Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

Dosen Pengampu :

Ns. Leo Rulino, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Yusniati Emi 02127090


2. Ziyan Hilaliyyah 02127091
3. Almar Sitorus 02127094

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
serta ridhoNya penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN DIABETES MELITUS”. Penyusunan makalah ini memenuhi
salah satu tugas mata kuliah KMB .

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mengaharap kan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat
penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan moril maupun materii secara langsung maupun tidak langsung kepada
penulis hingga penyusunan makalah ini selesai.

Jakarta, 20-September-2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................ 3
A. Konsep Medis ................................................................................... 3
1. Definisi ......................................................................................... 3
2. Anatomi Fisiologi ........................................................................ 3
a. Anatomi ............................................................................... 3-6
b. Fisiologi .................................................................................. 6
3. Etiologi ...................................................................................... 7-8
4. Patofisiologi ................................................................................. 9
5. Tanda Dan Gejala .................................................................. 10-12
6. Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 12-14
7. Penatalaksanaan Medis .............................................................. 14
8. Komplikasi ................................................................................. 15
9. Discharge Planning .................................................................... 16
B. Konsep Keperawatan ..................................................................... 16
1. Pengkajian .................................................................................. 16
2. Diagnosis ............................................................................... 17-18
3. Intervensi .................................................................................... 19
4. Implementasi .............................................................................. 20
5. Evaluasi ................................................................................. 20-22
BAB III PENUTUP .................................................................................... 23
A. Kesimpulan ..................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Militus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang
ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara aktif. Pada umumnya ada 2 tipe diabetes,
yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin). Diabetes melitus merupakan gangguan kronis yang
ditandai dengan kurangnya insulin secara relatif maupun absolut pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan ditandai dengan kadar glukosa darah
melebihi normal yang menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, diabetes melitus tidak dapat disembuhkan
namun dapat dikontrol agar gula darah tetap dalam batas normal.
Factor pendukung terjadinya diabetes mellitus juga berasal dari usia,
keturunan, aktifitas kurang gerak, obesitas, stress, pola hidup yang modern
dan pemakaian obat-obatan dan mempengaruhi timbulnya kerusakan serius
pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah. Gangguan
pada syaraf bermanifestasi dalam beberapa bentuk, satu saraf mengalami
kelainan fungsi atau mononeuropati, menyebabkan sebuah lengan atau
tungkai bisa lemah secara tiba-tiba (WHO,2016).Diabetes melitus sangat
rentan terhadap gangguan fungsi yang bisa menyebabkan kegagalan pada
organ mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Gangguan fungsi
yang terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin dan gangguan kerja
insulin maupun keduanya.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari diabetes mellitus.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari diabetes mellitus.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Definisi
Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran
atau curahan, sedangkan mellitus atau melitus artinya gula atau
madu. Dengan demikian secara bahasa, diabetes melitus adalah
cairan dari tubuh yang banyak mengandung gula, yang dimaksud
dalam hal ini adalah air kencing. Dengan demikian, diabetes militus
secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat
menghasilkan hormone insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak
dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam
hal ini terjadi lonjakan gula dalam darah melebihi normal
(Mughfuri, 2016).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Soelistidjo, 2015). Diabetes Melitus adalah penyakit yang terjadi
akibat gangguan pada pankreas yang tidak dapat menghasilkan
insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh dan/ atau ketidak mampuan
dalam memecah insulin. Penyakit diabetes mellitus juga menjadi
faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain (Mughfuri, 2016).
2. Anatomi fisiologi

a. Anatomi
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan
panjang dan ±12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm. Pankreas
terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari perut

2
dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum
(usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua
bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin.
1) Struktur Pankreas terdiri dari :
a) Kepala pankreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lekukan duo denum.
b) Badan pankreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan
letaknya di belakang lambung dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
c) Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri
dan yang sebenarnya menyentuh limfa.
2) Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan
hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum :
a) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus
choledukus, kemudian masuk ke dalam
duodenum melalui sphincter oddi.
b) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung
masuk ke dalam duodenum di sebelah atas
sphincter oddi.
3) Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
a) Asim, berfungsi untuk mensekresi getah
pencernaan dalam duodenum.
b) Pulau langerhans.

3
4) Pulau-pulau langerhens

a) Hormon-hormon yang dihasilkan


(1) Insulin
Adalah suatu poliptida mengandung dua
rantai asam amino yang dihubungkan
oleh gambaran disulfide.
(2) Enzim utama yang berperan adalah
insulin protease, suatu enzim dimembran
sel yang mengalami internalisasi bersama
insulin.
(3) Efek faali insulin yang bersifat luas dan
kompleks.
b) Efek-efek tersebut biasanya dibagi:
(1) Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam
amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.
(2) Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan
pemecahan protein, pengaktifan glikogen
sintesa dan enzim-enzim glikolitik.
(3) Efek lambat (jam)
Peningkatan Massenger Ribonucleic
Acid (MRNA) enzim lipogenik dan
enzim lain. Pengaturan fisiologi kadar
glukosa darah sebagian besar tergantung
dari:
(a) Ekstraksi glukosa
(b) Sintesis glikogen
(c) Glikogenesis

4
(4) Glukogen
Molekul glukogen adalah polipeptida
rantai lurus yang mengandung 29 n residu
asam amino dan memiliki 3485 glukogen
merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang
mempunyai prinsip aktivitas fisiologi
meningkatkan kadar glukosa darah.
b. Fisiologi
1) Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk
pencernaan ketiga jenis makanan utama, protein,
karbohidrat dan lemak. la juga mengandung ion
bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan
penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan
oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kemotripsin,
karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease.
Tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan
secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan
nuclease memecahkan kedua jenis asam nukleat, asam
ribonukleat dan deoksinukleat. Enzim pencernaan untuk
karbohidrat adalah amylase pankreas, yang
menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar
karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk
karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan
lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak
netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol
esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester
kolesterol.

5
a) Pancreatic juice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH
alkalin (7,1 - 8,2) pada pancreatic juice sehingga
menghentikan gerak pepsin dari lambung dan
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
enzim-enzim dalam usus halus.
b) Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
(1) Pengaturan saraf
(2) Pengaturan hormonal
2) Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-
kelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan nyata.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan
langerhans yang bersama-sama membentuk organ
endokrin.
3. Etiologi
Penyebab diabetes melitus dikelompokkan menjadi 2
a. Diabetes Melitus tergantung insulin ( Insulin Dependent
Diabetes Melitus (IDDM)).
1) Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
2) Faktor imunologi pada diabetes tipe I terdapat bukti
adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

6
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
3) Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat
memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang
dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Virus
dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang
sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu
faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien
NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan
banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia
disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun
atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai
pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah
resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder
berupa program penurunan berat badan, olahraga dan diet.
Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya
sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang
ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang
berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi
lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat
keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan
peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2016).
4. Patofisiologi
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 193)Diabetes Mellitus tipe 1
tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai predis posisi

7
genetic. Kadang mereka yang memiliki indikasi resiko penanda gen
(DR3 dan DR4 HLA), DM terjadi <1%.Lingkungan telah lama
dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1 insiden meningkat, baik pada
musim semi maupun gugur, dan onset sering bersamaan dengan
epidemic berbagai penyakit virus.Autoimun aktif langsung
menyerang sel beta pancreas dan prosuknya. ICA dan antibody
insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi
insulin. Hal ini secara pelan – pelan terus menyerang sel beta dan
molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak.
Hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakit akut atau stress
dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari
kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati
klien dapat kembali pada status terkompensasi dengan durasi yang
berbeda – beda dimana pancreas kembali mengatur produksi
sejumlah insulin secara adekuat. Status kompensasi ini disebut
sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan untuk tigasampai
12 bulan proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak
dapat memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan.
Klien menjadi bergantung kepada pemberian insulin eksogem
(diproduksi di luar tubuh) untuk bertahan hidup.
Diabetes Mellitus tipe 2 Pathogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan
dari DM tipe 1. Respon terbatas sel beta terhadap hiperglikemia
tampak menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta
terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi
secara progresif kurang efisien ketika merespon peningkatan
glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat
kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio
proisulin(prekurso insulin) terhadap insuli tersekresi juga
meningkat. Proses patofisiologi ke 2 dalam DM tipe 2 adalah
resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun
jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin.
Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin

8
terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa
hepatic berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi.
Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak
untuk meningkatkan ambilan glukosa.Mekanisme penyebab
resistansi insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi
setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel.
Insulin adalah hormon pembangun (anabolic). Tanpa insulin, tiga
masalah metabolic mayor terjadi : 1) penurunan pemanfaatan
glukosa, 2) peningkatan mobilisasi lemak, dan 3) peningkatan
pemanfaatan protein.
5. Tanda dan gejala
a. Meningkatnya frekuensi buang air kecil
Karena sel-sel di tubuh tidak dapat menyerap glukosa, ginjal
mencoba mengeluarkan glukosa sebanyak mungkin.
Akibatnya, penderita jadi lebih sering kencing daripada
orang normal dan mengeluarkan lebih dari 5 liter air kencing
sehari. Ini berlanjut bahkan di malam hari. Penderita
terbangun beberapa kali untuk buang air kecil. Itu pertanda
ginjal berusaha singkirkan semua glukosa ekstra dalam
darah.
b. Rasa haus berlebihan
Dengan hilangnya air dari tubuh karena sering buang air
kecil, penderita merasa haus dan butuhkan banyak air. Rasa
haus yang berlebihan berarti tubuh Anda mencoba mengisi
kembali cairan yang hilang itu. Sering ‘pipis‘ dan rasa haus
berlebihan merupakan beberapa “cara tubuh Anda untuk
mencoba mengelola gula darah tinggi.
c. Penurunan berat badan
Kadar gula darah terlalu tinggi juga bisa menyebabkan
penurunan berat badan yang cepat. Karena hormon insulin
tidak mendapatkan glukosa untuk sel, yang digunakan

9
sebagai energi, tubuh memecah protein dari otot sebagai
sumber alternatif bahan bakar
d. Kelaparan
Rasa lapar yang berlebihan, merupakan tanda diabetes
lainnya. Ketika kadar gula darah merosot, tubuh mengira
belum diberi makan dan lebih menginginkan glukosa yang
dibutuhkan sel.
e. Penyembuhan lambat
Infeksi, luka, dan memar yang tidak sembuh dengan cepat
merupakan tanda diabetes lainnya. Hal ini biasanya terjadi
karena pembuluh darah mengalami kerusakan akibat glukosa
dalam jumlah berlebihan yang mengelilingi pembuluh darah
dan arteri. Diabetes mengurangi efisiensi sel progenitor
endotel atau EPC, yang melakukan perjalanan ke lokasi
cedera dan membantu pembuluh darah sembuhkan luka.
f. Infeksi jamur
“Diabetes dianggap sebagai keadaan imunosupresi,”
demikian Dr. Collazo-Clavell menjelaskan. Hal itu berarti
meningkatkan kerentanan terhadap berbagai infeksi,
meskipun yang paling umum adalah candida dan infeksi
jamur lainnya. Jamur dan bakteri tumbuh subur di
lingkungan yang kaya akan gula.
g. Iritasi genital
Kandungan glukosa yang tinggi dalam urin membuat daerah
genital jadi seperti sariawan dan akibatnya menyebabkan
pembengkakan dan gatal.
h. Keletihan dan mudah tersinggung
“Ketika orang memiliki kadar gula darah tinggi, tergantung
berapa lama sudah merasakannya, mereka kerap merasa tak
enak badan,” kata Dr. Collazo-Clavell. Bangun untuk pergi
ke kamar mandi beberapa kali di malam hari membuat orang

