Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULONEFRITIS

KRONIS

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

SYAIYIDALIYATUN NUFUS

ULFANIA AYU

LAILAN SUMARNI

NAFISAH AULIA PERTIWI

ANDRE ANDIKA PUTRA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

T.A 2019 / 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “GLOMERULONEFRITIS
KRONIS”.

Makalah disusun diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan tentang GNK.


Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima dalam
menyusun makalah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya
makalah ini.

Demikian harapan penulis semoga hasil diskusi ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

Bangkinang 20 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… 2

DAFTAR ISI……………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 4

Latar Belakang……………………………………………………. 4

Tujuan…………………………………………………………….... 4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………… 5

Defenisi…………………………………………………………….. 5

Etiologi……………………………………………………………... 5

Manifestasi Klinis…………………………………………………... 5

Patifisiologi…………………………………………………………. 6

Komplikasi…………………………………………………………. 6

Penatalaksaan……………………………………………………… 7

Pemeriksaan Penunjang……………………………………………. 7

Askep………………………………………………………………. 7

BAB III PENUTUP……………………………………………………… 13

Kesimpulan………………………………………………………… 13

Saran……………………………………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 14
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan


dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard
Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk
glomerulonefritis.

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien
laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun
(40,6%).

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara


menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.

TUJUAN
Dapat memahami tentang pengertian, penyebab, tanda gelaja, proses perjalanan
penyakit, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan dari glomerulonefritis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Glomerulonefritis  kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria


dan proteinuria yang menetap. ( Arief mansjoer, dkk. 2000 )

Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama dari sel-sel


glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak membaik atau
timbul secara spontan. (Arif muttaqin & kumala Sari, 2011)

2.2 Etiologi

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :

1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus


group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

2.3 Manifestasi Klinis

Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Anaka lemah, lesu, nyeri kepala,
gelisah, mual, koma, dan kejang pada stadium akhir. Edema seddikit, suhu subfebril. Bila
pasien memasukin fase nefrotik dari glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas,
perbandingan albumin-globulin terbalik, kolestrol darah meninggi. Fungsi ginjal menurun,
ureum dan kreatinin meningkat, dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang
mendadak meningi. Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal jantung yang
berakhir dengan kematian.
2.4 Patofisiologi

Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit
punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual
dan muntah-muntah. Pada keadaan ini proses kerusakan ginjal terjadi menahun dan selama
itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya orang-orang tersebut dapat menderita
uremia (darah dalam air seni) dan gagal ginjal.

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak
diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-
2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh
dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal
sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit dapat ditimbulkan.

Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang


ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering
menimbulkan gagal ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama pada
ginjal (primer) atau sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi
penyakit diabetes mellitus, keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini
terjadi kebocoran protein atau kebocoran eritrosit.

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar
tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada
glomerulus,bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan
interstitial maupun sistem vaskulernya.

2.5 Komplikasi

Komplikasi dari Glomerulonefritis adalah :

1. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum
dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan
di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik
yang menurun.
5. Gagal Ginjal Akut (GGA)

2.6 Penatalaksanaan

Atasi gejala klinis dengan gangguan elektrolit. Anak boleh melakukan kehidupan
sehari-hari sebagaimana biasa dalam batas kemampuannya. Lakukan pengawasan hipertensi
dengan obat hipertensi, koreksi anemia, obati infeksi dengan antibiotik. Dialisis berulang
merupakan cara efektif untuk memperpanjang umur.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul, berat jenis
urin menetap pada 1008-1012. Pada darah ditemukan LED, ureum, kreatinin dan fosfor
serum yang meninggi serta kalsium serum yang menurun, sedangkan kalium meningkat.
Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan fungsi ginjal menurun.

2.8 Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

1. Keadaan umum  
2. Riwayat :
 Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
 Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini ?
 Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi,
hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
 Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat
tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.

3.      Riwayat penyakit saat ini:

 Keluhan utama
 Alasan masuk rumah sakit
 Faktor pencetus
 Lamanya sakit

4.      Pengkajian sistem

 Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (adanya edema ).
 Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis,
diaphoresis.
 Sistem pernafasan :  kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada,
cuping hidung.
 Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan
intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi
pergerakan dan fungsi pupil.
 Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
 Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

5. Pengkajian keluarga

 Anggota keluarga
 Pola komunikasi
 Pola interaksi
 Pendidikan dan pekerjaan
 Kebudayaan dan keyakinan
 Fungsi keluarga dan hubungan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia

2. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia

4. Gangguan istirahat/tidur b/d edema

C. Intervensi

1.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia

Kriteria / Evaluasi:  Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai
dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda
hipernatremia.

Intervensi :

a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut. 
Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction.
Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak
c. Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien.
Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya Hipertensi yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal
d. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2
ml/kgBB/jam).
Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat.
e. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam.
Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status
neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
f. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order.
Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan.

2. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium

Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai
dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam.

Intervensi:

a. Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam.


Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan
output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal.
b. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek
adanya pembengkakan pada skrotum
Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan pada skrotum merupakan
indikasi adanya ascites.
c. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan
tiazid/furosemide.
Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan
pemberia potassium.
d. Monitor dan catat intake cairan.
Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan
laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium.
e. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine.
Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai
indikasi adanya penurunan perfusi ginjal.
f. Monitor hasil tes laboratorium
Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi
adanya gangguan fungsi ginjal.
3.      Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan anorexia.

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan
dihabiskan minimal 80%.

Intervensi  :

a. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi.


Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori
essensial.
b. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien.
Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi
klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat
menigkatkan nafsu makan.
c. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order.
Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak
dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan

4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue.

Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan
adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas.

Intervensi  :

a. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas.

Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk


menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada
ginjal.

b. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan
perkembangan klien.

Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah
kebosanan.
c. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien
sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari.

Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam


memenuhi kebutuhan tidurnya.

5.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan immobilisasi dan edema.

Kriteria / Evaluasi: Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak
pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik.

Intervensi:

a. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien


Rasional: Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit.
b. Bantu merubah posisi tiap 2 jam.
Rasional: Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko
terjadi kerusakan kulit.
c. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab.
Rasional: Deodoran / sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering,
menyebabkan kerusakan kulit.
d. Dukung / beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami dema.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi
pembengkakan
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glumerulus diikuti
pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).

Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :


 Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal.
Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi
streptococus.
 Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami
pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada inflamasi
interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.

Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua agar
sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC


Chris O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai