Anda di halaman 1dari 34

GANGGUAN PANKREAS :METABOLISME KARBOHIDRAT DAN

DIABETES
Disusun untuk memenuhi tugas semester genap mata kuliah patofisiologi

Dosen Pembina

D. Saeful Hidayat, DRS, MS.,APT

Oleh

Hasna Fauziah Nurgandi A 181 065

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN KHAZANAH
BANDUNG
2018
ABSTRAK

Kandung empedu adalah sebuah kantong yang berbentuk seperti buah terong
dan merupakan membran berotot yang terletak di bawah hati. Pankreas adalah
kelenjar majemuk bertandan yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah.
Jaringan pankreas terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun mengitari
saluran-saluran halus, Pankreas berfungsi sebagai eksokrin dan endokrin.
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang
tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes
mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Penderita diabetes mellitus
mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan
insulin sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat.
Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada
metabolisme karbohidrat

Kata kunci : kandung empudu, prankreas, eksokrin, endokrin, metabolisme


karbohidrat, diabetes
A. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu dan Pankreas
1.Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong yang berbentuk seperti buah terong
dan merupakan membran berotot yang terletak di bawah hati. Kandung empedu
memiliki panjang 8 sampai 12 cm dan berdiameter 3 sampai 5cm. Fungsi kandung
empedu menyimpan cairan empedu yaitu cairan berwarna kuning dan pahit,
mempunyai pH sekitar 7-8 dan merupakan hasil perombakan sel darah merah yang
rusak atau mati. Kandung empedu dibagi menjadi fundus, korpus dan kolum. Fundus
merupakan kantung yang terletak pada bagian bawah, yang biasanya menonjol dari
batas inferior hepar dan terhubung dengan dinding abdomen, duodenum dan colon
tranversum. Korpus memanjang ke atasdari fundus dan secara langsung berhubungan
dengan permukaan visceral hepar. Kolum merupakan bagian yang sempit yang
diarahkan menuju saluran hepar dan berlanjut menuju duktus sistikus yang bergabung
dengan duktus hepatika untuk membentuk duktus biliari komunis. Duktus hepatika
dekstradan sinistra keluar yang dari hepar melalui porta hepatis, akan bersatu
membentuk duktus hepatika komunis yang berukuran sekitar 4 cm. Duktus hepatika
komunis akan bersatu dengan duktus sistikus untuk membentuk duktus koledokus
(billiaris). Duktus 14 sistikus berukuran sekitar 4 cm dan berbentuk seperti huruf J.
Duktus sistikus ini menghubungkan antara collum vesica felleadengan duktus
hepatika komunis untuk nantinya bersatu membentuk duktus koledokus (biliaris).
Duktus koledokus berukuran sekitar 8 cm dan merupakan penyatuan dari duktus
sistikus dan duktus hepatika komunis. Selanjutnya duktus koledokus akan bersatu
denganduktus pankreatikus major dan akan bermuara pada dinding posteromedial
dari pertengahan duodenum pars descendens, pada suatu lumen kecil melalui papilla
duodenum mayor.
2.Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan yang strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum sampai
limpa, terdiri atas tiga bagianyaitu kepala (kaput), badan (korpus), dan ekor (kauda).
Pankreas berwarna merah muda keabuan yang terletak secara transversal melintasi
dinding abdomen posterior di belakang lambung. Kepala pankreas yang paling lebar,
terletak sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum yang
melingkarinya. Badan pankreas merupakan bagian utama pada pankreas dan letaknya
di belakang lambung serta di depan vetebra lumbalis pertama. Ekor pankreas adalah
bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa. Pankreas terdiri atas dua jenis
kelenjar yaitu kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin membentuk
sebagian besar pankreas 15 dan terdiri atas lobulus yang mengandung alveoli yang
berbatasan dengan sel sekretori. Setiap alveolus masuk ke dalam duktus, yang
menyatu untuk meninggalkan lobulus dan memisah menjadi dua duktus sentral yaitu
duktus pankreatikus dan duktus aksesorius. Duktus pankreatikus menyatu dengan
duktus biliaris komunis sebelum masuk ke duodenum. Duktus aksesorius langsung ke
dalam duodenum. Kelenjar eksokrin berperan dalam produksi getah pankreas, dalam
sehari dapat menghasilkan getah pankreas sekitar 1,5 liter. Kelenjar endokrin
ditemukan sepanjang pankreas sebagai sekumpulan sel khusus berukuran kecil yang
dikenal dengan pulau Langerhans. Pulau tersebut mengandung sel alfa dan sel beta.
Sel alfa berfungsi menyekresi glukagon sedangkan sel beta berfungsi menyekresi
insulin. Jaringan pankreas terdiri atas lobula tersusun sel sekretori yang mengitari
saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran
kecil dari lobula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badan
pankreas dari kiri ke kanan. Saluran-saluran kecil itu menerima saluran dari lobula
lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama, yaitu duktus wirsungi.
Fungsi pankreas adalah menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim
tripsinogen, amilase dan lipase serta menghasilkan hormoninsulin dari pulau-pulau
Langerhans.

A.Struktur Kelenjar Pankreas


Kelenjar pankreas adalah kelenjar lonjong berwarna keputihan terletak dalam
simpul yang terbentuk dari duodenom dan permukaan bawah lambung. Panjangnya
kira-kira 15 sentimeter mulai dari duodenom sampai limpa, dan terdiri atas tiga
bagian yaitu: 1.Kepala pankreas yang strukturnya paling lebar dan terletak di sebelah
kanan rongga abdomen. 2.Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu,
terletak di belakang lambung dan di depan vertebrae lumbalis pertama. 3.Ekor
pankreas adalah bagian yang runcing, terletak di sebelah kiri rongga abdomen dan
menyentuh limpa.
Jaringan pankreas terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun mengitari
saluran-saluran halus, dimulai dari saluran kecil dari lobula yang terletak pada ekor
pankreas dan berjalan dari kiri ke kanan melalui badan pankreas. Saluran-saluran
kecil itu menerima saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu membentuk saluran
utama yang disebut dengan duktus wirsungi.
B.Struktur Sel Pulau Langerhans
Pulau langerhans merupakan kumpulan sel ovoid yang berukuran 76x1/5
mikro meter yang tersebar di seluruh pankreas, walaupun ia lebih banyak dalam
cauda (ekor) dibandingkan corpus (badan) dan caput (kepala). Ia membentuk 1-2%
berat pankreas. Pada manusia, ada 1-2 juta pulau, yang masing-masing memiliki
banyak penyediaan darah dan darah dari pulai ini di drainase ke dalam vena porta.
Ada 4 jenis sel dalam pulau langerhans yang berbeda, yaitu sel A, sel B, sel D, dan
sel F. Sel A, B dan D juga disebut sel alfa, beta, dan delta.
Fungsi – fungsi sel pulau Langerhans :
a.Sel Alfa → sekresi glucagon
b.Sel Beta → sekresi insulin
c.Sel Delta → sekresi somatostatin
d.Sel Pankreatik
Hubungan yang erat antar sel-sel yang ada pada pulau Langerhans
menyebabkan pengaturan secara langsung sekresi hormon dari jenis hormon yang
lain. Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula
darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah
dengan efek gula darah pada sel beta. Kadar gula darah akan dipertahankan pada
nilai normal oleh peran antagonis hormon insulin dan glukagon, akan tetapi hormon
somatostatin menghambat sekresi keduanya.

C. Fungsi Kelenjar Pankreas


Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu: fungsi eksokrin dan fungsi endokrin.
Fungsi eksokrin diperankan oleh sel sekretoria lobulanya, yang membentuk getah
pankreas dan berisi enzim dan elektrolit. Getah pankreas itu kemudian akan melalui
saluran pankreatik masuk ke dalam duodenum. Getah pankreas itu mengandung zat-
zat sebagai berikut:
1. Natrium bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan keasaman isi usus dengan
menaikkan pH menjadi 8. Netralisasi asam ini penting untuk dapat memfungsikan
enzim-enzim pencernaan, karena enzim-enzim pencernaan tidak dapat berfungsi pada
suasana asam. Selain itu netralisasi asam juga diperlukan untuk melindungi dinding
mukosa dari cedera dan pembentukan tukak.
2. Amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa.
3. Lipase yang berfungsi untuk menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan
monogliserida, dengan cara mengkatalisis pemecahan asam lemak yang melekat pada
asam karbon dari gliserol. Asam lemak yang terikat pada karbon tetap dan
membentuk monogliserida.
4. Dua protease, yaitu tripsin dan kimotripsin. Enzim-enzim ini melanjutkan
pencernaan protein. Kimotripsin mematahkan ikatan peptida sebagaimana yang
dilakukan oleh pepsin. Tripsin mematahkan ikatan peptida pada sisi C terminal dari
arginin dan lisin.
5. Karboksi peptidase yang berfungsi untuk memindahkan satu per satu asam amino
yang terletak pada ujung terminal molekul-molekul peptida. Jadi ia membantu
menghidrolisis peptida menjadi asam amino.
6. Nuklease yang berfungsi untuk menghidrolisis asam nuklet (RNA dan DNA)
menjadi komponen nukleotida.Sekresi getah pankreas ini dibawah kontrol hormon.
Bila isi lambung yang menjadi asam itu masuk ke dalam duodenom, maka sel-sel
tertentu dari duodenom itu akan membebaskan hormon-hormon sekretin dan
koleistokinin (CCK) ke dalam darah. Bila hormon ini sampai ke pankreas, maka akan
merangsang produksi dan pelepasan getah pankreas.Selain memiliki fungsi eksokrin,
pankreas juga memiliki fungsi endokrin. Fungsi endokrin pankreas adalah
memproduksi dan melepaskan hormon insulin, glukagon dan somatostatin. Hormon-
hormon ini dihasilkan oleh jenis sel-sel tertentu yang terdapat dalam pulau-pulau
langerhans.
D. Hormon-hormon Yang Dihasilkan Kelenjar Pankreas
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa masing-masing jenis sel yang
terdapat dalam pulau langerhans menghasilkan hormon yang berbeda. Di sini akan
diuraikan secara rinci beberapa hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, yaitu:
1.Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon protein yang dikeluarkan oleh sel-sel alfa dari
pulau langerhans sebagai respon terhadap kadar glukosa darah yang rendah dan
peningkatan asam amino plasma. Glukagon adalah hormon stadium pasca absorptif
pencernaan, yang muncul dalam masa puasa diantara waktu makan. Fungsi hormon
ini terutama adalah katabolik (penguraian) dan secara umum berlawanan dengan
fungsi insulin. Glukagon bekerja sebagai antagonis insulin dengan menghambat
perpindahan glukosa kedalam sel. Glukagon merangsang glukoneogenesis hati dan
penguraian simpanan glikogen untuk digunakan sebagai sumber energi selain
glukosa. Glukagon merangsang penguraian lemak dan pelepasan asam-asam lemak
bebas kedalam darah untuk digunakan sebagai sumber energi. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kadar glukosa darah sewaktu kadar glukosa dearah mengalami
penurunan.
2. Insulin
Insulin dilepaskan oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama yang
menyebabkan pelepasan insulin ini adalah peningkatan glukosa darah. Kadar glukosa
darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/100 ml darah. Jadi sekresi
insulin menjadi meningkat bila kadar glukosa darah puasa melebihi 100 mg/100 ml
darah, dan kembali ke tingkat basal dalam waktu 2-3 jam. Insulin adalah hormon
utama pada stadium obsorbtif pencernaan yang muncul segera setelah makan.Insulin
bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin yang terdapat pada sebagian
besar sel tubuh. Setelah berikatan dengan reseptor, insulin bekerja melalui perantara
kedua untuk meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel. Setelah berada di dalam
sel, glukosa dapat segera digunakan sebagai penghasil energi atau disimpan di dalm
sel sebagai glikogen. Sewaktu glukosa dibawa masuk ke dalam sel, kadar glukosa
darah menjadi menurun.
Insulin adalah hormon yang bersifat anabolik (pembangun), dan pelepasannya
selain dirangsang oleh peningkatan kadar glukosa darah juga dirangsang oleh
beberapa asam amino dan hormon pencernaan, misalnya CCK dan sekretin. Selain
berfungsi untuk meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel, insulin juga
berperan dalam peningkatan transportasi asam amino ke dalam sel, merangsang
pembentukan protein, serta menghambat penguraian simpanan lemak, protein dan
glikogen. Insulin juga menghambat proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru) oleh hati.
Fisiologi Pengaturan Sekresi Insulin
Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respons tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh
pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat
sampai 10 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya
sekresi insulin. Sebaliknya jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar
sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa
yang dibutuhkan untuk metabolisme energi pada keadaan normal, dengan
pengecualian di sel hati dan sel otak.
Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml, kecepatan
sekresi insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat badan. Namun
ketika glukosa darah tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar normal maka sekresi
insulin akan meningkat yang berlangsung melalui 2 tahap :
1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar insulin
plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang sudah
terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans. Namun, pada menit ke
5-10 kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kira-kira setengah dari nilai
normalnya.
2. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk
kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih
dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang mensintesis dan
melepaskan insulin baru dari sel beta.
3. Somatostatin
Somatostatin disekresikan oleh sel-sel delta pulau langerhans. Somatostatin juga
disebut sebagai hormon penghambat hormon pertumbuhan dan merupakan salah satu
hormon hipotalamus yang mengontrol pelepasan hormon pertumbuhan dari hipofisis
anterior. Somatostatin pankreas tampaknya memiliki efek minimal pada pelepasan
hormon pertumbuhan dari hipofisis. Hormon ini mengontrol metabolisme dengan
menghambat sekresi insulin dan glukagon. Fungsi lain dari hormon ini belum
diketahui secara jelas.
E. Gejala Klinis Akibat Gangguan Hormon Pankreas
Beberapa gejala klinis yang muncul akibat gangguan dari hormon yang
dihasilkan oleh pankreas adalah:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah < 50 mg/100
ml darah. Hipoglikemia dapat terjadi akibat puasa yang disertai aktivitas tubuh yang
berlebihan, atau akibat dari kelebihan dosis insulin pada penderita diabetes dependen
insulin. Hipoglikemia ditandai dengan munculnya gejala berupa rasa lapar, keringat
dingin, peningkatan denyut nadi (takikardi), nyeri kepala, gelisah, kejang dan bahkan
koma.
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
glukosa darah melebihi ambang normal. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh karena
defisiensi insulin, seperti yang terjadi pada diabetes melitus tipe I atau karena
penurunan responsifitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes
melitus tipe II.
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi insulin (DM
tipe I) atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (DM tipe II).
Namun jika dirunut lebih lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan DM
sebagai berikut :
1. Genetik atau faktor keturunan
DM sering diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang
penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM.
Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut
kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskankepada anak-anaknya.
2. Sindrom ovarium polikistik (PCOS)
Menyebabkan peningkatan produksi androgen di ovarium dan resistensi
insulin serta merupakan salah satu kelainan endokrin tersering pada wanita, dan kira-
kira mengenai 6 persen dari semua wanita, selama masa reproduksinya.
3. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus
B Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta. Virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimundalam sel beta. Sedangkan
bakteri masih belum bisa dideteksi, tapi menurut ahli mengatakan bahwa
bakteri juga berperan penting menjadi penyebab timbulnya DM .
4. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrineuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur) :
1. Nutrisi
2. Kadar Kortikosteroid yang tinggi
3. Kehamilan diabetes gestational
4. Obat-obtan yang dapat merusak pancreas
5. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin

Pengaturan Metabolisme glukosa oleh insulin


Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai
yang tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan
diabetes mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Penderita diabetes
mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja insulin,
sedangkan insulin sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme
karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan
pada metabolisme karbohidrat. Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel
â pankreas. Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida. Insulin manusia terdiri atas
21 residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua
rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida.Insulin disekresi
sebagai respon atas meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah.
Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat
puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar
glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL.Insulin yang disekresikan dialirkan
melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat
cepat. waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.Sel-sel tubuh menangkap insulin pada
suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor
tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit á dan subunit â dengan
konfigurasi á2â2. Subunit á berada pada permukaan luar membran sel dan
berfungsi mengikat insulin. Subunit â berupa protein transmembran yang
melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit â mempunyai
aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi. Terikatnya insulin
subunit á menyebabkan subunit â mengalami autofosforilasi pada residu
tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk,
membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam
kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali,
jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin.
Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami
endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.Insulin mengatur metabolisme glukosa
dengan memfosforilasi substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin
kinase subunit âpada reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi
kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada
beberapa cara insulin bekerja yaitu :
Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks
yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena
itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi
atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia.
Ada 3 mekanisme yang terlibat yaitu :
a. Meningkatkan difusi glukosa ke dalam sel
Pengangkutan glukosa ke dalam sel melalui proses difusi dengan bantuan protein
pembawa. Protein ini telah diidentifikasi melalui teknik kloning molekular. Ada 5
jenis protein pembawa tersebut yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4 dan
GLUT 5. GLUT1 merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak, ginjal,
kolon dan eritrosit. GLUT2 terdapat pada sel hati, pankreas, usus halus dan ginjal.
GLUT3 berfungsi pada sel otak, ginjal dan plasenta. GLUT4 terletak di
jaringan adiposa, otot jantung dan otot skeletal. GLUT5 bertanggung jawab
terhadap absorpsi glukosa dari usus halus. Insulin meningkatkan secara
signifikan jumlah protein pembawa terutama GLUT4. Sinyal yang
ditransmisikan oleh insulin menarik pengankut glukosa ke tempat yang aktif
pada membran plasma. Translokasi protein pengangkut ini bergantung pada
suhu dan energi serta tidak bergantung pada sintesis protein. Efek ini tidak terjadi
pada hati.
b. Peningkatan aktivitas enzim
Pada orang yang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah
menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau
glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan proses
glikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang.Hormon insulin meningkatkan
glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang
berperan. termasuk glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase.
Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan
demikian secara tidak langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah.
Insulin juga menurunkan aktivitas glukosa-6-fosfatase yaitu enzim yang ditemukan
di hati dan berfungsi mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Penumpukan
glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi glukosa yangmengarah pada
diabetes mellitus tipe 2.
Banyak efek metabolik insulin, khususnya yang terjadi dengan cepat dilakukan
dengan mempengaruhi reaksi fosforilasi dan defosforilasi protein yang selanjutnya
mengubah aktivitas enzimatik enzim tersebut.Kerja insulin dilaksanakan dengan
mengaktifkan protein kinase, menghambat protein kinase lain atau meransang
aktivitas fosfoprotein fosfatase. Defosforilasi meningkatkan aktivitas sejumlah
enzim penting. Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang
hampir seketika pada aktivitas enzim tersebut.
Mekanisme defosforilasi enzim dilakukan melalui reaksi kaskade yang dipicu
oleh fosforilasi substrat reseptor insulin. Sebagai contoh adalah pengeruh insulin
pada enzim glikogen sintase dan glikogenfosforilase.
c. Menghambat kerja cAMP
Dalam menghambat atau meransang kerja suatu enzim, insulin memainkan peran
ganda. Selain menghambat secara langsung, insulin juga mengurangi
terbentuknya cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Insulin
meransang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP. Dengan demikian insulin
mengurangi kadar cAMP dalam darah.
d. Mempengaruhi ekspresi gen
Kerja insulin yang dibicarakan sebelumnya semuanya terjadi pada
tingkat membran plasma atau di dalam sitoplasma. Di samping itu, insulin
mempengaruhi berbagai proses spesifik dalam nukleolus. Enzim fosfoenolpiruvat
karboksikinase mengkatalisis tahap yang membatasi kecepatan reaksi dalam
glukoneogenesis. Sintesis enzim tersebut dikurangi oleh insulin dengan demikian
glukoneogenesis akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan transkripsi enzim
ini menurun dalam beberapa menit setelah penambahan insulin. Penurunan
transkripsi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan laju sintesis enzim
ini.Penderita diabetes mellitus memiliki jumlah protein pembawa yang sangat rendah,
terutama pada otot jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin
yang mentranslokasikannya ke situs aktif tidak tersedia. Kondisi ini diperparah
pula dengan peranan insulin pada pengaturan metabolisme glukosa. Glikolisis
dan glikogenesis akan terhambat akan enzim yang berperan dalam kedua jalur
tersebut diinaktivasi tanpa kehadiran insulin. Sedangkan tanpa insulin, jalur
metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa diransang terutama oleh
glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki sifat
antagonis terhadap insulin. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus baik tipe I
atau tipe II kurang dapat menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui
makanan. Glukosa akan terakumulasi dalam plasma darah (hiperglikemia).Penderita
dengan kadar gula yang sangat tinggi maka gula tersebut akan dikeluarkan melalui
urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi
kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem
reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada
laju 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus
mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya
kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut
glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes mellitus.
Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kaloriyang sangat besar. Kadar glukosa
yang amat tinggi pada liran darah maupun pada ginjal, mengubah tekanan
osmotik tubuh. Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik. Ginjal akan menerima lebih banyak air,
sehingga penderita akan sering buang air kecil. Konsekuensi lain dari hal ini
adalah, tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi
(hiperosmolaritas) bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum
(polidipsia).Gejala yang diterima oleh penderita diabetes tipe I biasanya lebih
komplek, karena mereka kadang tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali.
Akibatnya gangguan metabolik yang dideritanya juga mempengaruhi metabolisme
lemak dan bahkan asam amino. Penderita tidak dapat memperoleh energi dari
katabolisme glukosa. Energi adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh sel
tubuh, sehingga tubuh akan mencari alternatif substrat untuk menghasilkan
energi tersebut. Cara yang digunakan oleh tubuh adalah dengan merombak
simpanan lemak pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga
menghasilkan asam lemak dan gliserol. asam lemak dikatabolisme lebih lanjut
dengan melepas dua atom karbon satu persatu menghasilkan asetil-KoA.
Penguraian asam lemak terus menerus mengakibatkan terjadi penumpukan
asam asetoasetat dalam tubuh. Asam asetoasetat dapat terkonversi
membentuk aseton, ataupun dengan adanya karbondioksida dapat dikonversi
membentuk asam â-hidroksibutirat. Ketiga senyawa ini disebut sebagai keton
body yang terdapat pada urine penderita serta dideteksi dari bau mulut seperti
keton. Penderita mengalami ketoasidosis dan dapat meninggal dalam keadaan koma
diabetik. Ketidaksediaan glukosa dalam sel juga mengakibatkan terjadinya
glukoneogenesis secara berlebihan. Sel-sel hati akan meniungkatkan produksi
glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah dengan merombak protein. Asam
amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat
atau senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terus-
menerus karena insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak
ada sama sekali. Glukosa yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urine.
Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah jaringan otot dan jaringan adiposa
secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat tubuh yang hebat kendati
terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori normal atau
meningkat.5Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia,
yaitu kadar trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia
terjadi karena VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi
oleh kerja enzim lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini
diransang oleh rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Defek pada produksi
enzim ini juga mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga
dibutuhkan dalam katabolisme silomikron pada jaringan adiposa. Berbeda dengan
penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II, ketoasidosis tidak
terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun, pada terjadi
hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai
hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de
novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada
jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu
dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini
diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada
umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat.
Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh darah
terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan
kebutaan. Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi
menyebabkan kerja jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan
kestabilan tubuh menjadi lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah
dikenai berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan
sistem kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel
endothelia serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang
kabur.
Pada daibetes tipe I, terjadi kerusakan pada sel-sel beta pankreas, sehingga
produksi insulin tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh. Akibatnya penderita
diabetes tipe I menjadi tergantung pada insulin yang disuplai dari luar tubuh, disebut
juga dengan diabetes melitus tergantung insulin atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Diabetes tipe I ini biasanya ditemukan sejak masa anak-anak atau
remaja, sehingga disebut juga dengan diabetes muda.Gejala klinis yang terjadi pada
penderita diabetes tipe I biasanya lebih kompleks, karena kadang-kadang penderita
tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali. Akibatnya, penderita tidak dapat
memperoleh energi dari katabolisme glukosa, sehingga tubuh akan mencari alternatif
untuk mendapatkan energi dari sumber selain glukosa. Sel-sel hati akan
meningkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah protein. Asam
amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan senyawa antara
dalam pembentukan glukosa. Peristiwa ini berlangsung secara terus menerus, karena
insulin yang seharusnya membatasi proses glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak
ada sama sekali. Cara lain yang dilakukan oleh tubuh adalah dengan merombak
simpanan lemak pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga menghasilkan
asam lemak dan gliserol. Pemecahan asam lemak yang terjadi secara terus menerus
dapat mengakibatkan terbentuknya keton, sehingga penderitanya mengalami
ketoasidosis yang dapat menyebabkan penderita koma dan meninggal.
Pada diabetes tipe 2, terjadi resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitivitas sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai pula dengan
peningkatan kadar gula di dalam darah. Diabetes tipe 2 disebut juga dengan diabetes
melitus tidak tergantung insulin atau non insulin dependent diabetes
mellitus(NIDDM). Pada penderita ini tidak terjadi ketoasidosis, tetapi dapat terjadi
peningkatan kadar lemak di dalam darah, akibat kecepatan sintesis asam lemak tidak
diimbangi dengan kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak.Selain itu,
kelebihan hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan juga dapat
menyebabkan peningkatan glukosa darah. Hormon-hormon tersebut merangsang
pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau langerhans, sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan respon sel terhadap insulin. Gejala hiperglikemia
dapat muncul berupa peningkatan pengeluaran urin (poliuri), peningkatan rasa haus
(polidipsi) dan peningkatan rasa lapar (polifagi), mudah lelah dan mudah terkena
infeksi. Gejala lain yang dapat timbul akibat hiperglikemia adalah berat badan
menurun, kelelahan yang berkepanjangan, penglihatan kabur, dan infeksi berulang
terutama pada kulit.
Adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin mempengaruhi efek insulin
pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak
dan protein tetap dipertahankan dengan baik. Jadi NIDDM lebih
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai metabolisme lemak.
Defisiensi insulin relatif juga dapat disebabkan oleh autoantibodi terhadap
reseptor insulin atau transmisi intrasel. Tanpa adanya disposisi genetik, diabetes
dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis dengan
kerusakan sel beta atau kerusakan toksik pada sel beta. DM ditingkatkan oleh
peningkatan pelepasan hormon antagonis, diantaranya somatotropin, glukokortikoid,
epinefrin, progestogen dan koriomamotropin, ACTH, hormon tiroid dan
glukagon. Infeksi yang cukup berat dapat meningkatkan pelepasan beberapa
hormon yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi DM.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yag disekresikan
dapat menghabat pelepasan insulin.
Diabetes Tipe Lain Berdasarkan American Diabetes Association (2013)
yang menyatakan bahwa diabetes dapat berkembang menjadi diabetes sekunder
yang disebabkan oleh beberapa hal seperti diabetes yang disebabkan karena
neoplasma, penyakit pankreas, penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin ataupun konsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, kegagalan sistem
endokrin dalam tubuh yang mempengaruhi produksi hormon counterregulatory
seperti Acromegaly, Cushing’s syndrome, dan Hyperthyroidism dapat berkembang
menjadi diabetes sekunder. Tidak hanya itu saja, namun beberapa penyebab lain
seperti sindroma genetik lain yang diantaranya adalah sindroma Down,
Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader Willi juga dapat berkembang
menjadi diabetes sekunder atau termasuk diabetes tipe lain.
Diabetes Gestasional
1. Peranan Unit Feto-Plasenta
Diabetes gestasional disebabkan adanya peningkatan resistensi
insulin dan penurunan sensitivitas insulin selama kehamilan yang merupakan
efek dari meningkatnya hormon yang dihasilkan selama kehamilan, seperti
estrogen, progesteron, kortisol dan laktogen dalam sirkulasi maternal.
Sehingga semakin meningkatnya usia kehamilan, resistensi insulin semakin
besar. Plasenta mensintesa progesteron dan pregnenolone. Progesteron sebagai
sumber pembentukan kortisol dan kortikosteron di kelenjar adrenal janin.
Peningkatan kortisol selama kehamilan normal menyebabkan penurunan
toleransi glukosa. Sedangkan pregnenolone ini merupakan sumber pembentuk
estrogen, dimana hormone ini mempengaruhi fungsi sel Beta pankreas.Selain
estrogen dan progesterone, Human placental lactogen (hPL) merupakan produk
dari gen hPL-A dan hPL-B yang disekresikan ke sirkulasi maternal dan janin.
Hormon hPL ini akan terpengaruh oleh kadar glukosa dan akan meningkat 10x
lipat, yang menandakan kondisi hipoglikemia. Hormon ini menstimulasi lipolisis,
yang menyebabkan tingginya kadar asam lemak dalam sirkulasi, ditujukan
untuk membentuk glukosa yang dibutuhkan oleh janin. Asam lemak ini berfungsi
antagonis dengan fungsi insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa
dalam sel.
2. Peranan Jaringan Adipose
Adipositokin, yang merupakan produk dari jaringan adiposa diduga
berperan dalam regulasi metabolisme maternal dan resitensi insulin selama
kehamilan. Adipositokin, termasuk leptin, adiponektin, Tumor Necrosis
Factor- alpha, IL-6, resistin, visfatin dan apelin ini diproduksi
intrauterine.Adiponektin ini mempunyai efek sensitisasi insulin dengan cara
menurunkan trigliserida jaringan yang mengganggu aktivasi insulin-stimulated
phosphatidylinositol 3-kinase dan translokasi Glucose transporter 4 (GLUT-4) serta
uptake glukosa. Selain itu, TNF-alpha juga merupakan predictor dari
resistensi insulin selama kehamilan dan ditemukan konsntrasinya rendah pada
awal kehamilan, dan menjadi tinggi pada akhir kehamilan. Hal ini sejalan
dengan sensitivitas insulin yang terus menurun pada akhir kehamilan. Sebagai
tambahan, TNF-alpha ini juga menurunkan kadar adiponektin di adiposit.
Klasifikasi Diabetes Menurut American Diabetes Association :
DMtipe 1 → Adanya destruksi sel beta pankreas karena auotoimun.
Menentukan seksresi insulin sedikit aau tidak sama sekali dapat
menggunakan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak
terdeteksi sama sekali.
Manifestasi klinik pertama dari DM tipe 1 adalah ketoasidosis.
DMtipe 2→ Terjadi hiperinsulinemia yang merupakan menurunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta pankreasmengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Onset DM tipe 2 terjadi perlahan-lahan sehingga gejalanya
asimptomatik dan biasanya terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
DMtipe lain→ Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Penyakit metabolik endokrin lain
Iatrogenik
Infeksi virus
Penyakit autoimun
Kelainan genetik lain
DMgestasional→Terjadi selama masa kehamilan dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan (Trimester 2 & 3).
Meningkatnya komplikasi perinatal.
Memiliki resiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap
dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
Komplikasi Penyakit Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali atau tidak segera ditangani dapat terjadi
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM
merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),
nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan banyak
obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah insulin ditemukan,
angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut menurun drastis.
Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol
lebih lama. Komplikasi kronis akibat diabetes yang tidak terkendali dapat
menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh diantaranya :
 Kerusakan saraf (neuropati)
 Kerusakan mata (retinopati)
 Kerusakan ginjal (nefropati)
 Penyakit jantung coroner
 Stroke
 Hipertensi
 Penyakit paru
 Infeksi
 Gangguan saluran cerna
 Penyakit pembuluh darah perifer
 Gangguan pada hati
Penatalaksanaan begitu banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi
akibat DM tipe 2 yang sebagian besar menyebabkan kerusakan organ vital
yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif
untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular.
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,
penatalaksanaan dan pengelolaan DM menitikberatkan pada 4 pilar
penatalaksanaan DM, yaitu :
 Edukasi
 Terapi gizi medis
 Latihan jasmani
 Intervensi farmakolo

Pankreas memiliki struktur yang sangat mirip dengan kelenjar ludahdan


terletak di belakang bagian bawah lambung. Panjang pankreas berkisar 15 cm, mulai
dari duodenum sampai limpa, terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor.
Penyakit yang terjadi pada pankreas meliputi pankreatitis dan kanker pankreas.
Pankreatitis adalah peradangan pada pankreas dengan gejala rasa sakit di
perutbagian atas, mual dan muntah. Pankreatitis diklasifikasikan menjadi dua
yaitu pankreatitis kronisdan pankreatitis akut.Kanker pankreas adalah neoplasma
yang terjadi pada kelenjar pancreas. Di Amerika Serikat kejadian tahunan
pankreatitis kronis berkisar 5-12 / 100.000 orang, pankreatitis akut berkisar 13-
45 / 100.000 orang, dan tingkat kejadian kanker pankreas adalah sekitar 8 /
100.000 orang. Di Eropa Barat kejadian tahunan pankreatitis kronissekitar lima kasus
baru per 100.000 penduduk. Rasio laki-laki: wanita 7:1 dan usia rata-rata onsetadalah
antara 36 tahun dan 55 tahun. Di Asia insiden pankreatitis kronisdiperkirakan 14,4
per 100.000 penduduk, dan hanya 18,8 % disebabkan oleh alkohol, dengan
perbandingan laki–laki dan perempuan 1,9:1 dimana usia rata rata 33± 13
tahun. Di Indonesia, kankerpankreas merupakan tumor ganas ketiga terbanyak
pada pria setelah tumor paru dan tumor kolon. Menurut statistik 2 rumah sakit
dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007,kanker hati dan saluran
empedu intrahepatik menempati urutan ketiga pada pasien rawat inap di seluruh
Rumah Sakitdi Indonesia. Kanker pankreas merupakan penyebab utama keempat
kematian akibat kanker pada pria dan wanita dengan 34.290 kematian pada tahun
2008. Kanker pankreas pada umumnya terjadi pada usia diatas 45 tahun dengan
ratio pada laki-laki dan perempuan yaitu 1,3:1 dan lebih sering terjadi pada ras kulit
hitam. Tingginya prevalensi kelainan pada pankreas maka dibutuhkan
diagnosa yang akurat.
Pankreatitis akut adalah peradangan akut, non-bakterial pada organ
pankreas. Pankreatitis terjadi akibat autodigesti enzim pankreas yang teraktivasi. Hal
ini mengakibatkan terjadinya edema, kerusakan vaskuler, perdarahan, dan
nekrosis organ pankreas. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin inflamasi seperti
interleukin(IL)-1,IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dapat dengan
serius merusak sistem mikrosirkulasi endotelium dan meningkatkan permeabilitas
kapiler. Inflamasi yang persisten dapat menyebabkan hipoksia dan systemic
inflammatory response syndrome (SIRS) yang dapat meningkatkan mortalitas dan
menjadi pankreatitis akut berat2,3.Sekitar 75-85% penyebab pankreatitis akut dapat
diidentifikasi. Obstruksi batu di duktus koledukus (38%) dan alkohol (36%),
serta penyebab lainnya1,4. Etiologi pankreatitis akut oleh karena penyakit biliari
(43,8%) dan kecanduan alkohol (26,5%).Pankreatitis akut oleh karena alkoholik
empat kali lebih sering pada laki-laki (39,1%) dibandingkan perempuan (10,6%).
Hiperlipidemia juga dapat menjadi penyebab pankreatitis akut terutama pada derajat
sedang dan berat. Pankreatitis akut idiopatik pada laki-laki mencapai 16,1%
sedangkan pada perempuan mencapai 16.6%3. Pankreatitis akut juga dapat
terjadi setelah melakukan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) yang lebih sering terjadi pada perempuan (6%) dibandingkan laki-laki
(1.8%). Akut pankreatitis lebih banyak berkembang menjadi pankreatitis derajat
ringan dan sedang. Sedikit yang berkembang menjadi bentuk pankreatitis
berat5. Mayoritas kasus pankreatitis akut adalah derajat ringan (61,2%), derajat
sedang (30%), dan derajat berat (8,8%). 3 Pankreatitis akut dapat menyebabkan
gagal organ multipel atau perubahan nekrotik dari pankreas sehingga
meningkatkan mortalitas dan morbiditas 5. Pada pankreatitis akut berat lebih
dari 50% menunjukkan gejala gagal organ pada hari keempat saat dirawat di
rumah sakit. Dalam 72 jam11 orangakan berkembang menjadi Acute Kidney Injury
(AKI) dan 6 orang akan mengalami gagal ginjal6.Untuk derajat ringan
mortalitasnya mencapai 2,22% sedangkan untuk derajat berat mencapai 45,63%5.
Kematian 1-2 minggu pada pankreatitis akut oleh karena gagal organ multipel.
Kematian pankreatitis akut berat pada minggu pertama lebih dari setengahnya.
Berdasarkan penelitian kohort, mortalitas pankreatitis akut secara keseluruhan
mencapai 2,83% (17 kematian/600 pasien). Untuk derajat berat pankreatitis akut
mencapai 28,3%, sedang 0,6%, dan ringan 0,3%. Saat ini insiden pankreatitis akut
semakin meningkat di seluruh dunia. Insiden pankreatitis akut berbeda-beda di
masing-masing negara sekitar 10-100/100.000 orang. Insiden pankreatitis akut pada
laki-laki meningkat pada umur 33-38 tahun dan masih tetap tinggi pada usia
68 tahun. Sedangkan pada perempuan insidennya meningkat pada umur 53-78
tahun. Pankreatitis akut dapat menyebabkan masuk rumah sakit tiba-tiba untuk
adanya gangguan pada gastrointestinal. Untuk derajat ringan lama dirawat di
rumah sakit mencapai 8.3±0.2 hari, sedangkan derajat sedang selama 14.6±0.5
hari, dan derajat berat mencapai 26.2±3.1 hari.
Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri
dimana enzim pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan
autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan
gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada
pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif
ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan
fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan. Secara klinis pankreatitis
akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah
dan urin. Berdasarkan definisi, pada pankreatitis akut bersifat reversibel jika
stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik diartikan sebagai desktruksi
parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel.
Klasifikasi Pankeatitis Akut
Berdasarkan pada beratnya proses peradangandan luasnya nekrosis parenkim,
pankreatitis akutdapat dibedakan menjadi :
a. Pankreatitis akut tipe intertisial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,
disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat
terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinar.
b. .Pankreatitis akut tipenekrosis hemoragik
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai
dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak
pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-
pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi
ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-
daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga
dapat menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya
nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang
dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.
Patogenesis Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-
sel asinar pankreas1. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas. Gangguan
sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab :
1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu
empedu kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena
plug protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat
konsumsi alkohol.
2. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim
pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak
(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol.
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini
dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di
pankreas. Gangguan di sel asinar pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim
pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,
neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin,
platelet activating faktor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF-, IL-1 beta, IL-6, IL-8
dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) sertavascular adhesive molecules
(VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya
sistem komplemen,dan ketidakseimbangan sistem trombofibrinolitik (perdarahan).
