Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH DIABETES INSIPIDUS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

Disusun Oleh :
Muhammad Vandi Pratama 175070200111005
Sherina Alfiani Safana 175070200111013
Aliyasir Muhammad 175070200111019
Dian Febiola Christian 175070200111027
Syafira Idhatun Nasyiah 175070200111033
Ayu Widia Kusuma 175070201111005
Ulil Aflah 175070201111011
Suliyaningsih 175070201111017
Dania Laili Fadhila 175070201111023
Anggun Ramadhani Roslin 175070207111003
Erika Ayu Sylvianingrum 175070207111009

KELOMPOK 2 / REGULER 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha esa yang telah memberi rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “Diabetes
Insipidus”. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah
memberikan pengarahan sehingga kami mampu menulis paper ini.
Harapan kami semoga paper yang telah dibuat dapat memberikan pengetahuan
dan bermanfaat bagi para pembaca. Dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kami yakin
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca untuk menyempurnkan paper ini dengan harapan
kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Malang, 27 Januari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

A. Kata pengantar ............................................................................ 2


B. Daftar isi ...................................................................................... 3
C. Definisi ..................................................................... ................... 4
D. Etiologi ........................................................................................ 4
E. Faktor resiko .............................................................................. 5
F. Patofisiologi ................................................................................ 6
G. Manifestasi klinis ....................................................................... 7
H. Pemeriksaan diagnostic ............................................................. 7
I. Tatalaksana medis ..................................................................... 9
J. Asuhan keperawatan secara teoretis ...................................... 11
K. Daftar pustaka .......................................................................... 12
A. DEFINISI DIABETES INSIPIDUS
Diabetes insipidus (DI) adalah kondisi bawaan atau didapat yang mengganggu
kehidupan normal orang dengan kondisi tersebut, gangguan ini disebabkan oleh
meningkatnya rasa haus dan lewatnya volume urin yang besar, bahkan di malam hari. 

B. ETIOLOGI DIABETES INSIPIDUS


Diabetes insipidus merupakan penyakit yang didapatkan dari keturunan yaitu
gen dari orangtua. Penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, oleh
karena itu sebagian besar hanya pria yang terserang penyakit ini, sedangkan wanita yang
membawa gen ini dapat mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya.
Beberapa penyebab yang paling besar terjadinya diabetes insipidus ini selain
faktor keturunan adalah berhubungan dengan trauma kepala atau hipotalamus
mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan hormon antidiuretik (ADH)/vasopresin
yang sedikit akibat pembedahan, cedera otak, tumor otak, tuberkulosis, aneurisma dan
meningitis.
Pembatasan cairan pada pasien diabetes insipidus merupakan hal yang sangat
berbahaya karena pasien akan mudah kehilangan volume cairan dalam jumlah yang
besar dan berlangsung secara terus-menerus bahkan tanpa pergantian cairan sehingga
pasien mudah mengalami hipernatrimia disertai dehidrasi yang berat.
Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Diabetes Insipidus
Sentral (Central Diabetes Insipidus) dan Diabetes Insipidus Nefrogenik (Nephrogenic
Diabetes Insipidus). Penyebab dari Diabetes Insipidus Sentral atau biasa disebut Sindrom
Wolfram yang diketahui seperti penyakit inflamasi atau autoimun lokal, penyakit
kardiovaskular, histiositosis sel Langerhans (LCH), sarkoidosis, craniopharyngioma,
trauma akibat pembedahan atau kecelakaan serta malformasi otak. Pada kasus yang
jarang namun menjadi penyebab utama yaitu resesif autosomal/X-Linked(cacat genetik
dalam sintesis AVP diwarisi sebagai autosom dominan) [ CITATION Nat12 \l 1057 ].
Pada Diabetes Insipidus Nefrogenik berkebalikan dengan Diabetes Insipidus
Sentral dimana produksi atau pelepasan vasopresin yang diproduksi oleh neuron
magnoseluler ini terganggu sedangkan Diabetes Insipidus Nefrogenik berjalan normal
tetapi tidak ada respons terhadap hormon di tingkat ginjal, kemungkinan disebabkan
oleh ginjal yang diinduksi obat resistensi terhadap vasopresin. Penyakit ginjal kronik,
Hipokalemia, pengonsumsian obat-obatan seperti litium; tolazamid; propoksifen;
asetoheksamid; dll, penyakit sickle cell, serta gangguan dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes insipidus nefrogenik tersebut. Keduanya akan terlihat perbedaan
jenis diabetes pada 3 bulan pertama. [ CITATION Eli16 \l 1057 ]

C. FAKTOR RISIKO DIABETES INISIPIDUS


Penyebab penyakit ini terbagi menjadi dua, yaitu kerusakan struktur otak yang
mengatur hormon anti diuretik (ADH) dan kerusakan ginjal sehingga tidak responsif
terhadap hormon anti diuretik. Kondisi berikut dapat mempermudah terjadinya
kerusakan dan diperkirakan berpotensi menjadi faktor resiko untuk terjadinya diabetes
insipidus, antara lain:
• Infeksi selaput pembungkus otak
• Infeksi otak
• Penyumbatan aliran darah ke otak
• Tuberkulosis
• Sifilis (infeksi menular seksual)
• Tumor otak
• Benturan kepala yang menyebabkan patahnya dasar tengkorak
• Multiple mieloma (jenis kanker yang menyerang sel plasma, yaitu salah satu
jenis sel darah putih, pada sumsum tulang penderita)
• Konsumsi air yang berlebihan
• Gagal ginjal
• Infeksi ginjal
• Kista ginjal

D. PATOFISIOLOGI DIABETES INSIPIDUS


Diabetes Insipidus (DI) adalah kelainan konsentrasi urin yang disebabkan oleh
tubuh kekurangan sementara atau kronis atau ketidakpekaan terhadap vasopresin, atau
hormon antidiuretik (ADH). Kondisi ini membuat ginjal (khususnya saluran pengumpul
ginjal dan tubulus) tidak dapat menyimpan air. Hasilnya adalah ekskresi urin encer atau
hipotonik dalam volume besar dan haus yang berlebihan (polidipsia). (Arvanitis &
Pasquale, 2005; Wong & Verbalis, 2002). Pada diabetes insipidus sentral, ada
kekurangan ADH. Pada diabetes insipidus nefrogenik, ADH tersedia, tetapi ada
kurangnya respons oleh ginjal .
E. MANIFESTASI KLINIS DIABETES INSIPIDUS
1. Poliuria yang mengakibatkan pasien dengan diabetes insipidus terlalu
banyak mengeluarkan urin karena hormon ADH (antidiuretik) pada pasien
mengalami kekurangan sehingga urin menjadi encer.
2. Polidipsia yang mengakibatkan paisen merasa sering haus
3. Pasien mengalami ketidaknyamanan dikarenakan poliuria dan nokturia
4. Biasanya komplikasi dengan dehidrasi
5. Hipernatremia biasanya disebabkan oleh gangguan kontrol neurohormonal
yang dimediasi secara kranial dari mekanisme konsentrasi ginjal (diabetes
insipidus pusat [DI]) atau sekunder akibat masalah ginjal parenkim (DI
nefrogenik) atau oleh hilangnya air bebas dari sumber lain.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DIABETES INSIPIDUS


Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urin, sedangkan pada diabetes insipidus urin akan
menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya
jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.

2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg


 Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan berat
jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma
untuk diukur osmolalitasnya
 Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
 Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3
jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam
 Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar
atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan
dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es
 Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu
3. Uji Nikotin
 Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3
batang dalam waktu 15-20 menit
 Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel
urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan
sebelum diberikan nikotin

4. Uji Vasopresin
 Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular
 Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau
1 jam kemudian

5. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia


Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal,
osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas
urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai
1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150
mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan
laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal
lainnya tampak normal.

6. Tes deprivasi air


Tes ini diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi
ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia
primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan
anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan
normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan
berat jenis yang baik (800-1200).

7. Radioimunoassay untuk vasopressin


Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial.
Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan
polidipsia primer.

8. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium
seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin
melebarnya sutura.

9. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan
posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat
terang. (Baradero, 2005)

G. Tatalaksana Medis Diabetes Insipidus


Tujuan dilakukannya penatalaksanaan medis untuk Diabetes Insipidus
menurut Smeltzer dan Bare (1996) adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik
jangka panjang
3. Untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang
mendasari.
Menurut Kusmana (2016) setiap klasifikasi memiliki penatalaksanaan yang
berbeda-beda dan dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Diabetes Insipidus Sentral
Pada kasus ringan dapat ditangani dengan asupan air yang cukup. Faktor
pemberat (seperti glukokortikoid) dihindari. Bila asupan air tidak cukup dan
terjadi hipernatremia, segera berikan cairan intravena hipoosmolar. Hindari
pemberian cairan steril intravena tanpa dekstrosa karena menyebabkan
hemolisis. Untuk menghindari hiperglikemia, overload cairan, dan koreksi
hipernatremia yang terlalu cepat, penggantian cairan diberikan dengan dosis
maksimal 500-750 mL/jam.
a) DDAVP (Desaminod-Arginine Vasopressin Atau Desmopresin)
Obat yang digunakan untuk untuk mengendalikan jumlah urin yang
diproduksi ginjal. Jumlah urin biasanya dikendalikan oleh zat vasopressin, pada
penderita diabetes insipidus tubuh tidak mengahasilkan vasopressin yang cukup
sehingga digunkan obat desmopressin untuk mengatasinya.
b) Penurunan ADH pada penderita diabetes insipidus perlu mendapat terapi
pengganti hormon ADH. DDAVP adalah  pilihan utama penanganan diabetes
insipidus sentral. DDAVP adalah analog ADH buatan, memiliki masa kerja
panjang dan potensi antidiuretik dua kali ADH.DDAVP tersedia dalam bentuk
subkutan, intravena, intranasal, dan oral.Pemberian diawali pada malam hari
untuk mengurangi gejala nokturia, sedangkan pada pagi hingga sore hari sesuai
kebutuhan dan saat munculnya gejala. DDAVP lyophilisatedapat larut di bawah
lidah, sehingga memudahkan terapi anak dan sangat efektif. Dosis awal DDAVP
oral adalah 2x0,05 mg dapat ditingkatkan hingga 3x0,4 mg. Preparat nasal (100
mcg/mL) dapat dimulai dengan dosis 0,05-0,1 mL tiap 12-24 jam, selanjutnya
sesuai keparahan individu. Obat-obatan selain DDAVP hanya digunakan bila
respon tidak memuaskan atau harga terlalu mahal.
c) Carbamazepine
Carbamazepine meningkatkan sensitivitas ginjal terhadap efek ADH. Pada
studi in vivo, carbamazepine menurunkan volume urin danmeningkatkan
osmolalitas urin dengan meningkatkan ekspresiaquaporin-2 pada duktus
kolektikus medula interna. Obat inimempunyai risiko efek samping ataksia,
mual, muntah, danmengantuk.
d) Chlorpropamide
Chlorpropamide digunakan untuk diabetes insipidus ringan. Zat ini
meningkatkan potensi ADH yang bersirkulasi, sehingga mengurangi urin hingga
50%. Chlorpropamide memiliki banyak efek samping, seperti hipoglikemi,
kerusakan hati, anemia aplastik, sehingga penggunaannya perlu diawasi.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik tidak berespons terhadap ADH. Terapi berupa
koreksi hipokalemia dan hiperkalsemia atau menghentikan obat-obat yang
dapat menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.Diuretik thiazide dan restriksi
garam bertujuan untukmengurangi laju segmen filtrasi menuju segmen dilusi
pada nefron. Pengurangan penyerapan klorida dan natrium pada tubulus distal,
akan meningkatkan penyerapan natrium dan air di tubulus proksimal. NSAID
membantu mengatasi poliuria pada diabetes insipidus nefrogenik dengan
meningkatkan regulasi aquaporin-2 dan Na-K-2Cl co-transporter type-2 (NKCC2).
3. Diabetes Insipidus Gestasional
Pilihan pertama DDAVP karena tidak terdegradasi oleh vasopressinaseyang
bersirkulasi.
4. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Tidak ada terapi spesifik selain mengurangi jumlah asupan cairan. Jika
disebabkan oleh gangguan mental, terapi gangguan mental akan
menyembuhkan.

H. Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus Secara Teoritis


• Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman dihubungkan dengan ansietas berhubungan dengan
program pengobatan
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penyimpangan yang
mempengaruhi absorpsi cairan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes mellitus
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan kurangnya intake insulin berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrient
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
misalnya: daya gesek, tekanan, imobilitas fisik

• Rencana Asuhan Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan px
melaporkan berkurangnya gangguan rasa nyaman
Kriteria hasil : mendapatkan skor sesuai dengan NOC
NOC : Status Kenyamanan
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Kesejahteraan fisik
2 Kontrol terhadap gejala
3 Kesejahteraan psikologis
4 Lingkungan fisik
5 Perawatan sesuai dengan kebutuhan

Intervensi NIC: Manajemen Lingkungan: Kenyamanan


1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan
kenyamanan yang optimal
2. Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel
3. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu istirahat
4. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
5. Sediakam lingkungan yang aman dan bersih
6. Pertimbangan sumber-sumber ketidaknyamanan, balutan yang lembab,
posisi selang, balutan yang tertekan, maupun lingkungan yang
mengganggu
7. Hindari mengekspos kulit atau selaput lendir pada zat iritan

2. Resiko kekurangan volume cairan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan px tidak
mengalami dehidrasi
Kriteria hasil: mendapatkan skor sesuai dengan NOC
NOC: Hidrasi
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Intake cairan
2 Output urin
3 Perfusi jaringan
4 Kehilangan berat badan

Intervensi NIC: Monitor Cairan


1. Tentukan jumlah dan jenis intake/output cairan serta kebiasaan
eliminasi
2. Tentukan faktor-faktor resiko yang mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
3. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan atau gejala perubahan
cairan
4. Periksa turgor kulit
5. Monitor berat badan
6. Monitor asupan dan pengeluaran
7. Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernafasan
8. Cek kembali asupan dan pengeluaran semua terapi yang diberikan pada
pasien
9. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
10. Berikan cairan yang tepat

3. Resiko infeksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan px tidak terjadi
infeksi
Kriteria hasil: mendapatkan skor sesuai dengan NOC
NOC: Keparahan Infeksi
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Kemerahan
2 Vesikel yang tidak mengeras
permukaannya
3 Cairan (luka) yang berbau busuk
4 Nyeri
5 Jaringan lunak

Intervensi NIC: Kontrol Infeksi


1. Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien, sesuai rekomendadi Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
2. Bersihkan lingkungan dengan baik
3. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protokol
4. Batasi jumlah pengunjung
5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
6. Pastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV
7. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
8. Dorong untuk beristirahat

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan px tidak
mengalami ketidakseimbangan nutrisi
Kriteria hasil: mendapatkan skor sesuai dengan NOC
NOC: Status nutrisi: Asupan Makanan dan Cairan
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupan makanan secara oral
2 Asupan cairan secara oral
3 Asupan cairan intravena

Intervensi NIC: Manajemen nutrisi


1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien
3. Mengatur diet yang diperlukan
4. Bantu pasien menentukan pedoman atau piramida makanan yang paling
cocok dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan preferensi
5. Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang diperlukan
6. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit
7. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu
berdasarkan perkembangan atau usia
8. Monitor kalori dan asupan makanan
9. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat
badan

5. Risiko kerusakan integritas kulit


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan px tidak
mengalami kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil: mendapatkan skor sesuai dengan NOC
NOC: Status neurologi: Perifer
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Warna kulit di ekstremitas kanan atas
2 Warna kulit di ekstremitas kiri atas
3 Warna kulit di ekstremitas kanan
bawah
4 Warna kulit di ekstremitas kiri bawah
5 Perbedaan panas/dingin di ekstremitas
kanan atas
6 Perbedaan panas/dingin di ekstremitas
kiri atas
7 Perbedaan panas/dingin di ekstremitas
kanan bawah
8 Perbedaan panas/dingin di ekstremitas
kiri bawah
9 Perbedaan panas/dingin yang sama
secara bilateral
10 Nyeri di ekstremitas kanan atas
11 Nyeri di ekstremitas kiri atas
12 Nyeri di ekstremitas kanan bawah
13 Nyeri di ekstremitas kiri bawah

Intervensi NIC:
1. Angkat balutan dan plester perekat
2. Cukur rambut disekitar luka
3. Monitor karakteristik luka
4. Ukur luas luka
5. Berikan perawatan ulkus pada kulit yang diperlukan
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Dorong cairan yang sesuai
8. Anjurkan pasien atau anggota keluarga pada prosedur perawatan luka
9. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Diabetes Insipidus; Penyebab, Gejala, dan Penanganan. Tersedia dalam
https://www.go-dok.com/diabetes-insipidus-penyebab-gejala-dan-penanganan/
(diakses pada tanggal 27 Januari 2018)
Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Elizabeth Dabrowski, M. P., Rachel Kadakia, M. P., Donald Zimmerman, M. H., & Chicago,
R. H. (2016). Diabetes insipidus in infants and children. Best Practice & Research
Clinical Endocrinology & Metabolism, 30, 317-328.
Iorgi, N. D., Napoli, F., Allegri, A. E., Olivieri, I., Bertelli, E., Gallizia, A., . . . Maghnie, M.
(2012). Diabetes Insipidus – Diagnosis and Management. HORMONE RESEARCH
AND PEDIATRICS , 77, 69-84.
Sanjay Kalra, Abdul Hamid Zargar, [...], and Harshad Malve.Indian J Endocrinol Metab.
2016 Jan-Feb; 20(1): 9–21.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4743391/#__ffn_sectitle)

Anda mungkin juga menyukai