Kelompok 4 :
Annysyah (P032114401089)
Suchika Wulandari Putri (P032114401120)
Dilla Dwi Rahmadhani (P032114401094)
Nilam Destinarsih (P032114401110)
Claudia Anerli (P032114401093)
2C Keperawatan
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nyalah
tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan naskah yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan dengan Glomerulonephritis” kami menyadari bahwa tulisan
ini tidak luput dari kekurangan kekurangan ataupun kesalahan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan
saran pembaca akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penulisan lebih
lanjut. Tulisan ini dapat penuh selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak, terutama rekan kami sekalian dan dosen yang telah
memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya, semoga
tulisan yang jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................
i
2.2.4 Fisiologi...................................................................................................................................
11
ii
2.2.4.1 Filtarasi glomerulus.....................................................................................................
11
2.3 Etiologi.............................................................................................................................................
4
2.7 Komplikasi.......................................................................................................................................
17
iii
3.2 Saran ................................................................................................................................................
32
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
5. Apa Saja Klasifikasi Glomerulonefritis?
6. Apa Penyebab dari Glomerulonefritis?
7. Bagaimana Gejala Klinis Glomerulonefritis?
8. Bagaimana Gambaran Laboratorium Glomerulonefritis?
9. Apa Saja Komplikasi dari Glomerulonefritis?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Glomerulonefritis?
11. Bagaimana Gambaran Patologi Glomerulonefritis?
12. Bagaimana Perjalanan Penyakit dan Prognosis Glomerulonefritis?
13. Bagaimana Diagnosis Glomerulonefritis?
14. Apa Diagnosis Banding Glomerulonefritis?
15. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami tentang penyakit glomerulonefritis dan bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan glomerulonefritis.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Anatomi Ginjal.
2. Untuk mengetahui Fisiologi Filtrasi Glomerulus.
3. Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi Glomerulonefritis.
5. Untuk mengetahui Klasifikasi Glomerulonefritis.
6. Untuk mengetahui Penyebab dari Glomerulonefritis.
7. Untuk mengetahui Gejala Klinis Glomerulonefritis.
8. Untuk mengetahui Gambaran Laboratorium Glomerulonefritis.
9. Untuk mengetahui Komplikasi dari Glomerulonefritis.
10. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Glomerulonefritis.
11. Untuk mengetahui Gambaran Patologi Glomerulonefritis.
12. Untuk mengetahui Perjalanan Penyakit dan Prognosis Glomerulonefritis.
13. Untuk mengetahui Diagnosis Glomerulonefritis.
14. Untuk mengetahui Diagnosis Banding Glomerulonefritis.
2
15. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis.
1.4 Manfaat
1. Institusi
Dapat menjadi bahan bacaan ilmiah, kerangka bandingan untuk pengembangan ilmu
keperawatan, serta menjadi sumber informasi bagi mereka yang ingin mengadakan
penelitian lebih lanjut.
2. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk mengambil langkah-
langkah kebijakan dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan
khususnya asuhan keperawatan klien dengan glomerulonefritis akut
3. Klien dan keluarga
Memperoleh pengetahuan tentang glomerulonefritis akut serta meningkatkan
kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri sendiri serta sebagai acuan bagi
keluarga untuk mencegah penyakit glomerulonefritis akut.
4. Mahasiswa
Dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dan melaksanakan asuhan keperawatan
dengan glomerulonefritis serta mengaplikasikan ilmu yang di peroleh selama pendidikan
3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Konsep Medik
2.1 Definisi
Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada
kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan
(Suriadi, dkk, 2001). Menurut Ngastiyah (2005) GNA adalah suatu reaksi imunologis ginjal
terhadap bakteri / virus tertentu.GNA adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus (Brunner
& Suddarth, 2001).
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal berupa kerusakan yang terjadi
pada glomeruli, yakni penyaring kecil di dalam ginjal yang berfungsi membuang cairan
berlebih, elektrolit, dan sampah dari aliran darah yang dikeluarkan melalui urine. Kerusakan
ini akan menyebabkan terbuangnya darah serta protein melalui urine. Glomerulonefritis
merupakan kondisi yang bisa disebabkan oleh infeksi, penyakit autoimun, atau akibat
peradangan pada pembuluh darah, vaskulitis, dan idiopatik. Kondisi ini perlu ditangani
karena bisa menyebabkan komplikasi, seperti gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis.
Glomerulonefritis ditemukan berkaitan dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang
membutuhkan dialisis, hospitalisasi, dan kematian yang cukup tinggi.
Glomerulonefritis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu glomerulonefritis yang
berasal dari ginjal itu sendiri atau glomerulonephritis primer, dan yang berasal dari gangguan
sistemik atau glomerulonefritis sekunder. Kondisi glomerulonefritis pada masing-masing
penderita bisa berbeda-beda. Ada yang mengalaminya dalam waktu singkat (akut) dan ada
yang jangka panjang (kronis). Penyakit ini juga bisa berkembang pesat sehingga
mengakibatkan kerusakan ginjal dalam beberapa minggu atau bulan.
GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi
menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-
hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria,
edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.
4
2.2 Anatomi Fisiologi
2.2.1 Anatomi
Menurut Evelyn (2005) Ginjal adalah suatu organ yang terletak dibagian belakang
cavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III,
melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang,
jumlahnya ada dua buah yaitu kanan dan kiri. Ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan dan umumnya ginjal laki–laki lebih panjang ketimbang ginjal perempuan.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata,
berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal,
anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut
badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan
tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya.
5
Gambar 0- 2 Perdarahan Pada
Ginjal
2.2.2 Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal
adalah mempertahankan
volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-
batas normal. Komposisi dan
volume cairan ekstrasel ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma
darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal.
Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme
6
seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium,
kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh
secara berlebihan.
7
sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal
sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapatmembrana basalis
glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar
ialahlamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman
di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada
membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis
tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-
kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa
segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada
dibagian luar korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai
ke bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan
korteks dan medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat
penting untuk reabsoprsi air dan slut.
8
dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk suatu
lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada satu
sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk
tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna.
Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore
dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut
slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara
kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler.
Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin
bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui
saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
9
Gambar 0- 4 Kapiler Glomerulus Normal
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan
ion negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan
(heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh
relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu,
mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga
membatasi filtrasi.
10
2.2.4 Fisiologi
2.2.4.1 Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring
melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin). Filtrat
dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang
juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR
ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler
tersebut
2.3 Etiologi
Secara garis besar, etiologi glomerulonefritis adalah segala hal yang dapat
mencetuskan respons imun pada glomerulus. Etiologi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu
glomerulonefritis yang diperantarai antibodi dan yang tidak diperantarai antibodi.
1. Glomerulonefritis diperantarai Antibodi
Glomerulonefritis yang diperantarai dengan antibodi mencakup glomerulonefritis
post infeksi, nefropati IgA, dan nefritis lupus.
a. Glomerulonefritis Post Infeksi
Glomerulonefritis post infeksi umumnya disebabkan oleh infeksi Streptokokus
grup A yang mengeluarkan eksotoksin pirogenik B. Berikut ini merupakan
organisme yang bisa menyebabkan glomerulonefritis post infeksi:
Bakteri: Streptococcus sp, Diplococcus sp, Staphylococcus sp, Mycobacterium
sp, Salmonella typhi, Brucella suis, Treponema pallidum, dan Corynebacterium
bovis
Virus: Cytomegalovirus, Coxsakie virus, Epstein-Barr virus, hepatitis
B, rubella, parvovirus B19, dan virus mumps
Jamur: Coccidioides immitis
11
Parasit: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistostoma
mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, tripanosoma
b. Nefropati IgA
Nefropati IgA umumnya disebabkan oleh gabungan antara disregulasi respons
imun dan faktor lain seperti infeksi. Infeksi saluran pernapasan atas dan
gastrointestinal paling sering ditemukan pada pasien nefropati IgA.
c. Penyakit Antiglomerular Basement Membrane (Anti-GBM)
Etiologi penyakit anti-GBM sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi, ekspresi gen HLA-DR telah dihubungkan dengan terjadinya
reaktivitas antibodi dan sel T terhadap peptida asam amino-13 pada rantai α3 dari
kolagen tipe IV pada nefritis anti-GBM.
d. ANCA-Associated Vasculitis (AAV)
AAV disebabkan oleh autoantibodi yang disebut antineutrophil cytoplasmic
antibody (ANCA). Serologi positif ANCA telah dihubungkan dengan penyakit
infeksi seperti penyakit paru supuratif, endokarditis bakteri subakut, dan
infeksi Pseudomonas, Klebsiella, E. coli, S. aureus, dan virus Ross River.
e. Nefritis Lupus
Nefritis lupus disebabkan oleh penyakit lupus eritematosus sistemik (LES).
Infeksi virus, terutama virus Epstein-Barr, telah ditemukan dapat menstimulasi
terjadinya LES dan nefritis lupus.
f. Glomerulonefritis Membranoproliferatif Tipe 1
Infeksi virus hepatitis C telah ditemukan berhubungan dengan terjadinya
glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 1.
g. Nefropati Membranosa
Etiologi nefropati membranosa umumnya idiopatik. Akan tetapi, beberapa
etiologi infeksi, seperti virus hepatitis B dan hepatitis C telah dihubungkan dengan
terjadinya nefropati membranosa.[3,4,13,14,16]
2. Glomerulonefritis Tidak Diperantarai Antibodi
Salah satu penyebab glomerulonefritis tidak diperantarai antibodi adalah tipe
nefropati C3. Nefropati C3 disebabkan oleh disfungsi CRegPs yang diperantarai oleh
12
kelainan genetik. Hal ini menyebabkan aktivasi jalur alternatif komplemen dan
deposisi komplemen C3.
Faktor Risiko
Berikut ini merupakan faktor risiko terjadinya glomerulonefritis:
Hipertensi
Diabetes mellitus
Keracunan (Timah hitam, tridion)
Riwayat infeksi Streptokokal, baik faringitis maupun impetigo
Menggunakan obat-obatan jangka panjang atau dosis lebih tinggi dari yang
disarankan, terutama obat golongan OAINS seperti ibuprofen
Infeksi virus seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C
Riwayat penyakit imun, seperti lupus eritematosus sistemik
Vaskulitis
Trombosis vena renalis
Penyakit kolagen
Sifilis
Penyakit Amiloid
Adanya infeksi ekstra renal terutama disaluran napas bagian atas atau kulit oleh
kuman streptokokus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 16, 25, dan 49).
2.4 Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta
eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman. Gangguan pada
glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi dengan
adanya perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan
respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen
pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus,
insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar
seperti protein dieskresikan dalam urine (proteinuria).
13
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan
menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan
menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan
tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan
menyebabkan retensi Na dan air.
14
2.5 Patoflowdiagram
15
2.6 Manifestasi Klinik
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di
bawah 2 tahun.1,2 GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu
pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia
menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui
kulit sebesar 31,6%.1 Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik
sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik
baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan
sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan
penderita GNAPS simtomatik.
16
2.7 Komplikasi
Komplikasi glomerulonefritis akut:
1. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum
dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi (EH) adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada
anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi
dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual
pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi
tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara
bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan
kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal. Ensefalopati hipertensi
merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan
di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik
yang menurun.
5. Gagal Ginjal Akut (GGA)
6. Edema paru, Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga
sering disangka sebagai bronkopneumoni.
7. Posterior leukoencephalopathy syndrome, Merupakan komplikasi yang jarang dan
sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala
yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih
normal.
17
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume
urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging.
2. Tes darah : Bun (bloot urea nitrogen : nitrogen urea darah) dan creatinine meningkat
kreatinin serum menigkat bila fungsi ginjal mulai menurun.Albumin serum dan
protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi).
3. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi
garam dan air). Pada pemeriksaan urin di dapatkan jumlah urin mengurang, berat
jenis meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50% penderita. Ditemukan
pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit, dan hialin.
4. Biopsi ginjal dapat di indikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan adalah
meningkatnya jumlah sel dalam setiap.
18
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi maka jumlah cairan
harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemebrian sedative
untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek toksik.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada GNA akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit dan tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Pengobatan
1. Pengobatan Non Farmakologi
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikkan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi. Penderita sesudah 3-4
minggu dari minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.
b. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak di berikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
c. Diet jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama
pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
19
2. Pengobatan farmakologi
a. Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritonium hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakkan ini kurang efektif, transfusi tukar. Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.
b. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir
ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
(Repetto dkk,1972).
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, dan
oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
d. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya
infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini
dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritrisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena
terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi
dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
e. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
20
B. Konsep Asuhan Keperawatan
2.10 Pengkajian
Anamnesa
Glomerulonefritis kronik dintandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa
diketahui asal usulnya, dan biasanya baru di temukan pada stadium yang sudah lanjut,
ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari,
2012).
Identitas
Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria.
Riwayat Penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
(penyakit autoimun lain).
Sekarang :
Adanya keluhan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual, muntah dan diare yang dialami klien.
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan (Malaise)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus otot
Sirkulasi
Tanda : Hipertensi, pucat, edema.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
Makanan atau cairan
Gejala : Edema, anoreksia, mual, muntah.
Tanda : Penurunan keluaran urine.
21
Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi kedalaman (pernafasan
kusmaul).
Nyeri (Kenyamanan)
Gejala : Nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
Pengkajian Berpola
Pola nutrisi dan metabolik :
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
Pola Eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebabkan sisa-sisa metabolisme tidak dapat dieksresi
dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tunulus yang tidak mengalami
gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
Pola Aktivitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
klien perlu istirahat karena adanya kelalaian jantung dan tekanan darah mutlak selama
2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal selama 1
minggu.
Pola Tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal kerena adanya uremia,
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.
Kognitif dan Perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Persepsi Diri :
Klien cemas dan takut karena urine nya berwarna merah dan edema perawatan yang
lama.
22
Hubungan Peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman-temannya karena jauh serta anak mengalami kondisi
kritis menyebabkan anak banyak diam.
Nilai Keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan keapda Tuhan.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat pada Laboratorium :
Hb menurun (8-11)
Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam.
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam.
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikomol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 7,9-14,1 mikomol/ L atau 0,5-1,2 mg/dl
Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
Pada rontgen : IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
Urinalisis (B). Urine meningkat : 1,015-1,025, albumin, eritrosit, leukosit.
Pemeriksaan Darah
o LED meningkat
o Kadar HB menurun
o Albumin serum menurun (++)
o Ureum dan kreatinin meningkat
o Titer anti streptosilin meningkat.
23
2.11 Diagnosa Keperawatan.
24
tidak mual muntah, hematokrit dalam batas normal (37,0–47,0%), albumin dalam batas
normal (3,5–5,2 mg/L). (Nanda-1 diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2018–
2020)
25
5) Observasi pola berkemih pasien
R/ untuk mencatat penyimpangan dari normal.
6) Kolaborasi pemberian dopamin dosis rendah, sesuai program.
R/ untuk mendilatasikan arteri renal pasien dan meningkatkan perfusi jaringan.
7) Jelaskan kepada pasien, anggota keluarga atau pasangan tentang alasan terapi dan
efek yang diharapkan.
R/ untuk mendorong pasien dan keluarga berperan aktif dalam pemeliharaan
kesehatan.
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi
Intervensi :
1. Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran serta Ukur dan catat masukan keluaran
dengan akurat.
R/ mengetahui secara pasti masukan dan pengeluaran cairan.