10
lelah. Akibatnya, bila lelah orang cenderung mudah
tersinggung.
i. Pandangan yang kabur
Penglihatan kabur atau atau sesekali melihat kilatan cahaya
merupakan akibat langsung kadar gula darah tinggi.
Membiarkan gula darah Anda tidak terkendali dalam waktu
lama bisa menyebabkan kerusakan permanen, bahkan
mungkin kebutaan. Pembuluh darah di retina menjadi lemah
setelah bertahun-tahun mengalami hiperglikemia dan mikro-
aneurisma, yang melepaskan protein berlemak yang disebut
eksudat.
j. Kesemutan atau mati rasa
Kesemutan dan mati rasa di tangan dan kaki, bersamaan
dengan rasa sakit yang membakar atau bengkak, adalah
tanda bahwa saraf sedang dirusak oleh diabetes. Masih
seperti penglihatan, jika kadar gula darah dibiarkan
merajalela terlalu lama, kerusakan saraf bisa menjadi
permanen. Pada diabetes, gula darah yang tinggi bertindak
bagaikan racun. Diabetes sering disebut ‘Silent Killer’ jika
gejalanya terabaikan dan ditemukan sudah terjadi
komplikasi.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
1) Glukosa darah puasa ( GDP ) : lebih dari 120 mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam PP ( post prandial ) : lebih dari
200 mg/dl
3) Glukosa darah acak : lebih dari 200 mg/dl
b. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan reduksi biasanya 3 x sehari dilakukan 30 menit
sebelum makan, dapat juga 4 x sehari, tapi lebih lazim
dilakukan 3 x sehari. Urine reduksi normal umumnya biru
bila terdapat glukosa dalam urine

11
1) Warna hijau ( + )
2) Warna kuning ( ++ )
3) Warna merah bata ( +++ )
4) Warna coklat ( ++++ ) Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan menggunakan fehling benedict dan ansipatik
( paper strip ).
c. Pemeriksaan penunjang Perlu dilakukan pada kelompok
dengan resiko tinggi untuk diabetes melitus yaitu
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 40 tahun )
2) Kegemukan
3) Tekanan darah tinggi
4) Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gr
5) Riwayat keluarga diabetes melitus
6) Riwayat diabetes melitus pada kehamilan
7) Dislipidemia

7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan DM dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita DM. Periode penatalaksanaan DM yaitu:
a. Jangka pendek, pada masa ini penatalaksanaan bertujuan
untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang, bertujuan untuk mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropati. Tujuan akhir adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas DM.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan dan lipid profile, melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku.

12
Pilar penatalaksanaan DM ada 4 yaitu:
a. Edukasi
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal,
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang
lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan pasien diabetes.
b. Terapi gizi medis
Keberhasilan terapi gizi medis (TGM) dapat dicapai dengan
melibatkan seluruh tim (dokter, ahli gizi, perawat, serta
pasien itu sendiri). Setiap pasien DM harus mendapat TGM
sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai sasaran terapi.
Pasien DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal, jenis dan 11 jumlah makanan, terutama
pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi seimbang baik karbohidrat, protein dan lemak
sesuai dengan kecukupan gizi: Karbohidrat: 6070%, protein:
10-15%, lemak: 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani untuk mempertahankan berat badan idaman.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menjaga
kebugaran, menurunkan berat badan, memperbaiki
sensitifitas insulin sehingga dapat mengendalikan kadar
glukosa darah. Latihan yang dianjurkan adalah latihan yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging

13
dan berenang. Latihan sebaiknya dilakukan sesuai umur dam
status kesegaran jasmani. Pada individu yang relative sehat,
intensitas latihan dapat ditingkatkan, sedangkan yang sudah
mengalami komplikasi DM latihan dapat dikurangi.
d. Insulin
Pemberian insulin lebih dini akan menunujukkan hasil klinis
yang lebih baik, terutama masalah glukotosisitas. Hal ini
menunjukkan hasil perbaikkan fungsi sel beta
pankreas.Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endetol,
menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis
serta memperbaiki profil lipid. Insulin diperlukan pada
keadaan:
1) Penurunan berat badan yang cepat,
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
3) Ketoasidosis diabetik,
4) Hiperglikemia dengan asidosis laktat,
5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir
maksimal,
6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, stroke,
infark miokardial),
7) Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat,
8) Kontraindikasi dan ataua alergi OHO

8. Komplikasi
Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan
menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata,
ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain.

a. Pembuluh darah Sirkulasi yg jelek menyebabkan


penyembuhan luka yg jelek dan bisa menyebabkan penyakit
jantung, stroke, gangren kaki dan tangan, impoten dan
infeksi.

