Di Susun Oleh :
Kelompok 6
Agustina 201601052
PENDAHULUAN
A. Defenisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, diabetes melitus
adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin,
ataupun keduanya.
Diabetes Melitus Tipe-1 merupakan kelainan sistematik akibat gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan
oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang atau berhenti.
Diabetes mellitus tipe 1 (Diabetes Juvenile), dahulu disebut insulin-dependent
diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan
dengan rusaknya sel-β penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi
kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun
orang dewasa.
Dalam kondisi normal, sistem kekebalan tubuh akan menyerang dan
membentengi tubuh dari bakteri dan substansi-substansi atau virus yang menyusup ke
dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe 1, tanpa alasan yang pasti, sistem imun
menyerang pankreas serta menghancurkan sel beta dan menyebabkan terhambatnya
produksi hormon insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat
sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya glukosa dalam darah semakin
meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan energi yang
cukup.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi
Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan frekuensi urinasi
(buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula. Saat gula darah
keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air, sehingga
mengakibatkan dehidrasi.
2. Kehilangan berat badan
Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energi bagi tubuh. Glukosa
yang terbuang bersama urin juga mengandung banyak nutrisi dan kalori yang
diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita diabetes tipe 1 juga akan
kehilangan berat badannya secara drastis.
3. Kerusakan tubuh
Tingginya level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
tubuh. Kondisi ini juga akan merusak pembuluh darah kecil pada mata, ginjal dan
jantung. Penderita diabetes beresiko tinggi mengalami serangan jantung dan stroke.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
b) Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh
pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan berdiameter
20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak
ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pancreas (Derek Punsalam,
2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin
di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau (Anonymous,
2009). Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-
masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans
mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa
jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam,
2009)
Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat
macam:
1) Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,
mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti
kadang tidak teratur.
2) Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak
dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih
dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau
poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak.
3) Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja
dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
4) Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F
berasal dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)
b) Endokrin
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil sel
epitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/
kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
1) Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino
yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam
komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini
12
biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatu
insulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin
bersifat antigenik.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian
dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam
granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel
melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula
berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui
eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan
endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit.
Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin
dirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim
utama yang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel yang
mengalami internalisasi bersama insulin.
Pada orang normal, pankreas mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat, tetapi pada penderita
diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali.
2) Glukagon
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29n
residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil dari
sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan kadar
glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini dengan mempercepat konversi dari
glikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam amino, gliserol, dan
asam laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati mengeluarkan
glukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah meningkat.
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darah
melalui sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai di
bawah normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhans
merangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah
meningkat, tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya
diperlambat.
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-sel alfa
mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar gula darah
yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan yang mengandung
protein bisa meningkatkan kadar asam amino darah juga menyebabkan
peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat oleh GHIH
(somatostatin).
Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila diperfusi melewati hati
atau apabila diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau otot. Glukagon juga
diinaktifkan oleh inkubasi dengan darah. Indikasinya ialah bahwa glukagon
14
dihancurkan oleh sistem enzim yang sama dengan sistem yang menghancurkan
insulin dan protein-protein lain.
C. Aspek Epidemiologi
Kasus diabetes tipe 1 terjadi sebesar 10 % dari keseluruhan kasus diabetes melitus,
sedangkan kasus diabetes tipe 2 terjadi sebesar 90% dari keseluruhan kasus diabetes.
Kasus diabetes idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya terjadi sekitar 1 – 2 %
kasus (Dipiro et al., 2015).
Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 9.116.030 orang dan 4.854.290 orang diantaranya tidak terdiagnosa.
Jumlah penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada tahun
2035 diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 205 juta orang (IDF,
2014).
D. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan.
Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
(Smeltzer, 2002) :
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA(human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
E. Patofisiologi
Terjadinya DM tipe 1 utamanya disebabkan oleh defisiensi insulin. Defisiensi
insulin dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid, protein, dan glukosa (Raju
dan Raju, 2010 dalam Ozougwu et al., 2013).
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang
dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang
berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan
predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA
yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau
mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun
terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan
istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi
air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi
glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan
glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan counterregulatory
hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan
protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya
terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan
keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut
ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180 mg/dL ginjal tidak dapat mereabsorbsi
glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan
menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan
hilangnya elektrolit lewat urin, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat
merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan
bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan
(polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang
berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan
suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon
semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen
untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Tandra,2007).
Perbedaan antara DM Tipe 1 dengan Tipe 2 adalah sebagai barikut :
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Umumnya terjadi sebelum usia 30 Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tahun, yaitu anak-anak dan remaja. tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
lingkungan (berupa infeksi virus atau obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
faktor gizi pada masa kanak-kanak mengalami obesitas. Tipe 2 merupakan suatu
atau dewasa awal) menyebabkan proses jangka panjang dalam tubuh dimana
sistem kekebalan menghancurkan sel pola hidup dan pola makan yang salah
penghasil insulin di pankreas. Untuk membuat organ tubuh menjadi rusak, dan
terjadinya hal ini diperlukan tidak mampu berfungsi baik lagi.
kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta) Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
mengalami kerusakan permanen. diturunkan secara genetik dalam keluarga.
Terjadi kekurangan insulin yang berat
dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur.
F. Pathway
Kerusakan sel β pankreas
Insufisiensi Insulin
H. Klasifikasi
I. Pencegahan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya
pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit diabetes melitus belum
dimulai (pada periode prepatogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses
penyakit diabetes melitus.
Pencegahan primer pada penyakit diabetes melitus adalah upaya yang
ditujukan kepada orang-orang sehat dan yang termasuk ke dalam kategori
beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit diabetes
melitus tapi berpotensi terkena diabetes melitus.
Sasaran pada penyakit diabetes melitus adalah orang-orang yang belum
terkena penyakit diabetes melitus dan orang-orang yang beresiko terkena
penyakit diabetes melitus.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi insiden penyakit diabetes
melitus dengan cara mengendalikan penyebab penyakit dan faktor risikonya.
Upaya –upaya yang dilakukan dalam Pencegahan primer diabetes
melitus meliputi:
a) Penyuluhan Kesehatan
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
1) Meningkatkan konsumsi sayuran dan buah.
2) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
b) Mempertahankan berat badan normal.
c) Melakukan kegiatan jasmani atau olahraga yang cukup sesuai umur dan
kemampuan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit diabetes melitus sudah berlangsung namun belum timbul tanda/gejala
sakit (patogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit diabetes melitus tidak
berlanjut dan mencegah komplikasi dari diabetes melitus.
Sasaran pencegahan sekunder pada diabetes melitus adalah masyarakat
yang sudah terdiagnosis terkena penyakit diabetes melitus.
Tujuan pencegahan sekunder pada diabetes melitus yakni menghentikan
proses penyakit diabetes melitus lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Bentuk
Kegiatan Yang Dilakukan meliputi :
a) Skrining dan chek up kesehatan untuk menemukan penderita diabetes
melitus sedini mungkin yakni dengan pemeriksaan glukosa darah.
b) Pengobatan
c) Diet dengan meningkatkan konsumsi sayuran dan buah serta membatasi
makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
d) Pengendalian berat badan yanni dengan mempertahankan berat badan
normal.
e) Olahraga yang cukup sesuai umur dan kemampuan.
f) Penyuluhan mengenai penyakit diabetes mellitus
g) Terapi insulin untuk diabetes mellitus
h) Pencegahan komplikasi akut dan kronis
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada penyakit diabetes adalah pencegahan yang
dilakukan saat proses penyakit diabetes mellitus sudah lanjut (akhir periode
patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan
penderita diabetes mellitus ke status sehat.
Tujuan pencegahan tersier adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan,
memperkecil penderitaan dan membantu penderita diabetes mellitus untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Bentuk
kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitas. Rehabilitasi terdiri dari :
a) Rehabilitasi fisik
Agar bekas penderita diabetes mellitus memperoleh perbaikan fisik
semaksimal-maksimalnya.
b) Rehabilitasi mental
Agar bekas penderita diabetes mellitus dapat menyesuaikan diri
dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali
bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-
kelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu
mendapat bimbingan kejiwaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c) Rehabilitasi sosia vakasional
Tujuannya supaya bekas penderita diabetes mellitus menempati
suatu pekerjaan/jabatan dalam masyarakat agar kapasitas kerja yang
semaksimal-maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan dan ketidak
mampuan.
d) Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan
rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu
sendiri tidak dapat dikembalikan. Usaha pengembalian bekas
penderitadiabetes mellitus ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan
dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan
memahami keadaan mereka, (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga
memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya didalam
masyarakat, dalam keadaannya yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan
dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang
berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial.
J. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin
dan glukosa dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik.