2. Timbang berat badan setiap hari ( atau lebih, bila diindikasikan)
R/ untuk mengkaji retensi air
3. Kaji perubahan edema, ukur lingkar abdomen pada umbilikus
R/ mengkaji akumulasi cairan dan mengkaji asites
4. Observasi edema disekitar mata dan area dependen.
R/ bagian ini merupakan sisi umum edema, sehingga membantu mengetahui
akumulasi cairan.
5. Atur masukan cairan dengan cermat.
R/ pasien tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang ditentukan.
6. Pantau infus intravena
R/ untuk mempertahankan masukan yang diresepkan
7. Kolaborasi pemberian kortikosteroid sesuai ketentuan
R/ untuk menurunkan ekskresi protein urin.
8. Kolaborasi pemberian diuretik bila di indikasikan
R/ untuk memberikan penghilangan sementara edema.
9. Jelaskan kondisi perkemihan pasien kepada pasien dan anggota keluarga atau
pasangan termasuk petunjuk tindakan pencegahan.
26
R/ pengetahuan kesehatan yang akurat akan meningkatkan kemampuan pasien dalam
mempertahankan kesehatan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan makan.
Intervensi :
1. Catat status nutrisi pasien, BB, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, tonus
otot, mual muntah.
R/ dapat menentukan intervensi yang tepat.
2. Perhatikan diet
R/ membantu mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus
3. Awasi masukan serta BB secara periodic.
R/ mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
4. Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
R/ merangsang nafsu makan
5. Beri makanan dengan cara yang menarik
R/ meningkatkan keinginan untuk makan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi diet rendah garam
R/ Untuk mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
4. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomic
Intervensi :
1. Berikan perawatan yang tepat untuk kondisi perkemihan pasien ( contoh
menyaring spesimen urine untuk melihat adanya batu atau fragmen batu )
R/ umtuk membantu mendukung pemulihan
2. Pantau status neuromuskular dan pola berkemih pasien: dokumentasikan dan
laporkan asupan dan haluaran.
R/ pengukuran asupan dan haluaran yang akurat sangat penting untuk pemberian
terapi penggantian cairan yang benar.
3. Observasi pola berkemih pasien. Dokumentasikan warna dan karakteristik urine,
asupan dan haluaran. Laporkan semua perubahannya.
R/ karakteristik urine membantu penegakan diagnosis
4. Kolaborasi pemberian obat nyeri yang diprogramkan dan pantau keefektifannya.
R/ kesadaran bahwa nyeri dapat diredakan akan menurunkan intensitas nyeri.
27
5. Jelaskan kondisi perkemihan pasien kepada pasien dan anggota keluarga atau
pasangan termasuk petunjuk tindakan pencegahan.
R/ pengetahuan kesehatan yang akurat akan meningkatkan kemampuan pasien
dalam mempertahankan kesehatan.
5. Hambatan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk menyelingi periode istirahat dan aktivitas.
R/ aktifitas meninkatkan kebutuhan oksigen jaringan, istirahat meningkatkan
perfusi oksigen jaringan.
2. Rencanakan aktivitas pasien dalam tingkatan yang masih dapat ditoleransi
R/ untuk menghindari keletihan.
3. Observasi pemeriksaan laboratorium urine dan feses
R/ untuk mendekteksi perdarahan internal
4. Pantau tanda – tanda vital, irama jantung, GDA serta hemoglobin.
R/ perubahan pada satu atau semua parameter tersebut dapat mengindikasikan
awitan komplikasi serius
5. Jelaskan kondisi pernapasan pasien, kepada pasien dan anggota keluarga atau
pasangan termasuk petunjuk tindakan pencegahan.
R/ pengetahuan kesehatan yang akurat akan meningkatkan kemampuan pasien
dalam mempertahankan kesehatan.
28
edema disekitar mata dan area dependen, mengukur tanda–tanda vital, mengkolaborasikan
pemberian diuretik bila diindikasikan, karena pasien diperbolehkan pulang oleh dokter.
29
Planing : intervensi dilanjutkan Kaji adanya edema pada area tergantung pada
pasien, Pantau dan dokumentasikan asupan dan haluaran pasien setiap 2 hingga 4 jam,
ukur tanda–tanda vital, Pantau dan dokumentasikan warna dan karakteristik urine pasien,
Pantau berat jenis urine, kadar elektrolit serum, BUN, dan kreatinin pasien, Observasi
pola berkemih pasien, kolaborasi pemberian dopamin dosis rendah, sesuai program,
Jelaskan kepada pasien, anggota keluarga atau pasangan tentang alasan terapi dan efek
yang diharapkan.
Implementasi : mengkaji adanya edema pada area tergantung pada pasien, memantau
dan mendokumentasikan asupan dan haluaran pasien setiap 2 hingga 4 jam, mengukur
tanda – tanda vital, memantau dan mendokumentasikan warna dan karakteristik urine
pasien, memantau berat jenis urine, kadar elektrolit serum, BUN, dan kreatinin pasien,
mengobservasi pola berkemih pasien, mengkolaborasikan pemberian dopamin dosis
rendah, sesuai program, menjelaskan kepada pasien, anggota keluarga atau pasangan
tentang alasan terapi dan efek yang diharapkan.
Evaluasi :
Subjektif : mama besar pasien mengatakan bengkak di wajah dan kaki sudah
berkurang.
Objektif : terlihat 50 bengkak pada wajah dan kaki berkurang, warna urine kuning
keruh, tekanan darah 110/80 mmHg, suhu tubuh 36,5o c, nadi 80x/m dan pernapasan
20x/m, Input 2600 cc, output 1500 cc.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengkajian.
Glomerulonefritis kronik dintandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif
lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Pada pengkajian
ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada
saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
2. Diagnosa keperawatan 56 Diagnosa keperawatan ditegakkan pada studi kasus asuhan
keperawatan pada An. J.U dengan glomerulus nefritis akut di ruang mawar rsud prof
adalah perfusi jaringan renal tidak efektif b/d hipervolemia dan kelebihan volume
cairan b/d gangguan mekanisme regulasi.
3. Intervensi Intervensi keperawatan yang direncanakan yaitu, pemberian tindakan
mandiri perawat, tindakan observasi, tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya dan tindakan pemberian pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga
pasien sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan pada tujuan jangka pendek.
4. Implementasi Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang
telah disusun berdasarkan kriteria waktu yang telah disusun berdsarkan kriteria
jangka pendek
5. Evaluasi Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan evaluasi
keperawatan dimulai dari hari minggu, 26 mei 2019 dilakukan dengan menggunakan
metode Subyektif, Obyektis, Assesment, dan planning. Hari senin, 27 mei 2019
sampai hari selasa, 28 mei 2019 dilakukan dengan menggunakan metode Subyektif,
Obyektis, Assesment, planning, implementasi dan evaluasi. Pada hari rabu, 29 mei
2019 dilakukan dengan menggunakan metode Subyektif, Obyektis, Assesment, dan
planning
31
3.2 Saran
1. Institusi Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau
referensi dalam memberikan pendidikan kepada mahasiswa mengenai asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan Glomerulus Nefritis Akut.
2. Rumah sakit 57 Dengan adanya studi kasus ini, diharapkan sebagai bahan acuan atau
refrensi dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit pada pasien anak
dengan Glomerulus Nefritis Akut.
32
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika,
Jakarta.
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
Behrman, Robert M, Kliegman, & Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. 3.
Edisi 15. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall & moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.
Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak 1. Edisi I. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika. . (2006). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak 2. Edisi II. Jakarta : Penerbit Salemba
Mansjoer, Arief M., dkk, ( 2001 ), Kapita selekta kedokteran, Edisi 3, Media
Meadow, S. Roy & Newell, Simon, J. (2005). Lecture Notes : Pediatrika . Edisi 7. Penerbit
Erlangga.
Muttaqin, Arif & Sari, K. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
33
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika.
34