Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.

I DENGAN
INKONTINENSIA URINE DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS INDRAKASIH MEDAN
TAHUN 2020

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Putri Febri Mardani (190202095)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA MEDAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah
melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar
panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan
vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan
prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.

Dalam proses berkemih secara normal, seluruh komponen sistem saluran kemih bawah
yaitu detrusor, leher buli-buli dan sfingter uretra eksterna berfungsi secara terkordinasi
dalam proses pengosongan maupun pengisian urin dalam buli-buli. Secara fisiologis
dalam setiap proses miksi diharapkan empat syarat berkemih yang normal terpenuhi,
yaitu kapasitas buli-buli yang adekuat, pengosongan buli-buli yang sempurna, proses
pengosongan berlangsung di bawah kontrol yang baik serta setiap pengisian dan
pengosongan buli-buli tidak berakibat buruk terhadap saluran kemih bagian atas dan
ginjal. Bila salah satu atau beberapa aspek tersebut mengalami kelainan, maka dapat
timbul gangguan miksi yang disebut inkontinensia urin.

Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini.
Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan
meningkat dengan bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih
didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi
meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan
kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan meningkat sampai 20%
pada wanita dengan 5 anak.

Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya


urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan
adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan
ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah
membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik
pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap
sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering
didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urin.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada lansia dengan inkontinensia
urine
b. Mahasiswa mampu menaikkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urine
c. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urine
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada lansia dengan
inkontinensia urine
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan inkontinensia
urine
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa
awam  merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinensia
urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial. Variasi dari
inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar
banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses)
(brunner, 2011).

Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan


sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara objektif
dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis. Hal ini
memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan
sosial, psikologi, aktivitas seksual dan pekerjaan. Juga menurunkan hubungan interaksi
sosial dan interpersonal. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten.
Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang
mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis
atrofik, rangsangan obat–obatan dan masalah psikologik.

2.2 Klasifikasi
Menurut Hidayat, 2006 berdasarkan sifat reversibilitasnya inkontinensia urin dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Inkontinensia urin akut (Transient incontinence)
Inkontinensia urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan
biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenic dimana
menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya dikenal dengan akronim
DIAPPERS yaitu: delirium, infeksi dan inflamasi, atrophic vaginitis, psikologi dan
pharmacology, excessive urin production (produksi urin yang berlebihan), restriksi
mobilitas dan stool impaction (impaksi feses).
2. Inkontinensia urin kronik (Persisten)
Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama
(lebih dari 6 bulan). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatar belakangi
Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas kandung kemih
akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat
lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi
menjadi beberapa tipe (stress, urge, overflow, mixed). Berikut ini adalah penjelasan
dari masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau persisten:
a. Inkontinensia urin tipe stress
Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat
peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan
penurunan estrogen. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan,
tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga
perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel
exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.

Inkontinesia urin tipe stress dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu:


1) Tipe 0: pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan
2) Tipe 1: IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver stress dan adanya sedikit
penurunan uretra pada leher vesika urinaria
3) Tipe 2: IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher
vesika urinaria 2 cm atau lebih
4) Tipe 3: uretra terbuka dan area leher kandung kemih tanpa kontraksi kandung
kemih. Leher uretra dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah
sebelumnya) dengan gangguan neurologic atau keduanya. Tipe ini disebut juga
defisiensi sfingter intrinsik.

b. Inkontinensia urin tipe urge


Timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana
otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan ketidak
mampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya
dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak (urge), kencing berulang
kali (frekuensi) dan kencing di malam hari (nokturia).
c. Inkontinensia urin tipe overflow
Pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di
dalam kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang
lemah. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.
Inkontinensia tipe overflow ini paling banyak terjadi pada pria dan jarang terjadi
pada wanita.

d. Inkontinensia tipe campuran (Mixed)


Merupakan kombinasi dari setiap jenis inkontinensia urin di atas. Kombinasi
yangpaling umum adalah tipe campuran inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi
atau tipe stress dan tipe fungsional.

2.3 Etiologi
Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala inkontinensia urine antara lain:
a. Kelainan traktus urinearius bagian bawah
Infeksi, obstruksi, kontraktiltas kandung kemih yang berlebihan, defisiensi
estrogen,kelemahan sfingter, hipertropi prostat.

b. Usia
Seiring bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ
kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang
tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari
dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit,
sudah menimbulkan rasa ingin berkemih.

c. Kelainan neurologis
Otak (stroke, alzaimer, demensia multiinfark, parkinson, multipel sklerosis), medula
spinalis (sklerosis servikal atau lumbal, trauma, multipel sklerosis), dan persarafan
perifer (diebetes neuropati, trauma saraf).
d. Kelainan sistemik
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat
dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa
disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk
mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan
substitusi toilet.

e. Kondisi fungsional
Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena
kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang
aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat
menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan
bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat
regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar
hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas
atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko
mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan
mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih
dan otot dasar panggul.

f. Efek samping pengobatan


Diuretik, antikolionergik, narkotika, kalsium chanel bloker, inhibitor kolinestrase.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain:
1. Sering berkemih: merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal bila
di bandingkan denga pola yang lazim di miliki seseorang atau lebih sering dari
normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.
2. Frekuensi: berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24
jam.
3. Nokturia: malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.
4. Urgensi yaitu keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun penderita
belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi penuh seperti keadaan
normal.
5. Urge inkontinensia yaitu dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak dapat
ditahan sehingga kadang–kadang sebelum sampai ke toilet urine telah keluar lebih
dulu.

Orang dengan inkontinensia urine mengalami kontraksi yang tak teratur pada
kandung kemih selama fase pengisian dalam siklus miksi. Urge inkontinensia
merupakan gejala akhir pada inkontinensia urine.  Jumlah urine yang keluar pada
inkontinensia urine biasanya lebih banyak daripada kapasitas kandung kemih yang
menyebabkan kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Pasien
dengan inkontinensia urine pada mulanya kontraksi otot detrusor sejalan dengan
kuatnya keinginan untuk berkemih, akan tetapi pada beberapa pasien mereka
menyadari kontraksi detrusor ini secara volunter berusaha membantu sfingter untuk
menahan urine keluar serta menghambat kontraksi otot detrusor, sehingga keluhan
yang menonjol hanya urgensi dan frekuansi yaitu lebih kurang 80 %. Nokturia
hampir ditemukan 70 % pada kasus inkontinensia urine dan simptom nokturia sangat
erat hubungannya dengan nokturnal enuresis. Keluhan urge inkontinensia ditemukan
hanya pada sepertiga kasus inkontinensia urine.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes diagnostik pada inkontinensia urin
Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia,
mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. Mengukur sisa
urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang
kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan
ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak
adekuat.

Urinalisis Dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi adanya
faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri,
bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila
evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : Tes
laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium
glukosa sitologi.

2. Uji urodinamik
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-
sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran
yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin.
Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan
keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam
posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi
yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak
adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

3. Laboratorium
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

Menurut National Women’s Health Report, diagnosis dan terapi inkontinensia


urine dapat ditegakkan oleh sejumlah pemberi pelayanan kesehatan, termasuk dokter
pada pelayanan primer, perawat, geriatris, gerontologis, urologis, ginekologis,
pedriatris, neurologis, fisioterapis, perawat kontinensia, dan psikolog. Pemberi
pelayanan primer dapat mendiagnosis inkontinensia urine dengan pemeriksaan
riwayat medis yang lengkap dan menggunakan tabel penilaian gejala.

Tes yang biasanya dilakukan adalah urinealisa (tes urine untuk menetukan apakah
gejalanya disebabkan oleh inkontinensia urine, atau masalah lain, seperti infeksi
saluran kemih atau batu kandung kemih). Bila urinealisa normal, seorang pemberi
pelayanan primer dapat menentukan untuk mengobati pasien atau merujuknya untuk
pemeriksaan gejala lebih lanjut.
Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik yang terfokus pada saluran kemih bagian
bawah, termasuk penilaian neurologis pada tungkai dan perineum, juga diperlukan.
Sebagai tambahan , pasien dapat diminta untuk mengisi buku harian kandung kemih
(catan tertulis intake cairan, jumlah dan seringnya buang air kecil, dan sensasi
urgensi) selama beberapa hari untuk mendapatkan data mengenai gejala. Bila setelah
langkah tadi diagnosis definitif masih belum dapat ditegakkan, pasien dapat dirujuk
ke spesialis untuk penilaian urodinamis. Tes ini akan memberikan data mengenai
tekanan/ volume dan hubungan tekanan/ aliran di dalam kandung kemih.
Pengukuran tekanan detrusor selama sistometri digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis overaktifitas detrusor.

2.6 Komplikasi
Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkan antara lain:
- infeksi saluran kemih
- ulkus pada kulit
- problem tidur
- depresi dan kondisi medis lainnya

2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi non farmakologis
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi,
dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah:
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)
dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.
Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya.
Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap
jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap
2-3 jam.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia.

Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi


berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir).

Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul
secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul
tersebut adalah dengan cara:
a. Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke
belakang ± 10 kali, dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam ± 10
kali.
b. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ±
10 kali.
Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat
tertutup dengan baik.

2. Terapi farmakologis
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik
seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada
inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra.Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti
Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi,
dan terapi diberikan secara singkat.

3. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.
Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic (pada wanita).

4. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu
toilet seperti urinal, komod dan bedpan.

- Pampers
Dapat digunakan pada kondisi akut maupun pada kondisi dimana pengobatan
sudah tidak berhasil mengatasi inkontinensia urin. Namun pemasangan pampers
juga dapat menimbulkan masalah seperti luka lecet bila jumlah air seni melebihi
daya tampung pampers sehingga air seni keluar dan akibatnya kulit menjadi
lembab, selain itu dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan alergi.
- Kateter
Kateter menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karena dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukan batu. Selain
kateter menetap, terdapat kateter sementara yang merupakan alat yang secara
rutin digunakan untuk mengosongkan kandung kemih. Teknik ini digunakan pada
pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemih. Namun teknik ini juga
beresiko menimbulkan infeksi pada saluran kemih.

2.8 Patofisiologis
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifattemporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah
dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat
terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah
bagi lanjut usia.
- Inkontinensia stres: keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stres.
- Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran
seringnya terburu-buru untuk berkemih
- Enuresis nokturnal: 10% anak usia 5 tahun dan 5% anak usia10 tahun mengompol
selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yan
abnormal dan menunjukkan adanya kandung kemih yang tidak stabil.
- Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi (pancaran lemah,
menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal),
fistula (menetes terus menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus
besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit
yang mendasari.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku
bangsa, tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik, kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi
inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi
dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit
ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya inkontinensia.
b. Pemeriksaan Sistem
- B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
- B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
- B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
- B4 (bladder)
Inspeksi:
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya
aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai
keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra
pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya.
Palpasi:
Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di
urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
- B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi
pada ginjal.
- B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan eliminasi urine b/d gangguan sensori motor.
2. Gangguan citra tubuh b/d kehilangan fungsi tubuh, perubahan keterlibatan sosial.
3. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan NOC NIC


Gangguan eliminasi urine Urinary contiunence 1. Lakukan penilaian kemih
b/d gangguan sensori Kriteria Hasil: yang komprehensif
motor 1. Kandung kemih kosong berfokus pada
secara penuh. inkontinensia (misalnya,
2. Tidak ada residu urine output urin, pola berkemih,
>100-200 cc. fungsi kognitif)
3. Intake cairan dalam rentang 2. Pantau penggunaan obat
normal. dengan sifat antikolinergik
4. Balance cairan seimbang. 3. Memantau intake dan
output
4. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi atau perkusi
5. Bantu dengan toilet secara
berkala
6. Kateterisasi
Gangguan citra tubuh b/d Body image 1. kaji secara verbal dan non
kehilangan fungsi tubuh, Kriteria Hasil: verbal respon klien
perubahan keterlibatan 1. Body image positif terhadap tubuhnya
sosial 2. Mampu mengidentifikasi 2. jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan dan perawatan
3. Mendeskripsikan secara penyakit
factual perubahan fungsi 3. identifikasi arti
tubuh pengurangan melalui
4. Mempertahankan interaksi pemakaian alat bantu.
sosial 4. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok lain
Ansietas b/d perubahan Anxiety self control 1. Gunakan pendekatan yang
dalam status kesehatan Kriteria hasil: menenangkan.
1. klien mampu 2. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala selama prosedur.
cemas. 3. Pahami prespektif klien
2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stress.
mengungkapakan dan 4. Temani pasien untuk
menunjukkan teknik untuk memberikan keamanan dan
mengontrol cemas. mengurangi takut.
3. Postur tubuh, ekspresi 4. 5.      Dorong keluarga
wajah, bahasa tubuh dan untuk menemani pasien.
tingkat aktifitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK


PENGKAJIAN PADA LANSIA
1. Identitas /Data Biografis Pasien
a. Nama : Ny. I
b. Umur : 65 tahun
c. Pendidikan terakhir : SMA
d. Agama : Islam
e. Status perkawinan : Janda
f. Alamat : pancing I
g. Telepon :-
h. Jenis kelamin : perempuan
i. Orang yang paling dekat dihubungi : Tn. K
j. Hubungan dengan usila : anak
k. Alamat : pancing I
l. Jenis kelamin keluarga : laki-laki

2. Riwayat Keluarga
A. Pasangan
1) Nama : Tn. J
2) Umur : 69 tahun
3) Pekerjaan : Karyawan swasta
4) Alamat : Perintis Kemerdekaan
5) Hidup/Mati : Mati
6) Kesehatan : Sakit Stroke

B.Anak
1) Nama : Tn. K
2) Alamat : Perintis Kemerdekaan
3) Hidup/Mati : Hidup

3. Riwayat Pekerjaan
Klien tidak bekerja, di rumah hanya mengurus diri dan cucunya

4. Riwayat Lingkungan
Klien tinggal di rumah ukuran 16x10m, terdapat 2 kamar tidur dan lingkungan rumah
tampak bersih dan rapi.

5. Riwayat Rekreasi
Klien mengatakan sering diajak jalan-jalan dengan anaknya, kadang rutin tiap hari
Minggu, kadang sebulan sekali. Biasa klien diajak ke tempat pemandian dan taman-taman.

6. Sumber/Sistem Pendukung Yang Digunakan

7. Kebiaasan Ritual (Beribadah)


Klien shalat 5 waktu dan mengaji setiap malam

8. Status Kesehatan Saaat Ini


a. obat obatan : tidak ada
b.status imunisasai : klien mengatakan lupa, tetapi seingat
dia tidak pernah imunisasi
c.alergi : tidak ada
d.penyakit yang diderita : sering pusing, sulit tidur dan tidak
dapat mengontrol buang air kecil
e.nutrisi : kebutuhan nutrisi klien baik

9. Status Kesehatan Masa Lalu


klien mengatakan tidak pernah di opname di RS, klien hanya sakit-sakit biasa saja seperti
demam, flu, dan pusing.

