ATRESIA BILIER
Disusun oleh:
dr. Disa Almira Yamin
Pembimbing:
dr. Kamal Sumardin
dr. Dian Arrishanty
PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
BANTEN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia
bilier. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empede. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya
atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah
terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya
tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan
pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh
karena itu diagnosis atresia bilier hams ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia
8 minggu
I.2. Epidemiologi
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier
pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah
penderita atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162
bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan Di Instalasi
Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270
penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan
fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia
bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%),
Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%)
III.1.a. Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya
kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada
30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa
atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa
karena infeksi atau iskemi 1
Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa atresia bilier bukanlah
penyakit yang diturunkan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi
kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut 6
III.1.b. Patofisiologi
Meskipun histopatologi atresia bilier telah dipelajari secara eks6sif dalam
bedah spesimen dari sistem bilier extrahepatic yang didapat dari bayi yang
mengalami portoenterostomy, patogenesis kelainan ini masih kurang dipahami.
Masalah Atresia Bilier yang muncul pada bentuk fetal berhubungan dengan
anomali kongenital lain.
neonatal ditandai oleh lesi inflamasi yang progresif, yang diakibatkan infeksi atau
racun yang menyebabkan rusaknya saluran empedu. Agen infeksi yang telah
diteliti oleh beberapa studi telah mengidentifikasi peningkatan titer untuk reovirus
antibodi tipe 3 pada pasien dengan atresia bilier bila dibandingkan dengan kontrol.
Virus lainnya yang teridentifikasi, termasuk rotavirus dan sitomegalovirus
(CMV),. 1, 7
Ikterus timbul dikarenakan hepar yang immatur pada bayi baru lahir.
Normalnya ikterus akan menghilang pada 7-10 hari setelah lahir. Tetapi bayi
dengan atresia biler, ikterusnya akan semakin nyata dalam 2-3 minggu
Urin yang berwarna gelap
Hal ini disebabkan karena bilirubin yang meningkat dalam darah, kemudian
bilirubin terfiltrasi melalui ginjal, dan dibuang melalui urin.
Feses Acholic
Hepatomegali
d) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan
ERCP
(Endoscopic
Retrograde
Cholangio
10
10
11
III.1.h. Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asam litokolat), dengan memberikan :
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan
merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek
menjadi bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu).
Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :
Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang
hepatotoksik.
Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak
tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpsi lemak.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak.
Terapi bedah
11
12
Kasai Prosedur
Prosedur yang
terbaik
adalah mengganti
saluran empedu
yang
mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada
5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan
hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
12
13
dalam
operasi
transplantasi
telah
juga
meningkatkan
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakit perut.
Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
Hipetensi portal: Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anakanak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises
esofagus.
Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien
dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal)
atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo
mungkin terjadi. Biasanya, hal ini menyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.
Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru. Selain itu, hiper6si pulmonal
dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan
bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh
13
14
hati.
Atresia bilier
mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanakkanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya
sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan
sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis
(hepatopulmonary sindrom).
III.1.j. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,
gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman
ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu
maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak
dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal
rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia
76 jam.
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat
dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had,
14
15
tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit
hipertensi portal.
III.2. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran air kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran air kemih, mulai
dari uretra, buli-buli, ureter, piala ginjal sampai jaringan ginjal.
Infeksi ini dapat berupa :
-
Pielonefritis akut
Pielonefritis kronik
Bakteriuria bermakna
Bakteriuria asimtomatis
ETIOLOGI
Kuman penyebab infeksi saluran air kemih :
-
PATOFISIOLOGI
Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus) atau secara
asending (anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah fimosis, alir-balik
vesikoureter (refluks vesikoureter), uropati obstruktif, kelainan kongenital bulibuli atau ginjal, dan diaper rash. Patogenesis infeksi saluran kemih sangat
kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan
faktor organismenya. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter,
vesika urinaria atau dari uretra.
Beberapa faktor predisposisi ISK adalah obstruksi urin, kelainan struktur,
urolitiasis, benda asing, refluks atau konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak
15
16
anak biasanya bakteri berasal dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending.
Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial, dapat
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat
meningkatkan virulensi bakteri tersebut.
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri
dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus
epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik
ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi
bila ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya buli buli yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika urinaria menjadi edema,
meradang dan perdarahan (hematuria).
Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula
ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks
berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam
parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear
dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu. Pada
pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat mediator toksik
yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring).
GEJALA KLINIS
Gejala klinis infeksi saluran air kemih bagian bawah secara klasik yaitu nyeri bila
buang air kecil (dysuria), sering buang air kecil (frequency), dan ngompol. Gejala
infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya panas tinggi, gejala gejala sistemik,
nyeri di daerah pinggang belakang. Namun demikian sulit membedakan infeksi
saluran kemih bagian atas dan bagian bawah berdasarkan gejala klinis saja.
Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut :
16
17
0.1 Bulan
berubah
warna,
diare,
muntah,
gangguan
DIAGNOSIS
Biakan air kemih :
Dikatakan infeksi positif apabila :
-
Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah
kuman 105/ml, 2 kali berturut-turut.
Dugaan infeksi :
- Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit
- Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih :
- Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur ginjal
dan kandung kemih.
-
17
18
- Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang infeksi
saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran kemih.
DIAGNOSA BANDING
Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Ingat akan
pielonefritis apabila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala
umum, adanya faktor predisposisi, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respons
terhadap antibiotik kurang baik.
PENATALAKSANAAN
Ada 3 prinsip penatalaksanaan infeksi saluran air kemih :
-
Memberantas infeksi
Memberantas penyulit
Medikamentosa
Penyebab tersering ISK ialah Escherichia coli. Sebelum ada hasil biakan urin dan
uji kepekaan, untuk eradikasi infeksi akut diberikan antibiotik secara empirik
selama 7-10 hari. Jenis antibiotik dan dosis dapat dilihat pada lampiran.
Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk
menghilangkan faktor predisposisi..
Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup,
perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan yang ditemukan. Rujukan ke
Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli neurogenik. Rujukan kepada SpA(K) bila
ada faktor risiko.
18
19
PEMANTAUAN
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai gejala ISK
umumnya menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk
mengganti antibiotik yang lain sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan
pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase
akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika
ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.
Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang
menyebabkan obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan
dengan antibiotik profilaksis (lihat lampiran). Antibiotik profilaksis juga diberikan
pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis akut.
KOMPLIKASI
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal
ginjal kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).
Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISK
Tabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C)
Obat
(A) Parenteral
Dosis
Ampisilin
100
Sefotaksim
Gentamisin
150
5
Seftriakson
Seftazidim
75
150
Sefazolin
Tobramisin
50
5
Ticarsilin
100
(B) Oral
Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg/Kg/hari
Ampisilin
50-100
Amoksisilin-asam
50mg/Kg/hari
mg/Kg/hari
q8h
q6h
q8h
klafulanat
19
20
Sefaleksin
Sefiksim
Nitrofurantoin*
Sulfisoksazole*
Trimetoprim*
Sulfametoksazole
50 mg/Kg/hari
q6-8h
4 mg/kg
6-7 mg/kg
120-150
q12h
q6h
q6-8h
6-12 mg/kg
30-60 mg/kg
q6h
q6-8h
DAFTAR PUSTAKA
1. Parlin Ringoringo. Atresia Bilier. Ilmu Kesahatan Anak, FKUI, RSCM,
Jakarta.
Available
from
:
url
:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf/15AtresiaBili
er086.html
2. Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url :
http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html
3. ST. Louis Children's Hospital. Biliary Atresia. Washington University
School
of
Medicine.
2010.
Available
from
:
url
:
http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm
4. North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition.
Biliary
Atresia.
Available
from
:
url
:
http://www.naspghan.org/userassets/Documents/pdf/diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf
5. Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2014. Available from: url :
http://emedicine.medscape.com/article/927029-overview
6. Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya. 2011. Available from : url :
http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf
7. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Biliary
Atresia.
USA
:
2012.
Available
from
:
url
:
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia.pdf
8. Cincinnati Childrens Hospital Medical Center. Biliary Atresia. 2010.
Available
from
:
url
:
http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/l/liver/diseases/biliary.htm
9. Brauhard BH, Travis BL, 1983. Infection of the urinary tract. In : Kelley
VC, ed. Practice of Pediatrics. Volume VIII. New York : Harper and Row
Publ., 1-15.
10.Davis, Gothefors, 1984. Bacterial Infections in the Fetus and Newborn
Infant. Philadelphia : WB Saunders Co., 168.
20
21
21