Anda di halaman 1dari 18

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA DUCTUS HePATICUS


Tugas Individu
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh:
IMELDA PAMUNGKAS EMI RAHAYU
NIM. 175070209111043

PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
 Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung
empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
 Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
 Atresia Billier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
 Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut
(Wong, 2009).
B. Epidemiologi
Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar
1:10.000-15.000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki. Rasio
atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka kejadian lebih
sering pada bangsa Asia. Atresia bilier akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati
pada usia yang sangat dini, bila tidak ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan,
maka angka keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata - rata
meninggal pada usia 12 bulan.
C. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala yang muncul
antara lain:
- Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
- Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru
lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan.
Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus
berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir.
- Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
- Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
- Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat degenerasi
secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air
sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam
air serta gagal tumbuh.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
- Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
- Gatal - gatal
- splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
D. Klasifikasi
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-
saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini
dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak
bersifat paten seperti pada tipe operatif.
Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak digunakan.
Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat patologinya.
Klasifikasi atresia bliaris sesuai dengan area yang terlibat.
1. Tipe I: saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.
2. Tipe II: atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran
empedu ditemukan pada porta hepatis.
3. Tipe IIa : fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten
4. Tipe IIb : umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.
5. Tipe III : lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri sampai
pada porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar lebih dari 90%
kasus
(Gambar Klasifikasi Atresia Bilier, sumber: Mohan, 2010)
E. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat
total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab
tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung
bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri,
striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan
dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan,
edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.
Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang
menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan
gagal hati.
- Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa
gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran
darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna
kuning.
- Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly.
- Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A,
D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak
didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan
vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis
besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT.
Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan
kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih
mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT <
5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis
ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
- Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien
yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini
menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
- Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja /stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
- Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin
time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak
lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa
karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam
empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di
dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan
puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum
kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%)
dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung
empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I /distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi
dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop
oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,
sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi
ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada
kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke
duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan
sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan
jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan
petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan
pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik
adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu
dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran
empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara
atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk
membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan.
Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya
mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk
melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter
duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau
150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan
agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan
apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang
mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang
menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati.
Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang
menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu.
Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asamlitokolat), dengan memberikan.
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan
merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek
menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari
dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong
siklus enterohepatik asam empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat,
310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai
daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme.
Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung
MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A,
D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10%
penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati


Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier
dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal
dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam
operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk
dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu,
hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena
ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau
"split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan
mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa
ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran
berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
seperti minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis)
pada kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan
klien.
H. Komplikasi
1. Kolangitis
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai
sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus
yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain
itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak - anak dengan sirosis yang
menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam
kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat
membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan
operasi Kasai yang berhasil.
5. Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6
bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih
dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini
juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah
operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi
Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu
sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi
yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan
bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu
atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat.
Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak
mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan
kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang
akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia
Biliaris ini.
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan
Polio.
5. Riwayat Perinatal
 Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita
infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus
rubella
 Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi
virus atau bakteri selama proses persalinan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka
tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris.
7. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
a. Air kemih bayi berwarna gelap
b. Tinja berwarna pucat
c. Kulit berwarna kuning
d. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
e. Hati membesar.
f. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut
- Gangguan pertumbuhan
- Gatal-gatal
- Rewel
- Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati)
g. Pemeriksaan Fisik
- Kepala dan leher
Konjungtiva anemis, kemungkinan mukosa bibir ikterik
- Dada
asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan pada otot
diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali)
h. Abdomen
terdapat distensi abdomen, dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
i. Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
j. Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Pre Operasi

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru (penekanan diafragma akibat distensi abdomen)
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (mual, muntah dan gangguan absorbsi)
3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien (lemak dan vitamin lemak)
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
(akumulasi garam empedu dalam jaringan)
5) Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit kronis
b. Post Operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
C. NURSING CARE PLAN
1. Pre Operasi
Diagnosa NOC NIC
Pola nafas Respiratory status : Airway Management
tidak efektif Airway patency Mandiri
berhubungan 1. Posisikan pasien untuk
dengan Kriteria Hasil: memaksimalkan ventilasi
posisi RR= 20-30 napas/ menit 2. Identifikasi pasien perlunya
tubuh yang Kedalaman inspirasi dan pemasangan alat jalan nafas
menghambat kedalaman bernafas buatan
ekspansi Tidak ada penggunaan otot 3. Auskultasi suara nafas, catat
paru bantu nafas adanya suara tambahan
(penekanan 4. Kaji distensi abdomen
diafragma 5. Kaji RR, kedalaman, dan kerja
akibat pernafasan.
distensi
abdomen) Kolaborasi:
6. Persiapkan operasi bila diperlukan.
Kekurangan Fluid balance Pengkajian
volume Hydration  Pantau warna, jumlah dan
cairan Nutritional Status : Food frekuensi kehilangan cairan
berhubungan and Fluid Intake  Observasi khususnya terhadap
dengan Kriteria Hasil : kehilangan cairan yang tinggi
kehilangan  Mempertahankan urine elektrolit
volume output sesuai dengan  Identifikasi factor pengaruh
cairan aktif usia dan BB, BJ urine terhadap bertambah buruknya
(mual, normal, HT normal dehidrasi
muntah dan  Tekanan darah, nadi,  Pantau hasil laboratorium yang
gangguan suhu tubuh dalam batas relevan dengan keseimbangan
absorbsi) normal cairan
 Tidak ada tanda tanda  Kaji orientasi terhadap orang,
dehidrasi, Elastisitas tempat dan waktu
turgor kulit baik,  Cek arahan lanjut klien untuk
membran mukosa menentukan apakah penggantian
lembab, tidak ada rasa cairan pada pasien
haus yang berlebihan Manajemen cairan :
 Pantau status hidrasi
 Timbang berat badan setiap hari
dan pantau kecenderungannya
 Pertaruhkan keakuratan catatan
asupan dan haluaran
 Tingkatkan asupan oral, Jika perlu
 Pasang kateter urin, jika perlu
 Berikan cairan sesuai dengan
kebutuhan
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Anjurkan pasien untuk
menginformasikan perawat bila
haus
Aktivitas kolaboratif
 Laporkan dan catat haluaran
kurang dari….ml
 Laporkan dan catat haluaran lebih
dari….ml
 Laporkan abnormalitas elektrolit
Ketidakseim Status nutrisi: Mandiri:
bangan Dengan kriteria hasil 1. Kaji distensi abdomen
nutrisi Indikator dapat 2. Pantau masukan nutrisi dan
kurang dari dipertartahankan/ditingkatk frekuensi muntah
kebutuhan an pada skala tidak 3. Tumbang BB setiap hari
tubuh menyimpang dari rentang 4. Berikan makanan/minuman sedikit
berhubungan nomal: tapi sering
dengan  Asupan gizi 5. Berikan kebersihan oral sebelum
ketidak  Asupan makanan makan
mampuan  Asupan cairan
mengabsorp  Rasio berat badan tinggi Kolaborasi:
si nutrien badan. 6. Konsul dengan ahli diet sesuai
(lemak dan  Energi indikasi
vitamin Status nutrisi: asupan 7. Berikan diet rendah lemak, tinggi
lemak) nutrisi serat dan batasi makanan
(dipertahankan/ditingkatkan penghasil gas.
pada skala sepenuhnya 8. Berikan makanan yang
adekuat) dengan indikator mengandung madium chain
 Asupan kalori, protein, trigycerides (MCT) sesuai indikasi.
lemak, karbohidrat, 9. Monitor laboratorium albumin,
vitamin, mineral) protein sesuai program
10. Berikan vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak (A, D, E dan K)
Kerusakan Tissue Integrity : Pressure Management
integritas Skin and Mucous Mandiri:
kulit Membranes 1. Gunakan air mandi biasa atau
berhubungan pemberian lotion/ cream, hindari
dengan Kriteria Hasil : sabun alkali. Berikan minyak
gangguan  Integritas kulit yang baik kalamin sesuai indikasi.
metabolisme bisa dipertahankan 2. Berikan massage pada waktu
(akumulasi (sensasi, elastisitas, tidur.
garam temperatur, hidrasi, 3. Pertahankan sprei kering dan
empedu pigmentasi) bebas lipatan
dalam  Tidak ada luka/lesi pada 4. Gunting kuku jari, berikan sarung
jaringan) kulit tangan bila diindikasikan.
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan Kolaborasi:
pemahaman dalam 5. Berikan obat sesuai indikasi
proses perbaikan kulit (antihistamin).
dan mencegah 6. Berikan obat resin kholestiramin
terjadinya cedera (questian).
berulang 7. Pantau pemeriksaan laboratorium
 Mampu melindungi kulit sesuai indikasi. (bilirubin direk dan
dan mempertahankan indirek)
kelembaban kulit dan
perawatan alami

Resiko Perkembangan anak: Peningkatan Perkembangan


keterlambata Bayi akan berkembang 1. Lakukan program stimulasi bayi
n dengan normal yang ditaidai yang menekankan pencapaian
perkembang dengan pencapaian tahap ketrampilan motorik kasar. Lakukan
an penting perkembangan bayi. latian rentang pergerakan sendi dan
berhubungan pengaturan posisi (dudukkan bayi
dengan dalam posisi tegak). Sediakan objek
penyakit yang mudah dicapai bayi, juga
kronis sebuah ruang terbuka untuk
merangkak.
2. Jelaskan kepada orang tua bahwa
bayi mereka dapat saja tidak
mencapai tahap-tahap penting
perkembangan dengan kecepatan
yang sama seperti pada bayi lain
yang sehat (lihat Apendiks A
Pertumbuhan dan perkembangan
normal). Anjurkan mereka untuk
menghadiri sesi kelompok
pendukung atau untuk bertemu
dengan orang tua dari bayi yang
mengalami atresia bilier.
3. Sedapat mungkin lakukan intervensi
secara berkelompok.

2. Post Operasi
Diagnosa NOC NOC
Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
berhubunga Tingkat Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
n dengan Kriteria Hasil : komprehensif yang meliputi
agen cedera Nyeri berkurang yang lokasi, karakteristik, onset,
fisik ditandai dengan klien frekuensi, kualitas, intensitas
merasa lebih nyaman dan faktor pencetus
2. Kolaborasi pemberian terapi
analgetik
3. Gunakan strategi komunikasi
teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan pasien
terhadap nyeri
4. Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
5. Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
6. Kurangi atau eliminasi faktor
yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
7. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi
8. Motivasi pasien untuk istirahat
atau tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri

Kolaborasi
9. Dengan dokter untuk pemberian
analgesik.
Risiko Immune Status Infection Control
infeksi Knowledge: Infection 1. Bersihkan lingkungan setelah
berhubunga control, Risk control dipakai pasien lain
n dengan Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
prosedur  Klien bebas dari tanda 3. Batasi pengunjung bila perlu
invasif dan gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
(pembedaha  Menunjukkan untuk mencuci tangan saat
n) kemampuan untuk berkunjung dan setelah
mencegah timbulnya berkunjung meninggalkan
infeksi pasien
 Jumlah leukosit dalam 5. Gunakan sabun nantimikrobia
batas normal untuk cuci tangan
 Menunjukkan perilaku 6. Lakukan perawatan luka
hidup sehat dengan teknik aseptik
7. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawtan
8. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
9. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
10. Tingktkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
5. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara menghindari
infeksi
7. Laporkan kecurigaan infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url : http://asso.orpha.net.
North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition.Biliary
Atresia. From : url: http: //www.naspghan.org/ userassets/ Documents/pdf
/diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery,
4th Edition.
Potter & Perry. 2010. Fundamentals Of Nursing. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR.Surabaya. 2011. Available from : url :http://www.pediatrik.com.

Anda mungkin juga menyukai