10. Tinjauan Sistem


1. Tinjauan Sistem
a. keadaan umum : baik dan sehat
b. kesadaran : composmentis
c. ttv : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 89 kali/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 20 kali/menit
d. integumen : lesi (-)
e. kepala : nyeri tekan (-), benjolan (-)
f. mata : ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
g. telinga : bersih, serumen (-), benjolan (-)
h. hidung : polip (-)
i. mulut : mukosa bibir lembab, bau (-)
j. leher : pembesaran tonsil, JVP (-)
k. payudara : benjolan (-)
l. paru-paru :
inspeksi : simetris
palpasi : fremitus taktil normal
perkusi : resonan/vesikuler
auskultasi : suara abnormal (-)
m. jantung :
inspeksi : ictus cordis pada ICS-5 pada linea medio klavikularis kiri
palpasi : teraba ictus kordis dengan telapak jari II-III-IV dan lebar iktus kordis 1 cm
perkusi :
batas atas jantung : ICS 3
batas kanan : linea midsternalis dextra
batas kiri : mid aksilaris sinistra
auskultasi : BJ I dan II, irama teratur
n. gastrointestinal : inspeksi : soepel
palpasi : nyeri tekan (-)
perkusi : tympani
auskultasi: bising usus 15x/menit
o. perkemihan : BAK >15x, dan tidak dapat terkontrol
p. genetalia : bersih
q. muskuloskeletal : kekuatan otot 5, nyeri sendi (-),
kekakuan (-)
r. sistem saraf pusat :
 N.I (Olfaktorius):
fungsi penghiduan/penciuman
Ketika pasien diminta menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung kemudian
disuruh untuk menghidu bau kopi, pasien dapat menyebutkan dengan benar
 N.II (Optikus)
fungsi penglihatan
Pasien tidak dapat menyebutkan angka yang ditunjukan pada jarak 2 meter
 N.III, IV, VI (Okulomotorius, Troklearis, Abdusens)
Ukuran pupil kiri kanan sama (Isokor) Refleks cahaya +/+, bola mata mampu
digerakkan ke segala arah.
 N.V (Trigeminus)
Sensorik: Pasien dapat merasakan usapan kapas pada daerah pipi dengan mata
tertutup setelah dilakukan berulang-ulang
Motorik: Terdapat gerakan tonus muskulus maseter ketika pasien disuruh mengunyah
 N.VII (Fascialis)
Sensorik: Pasien dapat merasakan teh manis yang diberikan
Motorik: Pasien dapat menaikan alis mata dan mengerutkan dahi
 N.VIII (Akustikus)
Pasien dapat mendengar detakan jam perawat ketika diletakan dibelakang telinga
 N.IX (Glossofaringeus)
Kemampuan menelan baik
 N.X (Vagus)
Gerakan uvula saat pasien mengatakan “ah” dan letak uvula di tengah
 N.XI (Assesorius)
Pasien mampu menggerakan bahu kiri dan kanan dengan perlahan-lahan
 N.XII (Hypoglosus)
Pasien dapat menjulurkan lidah keluar, dan gerakan lidah mendorong pipi kiri dan
kanan dari arah dalam
s. sistem endokrin : pembesaran kelenjar (-), DM (-)
t. sistem immune : Riwayat penyakit yang berkaitan dengan
imunisasi tidak ada
u. sistem pengecapan : tidak ada gangguan
v. sistem penciuman : tidak ada gangguan
w. psikososial : baik, tidak ada gangguan
11. Pengkajian Fugsional Klien
A. KATZ Indeks
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
A
kamar kecil, berpakaian dan mandi
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
B (√)
kecuali satu dari fungsi tersebut
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
C
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
D
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari- hari,
E kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu
fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari- hari,
F kecuali mandi, berpakaian, berpindah, dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak
Lain dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F, dan G

Kesimpulan: klien mendapat skore B dimana klien tidak bisa mendiri dalam hal kontinen

B. Modifikasi Dari Barthel Indeks


No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan
. Bantuan
1. Makan 5 √ 10 Frekuensi:
3 kali sehari

Jumlah:

Jenis : nasi,
sayur, lauk
2. Minum 5 √ 10 Frekuensi :

Jumlah : 8
gelas sehari

Jenis : air
putih, teh
manis
3. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 √ 15
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, 0 √5 Frekuensi :
menyisir rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet 5 √ 10
(mencuci pakaian, menyeka
tubuh, menyiram)
6. Mandi 5 √ 15 Frekuensi :

7. Jalan dipermukaan datar 0 √5

8. Naik turun tangga 5 √ 10

9. Mengenakan pakaian 5 √ 10

10. Kontrol bowel (BAB) 5 √ 10 Frekuensi :


1 kali sehari

Konsistensi:
lunak
11. Kontrol bladder (BAK) √5 10 Frekuensi :
> 15 kali
sehari

Warna :
putih
kekuningan
12. Olahraga/ Latihan 5 √ 10 Frekuensi:
20 menit di
pagi hari

Jenis:
senam-
senam
ringan
13. Rekreasi/ pemanfaatan √ 5 10 Frekuensi :
waktu luang 1-3 kali
dalam
sebulan

Jenis: alam
Keterangan:
A. 130 : Mandiri
B. 65-125 : Ketergantungan sebagian
C. 60 : Ketergantungan Total

Kesimpulan: Klien mendapat skore 120 (ketergantungan sebagian)

1. Pengkajian Psikososial
a. Komunikasi dengan orang lain : baik
b. Hubungan dengan orang lain : baik
c. Peran dalam Kelompok : aktif
d. Kesedihan Yang dirasakan : tidak ada
e. Stabilitas emosi : stabil
f. Perhatian dari keluarga : baik
g. Perlakuan yang salah dari kelompok : tidak ada
Kesimpulan: Klien tidak mengalami gangguan terkait psikososial
2. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Intelektual Dengan Menggunakan Short
Portable Mental Status Quisioner (SPMSQ)
No. Pertanyaan Salah Benar
1. Tanggal berapa hari ini? √
2. Hari apa sekarang ini? √
3. Apa nama tempat ini? √
4. Dimana alamat anda? √
5. Berapa umur anda? √
6. Kapan Anda lahir? (Minimal √
tahun lahir)
7. Siapa presiden Indonesia √
Sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia √
sebelumnya?
9. Siapa nama Ibu anda? √
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap √
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun.
Interprestasi hasil :
A. Skor 0-3 : Fungsi intelektual utuh
B. Salah 4-5 : Kerusakan Intelektual ringan
C. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
D. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

Kesimpulan: Klien mendapat skor 8, artinya klien tidak mengalami kerusakan intelektual /
fungsi intelektual utuh

b. Indentifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan Mini Mental
Status Exam (MMSE)
N Aspek Nilai Nilai Kriteria
o Kgnitif Mak Klie
s n
5 4 Menyebutkan dengan benar:
Nama
Tahun
Tanggal (X)
1 Orientasi Hari
Bulan
5 5 Dimana kita sekarang berada?
Negara.....................
Provinsi.............................
Kota....................................
Kelurahan ........................
Kecamatan................................
.
Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama objek (oleh
pemeriksaan) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
objek, kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek tadi
untuk di sebutkan :
a. Objek .....
b. Objek ....
c. Objek ....
3 Pengelihata 5 1 Minta klien untuk memulai
n dan dari angka 100 kemudian di
kalkulasi kurangi 7 sampai 5/ tingkat
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65
4 Mengingat 3 1 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek no 2 (registrasi)
tadi. Bila benar 1 poin untuk
masing-masing objek.
5 Bahasa 9 7 Tunjukan pada klien suatu
menyalin benda dan tanyakan namanya
gambar pada klien
a. Misal : jam tangan
b. Misal : pensil
Minta klien untuk mengulangi
kata berikut "tak ada, jika, dan
atau, tetapi" bila benar, nilai 1
poin
Pertanyaan benar 2 buah : tak
ada, tetapi
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terduri
dari 3 langkah :
a. Ambil kertas di tangan
anda, lipat dua buah dan
taruh di lantai
b. Ambil kertas ditangan
anda
c. Lipat dua
d. Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk
hal berikuut (bila aktivitas
sesuai perintah beri 1 point)
a. Tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar
a. Tulis satu kalimat
b. Menyalin gambar

Interprestasi hasil :
24 - 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 - 23 : ganguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat

Kesimpulan: Klien mendapat skore 21, artinya klien mengalami gangguan kognitif sedang

INVENTARIS DEPRESI BECK


Skore Uraian
A. Kesedihan
Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana
3
saya tak dapat menghadapinya
Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan
2
saya tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0√ Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
Saya merasa bahwa masa depan saya adalah
3
sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk
2
memandang ke depan
Saya merasa berkecil hati mengenai masa
1
depan
Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati
0 √
tentang masa depan
C. Rasa Kegagalan
Saya merasa bahwa saya benar-benar gagal
3
sebagai seseorang
Seperti melihat kebelakang hidup saya, semua
2
yang dapat saya lihat hanya kegagalan
Saya merasa saya telah gagal melebihi orang
1
pada umumnya
0 √ Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari
2
apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 √ Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa Bersalah
Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk
3
atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai
1
bagian dari waktu yang baik
0 √ Saya tidak merasa benar benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 √ Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
Saya akan membunuh diri saya sendiri jika
3
saya mempunyai kesempatan
Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan
2
bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
Saya tidak mempunyai pikiran pikiran
0 √
mengenai membahayakan diri sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
Saya telah kehilangan semua minat saya pada
3 orang lain dan tidak perduli pada mereka
semua
Saya telah kehilangan semua minat saya pada
2 orang lain dan mempunyai sedikit perasaan
pada mereka
Saya kurang berminat pada orang lain dari
1
pada sebelumnya
0 √ Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
Saya tidak dapat membuat keputusan sama
3
sekali
Saya mempunyai banyak kesulitan dalam
2
membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 √ Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri
Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak
3
menjijikan
Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan
2 yang permanen dalam penampilan saya dan ini
membuat saya tak menarik
Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau
1
tidak menarik
Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih
0 √
buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan
2 √
keras untuk melakukan sesuatu
Ini memerlukan upaya tambahan untuk
1
memulai melakukan sesuatu
Saya dapat bekerja kira-kira sebaik
0
sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 √ Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M.Anoreksia
Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama
3
sekali
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 √ Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
Nafsu makan saya tidak buruk dari yang
0
biasanya

Interpretasi hasil:
skor 5-9 : kemungkinan depresi
skor 10 atau lebih : depresi
kesimpulan: klien mendapat skor 4, artinya klien tidak mengalami depresi

APGAR Keluarga
No Fungsi Uraian Skore
Saya puas bahwa saya dapat kembali 2
pada keluarga ( teman-teman ) saya
1. Adaptasi
untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
Saya puas dengan cara keluarga 2
(teman-teman) saya membicarakan
2. Hubungan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan
saya
Saya puas bahwa keluarga (teman- 2
teman) saya menerima dan
3. Pertumbuhan
mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru
Saya puas dengan cara keluarga 2
(teman-teman) saya mengekspresikan
4. Afeksi efek dan berespons terhadap emosi
emosi saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
Saya puas dengan cara teman-teman 2
5. Pemecahan saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama
Interpretasi hasil:
Nilai : 0-3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi
Nilai : 4-6 : Disfungsi keluarga sedang
Kesimpulan: Klien mendapat skore apgar 10, artinya klien tidak mengalami disfungsi
keluarga

ANALISA DATA

Nama klien : Ny. I


Umur. : 65 tahun
Lokasi : Wil. Kerja Puskesmas Indrakasih

Data penunjang Masalah Kemungkinan penyebab


DS: klien mengatakan sering Gangguan eliminasi urine Kapasitas kandung kemih
buang air kecil, BAK >15x, menurun
dan tidak dapat terkontrol Keterlambatan rasa ingin
DO: saat pengkajian, klien berkemih
tidak mampu menahan urine
sampai ke kamar mandi, dan
pada saat klien ketawa, klien
mengatakan sudah terkencing
sedikit.

DS: klien mengatakan sulit Gangguan pola tidur


tidur
DO: klien memiliki kantung
mata dan berwarna hitam.
Tidur malam anya 5 jam.
Siang jarang tidur.

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS

Nama klien : Ny. I


Umur. : 65 tahun
Lokasi : Wil. Kerja Puskesmas Indrakasih

No DX Tanggal Muncul Diagnosa Keperawatan Tanda Tangan


1 16 April Gangguan eliminasi urine
2 16 April Gangguan pola tidur

TINDAKAN KEPERAWATAN / IMPLEMENTASI

Nama klien : Ny. I


Umur. : 65 tahun
Lokasi : Wil. Kerja Puskesmas Indrakasih

No Tgl No. DX. Tindakan Keperawatan Tanda


Kep. Tangan
1 16 1 - Mengkaji intake dan output klien dalam minum
April dan berkemih
- Mengkaji tingkat distensi kandung kandung
kemih dengan cara palpasi
- Menganjurkan dan melatih klien melakukan
senam kegel
- Menganjurkan klien ke toilet secara berkala
sebelum merasa ingin berkemih
- Menganjurkan untuk membatasi masukan cairan
pada malam hari.
2 16 2 - Menganjurkan untuk memodifikasi lingkungan
April kamar yang tenang dan nyaman
- Menganjurkan untuk melakukan rendam kaki
dengan air hangat sebelum tidur
- Menganjurkan untuk memakai wangi-wangian
lavender
- Memberikan edukasi terkait pentingnya tidur
untuk imunitas tubuh

EVALUASI KEPERAWATAN
Nama klien : Ny. I
Umur. : 65 tahun
Lokasi : Wil. Kerja Puskesmas Indrakasih

No Tgl No. Evaluasi Keperawatan Tanda


DX. Tangan
Kep.
1 17 1 S: klien mengatakan masih
April belum dapat mengontrol
buang air kecil
O: klien masih sering BAK
sebelum ke kamar mandi
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

2 17 2 S: klien mengatakan msih


April sulit tidur
O: mata klien masih
bekantung dan hitam
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama klien : Ny. I


Umur. : 65 tahun
Lokasi : Wil. Kerja Puskesmas Indrakasih

Tgl No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional TT


DX Keperawatan Kriteria
Standar
1 1 Gangguan Klien dapat - kaji intake dan - mengetahui
eliminasi urine mengontrol output klien balance
buang air dalam minum cairan
kecil dan berkemih - Mengetahui
- kaji tingkat kapasitas
distensi kandung kandung
kandung kemih kemih
dengan cara - Menguatkan
palpasi otot panggul
- anjurkan dan bawah
melatih klien - Mencegah
melakukan terjadinya
senam kegel BAK yang
- anjurkan klien ke tidak
toilet secara terkontrol
berkala sebelum - Pembatasan
merasa ingin cairan pada
berkemih malam hari
- anjurkan untuk dapat
membatasi mencegah
masukan cairan terjadinya
pada malam hari. enuresis

2 2 Gangguan pola Kebutuhan - anjurkan untuk


tidur tidur memodifikasi - Memberikan
tercukupi lingkungan kemudahan
kamar yang utuk tidur
tenang dan - merupakan
nyaman teknik
- anjurkan untuk stimulasi
melakukan tidur
rendam kaki - merupakan
dengan air hangat teknik
sebelum tidur stimulasi
- anjurkan untuk tidur
memakai wangi-
wangian lavende
- beri edukasi
terkait
pentingnya tidur
untuk imunitas
tubuh

Anda mungkin juga menyukai