Neutrofil mempermudah pelepasan superoksida dan enzim proteolitik (Cathepsins
B, D, dan G; kolagenase; sertaelastase). Kondisi tersebut akhirnya memicu
terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-
sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat
pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi
lokal maupunsistemik.
Komplikasi Penyakit Pangkreatitis
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi
menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ
yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal.
Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu
gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).
Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan
sebagai nilai skor≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor dari
Marshall. Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari
penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung koroner atau
penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut.
Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi
dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis.
Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan
akut cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan
pesudokista pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita
pankreatitis akut, organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses
edema inflamasi. Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan
gambaran homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang
dikenal sebagai acute collection of peripancreatic fluid. Sementara itu, gejala
klinis pankreatitits edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu
pertama. Namun apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan
dilapisi oleh dinding inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pancreas.
Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan menyebabkan sekitar
80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel, dan
berada didalam atau diluar pankreas dengan ukuran bervariasi. Pankreatitis
nekrosis merupakan komplikasilokal yang terjadi pada sekitar 10%–20% pasien
dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan
nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis
ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang
atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan
menggunakan CECT. Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari
parenkim pankreas atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa
debris atau cairan yang terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection.
Pankreatitis nekrosis dapat bersifat steril (sterilenecrosis) atau terinfeksi (infected
necrosis). Pankreatitis nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit.
Setelah kurang lebih 4 minggu acute necrotic collectionmengecil (namun jarang
sekali menghilang) dan dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang
berisi debris dan cairan, dikenal sebagai walled-off necrosis. 1,12 Pada kondisi
tertentu pankreatitis nekrosis yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi
mikroorganisme yang berubah menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang
mempunyai risiko mortalitas mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis
terinfeksi `ditegakkan melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan.
Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT
didapatkan gambaran gas di parenkim pankreas atau peripankreas
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mendiagnosa kelainan pada pancreas
secara radiologis yaitu dengan Endoscopic Ultrasonography (EUS), CT Scan, dan
Endoscopic Retrograde Cholangio pancreato graphy (ERCP). EUS dan CT Scan
banyak digunakan untuk mengetahui tingkat obstruksi serta penyebabnya, namun
kedua modalitas ini memiliki keterbatasan dalam menampilkan anatomi duktus
dan kondisi patologis. EUS memiliki sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas
sebesar 62% sedangkan CT Scan memiliki sensitivitas sebesar 77% dan
spesifisitas sebesar 63%. CT Scan umumnya memerlukan administrasi media
kontras iodium, yang relatif mahal, nefrotoksik, dan dapat menyebabkan reaksi alergi.
EUS merupakan pemeriksaan yang aman dan murah, tetapi sangat tergantung pada
kemampuan operator.Ketika suatu kelainan tidak terdeteksi oleh EUS dan CT
Scan, maka Endoscopic Retrograde Cholangio pancreato graphy (ERCP) merupakan
pilihan diagnostik berikutnya. Pemeriksaan ERCP memiliki sensitivitas 85-87% dan
merupakan pemeriksaan gold standard untuk mendiagnosis patologis kandung
empedu, obstruksi duktus biliaris, obstruksi duktus pankreatikus, kelainan
kongenital dan pankreatitis kronis serta diperlukan untuk menentukan ukuran dan
anatomisaluran pankreas. Pemeriksaan ERCP mempunyai angka morbiditas 1%-
7%,mortalitas 0,2-10% dan kegagalan hingga 3%-10%(11)(12). Pemeriksaan ERCP
menimbulkan risiko yang signifikan seperti pankreatitis, perdarahan, infeksi,
perforasi, dan komplikasi cardiopulmonary sekitar 10% dari pasien. Pemeriksaan
sistem pancreaticobiliary yang mulai dikembangkan pada tahun 1991 adalah
Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP). Pemeriksaan MRCP
merupakan alternatif teknik pemeriksaan sistem biliaris untuk mengevaluasi sistem
pancreaticobliliary dan menampakkan gambaran ampula, duktus biliaris, duktus
hepatikus, dan duktus pankreatikus. MRCP memiliki sensitivitas, spesifisitas dan
akurasi dalam diagnosis choledocholithiasis yaitu 91%, 98% dan 97%. Beberapa
perbaikan telah dilakukan dalam meningkatkan kemampuan MRCP untuk
menghasilkan citra berkualitas tinggi pada sistem biliaris dan duktus
pankreatikus. MRCP berkembang sebagai teknik pencitraan non-invasif yang efektif
karena memungkinkan visualisasi langsung dari sistem biliaris, kandung empedu
danduktus pankreatikus . Teknik MRCP dikembangkan lebih lanjuttidak hanya
dapat memberikan gambaran pada duktus biliaris tetapi juga pada duktus
pankreatikus, yang secara signifikan memiliki ukuran lebih kecil, dengan diameter
sekitar 3 mm.Penggunaan secretin pada MRCP akan meningkatkan pencitraan duktus
pankreatikus. Penggunaan secretindengan dosis 0,3-1 CU/kgberat badan pada MRCP
akan meningkatkan penggambaran duktuz pankreatikus dan memungkinkan
penilaian sekresi eksokrin pankreas. Secretin merupakan hormon polipeptida
yang terdiri dari 27 asam amino yang dihasilkan dari duodenum dan bagian
atas mukosa jejenum. Penggunaan secretin dapat menimbulkan efek samping seperti
mual, flushing, sakit perut, dan muntah yang terjadi sampai dengan 5% dari
pasien serta menimbulkan efek samping kardiovaskular yaitu peningkatan denyut
jantung, pingsan, hipotensi,dan detak jantung yang melambat. Efek sekresi pada
duktus pankreatikus juga ditimbulkan dengan mengkonsumsi jus jeruk-lemon.
Perubahan efek sekresi yang ditimbulkan dari mengkonsumsi jus jeruk-lemon
dibandingkan dengan makanan biasa, sorbitol, kaldu pepton dan injeksi intra vena
secretin untuk menghasilkan jus pankreatik murni. Pemberian oral jus jeruk-lemon
secara kuat dapat merangsang eksokrin pankreas. Jus jeruk-lemon menginduksi
respon sekresi pankreas lebih murni daripada respon yang dipicu oleh makanan
biasa, sorbitol, dan kaldu pepton. Jus jeruk-lemon mengakibatkan laju sekresi dan
output bikarbonat mirip dengan suntikan intravena secretin, dengan demikian, jus
jeruk-lemon per oral menjadi stimulus kuat untuk sekresi eksokrin pankreas. Jus
jeruk-lemon yang digunakan merupakan campuran antara jeruk dan lemon tanpa
diberikan gula. Keterbatasan dari penelitian ini adalah jus-jeruk lemon terasa
masam ketika diminum oleh pasien dan pembuatannya kurang praktis.
Penggunaan jus lemon dapat menyebabkan efek samping yaitur efluks
gastrointestinal, ulkus gaster, erosi gigi, mulas, peningkatan produksi urineserta
dehidras. Asam aminojuga dapat dijumpai pada jeruk. Kandungan asam amino di jus
jeruk yaitu 0,462 gram lebih besar dibandingkan dengan jus lemon yaitu < 0,001
gram. Kandungan asam amino pada jus jeruk berkisar 5-10% dari total bahan/ bubuk
jeruk, namun sangat tergantung dari pabrikan. Maka dari itu diperlukan alternatif
sediaan asam amino alami yang lebih praktis dalam bentuk minuman kemasan.
Berdasarkan studi pendahuluan dengan uji laboratorium oleh UPT Laboratorium
Terpadu Undip dengan menggunakan Metode Lowry terhadap beberapa jenis
minuman jeruk kemasan, diketahui bahwa minuman jeruk yaitu Vitamin OrangeYou
C1000 memiliki kandungan asam amino paling tinggi (1,60 mg) dibandingkan
dengan Buavita Orange(0,43 mg), Buavita Mandarine Orange(0,38 mg), Vitamin
Water(0,24) dan PulpyOrange(0,18 mg)(26). Minuman jeruk yang mengandung
asam amino 1,60 mg dalam kemasan botol sangat praktis dan belum pernah
dilakukan penelitian tentang penggunaannya sebagai alternatif secretin untuk
meningkatkan kualitas citra pemeriksaan MRCP terutama pada duktus pankreatikus.
Kualitas citra (image quality) yang optimal dengan citra kuantitatif membantu
keakuratan dalam mendiagnosa, sehingga dapat menghindari kesalahan dalam
diagnosa(27). Dari permasalahan tersebut akan dilakukan penelitian analisis citra
MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) pada duktus
pankreatikus setelah pemberian minuman jeruk kemasan per oral sebagai alternatif
secretin.
Di Indonesia, kanker pankreas merupakan tumor ganas ketiga
terbanyak pada pria. Pencitraan non-invasif dari sistem pancreaticobiliarydapat
dilakukan dengan Endoscopic Ultrasonography (EUS), CT Scan, dan Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Pemeriksaan ini masih memiliki
kelemahan dan bahkan dapat menimbulkan risiko yang signifikan. MRCP
berkembang sebagai teknik pencitraan non-invasif yang efektif karena
memungkinkan visualisasi langsung dari sistem biliaris, kandung empedu dan
duktus pankreatikus. MRCP dikembangkan lebih lanjut agar dapat memberikan
gambaran pada duktus pankreatikus, yang secara signifikan memiliki ukuran
lebih kecil, dengan diameter sekitar 3 mm. Penggunaan secretin dengan pada
MRCP akan meningkatkan penggambaran duktus pankreatikus dan memungkinkan
penilaian sekresi eksokrin pankreas. Secretinmerupakan hormon polipeptida yang
terdiri dari 27 asam amino. Penggunaan secretindapat menimbulkan efek samping
seperti mual, flushing, sakit perut, muntah serta kelainan kardiovaskuler. Sumber
asam amino juga dapat dijumpai pada jeruk. Kandungan asam amino pada jus jeruk
berkisar 5-10% dari total bahan /bubuk jeruk, namun sangat tergantung
daripabrikan. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisa citra MRCP
pada duktus pankreatikus setelah pemberian minuman jeruk kemasan per oral
sebagai alternatif secretin.
Prosedur Pemeriksaan MRCP
1. Pengertian MRCP
Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
imejing MRI yang digunakan untuk pemeriksaan pasien pada kelainan system
pancreatobiliaris. MRCP menggunakan sekuens T2, maka cairan yang berada dalam
kantung empedu beserta duktus-duktusnya intensitas sinyalnya akan meningkat
dibandingkan jaringan sekitar. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain seperti
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) makaMRCP lebih
bersifat non invansif, relatif murah, tidak menggunakan radiasi, dan tidak
memerlukan anastesi. MRCP memungkinkan visualisasi yang lebih baik bila
terjadi obstruksi pada duktus proksimal serta bila dikombinasikan dengan
sekuens konvensional T1-Weighteddan T2-Weighted dapat menunjukkan kelainan
ekstra duktus. Namun MRCP belum mampu menghasilkan spatial resolutionyang
sama dengan ERCP
2. Persiapan Pasien Persiapan yang perlu dilakukan pada pemeriksaan MRCP
antara lain:
a. Pasien puasa selama 4-6 jam sebelum pemeriksaan, selama puasa tersebut
pasien tidak diperbolehkan minum dan mengkonsumsi obat seperti biasanya.
b. Sebelum pemeriksaan dilakukan screeningterhadap pasien, terkait patient
safety. Selanjutnya pasien mengganti pakaian dengan baju yang telah disediakan.
c. Pasien diberitahukan mengenai jalannya pemeriksaan, termasuk juga dalam hal
ini dilakukan instruksi dan latihan pola tahan nafas. Pola tahan nafas tersebut
sangat menentukan keberhasilan pemeriksaan.
d. Penggunaan secretinsecara intra vena pada MRCP akan meningkatkan
pencitraan duktus pankreatikus.
3. Teknik PemeriksaanTeknik pemeriksaan MRCP sebagai berikut:
a. Posisi pasien :
1) Menggunakan coil abdomen
2) Pasien supinepada meja MRI, dengan posisi feet first
3) Memasang respiratorytrigger
4) Kedua tangan ke atas untuk menghindari artefak
5) Landmark bagian bawah pada prosesus xiphoideusb. Pengambilan Image
Sequence yang digunakan pada pemeriksaan MRCP antara lain AxialT2, 2D
MRCP (Thick slice) dan 3D MRCP (Thin slice) selain itu jika diperlukan
pada kasus-kasus keganasan/tumor diperlukan adanya sequence Axial TI.
Pankreatitis kronis merupakan suatu penyakit inflamasi pada pankreas
yang ditandai dengan fibrosis pankreas yang persisten dan progresif serta
menimbulkan kerusakan jaringan eksokrin dan endokrin. Ada 3 sub grup
pankreatitis kronis yaitu pankreatitis kalsifikasi kronis, pankreatitis obstruksi
kronis dan pankreatitis inflamasi kronis. Pankreatitis kronis merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya karsinoma pankreas. Pada penelitian yang melibatkan 6
grup senter internasional yaitu Denmark, Jerman, Italia, Swedia, Switzerland
dan Amerika didapatkan angka kejadian karsinoma pankreas 1,8% pada
pasien yang telah terdiagnosis pankreatitis kronis 2 tahun sebelumnya, dan 4%
setelah terdiagnosis 10 sampai 20 tahun sebelumnya. Adenokarsinoma
pankreas terjadi pada 1 per 10,000 penduduk Amerika. Laki-laki 2 kali lebih
sering terkena dari pada wanita. Umumnya penderita pankreatitis kronis mengeluh
nyeri abdomen di epigastrium yang terus menerus yang dijalarkan ke punggung,
mual, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan malnutrisi. Dapat terjadi
steatorea dan diabetes. Umumnya nyeri tekan epigastrium. Adanya pseudokista
akan teraba massa. Bila ada obstruksi bilier akan tampak ikterik. Splenomegali
memperlihatkan adanya trombosis vena lienalis. Malnutrisi tampak seperti tidak
berotot, kulit kering berkeriput dan rambut rapuh. Pemeriksaan laboratorium
umumnya tidak menampakkan ke arah pankreatitis kronis. Serum alfa amilase
dan lipase meningkat ringan atau normal. Liver fungsi test normal. Serum albumin
dapat menurun. Pencitraan yang dapat dilakukan adalah foto polos abdomen,
ultrasonografi, CT scan. Sensitifitas CT scan dalam mendiagnosis pankreatitis
kronis antara 77-90 % dengan spesifitas 85-100 %. Kalsifikasi pankreas
merupakan tanda pada diagnosis pankreatitis kronis, tetapi tingkatan kalsifikasi
tidak berkorelasi dengan tingkat insufisiensi eksokrin. Magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP) atau endoscopic retrograde cholagio
pancreatography (ERCP) diperlukan untuk menentukan ukuran dan anatomi
saluran pancreas, Pengelolaan penderita pankreatitis kronis dapat secara
konservatif berupa pantang alkohol, pengontrolan nyeri, terapi enzim pankreas,
diet, kontrol diabetes. Endoskopi berperan dalam terapi dengan melakukan
spingterotomi, ekstraksi batu dari saluran pankreas, dilatasi dan stenting.
Pembedahan yang dapat dilakukan berupa drainase dan reseksi pankreas. Drainase
pankreas dapat berupa prosedur Peustow (longitudinal pancreaticojejunostomy).
Reseksi pankreas dapat berupa total pancreatectomy. Reseksi merupakan
tindakan kuratif terhadap kanker pankreas.
Daftar Pustaka
Cahyono, Suharjo B. Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut. Medicinus 2014;
27(2):44-50

https://media.neliti.com/media/publications/220114-pengelolaan-pankreatitis-kalsifikasi
kro.pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/87ddeff5d7d5707eb05613ef5e2a
623.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/15869/15/Bab%2012.pdf
http://eprints.undip.ac.id/49195/2/Bab_I%2C_II%2C_dan_III_Tesis_Rev_post.pdf
Sean JM. Pancreas, in Basic Science and Clinical Evidence. Springer. 2001. 529-533.

Anda mungkin juga menyukai