Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS
DI RUANG HEMODIALISA (HD) RSUD Dr. H. SOEMARNO
SOSROATMODJO KUALA KAPUAS

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
I Ketut Indrawijaya
NIM: 11194692111024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
DI RUANG HEMODIALISA (HD) RSUD Dr. H. SOEMARNO
SOSROATMODJO KUALA KAPUAS

Tanggal : Juni 2021

Disusun oleh :
I Ketut Indrawijaya
NIM: 11194692111024

Banjarmasin, Juni 2021


Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

M. Sobirin Mohtar, Ns., M. Kep Herlina Desianti, S.Kep.,Ns


NIK. 1166052018124 NIP. 19831203 200604 2 017
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

I. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem


A. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan
tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang
dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan
oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior
abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial
kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis.
Strukturnya lunak dan berlobulus.

1. Bagian Pankreas
a. Caput Pancreatis
Berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis
Merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal
vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria
mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis
Berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis
Berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
2. Hubungan
a. Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan
perlekatanmesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b. Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae
hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria
mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula
suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.
3. Vaskularisasi
a. Arteriae
a) Pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
b) Pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
c) Pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang
d) Lienalis
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem
porta.
c. Aliran Limfatik
a) Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
b) Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe
coeliaci dan mesenterica superiores.
d. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
a) Ductus Pancreaticus
1. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke
caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini
bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus
membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang kadang muara
ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
2. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas
dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara
ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
b) Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus
bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica
(pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica
mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla
itu terdapat muara ampulla.

B. Fisiologis Pankreas
Menurut Gongzaga 2013, Prankreas disebut sebagai organ rangkap,
mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai kelenjer eksokrin dan kelenjer endokrin.
Fungsi eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan endokrin
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting
pada metabolisme karbohidrat. Kelenjer prankreas dalam mengatur
metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon hormon yang disekresikan
oleh sel-sel di pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai
hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon
yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
a. Pulau Langerhans
Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni sel-alfa, sel beta
dan sel delta. Sel beta mencakup kira kira 60% dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies 1 sengan yang lain. Dalam sel B, muloekus
insulin membentuk polimer komplek dengan seng. Perbedaan dalam
bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan ukuran polimer atau
akregat sel dari isulin. Insulin disintesis dalam retikulum endoplasma sel B,
kemudian diangkut ke aparatus kolgi, tempat ini dibungkus didalam granula
yang diikat membran. Kranula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang sel mengeluarkan insulin kedaerah luar gengang exsosotosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan
dan endotel fenestra kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira kira 25% dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel
delta yang merupakan 10% dari seluruh sel yang mensekresikan
somatostatin.
b. Hormon Insulin
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino satu sama lain dihubungkan oleh
ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino
yang memegang peran penting. Perangsang adalah glukosa darah. Kadar
glukosa darah 80-90 mg/ml.
Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a) Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b) Mengurangi kosentrasi gula darah
c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
c. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin fungsi
terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:
a) Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b) Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Smelzer 2015, Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya
sebagian kecil dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada
prankreas yang beerfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan
insulin.
II. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smelzel dan
Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur
kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek
yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi
kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011) Diabetes Mellitus
(kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa darah
diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang
diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2011)

B. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam
2 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisi atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya
(Smeltzer 2015 dan bare,2015)

b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun.
Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih
belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association 2018
dibagi dalam 4 jenis yaitu1 :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali
sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik
pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun
yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada pankreas, secara
menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat
memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan hidup harus diberikan
insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin
tidak diberikan maka penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga
dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin
sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β
pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Gejala pada DM
tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik. Dengan pola hidup
sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah raga
secara teratur biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus
mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada penerita
stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik
endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat
dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS
atau setelah transplantasi organ).
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.

D. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya
seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat
diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar
gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi untuk mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan
sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.

c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)


Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar
bersama urin, untuk menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula, tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering. Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,2015) .
2. Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015)
adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg

E. Patofisiologi (Pathway)
Menurut Smeltzer, Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial, jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dal berkemih (poliurea), dan rasa haus
(polidipsi). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Difisiensi insulin juga akan
menganggu metabilisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia),
akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan .
dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis
yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri
abdomen mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer
2015 dan Bare,2015).
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting
dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor
faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan
tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi
insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor
khusus pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak
terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti:
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi
(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
(Pathway)

Obesitas, usia,
Reaksi Autoimun genetik

DM tipe I DM tipe I

Sel Beta Sel Beta


pankeras Hancur pankeras Rusak

Defesiensi Insulin

Anabolisme Katabolisme Penurunan


Protein Protein meningkat pemakaiaan glukosa Liposis
meningkat

Kerusakan antobodi Merangsang Hiperglikemia Poliphagi


lemak bebas Gliserol asam
Kekebalan tubuh Visikositas darah Polidipsi
RESIKO
menurun Pusat meningkat Ketogenesis
INFEKSI
lapar, haus
Neuropati Aliran darah Poliurea Ketoasidosis
sensori perifer Polidipsi, melambat
Polifagi
KETIDAKEFEKTIFAN 1. Nyeri abdomen
GULA DARAH 2. Mual, muntah
Klien merasa Ischemic 3. Hiperventilasi
nyeri pada luka KETIDAKSEIMBANGAN Jaringan 4. Nafas bau
NUTRISI : KURANG keton
DARI KEBUTUHAN
NYERI AKUT TUBUH KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN
Nekrosis luka PERIFER

KERUSAKAN
Ganggren
INTEGRITAS KULIT

Aktifitas
terganggu
INTOLERANSI
AKTIVITAS

Sumber : (Smeltzel dan Bare,2015)

F. Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Dua komplikasi akut yang paling sering adalah reaksi hipoglikemia dan
koma diabetik. Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing dan sebagainya. Koma diabetik timbul karena kadar glukosa
dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl.
2. Komplikasi kronik:
Komplikasi kronik secara luas dapat diklasifikasikan sebagai
komplikasi vaskular dan non vaskular. Komplikasi vaskular terbagi atas
makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terjadi karena
aterosklerosis pada pembuluh darah besar yang meliputi penyakit jantung,
serebral dan arteri perifer. Manifestasi klinis komplikasi jantung meliputi
rasa tidak nyaman atau nyeri pada dada dan nafas yang diserta mual
(diaforesis). Manifestasi komplikasi serebral dapat meliputi kebutaan pada
salah satu mata, kelemahan pada satu sisi tubuh, baal, kesulitan bicara,
kebingungan, atau penglihatan ganda. Gejala penyakit pada arteri perifer
meliputi kram pada tungkai setelah berjalan dan kehilangan sensasi
dengan denyut nadi tidak teraba pada ekstremitas yang terkena.
Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati dan neuropati
diabetik. Retinopati diabetik ditandai dengan penglihatan kabur yang
disebabkan oleh perubahan permeabilitas pembuluh darah retina yang
mengakibatkan edema, fase lanjutnya kehilangan penglihatan secara
mendadak seperti glukoma dan ablasio retina. Nefropati diabetika dapat
berlangsung secara diam-diam selama bertahun-tahun karena tanda dan
gejala baru muncul setelah ada kerusakan jaringan renal dengan
persentase yang signifikan. Manifestasi klinis kerusakan renal berat
meliputi edema perifer, mual dan muntah, letih, gatal dan kenaikan berat
badan (karena penumpukan cairan). Manifestasi neuropati diabetik dapat
terjadi segera setelah diagnosis DM ditegakkan. Neuropati otonom dapat
mengakibatkan impotensi, gangguan saluran cerna, disfungsi kandung
kemih dan hipotensi ortostik, nyeri merupakan masalah serius yang
berkaitan dengan neuropati otonom yang bersifat intermiten (kontinu) dan
biasanya makin parah pada malam hari.
3. Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut.
Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut (oral diabetic) termasuk
komplikasi kronik, Komplikasi pada rongga mulut dapat terjadi berupa
peningkatan progresi gingivitis dan periodontitis, meningkatnya resiko
karies, bau mulut dan xerostomia (mulut kering), lesi mukosa mulut seperti
lichen planus, stomatitis aftosa rekuren dan infeksi jamur candida albicans
dengan penampakan sebagai berikut :
a. Lidah: lidah diabetesi sering membesar dan atau terasa tebal, kadang-
kadang timbul gangguan rasa pengecapan pada lidahnya, diabetesi
merasa selera makannya terganggu.
b. Saliva: neuropati menyebabkan hiposaliva, sehingga permukaan
mukosa menjadi kering (xerostomia), sensasi mulut terbakar,
peningkatan insiden karies gigi dan peningkatan frekuensi serta
keparahan infeksi bakteri atau jamur. Penderita DM memiliki aroma
nafas seperti bau aseton (seperti bau tiner penghilang kuteks).
Sebaliknya kadang-kadang terasa saliva amat berlebihan yang disebut
hipersaliva diabetik. Keadaan ini akan berangsur-angsur hilang jika DM
dirawat dengan baik
c. Penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan
periodontitis. Dari sekian banyak komplikasi yang terjadi, periodontitis
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
diabetes melitus dengan tingkat prevalensi yang tinggi mencapai 75%.
Jika kadar gula dalam darah penderita DM tinggi, gigi penderita akan
goyang, goyang bukan hanya satu gigi, melainkan seluruh gigi di dalam
mulut pasien. Kegoyangan pada gigi adalah akibat adanya penurunan
tulang rahang dan kehilangan perlekatan jaringan pendukung gigi
akibat peradangan pada gusi/gingivitis yang terusmenerus yang disebut
periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan
dengan tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah
berdarah tanpa ditemukan kerusakan tulang alveolar. Pada penderita
DM fungsi beberapa sel yang berperan dalam respon peradangan
mengalami perubahan, sel-sel tersebut merupakan lini awal pertahanan
tubuh sehingga menghambat fungsinya dalam melawan bakteri pada
saku gusi dan meningkatkan kerusakan jaringan pendukung gigi.
Kandungan gula yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah
penderita diabetes dapat mengubah lingkungan mikroflora, yang
berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Komplikasi lain dari
diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat
aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
a. Glukosa darah sewaktu>200 mg/dl
b. Glukosa darah puasa>140 mg/dl
c. Glukosa darah 2 jam setelah makan>200 mg/dl
(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)
2. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
3. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
4. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis :
1. Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda
dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi
untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol
glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik
maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan
pengobatan insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien
dewasa, prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko
hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien
lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat
yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn
yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam
antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien.
Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan
secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin
kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat
untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah
bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap
dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang, Idealnya insulin
digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan
sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk
kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan
dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi
insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
2. Obat Antidiabetik Oral
a. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena
adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi
obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia lebih
rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan
karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat
aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih
pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada
pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain
merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga
memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
b. Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan
tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien
lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat
badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah
pada orangtua.
c. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu
enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial. Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut
dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami
diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi
terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.
Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak
menjadi masalah klinis.
d. Thiazolidinediones Thiazolidinediones
Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone
telah terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien
dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

I. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
1. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

Prinsip diet DM,adalah:


1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/ tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti pedoman
3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of
relative body weight ( BPR=berat badan normal) dengan rumus:
BPR = BB (kg) X 100%
TB (cm) -100
Keterangan :
1) Kurus (underweight) : BPR<90%
2) Normal (ideal) : BPR 90% -110%
3) Gemuk (overweight) : BPR >110%
4) Obesitas apabila : BPR> 120%
a. Obesitas ringan : BPR 120% -130%
b. Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
c. Obesitas berat : BPR 140 – 200%
d. Morbid : BPR > 200%
2. Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin
dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya
2) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes
4. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, berarti harus
diberikan obat obatan
5. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin, bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima
pilar diatas mencapai target, tidak akan terjadi komplikasi.
6. Melakukan perawatan luka
a. Pengertian
Melakukan tindakan perawatan menganti balutan, membersihkan luka
pada luka kotor
b. Tujuan
a) Mencegah infeksi
b) Membantu penyembuhan luka
c. Peralatan
Bak Instrumen yang berisi
 Pinset Anatomi
 Pinset Chirurgis
 Gunting Debridemand
 Kasa Steril
 Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:
 Sarung tangan
 Gunting Plester
 Plester atau perekat
 Alkohol 70%/ wash bensin
 Desinfektant
 NaCl 0,9%
 Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
 Verband
 Obat luka sesuai kebutuhan
d. Prosedur Pelaksanaan
Tahap pra interaksi
 Melakukan Verifikasi program terapi
 Mencuci tangan
 Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Tahap orientasi
 Memberikan salam dan menyapa nama pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap kerja
 Menjaga Privacy
 Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
 Membuka peralatan
 Memakai sarung tangan
 Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka dengan
menggunakan pinset
 Membuka balutan lapis terluar
 Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
 Membuka balutan lapis dalam
 Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
 Melakukan debridement
 Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
 Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
 Memasang plester atau verband
 Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
 Berpamitan dengan klien
 Membereskan alat-alat
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan
7. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
8. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
9. Mengelola pemberian obat sesuai program

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uroteral,
trauma jaringan, pembentukan edema, dan iskemia seluler.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan lisan
3. Keletihan b/d penurunan produksi energi metabolic
4. Kelebihan volume cairan b/d Kelebihan asupan cairan
5. Resiko infeksi b/d hiperglikemia
K. Intervensi
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Nyeri akut b/d Setelah di lakukan - Manajemen Nyeri
peningkatan tindakan keperawatan akut.
frekuensi atau selama 1x7 jam 1. Lakukan pengkajian
dorongan kontraksi diharapkan nyeri akut nyeri komprehensif
uroteral, trauma dapat teratasi dengan yang meliputi lokasi,
jaringan, kreteria hasil: karakteristik, durasi,
pembentukan - Kontrol Nyeri frekuensi dan skala.
edema, dan iskemia 1. Dapat 2. Monitor nyeri
seluler. menggambarkan menggunakan alat
faktor penyebab pengukuran yang valid
nyeri dan riable sesuai usia
2. Bisa menggunakan dan kemampuan
tindakan berkomunikasi
pencegahan nyeri 3. Berikan informasi pada
3. Dapat pasien dan keluarga
menggunakan pasien mengenai
tindakan keadaan nyeri.
pengurangan nyeri 4. Ajarkan klien teknik
tanpa analgetik distraksi dan relaksasi
4. Menggunakan 5. Kolaborasi pada dokter
analgetik yang dalam pemberian obat
direkomendasikan analgetik
5. Bisa melakukan
teknik relaksasi
yang efektif

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Nutrition Management


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh b/d selama 1x7 jam makanan
ketidakcukupan diharapkan 2. Kolaborasi dengan
insulin, penurunan Ketidakseimbangan ahli gizi untuk
masukan lisan nutrisi kurang dari menentukan jumlah
kebutuhan tubuh kalori dan nutrisi yang
teratasi, dengan dibutuhkan pasien.
kriteria hasil:
3. Anjurkan pasien
- Nutritional Status :
untuk meningkatkan
food and Fluid Intake
intake Fe
Kriteria Hasil :
4. Anjurkan pasien
1. Adanya
untuk meningkatkan
peningkatan berat
protein dan vitamin C
badan sesuai
dengan tujuan 5. Berikan substansi
2. Berat badan ideal gula
sesuai dengan 6. Yakinkan diet yang
tinggi badan dimakan
3. Mampu mengandung tinggi
mengidentifikasi serat untuk
kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi
4. Tidak ada tanda 7. Berikan makanan
tanda malnutrisi yang terpilih ( sudah
5. Tidak terjadi dikonsultasikan
penurunan berat dengan ahli gizi)
badan yang berarti 8. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan  dan
tindakan tidak selama
jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan
kesukaan
13. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
14. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral.

3 Keletihan b/d Setelah dilakukan - Manajemen energi


penurunan produksi tindakan keperawatan 1. Observasi ttv
energi metabolik selama 1x7 jam 2. Kaji adanya faktor
diharapkan Keletihan yang menyebabkan
teratasi, dengan kelelahan
kriteria hasil: 3. Monitor nutrisi dan
-Tingkat kelelahan sumber energy
1. Kelelahan tidak yang adekuat
ada 4. Pantau reaksi
2. Kelesuan tidak ada tranfusi darah
3. Sakit kepala tidak 5. Jelaskan ke pasien
ada tentang tanda-tanda
4. Nyeri otot dan alergi tranfusi
sendi tidak ada 6. Kolaborasi dengan
5. Kegiatan sehari- dokter dalam
hari tidak pemberian tranfusi
terganggu darah
6. Kualitas istirahat
tidak terganggu
7. Kesadaran tidak
terganggu

4 Kelebihan volume Setelah dilakukan -Manajemen


cairan b/d Kelebihan tindakan keperawatan elektrolit/cairan
asupan cairan selama 1x7 jam 1. Monitor perubahan
diharapkan Kelebihan status paru yang
volume cairan teratasi, menunjukan
dengan kriteria hasil: kelebihan cairan
-Keseimbangan 2. Dapatkan spesimen
cairan laboratorium untuk
1. Keseimbangan pemantauan
intake dan output perubahan cairan
tidak terganggu atau elektrolit
2. Jumlah frekuensi (misalnya
pernafasan tidak hematokrit, protein,
terganggu natrium dan kadar
3. Tekanan darah kalium) yang sesuai
tidak terganggu 3. Timbang berat
4. Berat badan badan harian dan
normal pantau gejala
5. Hematokrit dalam 4. Batasi cairan yang
rentan normal sesuai
6. Berat jenis urin 5. Pemberian informasi
tidak terganggu kelebihan cairan
7. Asites tidak ada 6. Kolaborasi dengan
8. Edema perifer tidak dokter dalam
ada pemberian
obat/terapi

5 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan - Kontrol Infeksi


hiperglikemia tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
selama 1x7 jam ruas gangguan
diharapkan Resiko intergritas pasien.
infeksi tidak terjadi, 2. Observasi tanda dan
dengan kriteria hasil : gejala infeksi pada
- Manajemen diri: luka ganggren pasien.
Infeksi 3. Lakukan tindakan
1. Mendapatkan perawatan luka dan
penanganan pertahankan
diagnosis infeksi sterilisasi dan aseptic
2. Dapat memonitor perawatannya.
tanda dan gejala 4. Ajurkan klien untuk
infeksi selalu menerapkan
3. Menggunakan diet yang telah di
pengobatan berikan.
sesuai yang 5. Ajarkan klien cara
diresepkan cuci 6 langkah yang
4. Dapat mengikuti tepat dan selalu
diet yang sehat menjaga lingkungan
yang bersih.
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotic
sesuai resep dokter
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), (2017). Diakses 05 Mei 2021. Diabetes bacic.
Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics
Biologi Gonzaga.(2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta:Trans Info Mediaq
PERKERNI.(2015). Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
Shadine,M, (2011). Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit
Keenbooks
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. (2015). Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai