Penglihatan Terganggu
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu dikedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Saat ini telapak kaki terasa
kesemutan dan nyeri bila berjala.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks masa
tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan
sensorik dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma
dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256
mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin
positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi
kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi tentang
perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang
sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat
terjadi akibat pemberian obat.
JAWABAN
1. Karena adanya hiperglikemia akan membuat glukosa diubah menjadi sorbitol melalu
Polyol pathway, selanjutnya keadaan ini akan membuat mionositol berkurang yang akan
mengakibatkan terganggunya sel swan pada saraf
2. Karena adanya akumulasi lipid dan gumpalan darah di mata sehingga terjadi
penyumbatan aliran darah ke retina yang mengakibatkan penglihatanpun terganggu
3. Karena adanya hiperglikemia maka pasienpun akan mengalami stress oxidative yang
akan mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah.
4. Karena kemungkinan sudah adanya komplikasi yaitu nefropati yang membuat filtrasi
pada glomerulus terganggu
5. Karena adanya komplikasi yaitu mikroangiopati yang terjadi pada kapiler darah di retina.
6. Indeks Massa Tubuh
BB Kurang
BB Normal
BB Lebih
Obes Tingkat I
Obes Tingkat II
<18,5
18,5 22,9
> 23
25 29,9
>30
10. Karena pada diabetes melitus terjadi penurunan insulin sehingga perlu diberikan untuk
menurunkan gula darah
11. Aerobik 30 menit, 5x/minggu, Weight Liftig 2-3/minggu, Stretching
12. Hipoglikemia
13. Insulin berfungsi untuk membawa glukosa darah untuk disimpan dihati dalam bentuk
glikogen
HIPOTESIS
Dengan adanya penurunan hormon insulin maka akan menyebabkan glukosa darah
meningkat, hal ini menyebabkan munculnnya penyakit diabetes melitus yang disertai gejala
klinis seperti penglihatan terganggu, kessemutan, kulit kering, dan protein uria, yang apabila
tidak ditangani akan menimbulkan beberapa komplikasi seperti mikroangiopati, makroangiopati,
neuropati, dan untuk penangangannya maka pasien dianjurkan untuk melakukan diet, olahraga,
serta diberi hormon insulin.
SASARAN BELAJAR
Li 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
4
1http://www.buzzle.com/images/diagrams/human-body/anatomy-of-pancreas.jpg
caput
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis perdarahi
bagian corpus dan cauda
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arterinya mengalirkan darah ke sistem porta.
Aliran limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci danmesenterica superiores.
Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).
Saluran Kelenjar Pankreas
2https://s-media-cacheak0.pinimg.com/736x/5e/1b/4d/5e1b4d170b5e4efdabc89587e2b32ec9.jpg
3http://www.nejm.org/na101/home/literatum/publisher/mms/journals/content/nejm/1994/nejm_1994.330.issue17/ne
jm199404283301706/production/images/medium/nejm199404283301706_f1.gif
4 http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap16/figure_16_18_labeled.jpg
9
pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria
kecil bundar dan banyak.
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari pulau,
umumnya berdekatan dengan sel A.
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari
tonjolan pankreas ventral.
10
5 http://www.medicineonline.com/data/drugs/20071025_3A1E73A2-3009-40D0-876C-B4CB2BE56FC5/novolog01.jpg
11
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
Terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP
hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain
termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil
urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang
disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.
TAHAPAN SINTESIS INSULIN
Di nucleus, terjadi proses transkripsi sehingga menghasilkan mRNA untuk produksi insulin
Konversi proinsulin menjadi insulin dan C-peptide dengan proteolytic cleavage pada dua
sisi sepanjang rantai peptide
13
Glukosa, manosa
Leucine
Stimulasi vagal
Sulfonylurea
b Faktor yang berpotensi dalam pelepasan insulin
Enteric hormone : glucagon-like peptide, gastic inhibitory peptide, cholestokinin,
secretin dan gastrin
Neural amplifiers : adrenergic stimulation
Asam amino : arginine
c Penghambat pelepasan insulin
Efek adrenergic cathecholamine
Somatostatin
Obat : diazoxide, phenytoin, vinblastine, cholchicine
Dinamika Sekresi Insulin
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal
oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan,
sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa
yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur
regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah
mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron
tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan
metabolisme glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat.
Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang
diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera
setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa
yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah
postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal,
bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa
darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.
15
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase,
latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam
waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya
diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama,
seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa
darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh
agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif
perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1.
Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga
normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal.
Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada fase
2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan
fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat
memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak
negatifnya.
Lo 2.3 Regulasi
Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau, di usus dan ginjal,
melalui transport aktif sekunder dengan Na+. di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan lain,
insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah transporter
(pengangkut) glukosa di membrane sel.
Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi membrane
sel adalah sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi membrane sel serta
memiliki terminal amino dan karboksil di dalam sel. Protein-protein ini berbeda, dan tidak
memiliki homologi, dengan transporter glukosa dependen natrium (sodium-dependent glucose
transporter), SGLT 1 dan SGLT 2, yang berperan dalam transport aktif sekunder glukosa keluar
usus dan tubulus ginjal, maupun SGLT juga memiliki 12 ranah (domain) transmembran. Asam
amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam segmen heliks transmembran 3, 5, 7,
16
dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat masuk glukosa. Diperkirakan kemudian terjadi
konformasi lalu perubahan, dan glukosa kemudian dilepaskan ke dalam sel.
Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai
urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu asam amino, dan
afinitasnya terhadap glukosa bervariasi. Tiap-tiap transporter tampaknya memiliki tugas khusus.
GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam
vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Bila reseptor
insulin di sel-sel ini diaktifkan,vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi
dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membrane sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak
membrane yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel siap untuk pajanan
insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membrane
sel dengan mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase, tetapi bagaimana pengaktifan ini memicu
pergerakan vesikel masih belum dipastikan.
Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membrane selnya ditingkatkan oleh
insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh hormone lain.
Hormone pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan tertentu. Proses ini dalam
keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga bukanlah merupakan reaksi penentu
kecepatan (rate-limiting step) dalam metabolism glukosa. Namun, proses ini merupakan reaksi
penentu kecepatan di sel B.
Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui
peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT 4 di membrane sel, melainkan dengan memicu
glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel
tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.
Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke
dalam membrane sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak bergantung
pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga dapat menurunkan kadar
gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5-AMP mungkin berperan dalam insersi vesikel
ini ke membrane sel.
Metabolic pathway
Aktivasi phosphatidylinositol-3-kinase
(PI-3K) pathway
Translokasi GLUT-4 dari dalam sel
ke membrane sel
Glukosa masuk ke dalam sel
melalui GLUT-4
Fungsi Insulin
Fungsi utama insulin: meningkatkan penyimpanan nutrisi.
a Efek Paracrine
1 Efek parakrin sel B dan sel D terhadap sel A
Sekresi insulin dari sel B menurunkan sekresi glukagon dari sel A melalui efek parakrin
Stimuli yang memprovokasi pelepasan insulin juga merangsang pelepasan somatostatin
dari sel D, sekresi somatostatin selanjutnya menginhibisi sekresi glukagon.
18
2 Glukosa stimulasi sel B dan sel D. Sekresi dari sel B dan sel D menginhibisi sekresi sel A.
b Efek Endocrine
1. Liver
Insulin meningkatkan anabolisme :
penyimpanan glukosa dengan sintesis glikogen (glikogenesis) hingga 100 110 gr
19
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat :
Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan
yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang aktif, hati.
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun
hati
Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah kedalam sel jaringan adiposa
Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari
jaringan adiposa ke dalam darah
Efek efek itu mendororng pengeluaraan glukosa dan asam lemak dari darah dan
meningkatkan penyimpanan keduanya sebagai trigliserida.
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai
berikut:
Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah kedalam otot dan
jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan
pembangun untuk sistesis protein didalam sel
Lo 2.4 Ekskresi
Pada orang normal dan pasien DM tanpa komplikasi, masa paruh insulin di plasma
sekitar 5-6 menit,sedangkan pada DM yang mempunyai antibody anti-insulin nilai tersebut
memanjang. Proinsulin masa paruhnya lebih panjang (+ 17 menit). Insulin dalam peredaran
darah didistribusi ke seluruh tubuh melalui cairan ekstrasel.
Degradasinya terjadi di hepar, ginjal, otak, dan sekitar 50% insulin di hepar akan dirusak
dan tidak akan mencapai sirkulasi sistemik. Klirens peptide-C di hepar lebih rendah, karenanya
masa paruhnya lebih panjang (+ 30 menit). Hormon ini mengalami filtrasi glomeruli dan
reabsrobsi serta degradasi di tubuli ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berat dapat
mempengaruhi kecepatan eliminasi insulin.
Ada 2 enzim yang berperan pada degradasi insulin yaitu (1) enzim glutation insulin
transhidrogenase yang menggunakan glutation tereduksi untuk memecah jembatan disulfide dan
(2) enzim proteolitik yang memecah rantai asam amino. Akibat pemecahan jembatan disulfide
maka rantai A bebas dapat ditemukan dalam plasma dan urin.
Lo 3.1 Definisi
Menurut Perkeni (2011) dan ADA (2012) Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus (DM) adalah gejala dari gangguan metabolisme yang ditandai dengan
adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin absolut atau
kekurangan efek biologis dari insulin atau keduanya. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana di dapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Lo 3.2 Etiologi dan Epidemiologi
DM TIPE 1
Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen
infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan
cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi).
Faktor yang mempengaruhi DM TIPE 1:
Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapimewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinyaDM tipe I. Kecenderungan
DM TIPE 2
Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:
22
Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes, usia
> 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah
menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2,
kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau
trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat.
Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium polikistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resitensi insulin, sindrom metabolik,
riwayat toleransi glukosa terganggu (IGT)/glukosa darah puasa terganggu (IFG) dan riwayat
penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh
darah arteri kaki).
Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama 40 tahun karena resiko terkena
DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan
fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
23
insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40 tahun, sedangkan DM
tipe 2 biasanya terjadi pada usia 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang
penderita DM berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM Tipe 1
mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus
yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %). Menurut hasil penelitian Renova di
RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia 40 tahun dan
10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun.
c
Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus, berhubungan
dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya
penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun
1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan
laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di
Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien
laki-laki (38,2%).
Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk
dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan
akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan
yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai
lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon
insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
Lo 3.3 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus menurut America Diabetes Association 2009
1
Endokrinopati
Karena obata atau zat kimia
Infeksi
Reaksi imunologi
Sindroma genetik lain: sindom Down, sindrom Turner
4
intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil.Pada kehamilan
terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan, puncaknya
trimester ketiga kehamilan.Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif
tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin.Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum
kehamilan pada ibu-ibu obesitas.Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua rsistensi jenis
insulin ini.
Lo 3.4 Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin
(glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan,
keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
26
a. Resistensi insulin
Penurunan kemampuan
merupakan
kombinasi
dari kerentanan
genetik
dan
obesitas. Resistensi
insulin
mengganggu
intoleransi
glukosa,
sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun pola
sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang
cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi
insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada perjalanan penyakit
berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibanding
DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas.
Berdasarkan data mengenai hewan percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula
resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi
insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe II, kompensasi
ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi
jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh
glukosa. Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar
molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga mempengaruhi
sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah makan, sedangkan pajanan
kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas
yang menginduksi apoptosis sel islet dan/ atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2)
yang menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin. Mekanisme lain
kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan pengendapan amiloid di islet.
Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin, komponen
utama amiloid yang mengendap ini, secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan
disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa.
Hiperinsulinemia yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan
peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid
yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima
sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin
berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap
lanjut.
Peningkatan
glukosa
yang
menahun
(glukotoksisitas)
pada
penderita
yang
adalah proses perlekatan glukosa secara kimiawi ke gugus amino bebas pada protein tanpa
bantuan enzim. Derajat glikosilasi non enzimatik tersebut berikatan dengan kadar gula
darah, karena dalam pemeriksaan ini menghasilkanindeks rerata kadar gula darah selama
usia eritrosit 120 hari. Pembentukan AGEs (advanced glycosylation end products) pada
protein seperti kolagen, membentuk ikatan silang di antara berbagai polipeptida yang dapat
menyebabkan terperangkapnya protein interstisium dan plasma yang tidak terglikosilasi. AGEs
juga dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kapiler, termasuk glomerulus ginjal yang
mengalami penebalan membran basal dan menjadi bocor. AGEs berikatan dengan reseptor
pada berbagai tipe sel seperti sel endotel, monosit, limfosit,makrofag dan sel mesangial.
Pengikatan tersebut menyebabkan berbagai aktivitas biologi termasuk migrasi sel neutrofil,
pengeluaran sitokin, peningkatan permeabilitas endotel, peningkatan proliferasi fibroblas serta
sintesis matrik ekstraseluler.
2
Jalur poliol
Jalur poliol, merupakan hiperglikemi intrasel dimana glukosa dimetabolisme oleh aldose
gliserol yang merupakan kofaktor penting pada aktifasi PKC, yang akan menimbulkan
berbagai efek ekspresi gen. Aktifasi protein kinase C (PKC), yang berefek terhadap.
30
dan
vitamin yang bersifat antioksidan. Stres oksidatif pada diabetes mellitus disebabkan
karena ketidak seimbangan reaksi redoks akibat perubahan metabolisme karbohidrat dan lipid,
sehingga terjadi penurunan kapasitas antioksidan. Stres oksidatif dapat meningkat jika terjadi
glikasi yang labil, autooksidasi glukosa, aktivitas intrasel jalur poliol.
Metabolisme karbohidrat
pada hiperglikemi akan menghasilkan
energi
yang
ekuivalen untuk mendorong sintesa ATP di mitokondria yang akan menghasilkan radikal
bebas dan superokside karena pengaruh kadar glukosa yang tinggi. Autooksidasi
glukosa juga akan menaikkan radikal bebas menjadi stress oksidatif yang akan
menurunkan kadar NO, merusak protein sel, meningkatkan adhesi sel leukosit pada
endotel sedang fungsinya sebagai pertahanan terhambat.
Lo 3.5 Manifestasi Klinis
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak
menyadari akan adanya perubahan.
Gejala awal (klasik): Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering
makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.
Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering
merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.
31
Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah
mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh
darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
Kesemutan.
Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
Rasa tebal di kulit.
Kram.
Capai.
Mudah mengantuk.
Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi.
Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
Lo 3.6 Diagnosis
Anamnesis
Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemia,
disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi, nokturia), efek samping
diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer), atau
komplikasi akibat meningkatnya keretanan terhadap infeksi (misalnya ISK, ruam kandiada).
a
32
Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vaskular perifer
(klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi), neuropati perifer,
atau insulin?
Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya kortikosteroid, siklosporin)?
Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol
Apakah pasien memiliki alergi
gula
darah,
dan
sebagainya
(pasangan/pasien/perawat)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan-keadaan yang mungkin ditemukan dalam pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut:
1
2
3
4
5
6
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan
tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang
menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan
dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi
33
dibandingkan
kelompok
normal.
TGT
sering
berkaitan
dengan
penyakit
kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat
diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder
dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
Kadar glukosa
Bukan DM
< 110
Belum pasti DM
110-199
DM
200
<90
90-199
200
Plasma Vena
< 110
110-125
126
Plasma Kapiler
< 90
90-109
110
Plasma Vena
darah sewaktu
(mg/dl)
Kadar glukosa
Plasma Kapiler
darah puasa
(mg/dl)
34
35
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma
2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam
< 140 mg/dL.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994)
3 hari sebelum
periksa
malam sebelum
pemeriksaan
Glukosa 75 gram
(dewasa) atau
1,75 gr/kgBB
(anak-anak)
periksa kadar
glukosa darah
puasa
puasa 8 jam
(boleh minum air
putih tanpa gula)
dilarutkan dalam
air 250 mL
minum dalam
waktu 5 menit
puasa kembali
selama
pemeriksaan
pengambilan
sampel darah 2
jam kemudian
Pemeriksaan HbA1c
36
Glukosa yang bercampur dengan hemoglobin melalui reaksi ketoamin antara glukosa dengan
N-terminal dari 2 rantai beta molekul hemoglobin.