Tujuan terapi dari setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadnya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri dari
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan (Smeltzer, 2002)
1. Penatalaksanaan secara keperawatan
a) Penyuluhan/pendidikan kesehatan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal,
dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik
(Long, 1996)
b) Perencanaan makan
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI)
telah ditetapkan bahwa standart yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi yang seimbang. Pada saat ini, Perhimpunan diabetes amerika dan
perhimpunan diabetes amerikan merekomendasikan bahwa untuk semua
tingkat asupan kalori, makan 50 % hingga 60 % kalori berasal dari
karbohidrat, 20-30 % berasal dari lemak dan 12-20 % lainya berasal dari
protein. Rekomendasi ini juga konsisten dengan rekomendasi dari the
american heart asociation dan american cancer sosiety.
Apabila diperlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai
70-75 % juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan
ekonomi yang rendah. Jumlah kalori disesuiakan dengan pertumbuhan, usia,
statrus gizi, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan
ideal (Mirza, 2009)
Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara: kurangi kalori, kurangi
lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan manis dan
perbanyak makanan banyak serat.
c) Latihan/olahraga
Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah
karena membuat kerja insulin lebih efektif dengan cara meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin.
Olahraga sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat
badan, mengurangi rasa stress, mengurangi faktor resiko kardiovaskuler dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat-berat
b) Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis,
kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai
jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja
cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan
campuran.
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
a) Insulin Kerja Cepat (Short-acting Insulin)
b) Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
c) Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
d) Mixed Insulin
e) Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
f) Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/SC),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/IM), atau suntukan ke dalam pembuluh vena
(intravena/IV). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini
berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon
periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal
dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali
dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan
menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha,
lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam
lemari es pada suhu 4-80C.
K. Komplikasi
Komplikasi pada DM tipe 1 dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut
dan komplikasi menahun.
1. Komplikasi Metabolik Akut
a) Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga
hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
b) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia
dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya
tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar,
palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus di ketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan pekerjaan klien,dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien dengan efusi pleura di
dapatka keluhan berupa terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta
bentuk nonproduktif.
a) Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya keluhan
seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan berat dada
menurun.
b) Riwayat penyakit dahulu
Perlu di tanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru, pneumonia, gagal jantung, trauma asites, dan sebagainya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Perlu di tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru,
asma, TB paru, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus Menurut (Doenges, 2000) pengkajian meliputi :
a) Aktivitas istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Gangguan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot.
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang
menurun atau tak ada. Distritmia. Krekels; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering dan kemerahan; bola mata cekung.
c) Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri tekan
abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut,
bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asitesis. Bising usus
lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
e) Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari atau minggu. Haus. Penggunaan
diaretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan atau distensi
abdomen, muntah. Pembesaran iroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
f) Neurosenseri
Gejala : Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas. Kelemahan pada
otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon
dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).
g) Nyeri Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
h) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
i) Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.
j) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda : Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k) Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung, Stroke, Hipertensi,
fenobarbital penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti
steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan dapat meningatkan kadar
glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien
tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun,
terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam
penurunan tonus otot.
b) Palpasi : denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang
menandakan terjadi hipertensi.
c) Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya
tidak jauh berbeda.
a) Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
1) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
2) Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
3) Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody. ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
B. Diagnosa keperawatan
Menurut (Doenges, 2000) diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien
adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
4. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endosen =
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
5. Kelemahan fisik berhubungan dengan penurunan produksi metabolik energi.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif
yang tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi.
C. Intervensi
Adapun rencana keperawatan yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperalikemia).
Rencana tindakan :
a) Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan dengan lamanya,
intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan cairan total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada sebelumnya.
b) Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orto statik.
Rasional : Hipovolemia dapat diartikan oleh hipotensi dan tachicardia,
perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat diukur ketika sistolik turun 10
mmHg.
c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
d) Kaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional : indikator terjadinya dehidrasi pada klien.
e) Ukur BB setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang akurat terhadap status cairan.
f) Kolaborasi dalam pembemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : memberikan pemenuhan cairan yang dibutuhkan
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak)
Rencana Tindakan :
a) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
b) Tentukan program diet pasangan dan pola makan klien, dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan oleh pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terpeutik.
c) Berikan makan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan
segera.
Rasional : pemberian makan melalui oral akan lebih baik.
d) Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik
kultur.
Rasional : kerjasama ini dapat dilanjutkan setelah klien pulang.
e) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan rasa kebersamaanya dan menambah informasi yang
dibutuhkan keluarga.
f) Berkolaborasi dengan pemeriksaan gula darah.
Rasional : memantau kadar gula dalam darah.
Diabetes-2013.
Jakarta.
Smeltzer S.C & Bare, Brunner &Suddarth., 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Audehm, R., Arthur, I., Barlow, J., Kennedy, M., Kilov, G., Leow, S., et al, 2014,
General Practice Management of Type 2 Diabetes, The Royal Australian
College of General Practitioners and Diabetes Australian,47-51.