KEJANG DEMAM
DI RUANG MAWAR RSUD Dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS
Disusun Oleh:
I Ketut Indrawijaya, S.Kep
NIM: 11194692111024
Menyetujui,
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh di atas 38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hyperthermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Kakalang et
al., 2016)
Kejang ( konfulsi ) merupakan akibat dari pembebasan lostrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba
terjadi gangguan kesadaran ringan aktifitas motorik dan atau atas gangguan
fenomena sensori ( Doegoes, 2016 ).
B. Etiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2015).
Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan
penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer.
2012) demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,
bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor –
faktor tersebut adalah
1. Umur
a. Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah
berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan dari ambang
kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama biasanya
terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya
umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
karena pada wanita didapatkan kematangan otak yang lebih cepat dibanding
laki-laki.
3. Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya
kejang demam. Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan merupakan
nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak,
berkisarantara 38.3 ·C – 41.4 ·C. Adanya perbedaan ambang kejang ini dapat
menerangkan mengapa pada seseorang anak baru timbul kejang sesudah suhu
meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak lainnya kejang sudah timbul
walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan 25 – 50% dari pada pada anak dengan kejang
demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam
sekurang-kurangnya sekali.
C. Manifestasi klinik
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :
1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
2. Mata terbalik ke atas
3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokald. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang
dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit
4. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
5. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd)
6. Suhu 38 ·C atau lebih
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana (simple
febrile seizur), kejang demam komplek (complec febrile seizure).
1. Kejang demam sederhana. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4
tahun, kejang demam yang berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari
15 menit, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik,
umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu
24 jam
2. Kejang demam kompleks. Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15
menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam. Kejang berulang adalah
kejang 2 kali / lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar
D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter”
dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikkan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38 ·C sebab anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
bila suhu mencapai 40 ·C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu berapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjai hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta
disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot
meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya keruskan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting dalam
gangguan peredaran darah yang mngakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsy (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2020)
E. Patway
Nurarif & Kusuma (2013)
F. Komplikasi
Menurut (Arif Mansyoer,2012) kejang demam dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
danbersifat unilateral
3. Kelumpuhan
4. Kerusakkan neurotransmiter. Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan
pada neuron.
5. Epilepsi. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan.
6. Kelainan anatomis di otak. Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat
menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4
bulan sampai 5 tahun.
7. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai demam. 5.
Kemungkinan mengalami kematian.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrosppinal, terutama dipakai untuk
menyingkir kemungkinan infeksi.
b. Hitung darah lenglkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan pada
kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit dan jumlah
trombosit.
c. Panel elektrolit serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering diperiksa
pada sat pertama kali terjadi kejang.
d. Skrining toksik dari serum dan urin digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
keracunan.
e. Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal penatalaksanaan.
2. Elektroensefalografi
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang atau memperlihatkan
gambaran interektal EEG. Pemeriksaan Eeg segera setelah kejang dalam 24 – 48 jam
atau sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam tekanan
3. Neuroimaging
a. Pemeriksaan fotorontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur tulang
kepala, tetapi mempunyai nilai diagnostik yang minimal. Kenaikkan jaringan otak
pada trauma kepala dapat dilihat dengan menggunakan gambaran Computed
Tomagraphy Scan ( CT Scan ) kepala.
b. Magnetic Resonange Imaging ( MRI ) Lebih superior dibanding CT Scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah
yang tertutup oleh struktur tulang, misal: sereblum atau batang otak ( Erny, Darto,
2017 ).
H. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan
yaitu:
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas
harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah,suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
tinggi diturunkan dengan kompresair dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20
mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan,
tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila
diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan
diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan
dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan
-1 tahun 50mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular.
Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-
hari berikutnya dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama
keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada
gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu
1) Profilaksis intermiten saat demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk
profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam
dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg
(BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C.
efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat
mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus
menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam
2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asamvalproat dengan
dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
(termasuk poin 1atau 2) yaitu :
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau
mikrosefal)
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara dan menetap.
3) Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara
kandung.
4) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan
atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam. Bila hanya
mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka
panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping
antipiretik.