14
b. Mata Gangguan penglihatan dan pada akhirnya bisa terjadi
kebutaan.
c. Ginjal Fungsi ginjal yg buruk Gagal ginjal.
d. Saraf
1) Kelemahan tungkai yg terjadi secara tibatiba atau
secara perlahan.
2) Berkurangnya rasa, kesemutan dan nyeri di tangan
dan kaki.
3) Kerusakan saraf menahun.
e. Sistem saraf otonom
1) Tekanan darah yang naik turun
2) Kesulitan menelan dan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
f. Kulit
1) Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
2) Penyembuhan luka yg jelek
g. Darah Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran
kemih dan kulit.
h. Jaringan ikat Sindroma terowongan karpal Kontraktur
Dupuytren. (Tanto. Dkk, 2014) G. Pemeriksaan diagnost

9. Disharge planning

a. Pertimbangan Pulang Pasien Diabetes Mellitus

1) Perawatan evaluasi
2) Modifikasi diet
3) Tanda dan gejala hipoglikemia dengan intervensi
4) Penatalaksanaan terapi insulin
5) Pemantauan glukosa darah

b. Penatalaksanaan Diabetes Militus Pada dasarnya,


pengelolaan diabetes mellitus dimulai dengan pengaturan
makan disertai dengan latihan jasmani yang cukup selama

15
beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa
darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik
yang diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik
dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin
sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolic berat, misalnya ketoasidosis, diabetes dengan
stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin
dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat anti
diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan
dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa
darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah,
setelah Mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI,
2006). Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes
Mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(Konsensus PERKENI, 2011) meliputi edukasi, terapi nutrisi
medis, aktivitas fisik dan manajemen obat.

B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan kegiatan menganalisis informasi yang
dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menilai suatu keadaan normal
atau abnormal, kemudian nantinya akan digunakan sebagai
pertimbangan dengan diagnosa keperawatan yang berfokus pada
masalah atau risiko. Pengkajian harus dilakukan dengan dua tahap yaitu
pengumpulan data (informasi subjektif maupun objektif) dan
peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Pengkajian
melibatkan beberapa langkah salah satunya yaitu pengkajian skrining.
Dalam pengkajian skrining hal yang pertama dilakukan adalah
pengumpulan data. Pengumpulan data merupakan pengumpulan
informasi tentang pasien yang dilakukan secara sistemastis. Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara (anamnesa),
pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik (pshysical assessment).

16
Langkah selanjutnya setelah pengumpulan data yaitu lakukan analisis
data dan pengelompokan informasi.
Terdapat lima kategori data yang harus dikaji yaitu fisiologis,
psikologis, perilaku, relasional, dan lingkungan, di mana setiap kategori
terdiri dari beberapa subkategori. Subkategori tersebut diantaranya
respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi.
Masalah intoleransi aktivitas termasuk ke dalam kategori fisiologis dan
subkategori aktivitas dan istirahat. Pengkajian keperawatan fokus
intoleransi aktivitas pada pasien Diabetes Melitus + Diabetic Foot
adalah pasien mengeluh lelah, merasa lemah, dan merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.
Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap
selanjutnya. Data yang komprehensif dan valid akan menentukan
penetapan diagnosis keperawatan dengan tepat dan benar, serta
selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan keperawatan. Tujuan
dari pengkajian adalah didapatkannya data yang komprehensif yang
mencakup data biopsiko dan spiritual. Adapun teknik atau metode
pengumpulan data yaitu dengan wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, tes diagnostik (Tarwoto & Martonah, 2015). Tanda dan gejala
seorang pasien dengan Diabetes Melitus + Diabetic Foot mengalami
intoleransi aktivitas terbagi dalam gejala dan tanda mayor dan minor,
yang mana keduanya diproyeksikan secara subjektif dan objektif
sebagai berikut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

