Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM
DI RUANG MAWAR RSUD Dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Anak


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
I Ketut Indrawijaya, S.Kep
NIM: 11194692111024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Kejang Demam Di Ruang Mawar


Rsud Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
NAMA MAHASISWA : I Ketut Indrawijaya, S.Kep
NIM : 11194692111024

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

Ruang Mawar RSUD Dr. H. Soemarno Program Studi Profesi Ners


Sosroatmodjo Kuala Kapuas Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

H. Peryansyah, S.Kep., Ns Umi Hanik Fetriyah, Ns., M. Kep


NIP. NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Kejang Demam Di Ruang Mawar


Rsud Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas
NAMA MAHASISWA : I Ketut Indrawijaya, S.Kep
NIM : 11194692111024

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

Ruang Mawar RSUD Dr. H. Soemarno Program Studi Profesi Ners


Sosroatmodjo Kuala Kapuas Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

H. Peryansyah, S.Kep., Ns Umi Hanik Fetriyah, Ns., M. Kep


NIP. NIK.

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 11661020122053
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

I. KONSEP ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Anatomi dan Fisiologi

Penerapan dan proses keperawatan pada pasien dengan masalah neurologi


memerlukan pengetahuan tentang struktur dan fungsi sistem persarafan. Sistem
saraf bekerja sebagai konduktor sistem listrik, saraf mengatur dan
mengendalikan seluruh aktifitas tubuh. Aktifitas dapat dikelompokkan dalam 4
fungsi berikut: menerima informasi (stimulus) dari lingkungan internal dan
eksternal melalui jalur sensori (af-ferent), menghubungkan informasi yang
diterima pada berbagai tingkat reflex (medulla spinalis) dan mengingatkan (otak
yang lebih tinggi) untuk menentukan respon yang sesuai dengan situasi,
menghubungkan informasi antara sistem saraf perifer dan pusat, menyalurkan
informasi dengan cepat melalui berbagai jalur motorik (efferent) ke organ tubuh.
Dalam pembahasan kejang demam ini akan diuraikan sistem saraf pusat dan
sistem saraf perifer
1. Saraf Pusata.
a. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang di sebut
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang
berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-
fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer: bagian tengah
fosa berisi lobus parietal, temporal dan okspital dan bagian fossa posterior
berisi batang dan medulla
1) Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus subtansia grisen terdapat
pada bagian luar dinding serebrum dan subtansia alba menutupi dinding
serebrum bagian dalam. Pada prinsip nya komposisi subtansia gisea yang
terbentuk dari badan- badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan
basl ganglia. Subtansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan
bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Parietal lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa
yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu
mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhya. Kerusakan pada
daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect.
c) Temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan
pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah
ini.
d) Okspital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2) Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri
dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah (midbrain atau
mesensefalon) menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer
serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat
refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara
otak tengah dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian serebelum
dan juga antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla
spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan
serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-
pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan
sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
3) Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral,
lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakkan yang benar,
keseimbangan, posisi dan mengitegrasikan input sensorik.
Fosa bagian tengah atau diensefalon berisi talamus, hipotalamus dan kelenjar
hipofisis.
a) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua
impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
b) Hipotalamus terletak pada anterior dan inferiro talamus. Berfungsi
mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga
bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan
cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokonstriksi atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan
kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sabagai pusat lapar dan mengontrol
berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan
seksual dan pusat respons emosional (misal rasa malu, marah, depresi,
panik dan takut).
c) Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah
hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-
hormonnya hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ
lain. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul
tumor pada orang dewasa, biasanya terdeteksi dengan tanda dan gejala
fisik yang dapat menyebar ke hipofisis.
d) Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan sambungan medulla oblongata yang turun ke
bawah. Di mulai dari foramen magnum dan berakhir pada L 2. Cairan
cerebro spinalis (Cerebro Spinalis Fluid/CSF) didapati dalam ventrikel
otak, di dalam kanalis sentralis medula spinalis, dan di dalam ruangan-
ruangan subarachnoid. Liquor bekerja sebagai bantalan pada sistem saraf
dan menunjang bobot otak. CSf dibuat pada ventrikelventrikel di pleksus
khoroideus. Jumlah sel darah: eritrosit:negatif, lekosit: 0 – 5, 0 -10 sel-sel
(semua limfosit dan monosit).
4) Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak di
luar sistem saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal, yaitu saraf
motorik, sensorik atau “campuran” (serabut sensorik dan motorik). Saraf
perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls dari neuron
ke otak yang terdiri dari:
a) Nervus Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung membawa
rangsangan aroma ( bau-bauan ) dari rongga hidung ke otak. Fungsinya
saraf pembau yang keluar dari otak di bawah dahi yang disebut lobus
olfaktorius, kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang
tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel panca indera.
b) Nervus Optikus: Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa
rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Mandibularis: Sifatnya majemuk (sensori dan motoris), serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah, serabut- serabut
sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. Serabut
rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di mana saraf ini merupakan saraf otak
terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf besar yang mengandung
serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang terkecil
mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang karang bagian
perasa membentuk sebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta
meninggalkan rongga tengkorak.
d) Nervus Abdusen: Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya
sebagai saraf penggoyang sisi mata di mana saraf ini keluar di sebelah
bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika. Sesudah
sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
e) Nervus Fasialis: Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut- serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk
wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik wajah dan
meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar sebelah belakang
dan beriringan dengan saraf pendengar.
f) Nervus Auditorius: Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai
saraf perasa, di mana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan
terdapat di bawah saraf lidah tekak.
g) Saraf Assesorius: Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide
mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya, sebagai saraf tambahan,
terbagi atas 2 bagaian, bagian yang berasal dari otak dan bagian yang
berasal dari sumsum tulang belakang.
h) Nervus Hipoglosus: Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah.
Fungsinya: sebagai saraf lidah di mana ini terdapat di dalam sumsum
penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi
foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada otot
yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
i) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, tosil dan
lidah, rangsangan cita rasa.
j) Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, laring,
paru-paru dan esofagus.
k) Nervus Okulomotoris: Sifatnya motorik mensarafi penggerak bola mata
dan mengangkat kelopak mata.
l) Nervus Troklearis: Sifatnya motorik mensarafi mata, memutar mata dan
penggerak mata.

II. KONSEP PENYAKIT KEJANG DEMAM


A. Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh di atas 38°C yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hyperthermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Kakalang et
al., 2016)
Kejang ( konfulsi ) merupakan akibat dari pembebasan lostrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba
terjadi gangguan kesadaran ringan aktifitas motorik dan atau atas gangguan
fenomena sensori ( Doegoes, 2016 ).

B. Etiologi
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2015).
Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan
penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Menurut Arif Mansjoer.
2012) demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,
bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Selain penyebab diatas Ada 5 Faktor yang mempengaruhi kejang, faktor –
faktor tersebut adalah
1. Umur
a. Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam.
b. Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Insiden tertinggi didapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah
berumur 4 tahun. Hal ini mungkin disebabkan adanya kenaikan dari ambang
kejang sesuai dengan bertambahnya umur. Serangan pertama biasanya
terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya
umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
karena pada wanita didapatkan kematangan otak yang lebih cepat dibanding
laki-laki.
3. Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat untuk terjadinya
kejang demam. Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan merupakan
nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak,
berkisarantara 38.3 ·C – 41.4 ·C. Adanya perbedaan ambang kejang ini dapat
menerangkan mengapa pada seseorang anak baru timbul kejang sesudah suhu
meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak lainnya kejang sudah timbul
walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan 25 – 50% dari pada pada anak dengan kejang
demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam
sekurang-kurangnya sekali.

C. Manifestasi klinik
Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :
1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
2. Mata terbalik ke atas
3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokald. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang
dari 8% berlangsung lebih dari 15 menit
4. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
5. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd)
6. Suhu 38 ·C atau lebih
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana (simple
febrile seizur), kejang demam komplek (complec febrile seizure).
1. Kejang demam sederhana. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4
tahun, kejang demam yang berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari
15 menit, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik,
umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu
24 jam
2. Kejang demam kompleks. Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15
menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam. Kejang berulang adalah
kejang 2 kali / lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar

D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
energi yang dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun
ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter”
dan terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikkan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38 ·C sebab anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
bila suhu mencapai 40 ·C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu berapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjai hipoksemia, hiperkapnia, asidosis lakta
disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot
meningkat.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya keruskan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting dalam
gangguan peredaran darah yang mngakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsy (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2020)

E. Patway
Nurarif & Kusuma (2013)
F. Komplikasi
Menurut (Arif Mansyoer,2012) kejang demam dapat mengakibatkan :
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit
danbersifat unilateral
3. Kelumpuhan
4. Kerusakkan neurotransmiter. Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan
pada neuron.
5. Epilepsi. Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan.
6. Kelainan anatomis di otak. Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat
menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4
bulan sampai 5 tahun.
7. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai demam. 5.
Kemungkinan mengalami kematian.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal untuk menganalisis cairan serebrosppinal, terutama dipakai untuk
menyingkir kemungkinan infeksi.
b. Hitung darah lenglkap untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan pada
kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit dan jumlah
trombosit.
c. Panel elektrolit serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering diperiksa
pada sat pertama kali terjadi kejang.
d. Skrining toksik dari serum dan urin digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
keracunan.
e. Pemantauan kadar obat antiepileptik digunakan pada fase awal penatalaksanaan.
2. Elektroensefalografi
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang atau memperlihatkan
gambaran interektal EEG. Pemeriksaan Eeg segera setelah kejang dalam 24 – 48 jam
atau sleep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam tekanan
3. Neuroimaging
a. Pemeriksaan fotorontgen kepala dapat memperlihatkan adanya fraktur tulang
kepala, tetapi mempunyai nilai diagnostik yang minimal. Kenaikkan jaringan otak
pada trauma kepala dapat dilihat dengan menggunakan gambaran Computed
Tomagraphy Scan ( CT Scan ) kepala.
b. Magnetic Resonange Imaging ( MRI ) Lebih superior dibanding CT Scan dalam
mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah
yang tertutup oleh struktur tulang, misal: sereblum atau batang otak ( Erny, Darto,
2017 ).

H. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan
yaitu:
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas
harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah,suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh
tinggi diturunkan dengan kompresair dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20
mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan,
tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila
diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan
diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1
mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan
dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan
iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan
-1 tahun 50mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular.
Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari
pertama dengan dosis 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-
hari berikutnya dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama
keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada
gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu
1) Profilaksis intermiten saat demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk
profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam
dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg
(BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C.
efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat
mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus
menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam
2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asamvalproat dengan
dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria
(termasuk poin 1atau 2) yaitu :
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan
neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau
mikrosefal)
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara dan menetap.
3) Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara
kandung.
4) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan
atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam. Bila hanya
mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka
panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping
antipiretik.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
jawab
2. Keluhan utama
Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan yang dialami
pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat panas diatas > 37,5.-
39,5 oC.
3. Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah betul ada
kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui kejang yang dialami
oleh anak, Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan
waktu berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD Sebelum penderita mengalamiserangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang teljadi untuk
pertama kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA dan
lain-lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam sepexti pasien (25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang mendedta penyakit seperti
ISPA, diare atau Penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan texjadinya kejang
demam.
6. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kelainan ibu sewaktu hamil per trisemester, apakah ibu pemah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma perdarahan pervagina sewaktu hamil,
penggunakan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/ vakum), perdarahan ante partum,
asfiksia dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak
mau netek dan kejang kejang.
7. Riwayat imunisasi
8. Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
9. Keadaan umum
Meliputi kesadaran klien, keadaan klien secara umum, tingkat nyeri, GCS nya, TTV
10. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
sistem saraf pusat.
11. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku pada anak dan keadaan emosionalnya yang perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan
teman sebayanya.
12. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan denga kcsehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis Bagaimana
pandangan tehadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan,
tindakan apabila anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan
pertama.
13. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa saja yang disukai dan
yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per
hari.
14. Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana
warna, bau khas, dan terdapat darah, serta tanyakan apakah disertai nyeri saat anak
kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak, bagaimana konsistensinya
lunak, keras, cair atau berlendir.
15. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya, berkumpul dengan
keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.
16. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa, kebiasaan
sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : letargi, kusut piker, disorentasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d proses penyakit
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient (kehilangan napsu makan)
3. Resiko cedera
4. Resiko terjadinya kejang berulang

C. Intervensi
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O SDKI
1 Hipertermia b/d Setelah dilakukan Manajemen
proses penyakit tindakan keperawatan Hipertermia (I.15506)
selama 1x30 menit Observasi:
diharpkan 1. Identifikasi penyebab
termoregulasi hipertermia (mis.
membaik dengan Dehidrasi, terpapar
kriteria hasil: lingkungan panas,
Termoregulasi penggunaan
(L.14134) inkubator)
1. Suhu tubuh dari 2. Monitor suhu tubuh
skala 2 (cukup 3. Monitor kadar
memburuk) elektrolit
4. Monitor haluaran
menjadi skala 5
urine
(membaik) 5. Monitor komplikasi
2. Suhu kulit dari akibat hipertermia
skala 3 (sedang) Terapeutik :
menjadi skala 5 1. Sediakan lingkungan
(membaik) yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Managemen nutrisi
ketidakmampuan tindakan keperawatan (I.03119)
mengabsorpsi selama 1x8 jam Observasi
nutrient (kehilangan diharapkan nutrisi 1. Identifikasi status
napsu makan) pasien terpenuhi nutrisi
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan
Status nutrisi intoleransi makanan
(L.03030) 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makan yang yang disukai
dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan
meningkat dari kalori dam jenis
skala 3 (sedang) ke nutrein
skala 5 (meningkat) 5. Monitor asupan
2. Verbalisasi makanan
keinginan untuk 6. Monitor BB
meningkatkan Terapeutik
nutrisi meningkat 1. Fasilitasi menentukan
dari skala 3 pedoman diet
(sedang) ke skala 5 2. Berikan makanan
(meningkat) tinggi kalori dan
3. Frekuensi makan tinggi protein
membaik dari skala 3. Berikan suplemen
3 (sedang) ke skala makanan, jika perlu
5 (membaik) Edukasi
4. Nafsu makan 1. Ajarkan tentang diet
membaik dari skala yang diprogramkan
3 (sedang) ke skala Kolaborasi
5 (membaik) 1. Kolaborasi pemberian
5. Bising usus medikasi antiemetic,
membaik dari skala jika perlu
3 (sedang) ke skala 2. Kolaborasi dengan
5 (membaik) ahli gizi untuk
6. Membran mukosa menentukan jumlah
baik dari skala 3 kalori dan jenis
(sedang) ke skala 5 nutrein yang
(membaik) dibutuhkan
3 Risiko cedera Setelah dilakukan - Manajemen
Tindakan keperawatan lingkungan
1 x 8 jam diharapkan Observasi
risiko cedera dapat 1. Monitor pencetus
dihindari dengan terjadinya cedera
kriteria hasil: Terapeutik
- Kontrol risiko 1. Ciptakan lingkungan
cedera yang aman bagi
1. Cedera tidak pasien
terjadi 2. Hindari kemungkinan
2. Kejang tidak terjadinya cedera
terjadi akibat dari stimulus
3. Tekanan darah kejang
membaik 3. Antisipasi dini
pertolongan kejang
4. Batasi pengujung
5. Cegah terjadinya
benturan/trauma yang
memungkinkan
terjadinya cedera fisik
Edukasi
1. Beri edukasi keluarga
pasien mengenai
perubahan/tindakan
pencegahan
4 Resiko terjadinya Setelah dilakukan Manajemen Kejang
kejang berulang tindakan keperawatan Observasi
selama 1x7 jam 1. Monitor terjadinya
diharapkan Resiko kejang berulang
terjadinya kejang 2. Monitor karakteristik
berulang tidak terjadi kejang (mis. Aktivitas
teratasi, dengan motorik, dan progresi
kriteria hasil kejang)
Status kejang 3. Monitor status
1. Suhu tubuh dalam neurologis
rentang normal 4. Monitor tanda tanda
2. Kejang tidak ada vital
3. Tidak ada perubahanTerapeutik
warna kulit dan 1. Baringkan pasien agar
tidak pusing tidak terjatuh
2. Berikan alas empuk di
bawah kepala, jika
memungkinkan
3. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
4. Longgarkan pakaian,
terutama di bagian
leher
5. Dampingi selama
periode kejang
6. Jauhkan benda benda
berbahaya terutama
benda tajam
7. Catat durasi kejang
8. Reorientasikan setelah
periode kejang
9. Dokumentasikan
periode terjadinya
kejang
10. Pasang akses IV,
jika perlu
11. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
menghindari
memasukkan apapun
ke dalam mulut pasien
saat periode kejang
2. Anjurkan keluarga
tidak menggunakan
kekerasan untuk
menahan gerakann
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2016. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta : EGC
Chen K dan Pohan H.T. 2017 Penatalaksanaan Kejang demam dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi,
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. (2015). Baru Ajar Keperawatan Anak Brunner & Suddarth. Jakarta :
EGC
25

Anda mungkin juga menyukai