UREMIC ENCEPHALOPATHY
Disusun Oleh :
RIYANTI IRAWAN
2214901070
A. PENGERTIAN
B. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
1. Ginjal
Satuan stuktural dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap-tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubulur. Komponen vaskuler
terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan kapiler
peritubular yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus
distal, tubulus pengumpul dan lengkung henle yang terdapat pada medulla.
Fungsi dari ginjal adalah untuk membuang limbah metabolic, mengendalikan
glukosa darah, menjaga keseimbangan cairan tubuh, menyeimbangkan asam
basa dan lainnya.
2. Ureter
Ureter terdiri 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25-30 cm dengan penampang
± 0,5 cm. ureter Sebagian terletak dalam rongga abdomen dan Sebagian
terletak dalam rongga pelvis. Fungsi dar ureter ini adalah mendorong
pergerakan urin dengan bantuan kontraksi (gerak peristatik) dari otot polos.
3. Vesika urinaria (Kandung kemih)
4. Urethra
Urethra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih
yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki urethra berjalan
berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan
fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ± 20 cm .
lapisan urethra laki-laki terdiri dari uretra postaria, urethra membranosa, dan
urethra kavernosa. urethra pada Wanita terletak dibelakang simfisis pubis
berjalan miring sedikt kearah atas panjangnya ± 3- 4 cm. lapisan urethra
Wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa
merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam) (Potter & Perry, 2017).
Fisiologi
1. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan afferent lebih
besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan
Sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan
yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruksan ke seluruh ginjal.
2. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan Kembali Sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida,
fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadinya secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion
karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian
bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi
fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.
3. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari Sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl,
dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul,
urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu dibawa ke ureter. Dari ureter, urine
dialirkan menuju vesika urinaria yang merupakan tempat penyimpanan urine
sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh
melalui urethra.
4. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melalui ureter ke dalam
kandung kemih, keinginan buang air kecil disebabkan penambahan tekanan
didalam kandung kemih dimana sebelumnya telah ada 170-230 ml urine,
miktruisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan
oleh pusat-pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh
kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu
menggosongkannya (Potter & Perry,2017).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Bare, 2019) Tanda dan gejala ensefalopati uremikum bervariasi,
mulai dari ringan hingga yang berat. Tingkat keparahan gejala komplikasi gagal
ginjal ini tergantung dari seberapa cepat menurunnya fungsi ginjal. Oleh sebab itu,
tanda dan gejala dari kondisi ini perlu dikenali sejak dini untuk menghindari risiko
terburuk, yaitu koma. Berikut ini beberapa kondisi yang menandakan ensefalopati
uremik berdasarkan tingkat keparahannya.
Gejala Ringan
1. Mual dan muntah
2. Anoreksia
3. Gelisah
4. Mudah mengantuk
5. Rasa lemah, serta
6. Fungsi kognitif melambat, seperti sulit konsentransi dan berbicara.
Jika gejala ringan lebih cepat ditangani, gangguan pada otak ini bisa
diatasi dengan dialisis.
Gejala Berat
Jika ensefalopati berkembang, mungkin akan mengalami beberapa
gejala di bawah ini, antara lain:
1. Muntah ,
2. Disorientasi atau linglung,
3. Ketidakstabilan emosi,
4. Kejang,
5. Penurunan kesadaran atau sering pingsan, serta
6. Koma (Bare, 2019).
D. PATOFISIOLOGI
Sampai sekarang, patofisiologi enselophaty uremikum masih belum jelas,
tetapi beberapa faktor diperkirakan berperan dalam proses yang kompleks dan
multifaktorial ini gangguan hormonal, stress, oksidatif, akumulasi metabolit,
ketidakseimbangan neurotransmitter eksitatori dan inhibitori, dan gangguan
metabolism perantara telah diidentifikasi sebagai faktor yang berpengaruh.
Gangguan hormonal
Menurut (Bare, 2019) Hormon tiroid diperkirakan menimbulkan efek toksik p
ada sistem saraf pusat. Percobaan pada hewan menunjukkan perubahan biokimia di
otak. Pada gagal ginjal akut dan kronik, kadar hormon paratiroid meningkat dengan
diikuti peningkatan kadar kalsium dalam korteks serebri. Hipotesis ini didukung ole
h satu penelitian yang menunjukkan kelainankalsium otak pada gagal ginjal dapat d
icegah dengan paratiroidektomi (Bare, 2019).
Stress Oksidatif
Reactive Oxygen Species (ROS) dianggap menjadi salah satu mediator
penting pada patofisiologi gagal ginjal kronis. Hal ini dibuktikan berdasarkan
penigkatan produk peroksidasi lipid, sebagai hasil dari cedera pada membran sel
dan membrane organel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa produk toksik ini
menyebabkan sebuah beban inflamasi pada gagal ginjal kronis melalui melalui
proses ketidakseimbangan antara produksi ROS dan terbatasnya atau berkurangnya
kapasitas antioksidan (Bare, 2019).
Nitrit Oksida (NO), awalnya dikenali sebagai faktor penenang yang berasal
dari endotel. Sekarang diketahui sebagai sinyal molekul ekstraseluler dan
intraseluler yang memainkan peran regulasi berbagai fungsi biologis. Sebagai
tambahan untuk fungsi fisiologis pentingnya. NO berperan dalam berbagai proses
patologis yang berujung sitoktoksik. Interaksi NO dan ROS, khususnya anion
superoksida, menyebabkan pembentukkan bioproduk sitotoksik relative tinggi,
seperti peroksinitrit, yang dapat berekasi dengan DNA, lipid, dan protein.
Singkatnya, peroksinitrit bereaksi dengan tirosin bebas dan tirosin residu pada
molekul protein untuk membentuk nitrotirosin. Melalui jalur lain, ROS dapat
mengaktifkan tirosin untuk membentuk tirosil, sebuah radikal yang selanjutnya
mengoksidasi NO sehingga membentuk nitrotirosin. Selanjutnya, ekspresi NO
sintase meningkat pada otak tikus uremik. Telah terdapat hipotesis mengenai
peningkatan yang bersamaan antara ROS dengan ekpresi NO sintase pada jaringan
otak mungkin meningkatkan pembentukkan dan akumulasi nitrotirosin pada otak
uremik. Analisis western blot menunjukkan peningkatan konten nitrotirosin pada
korteks serebri tikus dengan gagal ginjal kronik (Bare, 2019)
Akumulasi metabolit
Gagal ginjal menyebabkan akumulasi berbagai toksin uremik. Salah satu
fungsi dari berbagai toksin uremik adalah senyawa guanidine, selanjutnya dilaporkan
meningkat pada cairan biologis dan jaringan uremik. Beberapa senyawa guanidine
didapatkan meningkat dalam serum, cairan serebrospinal dan otak pasien uremik.
Senyawa ini adalah kreatinin, guandine, asam guanidinosuksinik dan
metilguanindine, senyawa ini merupakan pencetus kejang pada otak, mirip seperti
yang ditemukan pada otak uremik. Senyawa ini juga mencetuskan kejang tonik-tonik
pada curut dewasa. Asam guanidinosuksinik dan meltiguanidine merupakan
pencetus kejang yang lebih poten daripada guanidine dan kreatinin (Bare, 2019).
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan
pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan urine juga dibeda-
bedakan sesuai tujuannya.
b. Menolong untuk BAK dengan menggunakan urinal. Menolong BAK
dengan menggunakan urinal Tindakan keperawatan dengan membantu
pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil dengan
menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine dan
mengetahui kelamin urine berupa warna dan jumlah urine yang
dikeluarkan pasien.
c. Melalukan kateterisasi.
d. Melakukan pemasangan kantong kolostomi
e. Melakukan perawatan stoma kolostomi (Tarwoto & Wartonoh, 2020).
I. KOMPLIKASI
Menurut (Tarwoto & Wartonoh, 2020) Kondisi ensefalopati uremikum jika tidak
segera diobati akan mengakibatkan komplikasi yang dapat membahayakan pasien, se
perti:
1. Kejang
2. Koma
3. Kematian
Kondisi ensefalopati uremikum dapat diatasi dengan terapi penggantian ginjal, meski
pun mungkin hanya akan pulih sebagian. Namun, beberapa perubahan kognitif bisa
menjadi permanen.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
a. Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, No RM
dan diagnose medis
b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan pasien
untuk meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan system
perkemihan, meliputi keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi ginjal
(sesak napas, edema, malaise, pucat, dan urimeria) atau demam disertai
mengigil akibat infeksi/urosepsis, dan keluhan local pada saluran
perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran perkemihan,
keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi), hematuria,
inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertilitas. Keluhan utama pada
subjek retensi urin adalah sensasi penuh pada kandung kemih, dysuria/
anuria, dan distensi kandung kemih (Mutaqqin, 2018).
a. Pengkajian fisik
c) Intake dan output cairan Intake cairan meliputi per oral, selang
NGT, dan parenteral. Output cairan meliputi urine, feses,
muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska bedah, maupun
IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji
volume, warna, dan konsentrasi urine
1. Mata
- Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
- Edema periorbital, papiledema
- Inspeksi:
- Palpasi:
Pengisian kapiler
- Auskultasi:
B. DIAGNOSA
C. PERENCANAAN
Terapeutik
1. berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (kompres
hangat/ dingin)
2. fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
1. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
2. Anjurkan
menggunakan
analgetic secara tepat.
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Terapeutik
1. Gunakan Teknik
aseptic selama
perawatan kateter
urine
2. Pastikan selang
kateter dan
kantung urine
terbebas dari
lipatan
3. Pastikan kantung
urine diletakkan
di bawah
ketinggian
kandung kemih
dan tidak dilantai
4. Lakukan
perawatan
perineal (perineal
hygiene) minimal
1 kali sehari
5. Kosongkan
kantung urine jika
kantung urine
telah berisi
setengahnya
6. Lepaskan kateter
urine sesuai
kebutuhan
7. Jaga privasi
selama
melakukan
tindakan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, prosedur,
dan risiko sebelum
pemasangan kateter.
Terapeutik
1. catat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih
2. Batasi asupan
cairan, jika perlu
3. Ambil sampel
urine tengah
(midstream) atau
kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi saluran
kemih
2. Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
3. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
4. Anjurkan minum
yang cukup, jika tidak
ada kontraindikasi
5. Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra, jika
perlu
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau perencanaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Tindakan keperawatab adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan perencanaan keperawatan. Tindakan-
tindakan pada perencanaan keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi
dan kolaborasi. Fase pertma merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan
keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang
berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan tranmisi perawat dan pasien
setelah implementasi selesai dilakukan (Tim Pokja SIKI DPP, 2018).
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuha eliminasi urine secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :
1. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengn kemampuan berkemih sesuai
dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa menggunakan obat,
kompresi pada kandung kemih atau kateter.
2. Menggosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi,
volume urine residu, dan lancarya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya
infeksi, tidak ditemukan adanya dysuria, urgensi, frekuensi, dan rasa bakar
4. Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal karing
tanpa inflamasi dan kulit disekitar uterostomi kering
5. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya dysuria, tidak
ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang.
6. Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi
inkontinensia dan mampu berkemih disaat ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA