Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS MOLA HIDATIDOSA

PEMBIMBING : dr. Batara Sirait, Sp.OG

PENYUSUN :
SETIA HERMAWAN ( 030.05.206 )

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 21 Januari 2013 30 maret 2013 Jakarta

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja, 2005). Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba, 2007). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007). Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009). 2.2 Epidemiologi Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009). 2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secar normal (Sebire, 2008). Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006). Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, 4

karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998( Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya yang kini telah diakui adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini. 3. imunoselektif dari sel trofoblast 4. keadaan sosioekonomi yang rendah 5. paritas tinggi 6. defisiensi vitamin A 7. kekurangan protein 8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. 2.4 Patogenesis Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009). Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006). Pada mola yang tidak lengkap atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadangkadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2006).

Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005): 1. Teori missed abortion. Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis. 2. Teori neoplasma Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembunggelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). 6

Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001). 2.5 Klasifikasi Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006).
Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

Gambaran Kariotipe Patologi Edema villus Proliferasi trofoblastik Janin Amnion, sel darah merah janin Gambaran klinis Diagnosis Ukuran uterus Kista teka-lutein Penyulit medis Penyakit pascamola Kadar hCG 2.6 Gejala Klinis

Mola Komplit 46,XX atau 46,XY

Mola Parsial Umumnya 69,XXX atau 69,XXY (tripoid) Bervariasi,fokal Bervariasi, fokal, ringan s/d sedang Sering dijumpai Sering dijumpai

Difus Bervariasi, ringan s/d berat Tidak ada Tidak ada

Gestasi mola 50% besar untuk masa kehamilan 25-30% Sering 20% Tinggi

Missed abortion Kecil untuk masa kehamilan Jarang jarang <5-10% Rendah tinggi

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. 1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS 2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar) 3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab

4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni) Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) : 1. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama bermingguminggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai. 2. Ukuran uterus Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian janin. 3. Aktivitas janin Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup. 4. Embolisasi Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa 8

metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif. 5. Ekspulsi Spontan Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John, 2006). 2.7 Diagnosis 1. Anamnesis pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang

Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan, perdarahan bergelembung seperti busa. (1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. (2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG. (3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia 2. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi Palpasi : Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin Pemeriksaan dalam :

3.

Memastikan besarnya uterus Uterus terasa lembek Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar B-hCG BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml Beta HCG serum > 40.000 IU/ml Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit 2006). Pemeriksaan kadar T3 /T4 B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma (Cunningham, 2006). pasca mola (Cunningham,

4.

Pemeriksaan Imaging

10

a.

Ultrasonografi Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin


Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

b.

2.8 Penatalaksanaan 1. Evakuasi a. Perbaiki keadaan umum. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret. b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita. c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih 2. Pengawasan Lanjutan Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun : o Setiap minggu pada Triwulan pertama o Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan b. Pemeriksaan dalam : o o Keadaan Serviks Uterus bertambah kecil atau tidak c. Laboratorium Reaksi biologis dan imunologis : o 1x seminggu sampai hasil negatif

11

o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya o 1x3 bulan selama tahun berikutnya o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan 3. Sitostatika Profilaksis Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

2.9 Prognosis Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang 12

tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar (Cunningham, 2006). 2.10 Komplikasi Perdarahan yang hebat sampai syok Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia Infeksi sekunder Perforasi karena tindakan atau keganasan

13

BAB III LAPORAN KASUS GINEKOLOGI I. IDENTITAS Nama Usia Pekerjaan Agama Suku Alamat RM MRS II. ANAMNESIS Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit Keluhan Tambahan : Nyeri perut, mual, muntah berisi makanan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku darah yang keluar dari vagina berwarna hitam. Pasien mengaku dalam sehari habis 2 pembalut sehari. Pasien mengaku terdapat nyeri perut. Pasien mengaku terdapat mual. Pasien mengaku terdapat muntah . pasien mengaku muntah berisi makanan Pasien juga mengaku pusing dan lemas. Selama hamil, pasien tidak pernah merasakan gerak janin. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma. Riwayat Penyakit Keluarga : Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal. Riwayat Alergi : 14 : Ny. W : 23 tahun : Ibu rumah tangga : Islam : Jawa : Jalan Bakti Tani no.1 RT01 RW 01 Brebes : 03347635 : 26 Februari 2012

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan. Riwayat Kontrasepsi : Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi Riwayat Obstetri : Pasien mengaku sudah kawin 2 kali, dengan suami sekarang 1 tahun, kawin pertama kali usia 20 tahun. Menikah kedua kali usia 23 tahun. Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien memiliki siklus haid yang teratur (30hari). HPHT : 28 juli 2012 Riwayat ANC : tidak pernah Riwayat USG: tidak pernah Riwayat KB : Riwayat kehamilan: 1. Ini III. STATUS GENERALIS Keadaan umum : baik Kesadaran Tanda Vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Frekuensi nadi: 80 x/menit Frekuensi napas Suhu : 20 x/menit : 36,5oC : compos mentis

Pemeriksaan Fisik Umum

Mata Jantung Paru

: anemis (-/-), ikterus (-/-) : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ekstremitas

: edema - - -

akral teraba hangat +

+ +

15

IV. STATUS GINEKOLOGI Abdomen : Inspeksi Palpasi Inspekulo Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), tampak jaringan mola, stolsel (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-) VT : Dinding vagina normal, massa (-), porsio licin, (+), teraba jaringan (+), nyeri goyang porsio (-), Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn, korpus uteri antefleksi, 19-20 minggu, lunak. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb Ht Eritrosit Lekosit LED Trombosit MCV MCH MCHC PT APTT SGOT SGPT GDS Hitung jenis Basofil : 12,1 g/dL : 38,4 % n : 12-14 g/dL n : 37- 47 % : abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-). : teraba tinggi fundus uteri 3 jari di bawah umbilikus, balotement (-), tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+)

: 4,35 juta/uL n : 4-5 juta/ uL : 7700/uL : 24 mm : 224000/ uL : 88,2 fl : 27,8 pg : 31,5 % : 14,4 detik : 32,1 detik : 45 U/L : 58 U/L : 84 mg/dl : : 0% n:<1 n : 5000-10000/uL n : 0-15 mm n : 150000-400000/ uL n : 82-92 fl n : 27-32 pg n : 32-37 % n : 12-18 detik n : 20-40 detik n : < 47 U/L n : < 41 U/L n : 60-110 mg/dl

16

Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit HbSAg

:1% : 2% : 67 % : 17 % :3% : (-)

n : 1-3 % n : 2-6 % n : 52-70% n : 20-40% n : 2-8 %

Urin lengkap : Warna Kejernihan Ph Berat Jenis Albumin Glukosa Keton Bilirubin Darah Samar Lekosit Esterase Nitrit : kuning kemerahan : keruh : 5,5 : 1025 : positif 3 (+++) : negatif : positif 2 (++) : negatif :positif 3 (+++) : positif 1 (+) : negatif n: kuning n: jernih n: 5,0-8,0 n:1005-1030 n: negatif n: negatif n: negatif n:

Ultrasonografi (USG) Abdomen : gambaran snow storm atau badai salju VI. DIAGNOSIS Mola Hidatidosa VII. PENATALAKSANAAN a. Rencana Diagnosis Cek -HCG PA Infus RL 20 tpm Pro Kuretase

b. Rencana Terapi

17

c. Rencana Monitoring Observasi keadaan umum dan vital sign Observasi perdarahan

d. KIE pasien dan keluarga VIII. TINDAKAN KURETASE Tindakan Kuretase : curetase Penemuan Intra Kuretase: Darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola 250 gram Tidak ditemukan janin

Instruksi Post Kuretase : Terapi Amoxicilin 3x500 mg dan Asam Mefenamat 3x500 mg

I.

Hasil pemeriksaan patologi anatomi : Diterima jaringan tak teratur 60 cc sebagian terdapat jaringan bulat yang menyerupai buah anggur putih abu-abu kecoklatan rapuh. Sediaan menunjukkan jaringan desidua dengan villi chorialis yang stromanya mengalami degenerasi hidropik, dijumpai pula proliferasi trofoblas ringan. Tidak didapatkan tanda ganas. Kesimpulan : Mola hidatidosa

IX.

POST KURETASE KU TD Nadi : lemah : 110/70 mmHg : 92 x/menit RR : 24 x/menit

Suhu : 36,7oC

X. 1 HARI POST KURETASE KU : baik

18

Kes TD Nadi RR Suhu

: compos mentis : 120/70 mmHg : 88 x/menit : 20 x/menit : 36,7oC

Kontraksi Uterus : baik, 2 jari diatas simfisis pubis

19

BAB IV PEMBAHASAN Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor faktor yang dapat menyebabkan antara lain, faktor ovum, imunoselektif dari tropoblast, keadaan sosioekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas. Pada kasus ini, faktor resiko terjadinya kehamilan mola kemungkinan dikarenakan keadaan sosioekonomi yang rendah, sehingga kekurangan asupan protein dan asam folat. Kemungkinan penyebab lain masih belum dapat diidentifikasi. Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain perdarahan uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Pada pasien ini terjadi ekspulsi spontan, sehingga jaringan mola dapat dilihat secara langsung, dan penegakan diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan normal tidak dapat dinilai dikarenakan telah terjadi ekspulsi spontan jaringan mola. Selain itu, gejala lain yang ditampakkan pasien yang dapat digali dari anamnesis yaitu hiperemesis gravidarum, dimana 1 bulan sebelumnya pasien mengeluhkan mual muntah >10x sehari, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan janin sudah mulai bisa dirasakan pada minggu ke 18-20. Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi sedikit meningkat namun masih dalam batas normal, hal ini merupakan kompensasi dari perdarahan yang terjadi. Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis, namun pemeriksaan lain masih dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri, TFU dua jari di bawah umbilikus, sudah mengalami penurunan karena ekspulsi spontan jaringan mola, djj tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan dengan inspekulo dan VT semakin mempertegas diagnosis, dimana dengan inspekulo dapat terlihat pembukaan servix dan jaringan mola. Pada VT teraba pula jaringan mola dan korpus uteri dengan konsistensi lunak, ukuran 19-20 minggu. 20

Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan mola yang masih tersisa dalam uterus. Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien ini dan didapatkan darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola 75 gram. Ada tidaknya janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar jaringan mola sudah mengalami ekspulsi spontan. Tindakan suction curetage pada pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi. Tindakan histerektomi total bukan merupakan pilihan pada pasien ini dikarenakan pasien dalam kasus ini tidak tergolong beresiko tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

21

BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari: 1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. 2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan melakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage, karena pasien belum tergolong beresiko tinggi

22

DAFTAR PUSTAKA Cunninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses dari http://www.utilis.net/Morning %20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober 2012 Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC: Jakarta Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai