PENDAHULUAN
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Anatomi
2
Gambar 2. Sistem Ductus excretorius pada Pankreas; dilihat dari ventral.
a. Ductus excretorius utama (saluran WIRSUNG)
Ductus excretorius bermula dari cauda pankreas sampai ke caput pankreas,
dan di tempat ini bergabung dengan segmen terminal ductus choledochus
untuk membentuk ampulla hepatopancreatica. Untuk selanjutnya bermuara
pada papilla duodeni major. 5
b. Ductus pancreaticus accessories (saluran SANTORINI)
Ductus pancreaticus accessories ditemukan pada 65% dari seluruh kasus yang
bermuara ke dalam duodenum, 2 cm lebih proksimal dari selurug papilla
duodeni minor. 5
3
a. Caput: Arcus arterial ganda dari Aa. pancreaticoduodenales superiors anterior
dan posterior (dari A. gastroduodenalis) dan dari A. pancreaticoduodenalis
inferior dengan R. anterior dan R. posterior (dari A. mesenterica superior).
b. Corpus dan Cauda: Rr. pancreatici dari A. splenica yang memberi cabang
menjadi A. pancreatica dorsalis di belakang Pancreas dan A. pancreatica
inferior pada batas inferior kelenjar. 5
2.2. Fisiologi
Pankreas adalah sebuah kelenjar memanjang yang terletak di belakang dan di
bawah lambung, di atas lengkungan pertama duodenum. Kelenjar campuran ini
mengandung jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin yang predominan
terdiri dari kelompok-kelompok sel sekretorik mirip anggur yang membentuk
kantung yang dikenal sebagai asinus yang berhubungan dengan duktus yang
akhirnya bermuara di duodenum. Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri dari
pulau pulau Langerhans, yang tersebar di seluruh pankreas. Hormon-hormon
terpenting yang disekresikan oleh pulau-pulau Lengerhans adalah insulin dan
Glukagon. Pankreas eksokrin dan endokrin berasal dari jaringan berbeda selama
perkembangan masa mudigah dan hanya memiliki kesamaan lokasi. Meskipun
sama sama terlibat dalam metabolisme molekul nutrien namun keduanya memiliki
fungsi berbeda di bawah kontrol mekanisme regulatorik yang berlainan.3
a. Sekresi Eksokrin
Sekresi pankreas eksokrin diatur oleh mekanisme humoral dan neural.
Oleh rangsangan bormon sekretin, sel eksokrin pankreas (sentroasiner)
mengeluarkan 1500-2500 mL cairan elektrolit dan enzim sehari dengan pH
8-8,3 dan tekanan osmotik yang sama dengan plasma. Harmon
kolesistokinin (CCK) juga merupakan perangsang yang sangat kuat
terhadap sekresi enzim, sementara hormon vasoactive intestinal peptide
(VIP) di usus merupakan perangsang kuat untuk sekresi air dan bikarbonat.
Asetilkolin yang dibebaskan di ujung nervus vagus merangsang sekresi
enzim pencernaan. .3
b. Sekresi Endokrin
4
Harmon pankreas disekresi oleh pulau Langerhans. Setiap pulau
berdiameter 75-150 μm dan terdiri atas sel beta/β 75% (sumber insulin), sel
alfa/α 20% (sumber glukagon), sel delta/ 5% (sumber somatostatin, gastrin,
dan polipeptida pankreas) dan beberapa sel C. Glukagon, yang juga
dihasilkan oleh mukosa usus, mencetuskan glukoneogenesis dalam hati
sehingga glukosa keluar ke dalam aliran darah. Insulin terutama berfungsi
memindahkan glukosa dan gula lain melalui membran sel ke jaringan,
terutama sel otot, fibroblast, dan jaringan lemak. .3
2.3. Definisi
Pankreatitis adalah radang pankreas yang disertai oleh manifestasi lokal dan
sistemik; kebanyakan bukan disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus melainkan
akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari asinus ke parenkim
pankreas dan merembes ke organ sekitarnya. Pada pankreatitis kronik, terjadi
kerusakan parenkim dan sistem duktus pankreas yang tidak berpulih (ireversibel)
disertai fibrosis. Patogenesisnya tidak jelas; alkoholisme sering menjadi
penyebabnya. Komponen obstruksi disertai dengan naiknya tekanan intraduktus
juga sering ditemukan.4
Pankreatitis akut adalah kondisi peradangan akut pada pankreas yang dapat
meluas ke jaringan ekstrapankreas lokal dan jauh. Pankreatitis kronis didefinisikan
sebagai inflamasi permanen atau keadaan yang tidak bisa pulih pada pankreas yang
disebabkan oleh peradangan kronis dan fibrosis yang menyebabkan gangguan
fungsi eksokrin dan endokrin pankreas.8
5
2.4. Epidemiologi
Di negara barat penyakit ini seringkali ditemukan dan berhubungan erat dengan
penyalahgunaan pemakaian alkohol dan penyakit hepatobilier. Frekuensi berkisar
antara 0,14-1% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk. Di Indonesia penyakit ini
sudah banyak dilaporkan, sebelumnya jarang dilaporkan mungkin karena adanya
dugaan bahwa tingkat konsumsi alkohol masih sangat rendah sehingga penyakit ini
tidak terpikirkan.
Sedangkan pada pankreatitis kronik data rumah sakit di Amerika Serikat
mendapatkan pankreatitis kronik 87.000 kasus pertahun. Data beberapa pasien di RS
beberapa kota di dunia menunjukan prevalensi yang serupa. Perawatan pankreatitis
kronik untuk kulit hitam 3 kali lebih tinggi dibandingkan kulit putih di Amerika
Serikat. Pada penelitian populasi, pria terkena lebih banyak dibandingkan wanita
(6,7 versus 3,2 per 100.000 populasi).1
Sekitar 75%–85% penyebab pankreatitis akut dapat diidentifikasi, dengan
penyebab utama adalah obstruksi batu di duktus koledokus (38%) dan alkohol
(36%). Penyebab lainnya adalah pancreas divisium (7%), komplikasi pasca tindakan
ERCP (5,4%), hipertrigliseridemia (1%–4%), obat obatan (1%-4% ) dan
hiperkalsemia.10
2.5. Etiologi
a. Mekanik
1. Batu empedu
Batu empedu penyebab pankreatitis umumnya berukuran kecil, disebut
mikrolitiasis. Apabila turun ke saluran distal, batu ini dapat melukai ampulla Vateri
dan menyebabkan edema dan inflamasi atau obsrruksi sehingga terjadi refluks
empedu ke saluran pankreas, yang bersama dengan beberapa faktor lain, akan
memicu pankreatitis akut.4
2. Trauma
Trauma, baik tumpul dan iatrogenic selama operasi atau endoskopi
b. Metabolit
1. Alkoholisme
6
Konsumsi alkohol dapat menyebabkan Pankreatitis melalui beberapa mekanisme
alkohol dapat meningkatkan Sekresi eksokrin pankreas sementara dan kontraksi
dari sfingter oddi (otot yang meregulasi tonus dari ampulla veter). Alkohol juga
mempunyai efek toksik langsung pada sel asinus termasuk induksi stress oksidatif
pada sel asinus yang mengikat mengakibatkan kerusakan membra. Akhirnya
konsumsi alkohol kronik menyebabkan sekresi dari cairan kaya protein dari
pankreas yang berujung pada deposit dari plak protein yang kemudian menebal dan
menyebabkan obstruksi duktus pankreas yang kecil.2
2.6. Patofisiologi
Aktivasi tripsin adalah kejadian kritis pencetus pankreatitis akut. Apabila tripsin
secara tidak normal terbentuk dari proenzimnya tripsinogen, dia dapat mengaktivasi
7
dirinya sendiri yang kemudian dapat berperan dalam proses autodigesti. Tripsin
juga mengubah prekallikrein menjadi bentuk aktifnya. Kemudian menghidupkan
sistem kinin dan dengan aktivasi dari faktor XII (faktor Hageman) juga mengatur
mulanya sistem pembekuan darah dan sistem komplemen. Tiga jalur tersebut dapat
mencetuskan aktivasi enzim awal yang berujung pada pankreatitis akut.2
a. Obstruksi duktus pankreas akan meningkatkan tekanan intraduktus dan
menyebabkan akumulasi cairan interstisial yang kaya akan enzim. Dan karena
lipase disekresikan dalam bentuk aktif maka nekrosis lemak lokal dapat terjadi.
Jaringan yang cedera miofibroblas, periasinar, dan leukosit kemudian
melepaskan sitokin proinflamasi yang menyebabkan inflamasi lokal dan edema
interstisial lewat kebocoran mikrovaskular. Edema kemudian menyebabkan
gangguan pada aliran darah local, menyebabkan insufisiensi vaskular dan jejas
iskemik pada sel asinus.2
b. Cedera sel asinus primer. Mekanisme patogenesik ini berperan dalam
pankreatitis akut yang disebabkan oleh iskemia, infeksi virus (contoh mumps)
obat-obatan dan trauma langsung pada pankreas.2
c. Kelainan transpor intrasel dari proenzim di dalam sel asinus. Dalam sel
asinus normal enzim pencernaan yang ditujukan untuk granula zimogen dan
akhirnya pelepasan ekstraseluler dan enzim hidrolitik yang ditujukan untuk
lisosom diangkut melalui jalur yang terpisah setelah sintesis di dalam retikulum
endoplasma. Bagaimanapun setidaknya beberapa model hewan dengan cedera
metabolit, proenzim pankreas dan hidrolase lisosomal menjadi terbungkus
bersama. Hal ini menyebabkan aktivasi proenzim, rupture lisosomal (kerja dari
fosfolipase), dan pelepasan lokal dari enzim yang teraktivasi. Peran mekanisme
ini pada pankreatitis akut pada manusia masih belum jelas.2
2.7. Klasifikasi
a. Pankreatitis Akut
Klasifikasi pankreatitis menurut Atlanta yang direvisi pada tahun 2013.
8
2. Tidak adanya komplikasi lokal
Pankreatitis Akut Sedang-Berat
b. Pankreatitis Berat
2.9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis akat didapatkan seperti nyeri abdomen, diare kronik, dan
BB menurun, dll.1
9
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan perut tegang dan sakit, terutama bila di
tekan. Sekitar 90% penderita mengalami demam, takikardia, dan leukusitosis. Syok
dapat terjadi bila banyak cairan dan darah hilang di daerah retroperitoneum arau
intraperitoneum, apalagi bila disereai muntah. Rangsangan cairan pankreas dapat
menyebar ke perut bawah atau ke rongga dada kiri sehingga terjadi efusi pleura kiri.
Umumnya, terjadi paralisis usus; di sekitar pankreas yang meradang, diikuti syok
sepsis, gangguan fungsi paru dan ginjal.
Mungkin pula ditemukan ikterus akibat pembengkakan hulu pankreas, atau
hemolisis sel darah merah yang Sering rapuh pada pankreatitis akut. Tetapi dapat
timbul bila. terjadi hipokalsemia. Kadang dapat ditemukan tanda Gray-Turner
(perubahan warna di daerah perut samping berupa bercak darah) atau tanda Cullen
(bercak darah di daerah pusar), yang menunjukkan luasnya perdarahan
retroperitoneum dan subkutis.1
Sedangkan menurut Klasifikasi Atlanta (2012), diagnosis pankreatitis akut tegak
apabila memenuhi 2 dari 3 kriteria (1) nyeri perut bagian atas, (2) peningkatan
amilase atau lipase lebih dari tiga kali nilai batas normal, (3) hasil pemeriksaan
imaging (USG/CT scan atau MRI).10
10
spesifisitas 76%, PPV/ positive predictive value 76%, dan NPV/ negative predictive
value 86%, sebagai indicator pankreatitis aukt berat.6
b. Pemeriksaan radiologi
1. Abdominal x-ray
Pada foto polos abdomen saat stadium awal penyakit, dapat ditemukan
distensi yeyunurn karena paralisis segmental, distensi duodenum seperti huruf C,
gambaran kolon transversum yang gembung dan tiba-tiba menyempit di suatu
tempat karena spasme atau inflamasi, dan edema setempat dinding kolon.
Gambaran otot iliopsoas dapat hilang karena cairan eksudat di retroperitoneum.4
2. USG
3. CT-Scan
11
pasien yang telah membaik kemudian kembali mengalami gagal organ,
peningkatan kadar leukosit atau suhu badan. FNA dengan bimbingan CT-scan
diarahkan ke bagian-bagian yang nekrosis. Bila aspirat cairan ternyara steril,
terapi suportif diteruskan, tetapi apabila hasil FNA positif, diperlukan penyaliran
dan debridernan. FNA dapat dilakukan berulang-ulang bila tidak ada perbaikan
keadaan atau tetap ada gejala sindrom sepsis.4
2.11. Komplikasi
a. Komplikasi Gagal Organ dan Sistemik
Menurut Klasifikasi Atlanta 2012 sistem organ yang harus dinilai sehubungan
dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Zhu, et al melaporkan
frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu
gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%),
dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ
diartikan sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan
sistem skor dari Marshall.10
b. Komplikasi Lokal
12
Pankreatitis edematosa Interstisial. Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis
edematosa interstisial adalah timbunan akut cairan peripankreatik (acute
collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista pankreas (pancreatic
pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut, organ pankreas
mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi. Pada
pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran penyangatan
homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai
acute peripancreatic fluid collection. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits
edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun
apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding
inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas. Pseudokista terjadi sekitar
10% dari pankreatitis akut dan bertanggung jawab terhadap sekitar 80% lesi
kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel, dan berada di
dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi.
dan dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan
cairan, dikenal sebagai walled-off necrosis. Pada kondisi tertentu pankreatitis
nekrosis yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang
berubah menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko
mortalitas mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi
ditegakkan melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu,
adanya infeksi dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan
gambaran gas di parenkim pankreas atau peripankreas
13
2.12. Penatalaksanaan
Penanganan pankreatitis akut disesuaikan dengan fase penyakitnya.4
a. Fase inflamasi (fase akut)
Pengobatan awal bertujuan segera mengembalikan keadaan fisiologi
pasien kearah optimal. Begitu pasien masuk ruang gawat darurat, dilakukan
resusitasi segera dengan oksigenasi (bila perlu dengan ventilator), infus cairan
yang cukup, dan vasopresor (bila perlu). Penggantian cairan pada pankreatitis
akut dapat dilakukan dengan menggunakan kristaloid, koloid, atau kombinasi
keduanya. Ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan. Tujuan dari resusitasi
cairan adalah untuk mencapai urin output ≥0,5 mL/kg/jam dan target detak
jantung <120/menit, dan pertahankan hematokrit antara 35% dan 44%.7
Perawatan di ICU diperlukan bila pankreatitis mengarah ke tipe berat. Obat-
obatan yang berpengaruh menekan stirnulasi terhadap pankreas dan
mengurangi respons inflamasi yang telah terjadi, pmberian obat seperti
koktriotid, gabexate mesitate (inhibitor protease), aprotinin (inhibitor protease
serin nonspesifik), lexipafam.
Lalu dilakukannya USG endoskopik lebih sensitif mcnentukan adanya
koledokolitiasis. Pasien pankreatitis berat yang disertai kolangitis atau ikterus
obstruksi harus menjalani endoscopik retrograde cholingiography (ERC).
Selama dua dekade terakhir ini, ada perubahan paradigma, yaitu perlunya
pemberian nutrisi enteral sedini mungkin untuk pasien pascabedah termasuk
pasien pankreatitis akut berat bila perfusi splanik memungkinkan. Pankreatitis
akut menyebabkan metabolisme lemak dan protein yang cepat karena
keadaan hiperkatabolik. Dukungan nutrisi bertujuan untuk memberikan
asupan kalori yang cukup dan memodulasi respons stres oksidatif selama fase
awal pankreatitis akut, sehingga menangkal efek katabolik. Selain itu, nutrisi
enteral mempertahankan motilitas usus, yang mempertahankan fungsi sawar
usus dan selanjutnya mengurangi risiko infeksi sekunder yang telah
dihipotesiskan bahwa komplikasi infektif dari pankreatitis akut imbul karena
translokasi bakteri dari usus, akibat dari perubahan motilitas usus,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan peningkatan permeabilitas usus.7
14
Dalam waktu 72 jam setelah serangan nyeri akut, nekrosis mulai terjadi,
meskipun terapi suportif terus diberikan. Apabila pencitraan menemukan
adanya jaringan nekrosi, pemberian antibiotik harus dipertimbangkan. Selama
ini, tidak ada bukti hahwa, bila tidak ada nekrosis, perlu pemberian antibiotik.
Antibiotik yang dipilih adalah jenis spektrum luas, seperti imipenem atau
meropenem, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa antibiotik berspektrum
luas dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh jamur. Menurut American
College of Gastroenterology (2013) dijelaskan bahwa peran antibiotik pada
pankreatitis akut yaitu (1) penggunaan rutin antibiotik dengan tujuan
profilaksis pada pasien pankreatitis akut berat tidak direkomendasikan, (2)
antibiotik diberikan pada infeksi ekstra-pankreas seperti kolangitis, infeksi
akibat pemasangan kateter, bakteriemia, infeksi saluran kencing dan
pneumonia, (3) penggunaan antibiotik pada pasien pankreatitis nekrosis steril
untuk mencegah terjadinya pankreatitis nekrosis terinfeksi tidak
direkomendasikan (4) Adanya nekrosis terinfeksi harus dipertimbangkan pada
pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-pankreas yang tidak membaik
setelah perawatan selama 7–10 hari.
15
Pada pankreatitis kronik ditangani secara konservatif, tindak endoskopik,
atau tindak bedah. Tindak bedah berupa pankreatektomi parsial atau total
ditentukan menurut letak kelainannya. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan memilih jenis tindak bedah adalah ukuran dan anatomi saluran
pankreas, distribusi pankreatitis pada pankreas, adanya pseudokista atau
striktur saluran empedu dan keadaan umum pasien. Jika dilatasi saluran >6
cm, tindak bedah berupa drainase interna adalah yang terbaik. Bila saluran
pankreas <6 cm, bedah reseksilah yang terpilih. Hipertensi portal, ketagihan
alkohol atau ketagihan opiat merupakan kontraindikasi tindak bedah.
2.13. Prognosis
Prognosis pankreatitis akut dapat diketahui berdasarkan tanda pada waktu
pemeriksaan pertama dan 48 jam kemudian. Moralitas pankreatitis akut sangat
bergantung pada gambaran klinik. Berkisar antara 1-75%. Dcngan tabel kriteria
Ranson, dapat dipastikan derajat kegawatan pankreatiris akut. Pada setiap
kriteria Ranson diberikan angka l. Angka kematian untnk pasien yang negatif
pada tiga kriteria Ranson kira-kira 5%, sedangkan untuk pasien dengan lima atau
lebih kriteria positif adalah >50%. Dengan mengenal stadium awal perjalanan
serangan pankreatitis berat, dapat dilakukan pengelolaan yang rasional dalam
pcngobatan pankreatitis tersebut.4
16
Tabel 2. Kriteria Ranson6
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiadi, S. (2014). Buku
ajar ilmu penyakit dalam edisi VI. Jakarta Pusat: Interna Publishing.
2. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders.
5. Paulsen F dan Waschke J. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23 Jilid II.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
7. Shah, A. P., Mourad, M. M., & Bramhall, S. R. (2018). Acute pancreatitis: current
perspectives on diagnosis and management. Journal of inflammation research.
9. Maemunah, U. (2015). Pankreatitis Kronis. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed. 2:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya, 261
10. Cahyono, J. S. B. (2014). Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut. Medicinus, 27(2),
44-50.
19