C. Intervensi
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O SDKI
1 Hipertermia b/d Setelah dilakukan Manajemen
proses penyakit tindakan keperawatan Hipertermia (I.15506)
selama 1x30 menit Observasi:
diharpkan 1. Identifikasi penyebab
termoregulasi hipertermia (mis.
membaik dengan Dehidrasi, terpapar
kriteria hasil: lingkungan panas,
Termoregulasi penggunaan
(L.14134) inkubator)
1. Suhu tubuh dari 2. Monitor suhu tubuh
skala 2 (cukup 3. Monitor kadar
memburuk) elektrolit
4. Monitor haluaran
menjadi skala 5
urine
(membaik) 5. Monitor komplikasi
2. Suhu kulit dari akibat hipertermia
skala 3 (sedang) Terapeutik :
menjadi skala 5 1. Sediakan lingkungan
(membaik) yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Managemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan keperawatan (I.03119)
mengabsorpsi selama 1x8 jam Observasi
nutrient (kehilangan diharapkan nutrisi 1. Identifikasi status
napsu makan) pasien terpenuhi nutrisi
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan
Status nutrisi intoleransi makanan
(L.03030) 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makan yang yang disukai
dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan
meningkat dari kalori dam jenis
skala 3 (sedang) ke nutrein
skala 5 (meningkat) 5. Monitor asupan
2. Verbalisasi makanan
keinginan untuk 6. Monitor BB
meningkatkan Terapeutik
nutrisi meningkat 1. Fasilitasi menentukan
dari skala 3 pedoman diet
(sedang) ke skala 5 2. Berikan makanan
(meningkat) tinggi kalori dan
3. Frekuensi makan tinggi protein
membaik dari skala 3. Berikan suplemen
3 (sedang) ke skala makanan, jika perlu
5 (membaik) Edukasi
4. Nafsu makan 1. Ajarkan tentang diet
membaik dari skala yang diprogramkan
3 (sedang) ke skala Kolaborasi
5 (membaik) 1. Kolaborasi pemberian
5. Bising usus medikasi antiemetic,
membaik dari skala jika perlu
3 (sedang) ke skala 2. Kolaborasi dengan
5 (membaik) ahli gizi untuk
6. Membran mukosa menentukan jumlah
baik dari skala 3 kalori dan jenis
(sedang) ke skala 5 nutrein yang
(membaik) dibutuhkan
3 Risiko cedera Setelah dilakukan - Manajemen
Tindakan keperawatan lingkungan
1 x 8 jam diharapkan Observasi
risiko cedera dapat 1. Monitor pencetus
dihindari dengan terjadinya cedera
kriteria hasil: Terapeutik
- Kontrol risiko 1. Ciptakan lingkungan
cedera yang aman bagi
1. Cedera tidak pasien
terjadi 2. Hindari kemungkinan
2. Kejang tidak terjadinya cedera
terjadi akibat dari stimulus
3. Tekanan darah kejang
membaik 3. Antisipasi dini
pertolongan kejang
4. Batasi pengujung
5. Cegah terjadinya
benturan/trauma yang
memungkinkan
terjadinya cedera fisik
Edukasi
1. Beri edukasi keluarga
pasien mengenai
perubahan/tindakan
pencegahan
4 Resiko terjadinya Setelah dilakukan Manajemen Kejang
kejang berulang tindakan keperawatan Observasi
selama 1x7 jam 1. Monitor terjadinya
diharapkan Resiko kejang berulang
terjadinya kejang 2. Monitor karakteristik
berulang tidak terjadi kejang (mis. Aktivitas
teratasi, dengan motorik, dan progresi
kriteria hasil kejang)
Status kejang 3. Monitor status
1. Suhu tubuh dalam neurologis
rentang normal 4. Monitor tanda tanda
2. Kejang tidak ada vital
3. Tidak ada perubahanTerapeutik
warna kulit dan 1. Baringkan pasien agar
tidak pusing tidak terjatuh
2. Berikan alas empuk di
bawah kepala, jika
memungkinkan
3. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
4. Longgarkan pakaian,
terutama di bagian
leher
5. Dampingi selama
periode kejang
6. Jauhkan benda benda
berbahaya terutama
benda tajam
7. Catat durasi kejang
8. Reorientasikan setelah
periode kejang
9. Dokumentasikan
periode terjadinya
kejang
10. Pasang akses IV,
jika perlu
11. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
menghindari
memasukkan apapun
ke dalam mulut pasien
saat periode kejang
2. Anjurkan keluarga
tidak menggunakan
kekerasan untuk
menahan gerakann
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2016. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta : EGC
Chen K dan Pohan H.T. 2017 Penatalaksanaan Kejang demam dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi,
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. (2015). Baru Ajar Keperawatan Anak Brunner & Suddarth. Jakarta :
EGC
25