17
respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan dalam penelitian
ini menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Terdapat dua jenis diagnosa keperawatan yaitu diagnosis negatif dan
diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam
kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan
diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan
yang bersifat penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis ini
terdiri dari diagnosis aktual dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis
positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat
mencapai kondisi yang lebih optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan
diagnosis promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Masalah intoleransi aktivitas termasuk dalam diagnosis negatif yang
bersifat aktual. Diagnosis ini menggambarkan respon pasien terhadap
kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan pasien
mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat
ditemukan dan divalidasi pada pasien (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu
masalah (problem) atau label diagnosis dan indikator diagnostik.
Masalah (problem) merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respon pasien terhadap kondisi kesehatan atau
proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri dari deskriptor atau
penjelas dan fokus diagnostik. Intoleransi adalah deskriptor dan
aktivitas merupakan fokus diagnostik. Indikator diagnostik terdiri dari
penyebab, tanda/gejala, dan faktor risiko. Pada diagnosis aktual,
indikator diagnostiknya terdiri dari penyebab dan tanda/gejala (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Proses penegakan diagnosis (diagnostic
process) atau mendiagnosis merupakan suatu proses sistematis yang
terdiri dari tiga tahap yaitu, analisis data, identifikasi masalah, dan
perumusan diagnosis. Analisis data dilakukan dengan membandingkan
data dengan nilai normal juga dengan mengelompokkan data yang

18
artinya tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokkan
berdasarkan pola kebutuhan dasar. Selanjutnya adalah identifikasi
masalah, setelah data dianalisis, perawat dan pasien bersama-sama
mengidentifikasi masalah aktual. Pernyataan masalah kesehatan
merujuk ke label diagnosis keperawatan. Terakhir yaitu perumusan
diagnosis keperawatan yang disesuaikan dengan jenis diagnosis
diagnosis keperawatan. Metode penulisan pada diagnosis aktual terdiri
dari masalah, penyebab, dan tanda/gejala (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
Penulisan diagnosis keperawatan yang diangkat adalah
intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen dibuktikan dengan mengeluh lelah,
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea
saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa
lemah, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, sianosis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
3. Intervensi (Perencanaan)
Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Klasifikasi
intervensi keperawatan intoleransi aktivitas termasuk dalam kategori
fisiologis yang merupakan intervensi keperawatan yang ditujukan
untuk mendukung fungsi fisik dan regulasi homeostatis dan termasuk
dalam subkategori aktivitas dan istirahat yang memuat kelompok
intervensi yang memulihkan fungsi muskuloskeletal, penggunaan
energi serta istirahat/tidur (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Luaran
(Outcome) Keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien,
keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi
keperawatan. Luaran keperawatan menunjukkan status diagnosis
keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan. Hasil akhir
intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator atau

19
kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran
keperawatan yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif
(perlu diturunkan) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama
luaran keperawatan berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi
(penilaian terhadap hasil yang diharapkan, meningkat, menurun, atau
membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien yang dapat diamati atau
diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil
intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-
based). Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat
yang artinya bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat
atau tingkatan, menurun artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah
maupun derajat atau tingkatan, membaik artinya menimbulkan efek
yang lebih baik, adekuat, atau efektif (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018). Pemilihan luaran keperawatan tetap harus didasarkan pada
penilaian klinis dengan mempertimbangkan kondisi pasien, keluarga,
kelompok, atau komunitas (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Intervensi keperawatan ini terdiri dari intervensi utama dan intervensi
pendukung. Intervensi utama dari diagnosa keperawatan intoleransi
aktivitas adalah manajemen energi dan terapi aktivitas. Intervensi
pendukung diantaranya dukungan ambulasi, dukungan kepatuhan
program pengobatan, dukungan meditasi, dukungan pemeliharaan
rumah, dukungan perawatan diri, dukungan spiritual, dukungan tidur,
edukasi latihan fisik, edukasi teknik ambulasi, edukasi pengukuran nadi
radialis, manajemen aritmia, manajemen lingkungan, manajemen
medikasi, manajemen mood, manajemen program latihan, pemantauan
tanda vital, pemberian obat, pemberian obat inhalasi, pemberian obat
intravena, pemberian obat oral, penentuan tujuan bersama, promosi
berat badan, promosi dukungan keluarga, promosi latihan fisik,
rehabilitasi jantung, rehabilitasi bantuan hewan, terapi musik. Dalam
setiap intervensi keperawatan yang dibuat terdapat rencana tindakan

20
meliputi observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi yang dijabarkan
dalam tabel berikut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan yang sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai
dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif, dan
selalu didokumentasikan menurut urutan waktu. Tujuan
pendokumentasian tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Mengomunikasikan/memberitahukan tindakan keperawatan
dan rencana perawatan selanjutnya pada perawat lain.
b. Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan
yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah pasien.
c. Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan
maksud mengenal masalah pasien di atas.
d. Sebagai dasar untuk mengetahui efektivitas perencanaan jika
diperlukan untuk merevisi perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dicatat menyesuaikan dengan setiap
diagnosa keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan
yaitu SOAP meliputi data subjektif (S) yang berisikan pernyataan atau
keluhan dari pasien, data objektif (O) yaitu data yang diobservasi oleh
perawat atau keluarga di mana data subjektif dan data objektif harus
relevan dengan diagnosa keperawatan yang dievaluasi. Selanjutnya
analisis/assesment (A) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dikatakan tujuan tercapai apabila pasien
mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada

21
tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya
tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien
tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
tujuan.
Evaluasi hanya bisa dilakukan apabila tujuan dapat diukur. Pada
beberapa kasus, tujuan tidak dapat dicapai karena kondisi pasien. Oleh
karena itu, perawat bersama-sama dengan pasien kembali menyusun
tujuan yang diharapkan dapat diukur. Meskipun faktor-faktor ini
diidentifikasi pada tahap pengkajian, tetapi faktor ini harus dinilai lagi
pada tahap evaluasi terutama pada saat persiapan/perencanaan pasien
pulang. Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil evaluasi adalah
sebagai berikut :
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang memengaruhi
pencapaian tujuan.
c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan diteruskan atau
dihentikan.
d. Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.
Pada pasien dengan intoleransi aktivitas, indikator evaluasi yang
diharapkan yaitu: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)
a. Tingkat keletihan menurun,
b. Kelemahan yang berkurang,
c. Mampu mempertahankan kemampuan aktivitas seoptimal
mungkin,
d. Status kenyamanan meningkat.

22
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang
ditandai denganhiperglikemia dan kelainan (abnormalitas) dalam metabolism
karbohidrat, lemak dan protein. Gangguan metabolik ini disebabkan oleh
adanya kerusakan sekresi insulin, sensiti1itas insulin,atau keduanya.
Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran atau curahan,
sedangkan mellitus atau melitus artinya gula atau madu. Dengan demikian
secara bahasa, diabetes melitus adalah cairan dari tubuh yang banyak
mengandung gula, yang dimaksud dalam hal ini adalah air kencing. Dengan
demikian, diabetes militus secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh
tidak dapat menghasilkan hormone insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak
dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam hal ini
terjadi lonjakan gula dalam darah melebihi normal (Mughfuri,2016).
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Soelistidjo, 2015).
2. Saran
Sebaiknya mahasiswa(i) harus lebih memahami mengenai penyakit diabetes
mellitus, besertadengan gejala dan pengobatannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, K (2015). Memahami berbagai penyakit (penyebab, gejala, penularan,


pengobatan, pemulihan, dan pencegahan).
Mughfuri, A. (2016). Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Salemba
Medika: jAKARTA
Soelistidjo, D. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 Tahun 2015. PB. Perkeni: Jakarta
World Health Organization (2016). Global report on diabetes.
https://puspadatin.kemenkes.go.id
Brunner & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA international (2018). Pengkajian diabetes melitus
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. edisi
1. cetakan III

