya masih belum bisa
tidak merasa malu/terganggu menahan pipis untuk sampai
dengan orang di sekitar. ketoilet.

2. Memodifikasi pakaian dan O:


lingkungan untuk - Tampak masihmengompol.
mempermudah akses ketoilet.
- Respon : A:
Klien sudahterlihat lebih - Masalah belum teratasi
mudah saatakan berkemih P :Intervensi dilanjutkan :
- Memodifikasi pakaian dan
3. Membatasi intake cairan2-3 lingkungan untuk
jam sebelum tidur. mempermudah akseske toilet
- Respon : - Membatasi intake cairan 2-3
Klien masihterlihat jam sebelum tidur.
mengompol tetapi dalam
jumlah yang sedikit/jarang.

4. Menginstruksikan
klienuntuk minum
minimal1500 cc air per hari.-
- Respon : Klien
mengatakan/tampak tidak
mengalami dehidrasi karena
output berlebih
25-09-19(07.00 3 1. Membantu S:
s/d14.00WIB) pasienmembersihkan - Klien mengatakan perih pada
perineum. area perinealnya.
- Respon :
Pasien terlihatlebih nyaman O:
jika perenieumnya bersih - Terdapat lecet di area
. perineal.
2. Menjaga agar area perineum
tetap kering. A:
- Respon : - Masalah belum teratasi.
Pasien tampaksangat
memperhatikan perenieumnya P:
agar tidak lembab/basah. Intervensi dilanjutkan :
- Menjaga agar area perineum
3. Membersihkan area tetap kering.
perineum secara teratur. - Membersihkan area perineum
- Respon : secara teratur
Pasien tampak sering - Memberikan posisi yang
mengeluh perih saat sedang nyaman
dibersihkan

4. Memberikan posisi yang


nyaman.
- Respon :
Pasien masih tampak kurang
nyaman dan sering
berganti/berpindah posisi.

5.Memberikan lotion
perlindungan yang
tepat(misalnya : zink oksida,
petrolatum).

- Respon :
Pasien tampaktidak khawatir
lagidengan keadaan
pereniumnya setelahdiberikan
lotion.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan menahan air
kencing.Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang
seringditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi
inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usia lanjut di masyarakat dan
20-30% pasien geriatriyang dirawat di rumah sakit mengalami
inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia
urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun.Inkontinensia urine bisa
disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakitinfeksi saluran kemih,
kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahantekanan abdomen
secara tiba-tiba. inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai
usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagilanjut usia.
B. Saran
Kami selaku mahasiswa berharap dengan pembuatan paper dalam
bentukmakalah ini, dapat memberikan manfaat dalam proses belaja
mengajar. Dantetap mengharapkan bimbingan lebih dalam lagi dari para
Dosen pembimbing mengenai penyakit “Inkontenensia Urin”.

Anda mungkin juga menyukai