Anda di halaman 1dari 39

PENYAKIT DIABETES JIVENILE

Dosen Mata Kuliah :

Ns Sri Yulianti, S.Kep., M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 6

Jihan Rizki Annisa 201601067


Magvhira 201601069

Agustina 201601052

STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


2018
LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Defenisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, diabetes melitus
adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin,
ataupun keduanya.
Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan
oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang atau berhenti.
Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent
diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan
dengan rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi
kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun
orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan
membentengi tubuh dari bakteri dan substansi-substansi atau virus yang menyusup ke
dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1, tanpa alasan yang pasti, sistem imun
menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan menyebabkan terhambatnya
produksi hormon insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat
sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam darah semakin
meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan energi yang
cukup.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi
Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan frekuensi urinasi
(buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula. Saat gula darah
keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air, sehingga
mengakibatkan dehidrasi.
2. Kehilangan berat badan
Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energi bagi tubuh. Glukosa
yang terbuang bersama urin juga mengandung banyak nutrisi dan kalori yang
diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita diabetes tipe 1 juga akan
kehilangan berat badannya secara drastis.
3. Kerusakan tubuh
Tingginya level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
tubuh. Kondisi ini juga akan merusak pembuluh darah kecil pada mata, ginjal dan
jantung. Penderita diabetes beresiko tinggi mengalami serangan jantung dan stroke.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

B. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas
sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke
duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya
yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a) Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b) Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di
depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria
mesenterica superior dari aorta.
c) Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d) Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
2. Hubungan
a) Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon
transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b) Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan
vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior,
musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan
hilum lienale.
3. Vaskularisasi
a) Arteriae
1) A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
2) A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
3) A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang
A.lienalis
b) Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
c) Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan
mesenterica superiores.
d) Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
e) Ductus Pancreaticus
1) Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput,
menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars
desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus
choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang
muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
2) Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus
pada papilla duodeni minor.
3) Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara
ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda).
Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum,
yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.
(Richard S. Snell, 2000)

Gambar : Ductus Pancreaticus pada Pankreas


2. Histologi Pankreas
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi
tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
a) Bagian Eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan
merupakan tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular, dikelilingi
lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun
mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat sel mioepitel. Di antara asini,
terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf
dan saluran keluar.

Gambar : Sel-sel Asinar pada Pankreas

b) Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh
pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan berdiameter
20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak
ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pancreas (Derek Punsalam,
2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin
di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau (Anonymous,
2009). Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-
masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans
mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa
jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam,
2009)
Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat
macam:
1) Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,
mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti
kadang tidak teratur.
2) Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak
dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih
dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau
poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak.
3) Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja
dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
4) Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F
berasal dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)

Gambar : Sel-sel pulau Langerhans


3. Fisiologi Pankreas
a) Eksokrin
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis
makanan utama : protein, karbohidrat, dan lemak. Ia juga mengandung ion
bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam
menetralkan kimus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim petama memecahkan keseluruhan
dan secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan neklease memecahkan
kedua jenis asam nukleat : asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang
menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa
untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak
adalah lipase pankreas, yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam
lemak dan kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada
dalam bentuk tidak aktif ; tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase,
yang semuanya secara enzimtik tidak aktif. Zat-zat ini hanya menjadi aktif setelah
mereka disekresi ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim
yang dinamakan enterokinase, yang disekresi oleh mukosa usus ketike kimus
mengadakan kontak dengan mukosa. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh tripsin
yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi kimotripsin,
dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak diaktifkan sampai
mereka disekresi ke dalam usus halus, karena tripsin dan enzim-enzim lain akan
mencernakan pankreas sendiri. Sel-sel yang sama, yang mensekresi enzim-enzim
proteolitik ke dalam asinus pankreas serentak juga mensekresikan tripsin inhibitor.
Zat ini disimpan dalam sitoplasma sl-sel kelenjar sekitar granula-granula enzim,
dan mencegah pengaktifan tripsin di dalam sel sekretoris dan dalam asinus dan
duktus pankreas.
pankreas rusak berat atau bila saluran terhambat, sjumlah besar sekret
pankreas tertimbun dalam daerah yang rusak dari pankreas. Dalam keadaan ini,
efek tripsin inhibitor kadang-kadang kewalahan, dan dalam keadaan ini sekret
pankreas dengan cepat diaktifkan dan secara harfiah mencernakan seluruh pankreas
dalam beberapa jam, menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal
ini sering menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak
mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar
pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion bikarbonat,
terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil yang terletak di depan
asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila pankreas dirangsang untuk
mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar – yaitu air dan ion bikarbonat
dalam jumlah besar – konsentrasi ion bikarbonat dapat meningkat sampai 145
mEq/liter.
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice, cairan
jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak mengandung air,
beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim. Sodium bikarbonat
memberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic juice sehingga menghentikan
gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang sesuai bagi enzim-
enzim dalam usus halus.
Enzim-enzim dalam pancreatic juice termasuk enzim pencernaan
karbohidrat bernama pankreatik amilase; beberapa enzim pencernaan protein
dinamakan tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase; enzim pencernaan lemak yang
utama dalam tubuh orang dewasa dinamakan pankreatik lipase; enzim pencernaan
asam nukleat dinamakan ribonuklease dan deoksiribonuklease.
Seperti pepsin yang diproduksikan dalam perut dengan bentuk inaktifnya
atau pepsinogen, begitu pula enzim pencernaan protein dari pankreas. Hal ini
mencegah enzim-enzim dari sel-sel pencernaan pankreas.
Enzim tripsin yang aktif disekresikan dalam bentuk inaktif dinamakan
tripsinogen. Aktivasinya untuk tripsin diselesaikan dalam usus halus oleh suatu
enzim yang disekresikan oleh mukosa usus halus ketika bubur chyme ini tiba dalam
kontak dengan mukosa. Enzim aktivasi dinamakan enterokinase. Kimotripsin
diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin dari bentuk inaktifnya, kimotripsinogen.
Karboksipeptidase juga diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin. Bentuk inaktifnya
dinamakan prokarboksipeptidase.

b) Endokrin
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel
epitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/
kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
1) Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino
yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam
komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini
12
biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatu
insulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin
bersifat antigenik.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian
dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam
granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel
melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula
berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui
eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan
endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit.
Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin
dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim
utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel yang
mengalami internalisasi bersama insulin.
Pada orang normal, pankreas mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat, tetapi pada penderita
diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali.

2) Glukagon
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29n
residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil dari
sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan kadar
glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini dengan mempercepat konversi dari
glikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam amino, gliserol, dan
asam laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati mengeluarkan
glukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah meningkat.
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darah
melalui sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai di
bawah normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhans
merangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah
meningkat, tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya
diperlambat.
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-sel alfa
mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar gula darah
yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan yang mengandung
protein bisa meningkatkan kadar asam amino darah juga menyebabkan
peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat oleh GHIH
(somatostatin).
Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila diperfusi melewati hati
atau apabila diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau otot. Glukagon juga
diinaktifkan oleh inkubasi dengan darah. Indikasinya ialah bahwa glukagon
14

dihancurkan oleh sistem enzim yang sama dengan sistem yang menghancurkan
insulin dan protein-protein lain.

Gambar : Regulasi Insulin dan Glukagon


3) Somatostatin
Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas. Somatostatin
menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pankreas dan mungkin
bekerja lokal di dalam pulau-pulau pankreas. Penderita tumor pankreas
somatostatin mengalami hiperglikemia dan gejala-gejala diabetes lain yang
menghilang setelah tumor diangkat. Para pasien tersebut juga mengalami
dispepsia akibat lambatnya pengosongan lambung dan penurunan sekresi asam
lambung, dan batu empedu, yang tercetus oleh penurunan kontraksi kandung
empedu.
Sekresi somatostatin pankreas meningkat oleh beberapa rangsangan yang
juga merangsang sekresi insulin, yakni glukosa dan asam amino, terutama
arginin dan leusin. Sekresi juga ditingkatkan oleh CCK. Somatostatin
dikeluarkan dari pankreas dan saluran cerna ke dalam darah perifer.
15
4) Polipeptida pancreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang
dibentuk oleh sel F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat dengan
polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin hormon saluran
cerna ; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan sistem saraf otonom.
Sekresi polipeptida ini meningkat oleh makanan yang mengandung protein,
puasa, olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya menurun oleh somatostatin
dan glukosa intravena. Pemberian infus leusin, arginin, dan alanin tidak
mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi makanan berprotein mungkin
diperantarai secara tidak langsung. Pada manusia, polipeptida pankreas
memperlambat penyerapan makanan, dan hormon ini mungkin memperkecil
fluktuasi dalam penyerapan. Namun, fungsi faal sebenarnya masih belum
diketahui.

C. Aspek Epidemiologi
Kasus diabetes tipe 1 terjadi sebesar 10 % dari keseluruhan kasus diabetes melitus,
sedangkan kasus diabetes tipe 2 terjadi sebesar 90% dari keseluruhan kasus diabetes.
Kasus diabetes idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya terjadi sekitar 1 – 2 %
kasus (Dipiro et al., 2015).
Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 9.116.030 orang dan 4.854.290 orang diantaranya tidak terdiagnosa.
Jumlah penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada tahun
2035 diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 205 juta orang (IDF,
2014).

D. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.
Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
(Smeltzer, 2002) :
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA(human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.

E. Patofisiologi
Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi insulin. Defisiensi
insulin dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid, protein, dan glukosa (Raju
dan Raju, 2010 dalam Ozougwu et al., 2013).
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang
berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA
yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau
mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun
terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan
istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi
air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi
glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan
glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan
protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya
terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan
keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut
ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi
glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan
hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat
merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan
bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang
berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan
suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon
semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen
untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).
Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan Tipe 2 adalah sebagai barikut :

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Penderita menghasilkan sedikit insulin Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang


atau sama sekali tidak menghasilkan kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi
insulin. tubuh membentuk kekebalan terhadap
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin
relatif.

Umumnya terjadi sebelum usia 30 Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tahun, yaitu anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
lingkungan (berupa infeksi virus atau obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
faktor gizi pada masa kanak-kanak mengalami obesitas. Tipe 2 merupakan suatu
atau dewasa awal) menyebabkan proses jangka panjang dalam tubuh dimana
sistem kekebalan menghancurkan sel pola hidup dan pola makan yang salah
penghasil insulin di pankreas. Untuk membuat organ tubuh menjadi rusak, dan
terjadinya hal ini diperlukan tidak mampu berfungsi baik lagi.
kecenderungan genetik.

90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
mengalami kerusakan permanen. diturunkan secara genetik dalam keluarga.
Terjadi kekurangan insulin yang berat
dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur.
F. Pathway
Kerusakan sel β pankreas

Insufisiensi Insulin

Gangguan Metabolisme Karbohidrat Gula darah tetap tinggi (puasa)


lemak & Protein
F.
Peningkatan Lipolisis Menurunnya penggunaan Peningkatan Glukoneogenesis &
G. glukosa sel glikogenolisis

Oksidasi asam Peningkatan glukosa


H. meningkat Sel semakin kekurangan nutrisi
lemak darah (Hiperglikemi)
BB Turun
Ketonemia Glukosuria + diuresis
I. Fatique
osmotik
Defisit Rasa Lapar
J.Ketonuria Kehilangan cairan elektrolit K+, Na+ Berlebihan
lewat uirne (Poliuri) (Polifagi)
Ketoasidosis
PK Hipokalemia
Dehidrasi
K.Bau Aseton
Nafas
PK. Syok PK Hiponatremi
Hipovolemi
PK
L. Asidosis
Metabolik Penurunan
Gatal
Kesadaran
M. muntah,
Mual, Koma
Hiperventilasi
N. Ulkus sulit sembuh

PK Sepsis Nekrosis jaringan


O. kurang dari
Nutrisi
kebutuhan
P. tubuh

Impuls ke reseptor nyeri Gangguan integritas kulit

Gangguan rasa nyaman nyeri


G. Manifestasi klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM


umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Manifestasi
klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada
sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus.
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
6. Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila
tidak diterapi dengan baik.

H. Klasifikasi

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut (Audehm et al.,


2014 dan Perkeni, 2011) :
1. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama
untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia
gravis. Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada
usia sekitar 30 - 50 tahun.

I. Pencegahan

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes melitus belum
dimulai (pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses
penyakit diabetes melitus.
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya yang
ditujukan kepada orang-orang sehat dan yang termasuk ke dalam kategori
beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit diabetes
melitus tapi berpotensi terkena diabetes melitus.
Sasaran pada penyakit diabetes melitus adalah orang-orang yang belum
terkena penyakit diabetes melitus dan orang-orang yang beresiko terkena
penyakit diabetes melitus.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden penyakit diabetes
melitus dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya.
Upaya –upaya yang dilakukan dalam Pencegahan primer diabetes
melitus meliputi:
a) Penyuluhan Kesehatan
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
1) Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah.
2) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
b) Mempertahankan berat badan normal.
c) Melakukan kegiatan jasmani atau olahraga yang cukup sesuai umur dan
kemampuan.

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit diabetes melitus sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala
sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak
berlanjut dan mencegah komplikasi dari diabetes melitus.
Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes melitus adalah masyarakat
yang sudah terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus.
Tujuan pencegahan sekunder pada diabetes melitus yakni menghentikan
proses penyakit diabetes melitus lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Bentuk
Kegiatan Yang Dilakukan meliputi :
a) Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes
melitus sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.
b) Pengobatan
c) Diet dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi
makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
d) Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan
normal.
e) Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
f) Penyuluhan mengenai penyakit diabetes mellitus
g) Terapi insulin untuk diabetes mellitus
h) Pencegahan komplikasi akut dan kronis

3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang
dilakukan saat proses penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode
patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan
penderita diabetes mellitus ke status sehat.
Tujuan pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan,
memperkecil penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Bentuk
kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari :
a) Rehabilitasi fisik
Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan fisik
semaksimal-maksimalnya.
b) Rehabilitasi mental
Agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri
dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-
kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu
mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c) Rehabilitasi sosia vakasional
Tujuannya supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati
suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat agar kapasitas kerja yang
semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan dan ketidak
mampuan.
d) Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan
rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu
sendiri tidak dapat dikembalikan. Usaha pengembalian bekas
penderitadiabetes mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan
dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan
memahami keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya didalam
masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan
dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang
berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.

J. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin
dan glukosa dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik.
Tujuan terapi dari setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadnya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri dari
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan (Smeltzer, 2002)
1. Penatalaksanaan secara keperawatan
a) Penyuluhan/pendidikan kesehatan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal,
dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik
(Long, 1996)
b) Perencanaan makan
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI)
telah ditetapkan bahwa standart yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi yang seimbang. Pada saat ini, Perhimpunan diabetes amerika dan
perhimpunan diabetes amerikan merekomendasikan bahwa untuk semua
tingkat asupan kalori, makan 50 % hingga 60 % kalori berasal dari
karbohidrat, 20-30 % berasal dari lemak dan 12-20 % lainya berasal dari
protein. Rekomendasi ini juga konsisten dengan rekomendasi dari the
american heart asociation dan american cancer sosiety.
Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai
70-75 % juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan
ekonomi yang rendah. Jumlah kalori disesuiakan dengan pertumbuhan, usia,
statrus gizi, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan
ideal (Mirza, 2009)
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara: kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan manis dan
perbanyak makanan banyak serat.
c) Latihan/olahraga
Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah
karena membuat kerja insulin lebih efektif dengan cara meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Olahraga sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat
badan, mengurangi rasa stress, mengurangi faktor resiko kardiovaskuler dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat-berat

2. Penatalaksanaan secara medis


a) Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik,
dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
1) Sulfoniurea
Mekanisme aksi sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin
endogen dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonilurea spesifik
pada sel β pankreas. Sulfonilurea yaitu mampu menurunkan kadar A1C
15 sekitar 0,8 %. Contoh obat golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid,
klorpropamid, glimepirid, dan gliburid. Efek samping golongan
sulfonilurea adalah hipoglikemia, ruam, diare, muntah. Penggunaan
glibenklamid dan glimepirid pada pasien yang berusia tua dan pasien
dengan komplikasi neuropati atau nefropati memiliki risiko besar
mengalami hipoglikemia (Audehm et al., 2014 dan Harper, 2013).
2) Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Dianjurkan untuk pasien gemuk.
3) Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
4) Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.

b) Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis,
kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai
jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja
cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan
campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin

a) pemberian /penyuntikan hormone insulin


b) Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone Cara
insulin.
c) Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi


insulin. Tujuan terapi ini terutama untuk :

a) Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati


normal.
b) Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
c) Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti
program diet dan olahraga secara teratur.

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :


a) Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b) Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c) Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
d) Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
e) Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
a) Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
b) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
c) Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
d) Mixed Insulin
e) Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
f) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/SC),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke dalam pembuluh vena
(intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini
berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon
periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal
dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali
dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan
menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha,
lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam
lemari es pada suhu 4-80C.

K. Komplikasi
Komplikasi pada DM tipe 1 dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut
dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a) Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga
hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
b) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia
dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya
tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar,
palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.

2. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki


tahun ke 5)
a) Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-
otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan,
neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika
hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi
ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur
poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan
sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf
terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
b) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
1) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
2) Hiperlipoproteinemia
3) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka
dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup
efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus di ketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan pekerjaan klien,dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien dengan efusi pleura di
dapatka keluhan berupa terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta
bentuk nonproduktif.
a) Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan berat dada
menurun.
b) Riwayat penyakit dahulu
Perlu di tanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru, pneumonia, gagal jantung, trauma asites, dan sebagainya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Perlu di tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru,
asma, TB paru, dan lain sebagainya.

2. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus Menurut (Doenges, 2000) pengkajian meliputi :
a) Aktivitas istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang
menurun atau tak ada. Distritmia. Krekels; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering dan kemerahan; bola mata cekung.
c) Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri tekan
abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut,
bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asitesis. Bising usus
lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
e) Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari atau minggu. Haus. Penggunaan
diaretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan atau distensi
abdomen, muntah. Pembesaran iroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
f) Neurosenseri
Gejala : Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas. Kelemahan pada
otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon
dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).
g) Nyeri Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
h) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
i) Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda : Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k) Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung, Stroke, Hipertensi,
fenobarbital penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti
steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan dapat meningatkan kadar
glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien
tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun,
terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam
penurunan tonus otot.
b) Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang
menandakan terjadi hipertensi.
c) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya
tidak jauh berbeda.
a) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
1) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
2) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody. ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut (Doenges, 2000) diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien
adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
4. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endosen =
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
5. Kelemahan fisik berhubungan dengan penurunan produksi metabolik energi.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif
yang tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.

C. Intervensi
Adapun rencana keperawatan yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperalikemia).
Rencana tindakan :
a) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan dengan lamanya,
intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan cairan total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada sebelumnya.
b) Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orto statik.
Rasional : Hipovolemia dapat diartikan oleh hipotensi dan tachicardia,
perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat diukur ketika sistolik turun 10
mmHg.
c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
d) Kaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional : indikator terjadinya dehidrasi pada klien.
e) Ukur BB setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang akurat terhadap status cairan.
f) Kolaborasi dalam pembemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : memberikan pemenuhan cairan yang dibutuhkan
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak)
Rencana Tindakan :
a) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
b) Tentukan program diet pasangan dan pola makan klien, dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan oleh pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terpeutik.
c) Berikan makan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan
segera.
Rasional : pemberian makan melalui oral akan lebih baik.
d) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik
kultur.
Rasional : kerjasama ini dapat dilanjutkan setelah klien pulang.
e) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan rasa kebersamaanya dan menambah informasi yang
dibutuhkan keluarga.
f) Berkolaborasi dengan pemeriksaan gula darah.
Rasional : memantau kadar gula dalam darah.

3. Resti infeksi terhadap sepsis b/d kadar glukosa tinggi.


Rencana Tindakan :
a) Observasi adanya tanda – tanda peradangan seperti demam, kemerahan, adanya
pus pada luka.
Rasional : Pasien mungkin telah masuk dengan infeksi yang telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis
b) Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menajdi media yang
baik bagi kuman.
c) Berikan perawatan luka secara teratur.
Rasional : mengurangi terjadinya infeksi lebih lanjut.
d) Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.
Rasional : menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
e) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Rasional : mengindentifikasi organisme yang masuk kedalam tubuh.
f) Berikan antibiotic yang sesuai.
Rasional : penangan awal dapat membantu terjadinya sepsis.

4. Perubahan sensori perseptual : resiko tinggi terhadap perubahan kima endogen.


Rencana Tindakan :
a) Pantau tanda – tanda vital dan status mental pasien
Rasional : sebagai dasar temuan untuk intervenso yang tepat.
b) Panggil pasien dengan nama, orientasikan tempat ruangan, dan kebutuhannya
Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak.
c) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin.
Rasional : membantu pasien tetap berhubungan dengan realitas.
d) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat
pasien
Rasional : meningkatkan tidur, dan mengurangi rasa letih pada pasien.
e) Berikan tempat tidur yang lembut
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kerusakan kulit.

5. Ketidakberdayan b/d proses penyakit jangka panjang.


Rencana Tindakan :
a) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan
dirumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi area perhatiannya dan pemecahan masalah.
b) Kaji bagaimana klien telah menangani masalahnya di masa lalu
Rasional: pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan
terhadap tujuan penanganan.
c) Tentukan tujuan atau harapan keluarga dan klien.
Rasional : harapan yang tidak realistis dapat membuat klien dan keluarga
tertekan. dan frustasi

6. Kelemahan fisik b/d penurunan produksi energi metabolik.


Rencana Tindakan :
a) Diskusikan dengan pasien akan kebutuhan aktifitas.
Rasional : pendidikan dapat memotivasi klien untuk melakukan personal
hygiene dan aktivitas.
b) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan.
c) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
d) Diskusikan cara menghemat energi ketika ke kamar mandi atau berpindah
tempat.
Rasional : pasien akan dapat banyak melakukan kegiatan dengan penurunan
energi setiap kegiatan.
e) Tingkatkan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri positif sesuai tingkat aktivitas.

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan pengobatan, b/d


kurangnya informasi.
Rencana Tindakan :
a) Ciptakan lingkungan saling percaya mendengarkan penuh perhatian, selalu ada
untuk perasaan.
Rasional : BHSP diperlukan selama komunikasi berlangsung pada saat
perawatan.
b) Buat jadwal latihan atau aktivitas yang teratur.
Rasional : waktu latihan tidak boleh bersamaan khususnya pada saat pada kerja
insulin.
c) Intruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki
tersebut.
Rasional : mencegah komplikasi yang terjadi berhubungan dengan neuropat.
d) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur jawab
pertanyaan pasien atau orang terdekat.
Rasional : pemberian informasi dapat menurunkan terjadinya kejadian
ketoasidosis.
e) Identifikasi sumber – sumber yang ada di masyarakat.
Rasional : dukungan kontinue biasanya penting untuk menopang perubahan
gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2013. Standards of Medical Care in

Diabetes-2013.

ADA (American Diabetes Association), Diagnosis and Classification Diabetes


Melitus, 2012
Snell, Richard. S, 2000. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC.

Jakarta.

Smeltzer S.C & Bare, Brunner &Suddarth., 2002. Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus di Indonesia.

Jakarta: PERKENI; 2011.

Audehm, R., Arthur, I., Barlow, J., Kennedy, M., Kilov, G., Leow, S., et al, 2014,
General Practice Management of Type 2 Diabetes, The Royal Australian
College of General Practitioners and Diabetes Australian,47-51.

Anda mungkin juga menyukai