Disebut juga sebagai glikosilasi hemoglobin
Bergantung pada kadar glukosa darah
Sehingga dengan menghitung HbA1c kita dapat mengetahui kadar gula darah selama 3
bulan, apabila kadar HbA1c = 7% maka glukosa = 6,5 mmol/l
HbA1c non diabetis normal = 3,5 5,5%, diabetes= 6,5 (masih dikatakan baik)
Hba1c level berubah perlahan secara konstan selama 10 minggu sehingga digunakan sebagai
kualiti control, berbeda dengan glukosa yang berubah tiap jam
Hba1c meningkat apabila pasien mengalami diabetes dengan hiperglikemik kronis
Lo 3.7 Diagnosis Banding
A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai
untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi
insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel
terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa
akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2,
termasuk komplikasinya.
B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai
reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan
glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non
puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini
diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini
adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut.
C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan
salah satu dari tersebut dibawah ini :
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
37
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199
mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula
darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula
darah puasa normal.
2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut
GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal,
atau berkisar 100-125 mg/dL.
Lo 3.8 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitass hidup penyandang
diabetes. Sedangkan tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas
dan mortalitas DM.
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Mencegah
-Mencapai
target
pengendalian
glukosa
&
hambat
progresivitas
darah
Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
Nonfarmakologi
1. Edukasi
38
Pasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia
DM
Pengetahuan mengenai penyulit
menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita
penyakit lain
Makan di luar rumah
Rencana untuk kegiatan khusus
Hasil penelitian dan pengetahuan masa
DM
Pemeliharaan/perawatan kaki
hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi (contoh:
hiperglikemia padakehamilan)
Pentingnya perawatan kaki
Cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.
40
42
boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
terlalu cepat.
Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien
yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan
gawat.
Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid,
kloramfenikol)
2. Glinid
43
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obatyaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivatfenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelahpemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melaluihati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
- Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
- Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor (PPAR ) suatu
resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
-
glukosa di perifer.
ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung
kongestif, hipoglikemi.
KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
- Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
1 Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
44
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada
saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara
titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
45
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk
ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakanhal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja
enzim DPP-4 (penghambatDPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog
incretin=GLP-1 agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4
sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang
penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
-
46
47
Terapi Insulin
a Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan dengan
IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang
seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar
b
menjadi kurang.
Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan
diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar
d
e
48
Lo 3.9 Komplikasi
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga
terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien
akan mengalami hal berikut:
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis
dan
(asetoasetat,
hidroksibutirat,
dan
aseton).
Peningkatan
keton
dalam
plasma
8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
7. Hipotermia
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes
tipe2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan
DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah: Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah
dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan
kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang
dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5
kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar
belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin,
tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau
belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
50
Insulin NPH
P.Z.I
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati
- Retinopati, catarak penurunan penglihatan
- Nefropati gagal ginjal
- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
B. Makroangiopati
51
Lo 3.10 Prognosis
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik
prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen.
Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka
kematiannya tinggi.
Lo 3.11 Pencegahan
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah
normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha
pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat
bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:
1. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu
yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama
52
pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa
dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun
sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru
dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui
lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapatreversibel. Untuk negara berkembang
termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
3. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk
mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar
kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan
organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan
53
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler
dan vena-vena.
Lo 4.2 Etiologi
Penyebab pasti
terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang
akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil
pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit
3-5 tahun setelah menderita penyakit ini. Sedangkan diabetes tipe II retinopati sudah dapat
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Lo 4.3 Klasifikasi
Retinopati Diabetik dibagi dalam:
a) Retinopati Diabetes non proliferatif
NPDR (Non proliferative diabetik retinopathy) adalah suatu mirkoangiopati progresif
yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang
dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada fase sebelum
masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.
b) Retinopati Proliferatif
Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes
proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk
pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah liar ini
merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga sewaktu-waktu dapat
berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh
melihat floaters (bayangan benda-benda hitam melayang mengikuti penggerakan mata) atau
mengeluh mendadak penglihatannya terhalang.
Klasifikasi
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Venous loops
Perdarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
Venous beading
Derajat 4
Derajat 5
perdarahan vitreous
tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia
menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap
antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein
plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous
Lo 4.5 Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah
mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu
laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography
berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontra- indikasi pemberian midriatikum.
56
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri
dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan
oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm
dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus
optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah
muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat
ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan
neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat
menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum.
Lo 4.6 Tatalaksana
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan
edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser
photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi
retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal
laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif.
Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi
focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan
Lo 4.7 Komplikasi
Penyakit ini merupakan salah satu penyebab kebutaan di negara-negara Barat, terutama
individu produktif. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun akibat retinopati
57
diabetik, sedangkan di Inggris penyakit ini merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh
penyebab kebutaan.
Lo 4.8 Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi
pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih
dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM
tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah
didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara
rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat
dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat
ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM
harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun
setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia
harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
LO 4.9 Prognosis
Penyakit ini merupakan penyulit diabetes yang paling penting karena angka kejadiannya
mencapai 40-50% penderita diabetes dan prognosisnya kurang baik terutama bagi penglihatan.
Li 5. Memahami dan Menjelaskan Cara Mengukur Kebutuhan Kalori Pasien Diabetes
Melitus
Pengaturan Kalori Makanan
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan
jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.
Berat badan kurang <18,5
58
: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%
3. Stress metabolik
: +10-30%
: +300 kalori
: +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
Komposisi Makanan
59
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non-farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien diabetes. Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan
dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty
acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh
kebutuhan kalori perhari dan jumlah serat 25-50 gram per hari.
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.
60
Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
Lemak
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K.
Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak
yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid.
Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol
total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung,
menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam
lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan
aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer.
Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
61
rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang muslim
hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :
62
Halal, artinya di perbolehkan untuk di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu
sembelih dan (diharamkan juga bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
juga) mengundi nasib dengan anak panah; itu adalah suatu kefasikan. (Q.S Al Ma'idah: 3)
Karena itu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan
wasilah itu tidak tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di
samping yang tersebut dalam ayat itu, adalagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis
Rasulullah saw. seperti memakan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat, tetapi
sebagian ulama berpendapat bahwa memakan binatang-binatang tersebut hanya makruh saja
hukumnya.
Allah menyuruh manusia memakan yang baik sedang makanan yang diharamkan oleh
beberapa kabilah yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri
halal dimakan, karena Allah tidak mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan
beberapa macam makanan tertentu sebagaimana tersebut dalam ayat 3 surat Al-Maidah dan
dalam ayat 173 surat kedua ini.
63
DAFTAR PUSTAKA
Benson RC. Diabetes mellitus.In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.
5th ed. California : Lange medical publications; 1984. p. 901-6.
Clare Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas. Dalam: Kumar, V.,
Cotran R.S., Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 718 724
Cunningham FG, Gilstrap LC, Gant NF, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD. Diabetes.In :
Ganiswarna, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006). Farmakologi Dan Terapi Edisi 5.
Jakarta, Gaya Baru.
Guyton dan Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan IPD
Mescher, Anthony L. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas Edisi 12. Jakarta: EGC,
2011
Perkeni, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia
2011. PB. Perkeni : Jakarta
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Saputro SH, Setiawan H. 2007. Epidemiologi dan factor-faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus tipe 2.Dalam: Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD, Padmomartono FS, eds.
Naskah lengkap diabetes mellitus ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro: p.133-54
Snell, R.S. (1997), Clinical Anatomi for Medical Student, 3th edition Indonesia, Jakarta: EGC.
Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf
http://www.buzzle.com/images/diagrams/human-body/anatomy-of-pancreas.jpg
https://s-mediacacheak0.pinimg.com/736x/5e/1b/4d/5e1b4d170b5e4efdabc89587e2b32ec9.jpg
http://www.nejm.org/na101/home/literatum/publisher/mms/journals/content/nejm/1994/nejm_
1994.330.issue17/nejm199404283301706/production/images/medium/nejm19940428330170
6_f1.gif
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap16/figure_16_18_labeled.jpg
http://www.medicineonline.com/data/drugs/20071025_3A1E73A2-3009-40D0-876CB4CB2BE56FC5/novolog-01.jpg
65