Anda di halaman 1dari 11

Obstruksi Billier pada Bayi

Alyandini Saraswati Winata


B17 . 102019089
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email : alyandini.102019089@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Setiap orang tua pasti mendambakan buah hati yang sehat dan sempurna. Namun tidak semua
orang tua memiliki edukasi yang cukup untuk menjaga buah hati nya terserang penyakit. Salah satu
penyakit yang dapat menyerang bayi adalah obstruksi bilier. Obstruksi bilier terjadi karena adanya
sumbatan pada ductus (saluran) yang dilalui empedu dari hati menuju ke kantung empedu atau dari
kantung empedu menuju usus kecil. Dengan ini, makalah ini dibuat untuk mahasiswa agar lebih
mengerti dan memahami epidemiologi, etiologic, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
tatalaksana, pencegahan, serta prognosis penyakit ini.

Kata kunci : ikterus neonatrum, obstruksi bilier

Abstract

Every parent longs for a healthy and perfect baby. However, not all parents have enough
education to keep their children from getting sick. One of the diseases that can affect babies is biliary
obstruction. Biliary obstruction occurs because of a blockage in the duct (duct) through which bile
passes from the liver to the gallbladder or from the gallbladder to the small intestine. With this, this
paper is made for students to better understand and understand the epidemiology, etiologics,
pathophysiology, clinical manifestations, diagnosis, management, prevention, and prognosis of this
disease.

Keywords : neonatal jaundice, biliary obstruction


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan
rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2
sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit
pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil
(bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu
pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya
dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus
fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan.
Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus
patologis). Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi
merupakan keadaan yang fisiologik atau ikterus patologis.1

Skenario

Seorang bayi usia 3 bulan dibawa orang tuanya ke dokter karena kuning pada seluruh
tubuhnya.

Rumusan Masalah

Seorang bayi usia 3 bulan dibawa karena seluruh tubuhnya berwarna kuning.

PEMBAHASAN

Anamnesis
Anamnesis merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh dokter sebagai pemeriksan
dan pasien yang betujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi
lainnya yang berkaitan agar dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasien. Keluhan yang diajukan
seorang pasien yang diambil dengan teliti akan banyak membantu menentukan diagnosis dari suatu
penyakit.
Pada kasus ini, teknik anamnesis yang dilakukan adalah dengan alloanamnesis. Anamnesis
yang didapatkan adalah identitas berupa bayi berusia 3 bulan. Pasien datang dengan keluhan utama
seluruh tubuhnya berwarna kuning sejak 3 hari yang lalu. Anak menjadi rewel, kurang aktif, dan
sering menggaruk kulitnya. Tidak ada riwayat demam, tidak ada muntah. Ibu mengatakan bahwa tinja
anaknya berwarna pucat (seperti dempul) dan warna BAK gelap seperti teh pekat.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah proses medis yang harus dijalani saat diagnosis penyakit. Hasilnya
dicatat dalam rekam medis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis dan merencanakan
perawatan lanjutan. Pemeriksaan fisik akan dilakukan secara sistematis, mulai dari kepala hingga kaki
(head to toe) yang dilakukan dengan empat cara (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi). Ruang
lingkup pemeriksaan fisik ini akan terdiri dari pemeriksaan tanda vital (suhu, denyut nadi, kecepatan
pernapasan, dan tekanan darah), pemeriksaan fisik head to toe, dan pemeriksaan fisik per sistem
tubuh (seperti sistem kardiovaskuler, pencernaan, muskuloskeletal, pernapasan, endokrin, integumen,
neurologi, reproduksi, dan perkemihan).

Pada keadaan umum pasien tampak . Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, menghailkan data
dalam batas normal. Pasien mengalami sclera ikterik, jaundice di seluruh tubuh dan mukosa, abdomen
tampak membuncit dan hepatomegaly.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang pasien, didapatkan data hyperbilirubinemia dan bilirubin direct
meningkat

Pada pemeriksaan penunjang dapat dibantu dengan pemeriksaan seperti:

1. Bilirubin Serum
Bilirubin dari pemecahan sel darah merah akan dibawa ke hati dimana akan terjadi konjugasi
oleh asam glukoronat. Bilirubin terkonjugasi disekresi dalam empedu dan akan terdegradasi
dalam usus oleh bakteri membentuk urobilinogen. Urobilinogen sebagian diekskresi dalam
tinja dan sebagian lagi diserap dari usus dan dieksresikan oleh ginjal. Ikterus terdeteksi secara
klinis bila kadar bilirubin > 35 mikromol/L. Kadar dari serum bilirubin biasa akan meningkat
terutama bilirubin direct terlepas dari penyebab kolestasis tetapi kondisi kondisi
hyperbilirubinemia tidak dapat membantu membedakan berbagai macam kasus obstruksi
biliaris.4,5
2. USG (Ultrasonography)
USG merupakan pemeriksaan radiologi yang paling murah aman dan sensitive untuk
memvisualisasikan bilier terutama kantung empedu yaitu dengan akurasi mendekati 95%.
USG dapat membantu menegakan diagnosis klinis karena dapat menunjukan abnormalitas
hati fokal seperti metastasis, abses hati atau kelainan vascular, melalui USG juga dapat
menemukan tanda-tanda dari obstruksi bilier dimana dilatasi ductus biliaris dan penyebab
icterus. Namun, USG dianggap agak terbatas dalam kemampuannya membantu mendeteksi
penyebab obstruksi secara keseluruhan dan derajat obstruksi. USG tidak berguna untuk
memvisualisasikan  batu dalam CBD/duktus biliaris komunis (gas usus mungkin
mengaburkan visualisasi dari CBD). Selain itu, USG juga kurang berguna dalam
mendiagnosis individu yang mengalami obesitas.4,6
3. PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiogram)
PTC dilakukan menggunakan fluoroscopic sebagai pendoman dimana hati dipunksi untuk
memasuki sistem saluran empedu intrahepatic perifer. Setelah itu, media kontras berbasis
yodium disuntikan ke dalam sistem bilier lalu akan mengalir melalui saluran sehingga
obstruksi dapat diidentifikasi melalui monitor fluoroscopic. Pemeriksaan ini berguna untuk
lesi yang letaknya proksimal terhadap ductus hepatic komunis. Teknik ini tidak mudah dan
membutuhkan pengalaman maka dari itu ERCP umumnya lebih disukai tetapi jika ERCP
gagal atau saat anatomi berubah dan ampula tidak bisa diakses ERCP maka harus dilakukan
PTC. Akurasi untuk PTC dalam menjelaskan penyebab dan lokasi icterus obstruktif adalah
90-100% untuk penyebab dalam saluran empedu.4

Differential Diagnosis

Atresia bilier merupakan suatu keadaan dimana traktus bilier ekstrahepatik tidak ada
lumen sehingga terjadi hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi
yang berkepanjangan sehingga terjadi kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
maka dari itu timbul hambatan aliran empedu yang akibanya pada hati dan darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Untuk etiologi dari atresia bilier
masih belum dapat dipastikan. Gejala klinis pada atresia bilier adalah anak tampak kuning
sejak usia 3 minggu, buang air besar berwarna dempul, buang air kecil berwarna gelap jika
hal tersebut terjadi lebih dari 2 minggu bisa dicurigai lalu dari pemeriksaan fisik dapat
didapatkan kulit tampak ikterik, hepatomegali, mata konjungtiva ikterik. Atresia bilier akan
mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia mudah jika tidak ditangani segera. Pada
pemeriksaan patologi anatomi terdapat gambaran fibrotik periportal dan duktus bilier yang
berproliferasi serta sel-sel limfosit.22

Working Diagnosis
Diagnosis yang diambil adalah pasien mengalami Obstuksi Bilier

Definisi
Obstruksi biliaris terjadi karena adanya sumbatan pada ductus (saluran) yang dilalui
empedu dari hati menuju ke kantung empedu atau dari kantung empedu menuju usus kecil. Sumbatan
dapat terjadi dalam berbagai level pada sistem biliaris. Obstruksi biliaris ini juga menimbulkan
keluhan seperti gatal, icterus dan kencing yang berwarna gelap dan tinja berwarna pucat. Obstruksi
biliaris dibedakan menjadi obstruksi biliaris yang intrahepatic dan obstruksi biliaris ekstrahepatik. 7

Macam-Macam Ikterus
Ikterus Fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia paling banyak
pada bayi tetapi tidak memiliki konsekuensi yang serius dan dapat hilang dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Seperti yang sudah dijelaskan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi lebih dominan dan
kurang dari 15 mg/dl. Ikterus muncul setelah 24 jam dan memuncak pada hari ke-5. Kemudian,
ikterus akan hilang dengan sendirinya setelah 14 hari. Lalu kadar naiknya bilirubin tidak lebih dari
5mg/dl/hari pada ikterus yang fisiologi.13
Mekanisme yang terlibat hingga terjadinya ikterus fisiologi adalah sebagai berikut. Usia
dari eritrosit pada bayi tidak sepanjang pada orang dewasa sehingga hemolisis yang terjadi lebih
tinggi. Pada bayi usia eritrosit hanya 80-90 hari sedangkan pada orang dewasa 100-120 hari. Proses
konjugasi dari bilirubin juga masih rendah karena kurangnya enzim glucuronyl transferase sehingga
kadar bilirubin tidak terkonjugasi tinggi. Produksi urobilinogen oleh flora normal intestinal juga
masih rendah sehingga banyak bilirubin terkonjugasi diubah kembali menjadi bilirubin tidak
terkonjugasi. Hal ini menyebabkan siklus enterohepatik meningkat dan ekskresi dari bilirubin
rendah.13

Ikterus Patologik
Ikterus patologik adalah ikterus dengan kadar bilirubin di luar normal dan biasanya ikterus
muncul dalam 24 jam pertama setelah kelahiran, kemudian persisten atau bertahan lebih dari 14 hari.
Ikterus patologik juga ditandai dengan kenaikan bilirubin lebih dari 5mg/dl/hari dan kadar bilirubin
lebih dari 15 mg/dl. Bilirubin yang dominan adalah bilirubin terkonjugasi. Warna feses dari pasien
ikterus ini pun sangat khas yaitu dempul dan urin nya kuning tua. Bilirubin direk juga lebih dari
2mg/dl. Dapat ditandai juga dengan adanya kelainan-kelainan klinis lainnya. 13

Etiologi
Penyebab obstruksi bilier sumbatan empedu dapat dibagi menjadi intrahepatic dan
ekstrahepatik dimana pada intrahepatic bisa disebabkan oleh hepatitis, sirosis hati, sirosis biliaris
primer, obat-obatan seperti steroid anabolic dan klorpromazin tetapi paling banyak terkait adalah
hepatitis dan sirosis liver. Pada obstruksi bilier ekstrahepatik dibagi menjadi 2 yaitu intraduktal dan
ekstraduktal dimana pada penyebab intraduktal meliputi neoplasma, batu, striktur biliaris, parasite,
cholangitis sklerosing primer (PSC), cholangiopathy terkait AIDS dan tuberculosis bilier sedangkan
pada penyebab ekstraduktal meliputi kompresi eksternal dari ductus biliaris oleh penyebab sekunder
seperti neoplasma, pankreatitis dan batu ductus sistikus yang menyebabkan distensi pada kantung
empedu.12

Epidemiologi

Insiden kolestasis pada bayi terjadi cukup tinggi yaitu satu dari setiap 2.500 kelahiran
hidup. Penyebab paling umum kolestasis pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier.
Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30% disebabkan oleh atresia billier, dapat terjadi 1:10.000 hingga
1:15.000 bayi dan hepatitis neonatal. Angka kejadian lebih sering terjadi ada bayi kurang bulan
dibandingkan dengan bayi cukup bulan.11

Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk akhir katabolisme heme yang terbentuk melalui reaksi
oksidasi reduksi. Heme akan diubah menjadi bilirubin indirek yang tidak larut air kemudian bilirubin
indirek akan dibawa dalam plasma namun telah terikat dengan albumin. Bila terjadi gangguan seperti
hypoalbuminemia atau hiperbillirubin makan metabolisme akan terganggu dan terjadi ikterus pada
bayi.1 Selanjutnya bilirubin yang telah mencapai hati akan dibawa ke hepatosit oleh ligandin dan
bilirubin melepas albumin. Bilirubin akan dikonjugasikan oleh enzim glucoronil transferase
kemudian diubah menjadi bilirubin direk, bilirubin direk akan disalurkan ke usus melalui duktus
biliaris.

Peningkatan kadar bilirubin ini dapat diakibatkan oleh beberapa keadaan yaitu yang paling
sering adalah terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Keadaan
lain yang dapat meningkatkan bilirubin yaitu pada bayi yang mengalami gangguan eksresi contohnya
adanya obstruksi bilier. Obstruksi biliaris terjadi karena adanya sumbatan pada ductus (saluran) yang
dilalui empedu dari hati menuju ke kantung empedu atau dari kantung empedu menuju usus kecil.
Sumbatan dapat terjadi dalam berbagai level pada sistem biliaris. Bilirubin yang teretensi akan
menghasilkan campuran hyperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam
urin maka dari itu tinja menjadi warna pucat karena hanya sedikit bilirubin yang mencapai saluran
cerna usus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi juga diperkirakan menjadi penyebab gatal
pada obstruksi biliaris walaupun masih belum jelas sehingga pathogenesis gatal masih belum
diketahui. Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K dan jika ada gangguan
ekskresi garam empedu menyebabkan steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Mekanisme klinis dari
kolestasis terkait dengan obstruksi mekanik yang dibagi dalam intrahepatic dan ekstrahepatik
sementara untuk penyebab metabolic merupakan penyebab yang lebih kompleks sehingga
patogenesisnya belum dipahami dengan sempurna.7

Manifestasi Klinis
Pada obstruksi bilier atau kolestasis sangat sukar dibedakan antara kolestasis intrahepatic
dengan kolestasis ekstrahepatik walaupun sangat penting untuk membedakan antara kedua hal
tersebut. Gejala awal yang terjadi pada penderita kolestasis merupakan perubahan warna urin yang
menjadi lebih kuning, gelap, tinja pucat dan ada gatal atau pruritus pada seluruh bagian tubuh. 13

Adanya obstruksi dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia yang terkonjugasi paling utama.


Jaundice merupakan manifestasi yang paling terlihat akibat refluks bilirubin ke sirkulasi sistemik.
Lebih jauh lagi dapat bermanifestasi terhadap perubahan imunologis dan disfungsi ginjal. Pasien
dengan obstruksi biliaris akibat tumor dapat berkembang menjadi disfungsi hepatoseluler sekunder.
Pasien dengan obstruksi biliaris maligna biasanya menunjukkan jaundice dan tanpa rasa nyeri.
Kondisi ini dapat berhubungan dengan penurunan berat badan, anoreksia, feses mengandung alkohol,
urine berwarna gelap, tes fungsi hati abnormal, dan pruritus. Gejala umum yang dialami yaitu
jaundice, warna feses pucat, urine gelap, gatal, demam, dan nyeri pada perut kuadran kanan atas. 13

Diagnosis
Pada Obstruksi bilier atau kolestasis sangat sukar dibedakan antara kolestasis intrahepatic
dengan kolestasis ekstrahepatik walaupun sangat penting untuk membedakan antara kedua hal
tersebut. Gejala awal yang terjadi pada penderita kolestasis merupakan perubahan warna urin yang
menjadi lebih kuning, gelap, tinja pucat dan ada gatal atau pruritus pada seluruh bagian tubuh. Pada
kolestasis kronik dapat menimbulkan gejala seperti pigmentasi kulit kehitaman, ekskoriasi karena
pruritus, perdarahan diatesis, sakit tulang dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma).
Gambaran gejala klinis ini tidak tergantung dari penyebabnya sedangkan gejala keluhan sakit perut
atau penyakit sistemik seperti anoreksia, muntah, demam dan tambahan tanda gejala lain merupakan
acuan untuk memberi tahu etiologinya.17

Adanya obstruksi dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia yang terkonjugasi paling utama.


Jaundice merupakan manifestasi yang paling terlihat akibat refluks bilirubin ke sirkulasi sistemik.
Lebih jauh lagi dapat bermanifestasi terhadap perubahan imunologis dan disfungsi ginjal. Pasien
dengan obstruksi biliaris akibat tumor dapat berkembang menjadi disfungsi hepatoseluler sekunder.
Pasien dengan obstruksi biliaris maligna biasanya menunjukkan jaundice dan tanpa rasa nyeri.
Kondisi ini dapat berhubungan dengan penurunan berat badan, anoreksia, feses mengandung alkohol,
urine berwarna gelap, tes fungsi hati abnormal, dan pruritus. Gejala umum yang dialami yaitu,
jaundice, warna feses pucat, urine gelap, gatal, demam, dan nyeri pada perut kuadran kanan atas. Tes
darah menunjukkan adanya peningkatan bilirubin, alkalin fosfatase, dan enzim hepatik. 23

Berdasarkan tingkat keparahan ikterus akibat obstruksi, jenis obstruksi diklasifikasikan menjadi 4
tipe, antara lain:

a. Tipe I : Obstruksi lengkap


Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Bisaanya terjadi karena tumor kaput pancreas,
ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau sekunder.
b. Tipe II : Obstruksi intermiten
Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai
atau tidak dengan serangan ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena
koledokolitiasis, tumor periampularis,divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista
koledokus, penyakit hati polikistik,parasit intra bilier, hemobilia.
c. Tipe III : Obstruksi kronis tidak lengkap
Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atauhepar. Obstruksi
ini dapat disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis (kongenital, traumatik,
kolangitis sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik, stenosis
sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
d. Tipe IV : Obstruksi segmental
Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris mengalamiobstruksi.
Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi
inkomplit kronis. Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis,
kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.23

Komplikasi
Komplikasi dari obstruksi biilier ini sendiri adalah fibrosis dan sirosis hati. Pembesaran
pada limpa menandakan adanya hipertensi portal. Keadaan lebih lanjut dapat menyebabkan srosis
bilier dan terjadi defisiensi zat gisi dan gagal tumbuh. Sirosis menyebabkan hipertensi portal yang
akan berlanjut teradinya perdarahan, asites dan hipersplenisme. Terjadinya asistes pada obstruksi
bilier merupakan tanda prognosis yang kurang baik.14
Tatalaksana

Pada penderita obstruksi bilier perlu tatalaksana untuk mencegah terjadinya kerusakan hati
pada penderita. Untuk tumbuh kembang bayi dapat dioptimalkan dengan memperbaiki aliran empedu
akibat obstruksi. Selain pemberian nutrisi bagi penderita juga diberikan vitamin yang bersifat larut
dalam lemak, Karena terjadi defisiensi vitamin pada penderitanya. Vitamin A 10.000-15.000 IU dosis
oral, vitamin D2 3-5 μg/kg/BB/hari sedangkan vitamin D 50-400 IU/hari. Vitamin K dapat diberikan
melalui subkutan, intravena atau per oral dengan dosis 2,5-5mg/hari. 14
Untuk obstruksi bilier ini diperlukan intervensi bedah tetapi tindakan tersebut bergantung
terhadap penyebab dari obstruksi bilier. Berikut merupakan tindakan intervensi bedah yang dapat
dilakukan kolesistektomi yaitu tindakan bedah yang dianjurkan pada kasus kolelitiasis yang disertai
gejala klinis karena pada pasien kolelitiasis dapat beresiko memiliki komplikasi yang lebih lanjut. 15
Pada penatalaksanaan terapi operatif juga dapat dilakukan reseksi neoplasma dan PDT
(photodynamic). Resektabilitas penyebab neoplastic dari obstruksi bilier tergantung dari lokasi dan
luasnya penyakit maka dari itu sifatnya bervariasi. Terapi photodynamic telah dibuktikan hasilnya
bahwa mempunyai hasil baik dalam pengobatan paliatif keganasan saluran empedu stadium lanjut dan
akan lebih efektif jika digunakan bersama dengan prosedur stenting bilier. 15 Selain itu dapat dilakukan
terapi lanjutan yaitu pembedahan portoenterostomy Teknik kasai. Jika ditemukan duktus yang paten
dengan diameter 150 μm dan dilakukan sebelum usia bayi 8 minggu operasi ini akan memberikan
hasil yang baik.14

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah pertahankan berat badan yang sehat dengan nutrisi
dan olahraga yang tepat.

Prognosis
Saat dilakukan terapi operatif komplikasi yang dapat terjadi yaitu kolangitis pada
umumnya muncul 6-9 bulan yang ditemukan pada 30-60% kasus. Jika obstruksi bilier terus dibiarkan
tanpa ada penanganan lanjut dapat menyebabkan komplikasi yang berujung pada prognosis yang
kurang baik.14

Kesimpulan

Obstruksi biliaris terjadi karena adanya sumbatan pada ductus (saluran) yang dilalui
empedu dari hati menuju ke kantung empedu atau dari kantung empedu menuju usus kecil. Obstruksi
biliaris ini juga menimbulkan keluhan seperti gatal, icterus dan kencing yang berwarna gelap dan tinja
berwarna pucat. Penatalaksanaan obstruksi biliaris dapat dilakukan secara medikamentosa dan terapi
pembedahan, jika tidak segera ditangani maka akan menyebabkan komplikasi.

Daftar Pustaka

1. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS. JURNAL


BIOMEDIK (JBM). 2013;5(1).
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2007. h.1-17.
3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke 6. Jakarta:
Erlangga; 2007. H. 44-46.
4. Pemeriksaan penunjang. [seri online] [diunduh 6 Mei 2020]. Available from:
http://www.medicinestuffs.com/2016/03/obstruksi-biliaris-pemeriksaan-penunjang.html
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke 6. Jakarta:
Erlangga; 2007. H. 44-46.
6. Safitri A, editors. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. h. 44-45.
7. Patofisiologis obstruksi bilier. [seri online] [diunduh 7 Mei 2020]. Available from:
http://www.medicinestuffs.com/2016/03/patofisiologi-obstruksi-bilier-empedu.html
8. Julinar, Jurnalis YD, Sayoeti Y. Atresia. jurnalmkaFkunand. [seri online] Juli-Desember 2009
[diunduh 7 Mei 2020]. Available from:
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/viewFile/61/58
9. Sinuhaji AB. Kista ductus koledokus. respositoryusu. [seri online] Desember 2006 [diunduh 8
Mei 2020]. Available from:s
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15639/mkn-des2006-
%20%2813%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y
10. Rudolph AM, Hoffman JIE. Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph, ed 20th vol 2nd.
Jakarta: EGC; 2006.
11. Prasetyo D, Ermaya YS, Martiza I. Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Kolestasis Intrahepatal dengan Ekstrahepatal pada Bayi. jurnalfkunpad. [seri online] Maret
2016 [diunduh 7 Mei 2020]. Available from:
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/733/pdf
12. Diagnosis obstruksi biliaris. [seri online] [diunduh 7 Mei 2020]. Available from:
http://www.medicinestuffs.com/2016/03/diagnosis-obstruksi-biliaris-dan-kausanya.html
13. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada pasien icterus Dalam: Buku Ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke 6. Jakarta: Interna Publishing;2015. H. 1937- 1943.
14. Mawardi M, Warouw SM, Salendu PM. Kolestasis ekstrahepatik et causa atresia bilier pada
seorang bayi. Jurnal Biomedik [Internet]. Jul 20111 [Cited 2020 May 7]; 3(2): 123-8.
Available from: file:///C:/Users/qwesdfgu/Downloads/868-1722-2-PB.pdf
15. Terapi Obstruksi Bilier. [seri online] [diunduh 7 Mei 2020]. Available from:
http://www.medicinestuffs.com/2016/03/terapi-obstruksi-biliaris.html

Anda mungkin juga menyukai