24
RIVIEW JURNAL

No Judul Artikel Nama Tempat dan Metode Hasil Pembahasan Akreditasi


Peneliti tahun Artikel
1. Perilaku Self Dwi siwi Keperawata Kuesioner ini Hasil Mengetahui Fakultas
merupakan
Management handayani n padjajaran penelitian gambaran keperawatan
hasil
Pasien , 2013 modifikasi menunjukkan perilaku self universitas
dari
Diabetes lebih dari management padjajaran
kuesioner
Melitus (DM) The setengah pasien DM dari
Summary of
responsden aspek diet,
Diabetes Self
Care Activity (64,9%) lima medikasi,
(SDSCA)
aspek self- olahraga,
(Toobert,dkk
management pemantauan
tahun 2000)
dilakukan kadar gula
dan Diabetes
dengan darah dan
Self
sangat baik. perawatan
Management
Hampir kaki.
iInstrument
semua
(SMI).
responden
(94,7%)
melakukan
medikasi
dengan baik,
lebih dari
setengah
responden
melakukan
diet (69,1%),
olahraga
(61,7%) dan
perawatan
kaki 77,7%)

25
dilakukan
dengan baik.
Namun hanya
25,5% orang
responden
yang sudah
melakukan
pemantauan
gula darah
dengan baik
2. Faktor yang Marice Puslitbang Responden Proporsi Mendapatkan Journal
Berhubungan sihombing Sumber telah hipertensi faktor yang article//
dengan , 2017 Daya dan didiagnosisi sebesari51,8 berhubungan Buletin
Hipertensi Pelayanan DM oleh % (95%CI: dengan Penelitian
pada Kesehatan , dokter atau 49,4- hipertensi pada Kesehatan
Penduduk jakarta 2017 sedang 54,2),laki- penduduk DM
Indonesia minum obat laki (45,8%), di Indonesia
yang DM dari hasil perempuan berdasarkan
Menderita wawancara (55,4%) data Riskesdasi
Diabetes atau kadar dengan ip ≥ 2013
Melitus glukosa darah 0,05.Risiko
memenuhi peningkatan
kriteria DM hipertensi
menurut pada
konsensus kelompok
Perkeni 2011 umur≥45tahu
n
sebesar2,63k
ali, resiko
gangguan
mental secara
emosional

26
2,19
kali,resiko
obesitasi
sentral
sebanyak
1,75 kali,
kolesterol
total 1,68
kali, resiko
obesitas
umum1,57
kali,
tidakbekerja
1,39kali,
pendidikan
rendah1,30
kali
3. Beban Adianta, i Stikes bali , Kuesioner Hasil studi Mengidentifika Jurnal riset
Keluarga si
Ketut Alit 2018 menunjukkan kesehatan
Pada Beban keluarga
Penderita Wardianti, bahwa beban nasional
pasien DM
Diabetes
Gusti Ayu objektif
Melitus Tipe Tipe II
II keluarga
dengan beban
ringan 24,5%,
sedang 8,8%,
dan berat
66,7%. beban
subjektif
yang
menunjukkan
beban ringan
6,9%, sedang

27
70,6%, dan
berat 22,5%
4. Riwayat Arif Kediri , - Hasil Mengetahui Jurnal ilmiah
Penyakit
Nurma 2016 didapatkan hubungan ilmu
Keluarga
dengan Etika, Via sebagian antara riwayat kesehatan
Kejadian DM
Monalisa besari yakni keluarga
25 (56,8%) dengan
responden kejadian
tidak diabetes
menderita mellitus pada
diabetes pasien di
mellitus, Wilayah Kerja
sebagian Puskesmas
besar Ngadiluwih
keluarga Kabupaten
responden Kediri
yakni 24
(54,5%) tidak
memiliki
riwayat
diabetes
melitus.

28

Anda mungkin juga menyukai