Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Hazard lingkungan kerja (environmental hazard) dapat berupa faktor

lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja yaitu faktor

fisik, faktor biologi, faktor faal ergonomi serta faktor psikososial. Salah satu faktor

lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pekerja adalah faktor lingkungan fisik

yaitu ventilasi, kelembababan, suhu, pencahayaan, dan debu.

Kasus gangguan paru yang disebabkan oleh paparan debu banyak ditemukan

di Indonesia, berbagai faktor dalam timbulnya gangguan saluran nafas akibat debu

yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimia serta

lama paparan, beberapa faktor dari karakteristi pekerja juga juga dapat mempengaruhi

keadaan paru diantaranya, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai alat pelindung

diri, kebiasaan olah raga dll (karbella 2011).

Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pemapasan

atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit

yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan,

dan faktor pejamu.

Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,

prevalensi Inpeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) sebesar 25,0% . Berdasarkan

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar prevalensi insiden Infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) pada tahun 2014 sebesar 27,8% urutan pertama dari 10 besar

penyakit terbanyak di kabupaten Kampar ( Profil Dinas Kesehatan Kabupaten

Kampar, 2014).

1
Berdasakan fenomena diatas maka periu dikaji bagaimana pengaruh paparan

asap dan penggunaan APD dengan kejadian ISPA pada pegawai dapur RS Ibnu Sina.

Untuk memberikan informasi yang jelas tentang hal tersebut diatas maka perlu

dilakukan penelitian ini.

II. TUJUAN

l) Tujuan Umum

Penulis mampu membuat penanganan pada pasien dengan ISPA yang

merupakan Penyakit Akibat Kerja.

2) Tujuan Khusus

Penulis diharapkan dapat:

a. Memahami tentang penyakit ISPA (definisi, etiologi, manifestasi klinis,

patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan pada

kasus ISPA).

b. Memahami Penyakit Akibat Kerja

III.MANFAAT

Setelah membaca makalah tentang ISPA ini diharapkan dapat memberikan

manfaat:

a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi

klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan

pada kasus ISPA.

b. Mahasiswa mampu memahami penanganan pada pasien dengan ISPA.

c. Mahasiswa mampu memahami penanganan Penyakit Akibat Kerja.

2
LAPORAN KASUS
DAN LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI

I. ANAMNESIS
A. Anamnesis Klinis
1) IdentitasPasien
- Nama : Ny.A

- Alamat : Jl. Pampang

- Umur : 43 tahun

- Tempat/tanggal lahir : Ujung Pandang, 21 Maret 1975

- Kedudukan keluarga : Istri

- Jenis kelamin : Perempuan

- Agama : Islam

- Pendidikan terakhir : SMA

- Pekerjaan : Pegawai Laundry RS Ibnu Sina

- Status pernikahan : Sudah menikah

- Tanggal pemeriksaan : 11 Februari 2019

2) Keluhan utama

Batuk

3) Riwayat perjalanan penyakit sekarang:


Batuk dikeluhkan kurang lebih 4 hari yang lalu, batuk berdahak (+),
warna kekuning-kuningan, batuk tenis menerus, gatal tenggorokan (+),
pilek dengan sekret berwama kekuning-kuningan sejak kurang lebih 4
hari yang lalu. Batuk tidak disertai nyeri dada dan sesak.
Demam (-), riwayat demam (+) dirasakan 2 hari yang lalu, tidak terus
menerus, memberat pada malam hari. Sakit kepala (+), mual (-), muntah
(-), NUH (-), nafsu makan dirasakan berkurang, BAB biasa, BAK
lancar. Riwayat pemberian terapi tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal, dengan gejala
3
yang sama disangkal. Riwayat kontak dengan penderita ISPA
disangkal. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (+)
Riwayat alergi (-). Riwayat sosioekonomi dan kebiasaan pasien yaitu
pasien tinggal di lingkungan yang cukup bersih dan padat penduduk.
Pasien mempunyai kebiasaan mandi l kali seharim. Pasien sudah
menikah dan memiliki 4 orang anak. Sehari-hari pasien bekerja sebagai
pegawai laundry RS Ibnu Sina. Setiap hari pasien bekerja tanpa
menggunakan masker dalam waktu yang lama.

4) Anamnesis Sistemik

Riwayat pengobatan : Pasien belum pemah berobat sebelumnya.


Riwayat penyakit terdahulu : Pasien sebelumnya pemah mengalami
keluhan yang sama
Riwayat penyakit dalam keluarga : Pasien menyangkal tidak ada
anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat atopi : Pasien tidak mempunyai riwayat asthma pada dirinya
maupun keluarganya.
Riwayat alergi : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi
Riwayat sosial : Pasien menyangkal kebiasaan minum alkohol atau
mengkonsumsi narkoba dan obat-obatan untuk waktu yang lama.
Pasien mengaku merokok sebanyak 5-6 batang per hari.

Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan

Jenis bahan/material tempat kerja Masa kerja


pekerjaan yang (perusahaan) (dalam bulan /
digunakan tahun)

Petugas (Basah) Linen, Seprai, Instalasi Laundry RS 20 Tahun


selimut, gorden, Ibnu sina
Sarung tangan
Lateks, Bahan
kimia laundry
(alkali, detergen,
emulsifer, oksigen
bleach, softener).

4
2. Uraian tugas
Pasien adalah seorang petugas di instalasi Laundry RS Ibnu sina Makassar
dengan jam kerja mulai pukul 08.00-14.00 wita atau sekitar 6 jam per hari.
Uraian Tugas Rutin (Shift pagi)
Jam 05.00-05.30 : Bangun, Solat Subuh
Jam 05.30-07.30 : Kegiatan rumah tangga
Jam 07.30-07.45 : Berangkat ke tempat kerja
Jam 08.00-10.00 : Penerimaan linen kotor
Jam 10.00-11.00 : Pemilahan linen infeksius dan non infeksius
Jam 11-00-13.00 : Proses pencucian linen
Jam 13.00-14.00 : Proses pengeringan linen
Jam 14.00-14.15 : Pulang ke rumah
Jam 14.15-21.00 : Kegiatan rumah tangga
Jam 21.00-05.00 : Istirahat

Jam 07.30-07.45 Jam 08.00-10.00


Jam 05.00-05.30 Jam 05.30-07.30
: :
: Bangun, : Kegiatan
Berangkat ke Penerimaan linen
Solat Subuh rumah tangga
tempat kerja kotor

Jam 10.00-11.00
Jam 14.00-14.15 Jam 13.00-14.00 Jam 11-00-13.00 :
: Pulang : Proses : Proses Pemilahan linen
ke rumah pengeringan linen pencucian linen infeksius dan non
infeksius

Jam 14.15-21.00
Jam 21.00-05.00
: Kegiatan
: Istirahat
rumah tangga

5
3. Bahaya Potensial
Bahaya Potensial Gangguan Risiko
Urutan
kesehatan yang kecelakaan
kegiatan Fisik Kimia Biologi Ergonomi Psiko mungkin kerja
Berangkat ke Bakteri, Posisi duduk
Asap Stress
tempat kerja Tertabrak, virus, yang salah Infeksi saluran Kecelakaan lalu
kendaraan akibat
(dengan sepeda getaran parasit, saat napas, myalgia lintas
bermotor kemacetan
motor) jamur berkendara

Posisi Penyakit infeksi


Bakteri,
mengangkat Stress (TBS, ISPA,
Penerimaan virus, Terpeleset,
Cahaya Debu tumpukan akibat Hepatitis, dll),
linen kotor parasit, fraktur
linen dengan beban kerja dermatitis kontak,
jamur
membungkuk LBP, myalgia

Posisi Stress Penyakit infeksi


Pemisahan Bakteri,
membungkuk akibat (TBS, ISPA, Tertusuk benda
linen infeksius virus,
Cahaya Debu saat beban kerja, Hepatitis, dll), tajam yang
dan non- parasit,
memisahkan cemas dermatitis kontak, tertinggal
infeksius jamur
linen terinfeksi LBP, myalgia

Bahan kimia Penyakit infeksi


laundry: (TBS, ISPA,
Getaran, Posisi
alkali, Bakteri, Stress jika Hepatitis, dll),
Proses bising, membungkuk
detergen, virus, ada noda dermatitis kontak,
pencucian suhu, saat Tersengat listrik
emulsifer, parasit, yang sulit LBP, myalgia,
linen cahaya, mengecek
oksigen jamur hilang Noice induce
listrik noda
bleach, hearing loss, heat
softener, dll stroke, dll

Getaran, Posisi dermatitis kontak,


Proses bising, membungkuk Stress LBP, myalgia,
Sour,
pengeringan suhu, saat akibat Noice induce Tersengat listrik
penetral
linen cahaya, memindahka beban kerja hearing loss, heat
listrik n linen stroke, dll

4. Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang


ada)
Pasien mengalami keluhan batuk. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama
sebelumnya. Pasien merupakan petugas laundry RS Ibnu sina Makassar (bagian
basah) yang bertanggungjawab atas proses pencucian linen mulai tahap penerimaan
hingga pengeringan. Dalam tugasnya tersebut, setiap harinya terpapar debu yang
berasal dari kain kotor seperti seprai, gorden, karpet dan lai-lain dalam ruangan yang
tidak memiliki ventilasi. Pada saat melakukan pekerjaan pasien tidak menggunakan
masker sebagai bagian dari APD saat bekerja.

6
5. Body Discomfort Map

Keterangan :
1. Tanyakan kepada pekerja atau pekerja
dapat mengisi sendiri
2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh
pekerja dengan memberti tanda/mengarsir
bagian- bagian sesuai dengan gangguan
muskulo skeletal yang dirasakan
pekerja
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x Pegal-pegal = / / / / /
Baal = v v v Nyeri = ////////
Gatal =

7
II. PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda Vital
a. Nadi : 84x/menit c. Tekanan Darah (duduk) : 110/70 mmHg

b. Pernafasan : 20x//menit d. Suhu Badan : 36,7oC

2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : 165 cm Berat Badan : 56 Kg c IMT = 20,57 kg/m2
b. Lingkar perut : 78 cm d. Bentuk badan : Astenikus Atletikus  Piknikus

3. Tingkat Kesadaran dan keadaan umum Keterangan


a.Kesadaran  Compos Kesadaran menurun
: Mentis
b. Tampak kesakitan Tidak Ya
:
c. Gangguan saat  tidak Ya
berjalan :

8
4. Kelenjar Getah Bening jumlah, Ukuran, Perlekatan,
Konsistensi
a. Leher : Normal Tidak Normal
b. Submandibula Normal Tidak Normal
c. Ketiak : Normal Tidak Normal
d. Inguinal Normal Tidak Normal

5. Mata mata kanan mata-kiri


Ket

a. Persepsi Warna Normal Buta Warna Parsial Normal Buta Warna Parsial
Buta Warna Total Buta Warna Total
b. Kelopak Mata  Normal Tidak Normal  Normal Tidak Normal
c. Konjungtiva  Normal Hiperemis Sekret  Normal Hiperemis Sekret
Pucat Pterigium Pucat Pterigium
d.Kesegarisan / gerak bola mata  Normal Strabismus  Normal Strabismus
e. Sklera  Normal Ikterik  Normal Ikterik
f. Lensa mata tidak keruh Keruh tidak keruh Keruh
g. Bulu Mata  Normal Tidak Normal  Normal Tidak Normal

h. Penglihatan 3 dimensi Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal

i. Visus mata : tanpa koreksi :


Dengan koreksi:

6.TelingaTelinga kanan Telinga kiri


a. Daun Telinga  Normal Tidak Normal  Normal Tidak Normal
b. Liang Telinga Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
- Serumen tidak ada ada serumen tidak ada ada serumen
Menyumbat (prop) Menyumbat (prop)
c. Membrana Timpani Intak Tidak intak Intak Tidak intak
lainnya…… lainnya sulit dinilai
d. Test berbisik Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
e. Test Garpu tala Rinne Normal Tidak Normal Normal Tidak Normal
f. Weber
g. Swabach
h. Lain – lain ……….

7. Hidung

a. Meatus Nasi Normal Tidak Normal


b. Septum Nasi Normal Deviasi ke ........
c. Konka Nasal Normal Udem warna merah lubang hidung normal
d. Nyeri Ketok Sinus maksilar Normal Nyeri tekan positif di ……..
e. Penciuman : normal

8. Gigi dan Gusi

9. Tenggorokan
a. Pharynx  Normal Hiperemis Granulasi

b. Tonsil : Kanan : To T1 T2 T3 Kiri : To T1 T2 T3


Ukuran Normal □ Hiperemis Normal □Hiperemi

c. Palatum Normal Tidak Normal


d. Lain- lain

10. Leher Keterangan


a. Gerakan leher  Normal Terbatas
b. Kelenjar Thyroid Normal Tidak Normal
c. Pulsasi Carotis Normal Bruit
d. Tekanan Vena Jugularis  Normal Tidak Normal
e. Trachea Normal Deviasi
f. Lain-lain : …..
Spurling test : tidak ada kelainan

9
11. Dada Keterangan
a. Bentuk  Simetris Asimetris
b. Mammae  Normal Tidak Normal Tumor : Ukuran
Letak
Konsistensi
c. Lain – lain

12. Paru- Paru dan Jantung


Keterangan
a. Palpasi  Normal Tidak Normal
Kanan Kiri
b. Perkusi  Sonor Redup  Sonor Redup
Hipersonor Hipersonor

Iktus Kordis :  Tidak Normal , sebutkan


Normal .............
Batas Jantung : Normal Tidak Normal , sebutkan
………

c. Auskultasi : - bunyi Vesikular Vesikular 


napas Bronchovesikular Bronchovesikular
- Bunyi Napas tak ada Ronkhi tak ada Ronkhi memanjang
tambahan Wheezing Wheezing

- Bunyi  Normal Tidak Normal Sebutkan ....


Jantung

13. Abdomen
Keterangan
a. Inspeksi  Normal Tidak Normal
b. Perkusi  Timpani Redup
c. Auskultasi: Bising Usus  Normal Tidak Normal
d. Hati  Normal Teraba…….jbpx ……jbac
e. Limpa  Normal- Teraba shoeffne …..

Kanan ; Normal Kiri : Normal


f. Ginjal
Tidak Normal Tidak Normal

Kanan ; Normal Kiri : Normal


g. Ballotement Tidak Normal Tidak Normal

Kanan ;  Normal Kiri :  Normal


h. Nyeri costo vertebrae
Tidak Normal Tidak Normal

14. Genitourinaria
a. Kandung Kemih Normal Tidak Normal
b. Anus/Rektum/Perianal Normal Tidak Normal
Normal Tidak Normal
c Genitalia Eksternal
d. Prostat (khusus Pria) Normal Tidak Normal

Kanan Kiri
15a.Tulang / sendi Ekstremitas atas
- Gerakan  Normal tidak normal  Normal tidak normal
- Tulang  Normal tidak normal  Normal tidak normal
- Sensibilitas  baik tidak baik  baik tidak baik
- Oedema  tidak ada ada tidak ada ada
- Varises  tidak ada ada  tidak ada ada
- Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
- vaskularisasi  baik tidak baik  baik tidak baik
- kelainan Kuku jari  tidak ada ada
 tidak ada ada
Pemeriksaan Khusus :
Tes Range of Motion : (+)

Kanan Kiri
15b.Tulang / Sendi
Ekstremitas bawah
- Gerakan  Normal tidak normal  Normal tidak normal
- Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
- Tulang  Normal tidak normal  Normal tidak normal
- Sensibilitas  baik tidak baik  baik tidak baik
- Oedema  tidak ada ada  tidak ada ada

10
- Varises  tidak ada ada  tidak ada ada
- vaskularisasi  baik tidak baik  baik tidak baik
- kelainan
 tidak ada ada  tidak ada ada
Kuku jari

Pemeriksaan khusus :
Tes Range of Motion: (+)
Tes Strength: a. Heel walking: (+) b. Toe walking: (+) c. Resistes great toe dorsoflexion: (+)
Tes Patrick: (+)
Tes Kontra patrick : (+)

15c. Otot motoric


1. Trofi  Normal Tidak Normal  Normal Tidak
Normal
2. Tonus  Normal Tidak Normal  Normal Tidak
Normal
3. Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5 Gerakan abnormal :
(Fs motorik)  tidak ada
tic ataxia lainya
..

16. Refleks kanan kiri


a. Refleks Fisiologis patella,  Normal Tidak Normal  Normal Tidak Normal
lainnya .........
b Refleks Patologis: Babinsky  negatif Positif  negatif Positif
lainnya ………
d. Knee jerk/ankle jerk: (+)
e. Straight leg raise: (+)
17. Kulit Efloresensi dan Lokasi nya
a. Kulit Normal Tidak Normal
b. Selaput Lendir  Normal Tidak Normal
c. Kuku  Normal Tidak Normal
d. Lain – lain ………

18. Status Lokalis:

III. RESUME KELAINAN YANG DIDAPAT:


Searang Wanita beusia 43 tahun, bekerja sebagai pegawai Instalasi
Laundry di RS Ibnu Sina, mengeluhkan batuk yang dialami sejak kurang lebih
4 hari yang lalu , lendir (+), warna kekuning-kuningan, pilek (+) sejak 4 hari
yang lalu. Riwayat demam (+) dirasakan 2 hari yang lalu, tidak terus -
menerus, memberat pada malam hari. Sakit kepala (+), nafsu makan di rasakan
berkurang. BAB = biasa, BAK = lancar. Sehari-hari pasien bekerja sebagai
pegawai Laundry RS Ibnu Sina. Setiap hari pasien bekerja tanpa
menggunakan masker dalam waktu yang lama. Pada pemeriksaan fisik

11
didapatkan TD 110/70 N: 84x/mnt, R:20x/menit, S: 36,9° C. Pemeriksaan fisis
lainnya dalam keadaan normal.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada.

V. DIAGNOSIS KERJA :
ISPA

VI. DIAGNOSIS DIFERENSIAL :


Bronchitis

VII. DIAGNOSIS OKUPASI :


Langkah Diagnosis Pertama
1. Diagnosis Klinis ISPA
Dasar diagnosis (anamnesis, Searang Wanita berusia 43 tahun, bekerja sebagai pegawai Laundry
pemeriksaan fisik, RS Ibnu Sina, mengeluhkan batuk yang dialami sejak kurang lebih 4
pemeriksaan penunjang, hari yang lalu , lendir (+), warna kekuning-kuningan, pilek (+) sejak
body map, brief survey) 4 hari yang lalu. Riwayat demam (+) dirasakan 2 hari yang lalu,
tidak terus - menerus, memberat pada malam hari. Sakit kepala (+),
nafsu makan di rasakan berkurang. BAB = biasa, BAK =lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70 N: 84x/mnt,
R:20x/menit, S: 36,9° C. Pemeriksaan fisis lainnya dalam keadaan
normal.
Setiap harinya pasien bekerja sebagai Pegawai Laundry RS Ibnu
Sina. Pada saat melakukan pekerjaannya pasien tidak menggunakan
masker sebagai alat pelindung diri dalam waktu yang lama sehingga
sering terpapar debu dari linen kotor yang akan laundry. Ventilasi
pada ruangan laundry juga tidak ada sehingga sangat mengganggu
aliran udara pada saluran pemafasan maupun pertukaran udara di
ruangan tersebut
2. Pajanan di tempat
kerja
Fisik Cahaya, bising, getaran, listrik, suhu
Kimia alkali, detergen, emulsifer, oksigen bleach, softener, dll
Biologi Mikroorganisme yaitu bakteri, virus, parasite, dan jamur

12
Ergonomi Bekerja dengan gerakan repetitive, berdiri lama pergelangan tangan
fleksi, bagian ulna dan radial deviasi, pergelangan memutar, dan full
extended, jari- jari fleksi >45odan ekstensi >45o lengan terangkat
>45o, leher fleksi>30o , bahu terangkat, ekstensi kepala >20o
Psikososial Jarang berinteraksi sesama pegawai dapur
3 . Evidence Based Hubungan antara Paparan Asap di Lingkungan Tempat Kerja
(sebutkan secara teoritis) dan Penggunaan APD Masker terhadap Kejadian Ispa Pada
pajanan di tempat kerja Pegawai Laundry RS Ibnu Sina
yang menyebabkan Menurut Suma'mur 1998 menyatakan ada Lima faktor lingkungan
diagnosis klinis di langkah kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja:
1. Dasar teorinya apa? Faktor fisik, faktor biologi, faktor faal ergonomi serta faktor
psikososial. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan pekerja adalah faktor lingkungan fisik yaitu ventilasi,
kelembababan, suhu, pencahayaan, debu.
Kasus gangguan paru yang disebabkan oleh paparan debu banyak
ditemukan di Indonesia, berbagai faktor dalam timbulnya gangguan
saluran nafas akibat debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk,
konsentrasi, daya larut dan sifat kimia serta lama paparan, beberapa
faktor dari karakteristi pekerja juga juga dapat mempengaruhi
keadaan paru diantaranya, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai
alat pelindung diri, kebiasaan olah raga dll (karbella 2011). Hasil
pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan Bapelkes Sulawesi
Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja diperoleh hasil
45% responden yang mengalami retriksi, 1% responden mengalami
obstruktive, 1% responden gabungan restriktif dan obstruktif. (Irga,
2009)
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013, prevalensi hipeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) sebesar
25,0% . Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar
prevalensi insiden Infeksi saluran pemapasan akut (ISPA) pada
tahun 2014 sebesar 27,8% urutan pertama dari 10 besar penyakit
terbanyak di kabupaten Kampar ( Profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Kampar, 2014 ). Diambil dari Jurnal FK Universitas Riau.

13
Analisis Pengaruh Kepadatan Debu dan Penggunaan APD
Pekerja Pabrik Pakan Ikan Terhadap Gangguan Fungsi Paru
Pada Pekerja Pabrik Pakan Ikan di Kecamatan XIII Koto
Kampar.
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kesehatan yang ada di negara maju dan berkembang. Hal
ini karena karena tingginya angka kesakitan dan kematian akibat
ISPA pada balita. Menurut laporan WHO, angka kesakitan akibat
infeksi saluran pernapasan akut mencapai 8,2%. Kunjungan
kesehatan akibat infeksi saluran pernapasan akut dilaporkan
sebanyak 20% di negara berkembang. Di Indonesia, infeksi saluran
pernapasan akut akut menempati urutan pertama pada tahun 2008,
2009, dan 2010 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan
di Indonesia.
Menurut hasil Riskesdes 2007 proporsi kematian balita karena
pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare. Dalam
perjalannya, penyakit infeksi saluran pernapasan akut dipengaruhi
oleh berbagai macam factor resiko. Secara umum terdapat tiga
factor resiko terjadinya ISPA, yaitu factor lingkungan, factor
individu serta farkor prilaku. Jenis penelitian ini adalah studi
analitik dengan desain cross sectional untuk mengetahui hubungan
lingkungan fisik berupa ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban
rumah dan kepadatan hunian rumah serta tindakan pendudukan
berupa kebiasaan merokok, kebiasaan buka jendela dan penggunaan
bahan bakar rumah tangga dengan kejadia ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Tangah kota Padang.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan
quisioner dengan sampel sebanya 106 pada tahun 2013 yang di
kumpulkan secara ramndom sampling. Data yang dikumpukan
dianalisis secara univariat menggunakan statistik deskriptif dan
bivariate menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan
p<0,05 dan Coefficient contingency 0,2 < Cc < 1,0. Dari hasil
analisis statistik untuk hubunganantara penggunaan bahan bakar

14
rumah tanggadengan kejadian ISPA pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Buaya didapatkan nilai p<0.05(0.027) dan
nilai Cc = 0.210. Hal ini berarti terdapat hubungan yang lemah
antara penggunaan bahan bakar rumah tangga berupa bahan bakar
tradisional yakni kayu bakar dengan kejadian ISPA pada
balita. Bahan bakar rumah tangga yang berasal dari kayu /
tradisonal akan menghasilkan asap yang lebih banyak daripada
bahan bakar modern seperti kompor minyak ataupun kompor gas.
Hal ini akan mempengaruhi kondisi udara dalam rumah. Asap yang
berasal dari hasil pembakaran kayu mengandung banyak karbon
monoksida. Bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di
dalam rumah lebih mudah terserang ISPA.
Diambil dari Jurnal FK Universitas Andalas. Hubungan
Lingkungan Fisik dan Tidakan Penduduk dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Wiliayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya
tahun 2013.
4. Apakah pajanan cukup Ya
Masa kerja 20 Tahun
Jumlah jam terpajan/ hari 6 jam/hari
Pemakaian APD Sarung tangan lateks, Celemek, Masker
Konsentrasi pajanan Sulit dinilai
Lainnnya........... -
Kesimpulan jumlah pajanan -
dan dasar perhitungannya
5. Apa ada faktor individu Ada, yaitu lingkungan disekitar rumahnya yang merupakan
yang berpengaruh thd kepadatan penduduk dan lingkungan yang kurang bersih karena
timbulnya diagnosis klinis? saluran air (got) yang kotor.
Bila ada, sebutkan.
6 . Apa terpajan bahaya Tidak ada
potensial yang sama spt di
langkah 3 luar tempat
kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi ISPA dan merupakan Penyakit Diperberat Oleh Kerja

15
Apa diagnosis klinis
initermsk penyakit akibat
kerja?
Bukan penyakit akibat kerja
(diperberat oleh pekerjaan/
bukan sama sekali PAK)_
Butuh pemeriksaan lbh
lanjut)?

VIII. KATEGORI KESEHATAN


 Kesehatan baik (sehat untuk bekerja = physical fitness)

IX. PROGNOSIS
 klinik : ad vitam :bonam
ad sanasionam : bonam
ad fungsionam : bonam
 Okupasi (bila ada d/ okupasi): bonam

16
X. PERMASALAHAN PASIEN & RENCANA PENATALAKSANAAN
Jenis Rencana Tindakan (materi & metoda); Tatalaksana
No permasalahan medikamentosa; non medika mentosa(nutrisi, Target Hasil yang
Medis & non olahraga, konseling dan OKUPASI) waktu diharapkan
medis dll)
1. ISPA dan Okupasi: Segera Keluhan
berkurang
Penyakit Akibat - Eliminasi: sulit dilakukan
- Subsitusi: sulit dilakukan
Kerja
- Isolasi : sulit dilakukan
- Engineering control: tidak memungkinkan
- Administrative control: memberikan edukasi ke
management agar dilakukan rotasi kerja
- APD: diperlukan penggunaan masker saat
bekerja
Terapi Medikamentosa:
- Cefadroksil 500 mg 2 x l
- Ambroxol 3x1
- Vitamin C 1x1
Terapi non medikamentosa
Five level of prefentif:
1. Promosi kesehatan
- Memberikan edukasi tentang menjaga
kebersihan diri
- Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya
2. Spesifik protection
- Menggunakan masker saat bekerja
3. Early diagnositic
- Melakukan check up rutin 6 bulan sekali
4. Disability limitation
- Memberi tahu pasien untuk minum obat secara
teratur
5. Rehabilitasi

Persetujuan Pembimbing
Pembimbing :Dr.dr.H. Sultan Buraena, MS,Sp.OK
Tanda Tangan :

Nama Jelas : Rahmi Taftawaty


Tanggal : 12 Februari 2109

17
BAB III

PEMBAHASAN

DEFINISI

Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pemapasan

atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit

yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan,

dan faktor pejamu.1

INSIDEN

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di

dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya

disebabkan oleh infeksi saluran pemapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi

pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan

pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu

penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama

pada bagian perawatan anak.1

Populasi yang memiliki risiko tertinggi kematian akibat penyakit pemapasan

adalah pada usia muda dan usia lanjut, serta orang dengan penunman kekebalan

tubuh. Sementara infeksi saluran pemapasan atas sering terjadi namun tidak

berbahaya, infeksi saluran pemapasan bawah lebih sering menyebabkan kematian.2

Insiden dari infeksi saluran pemapasan akut pada anak-anak di bawah 5 tahun

diperkirakan 29 % dan 5 % kejadian pada anak-anak di negara beikembang dan

industry. Kebanyakan kasus terjadi di India (43 juta kasus), Cina (21 juta kasus).

18
Pakistan (10 juta kasus), Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masingmasing 56

kasus). 21 % dari seluruh kematian pada anak-anak di bawah lima tahun disebabkan

oleh pneumonia, yang diperkirakan dari sedap 1000 kelahiran hidup, 12-20 akan

meninggal sebelum umur lima tahun.2,3

Menurut Depanemen kesehartan Republik Indonesia pada akhit tahun 2000,

diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran

pemapasan akut di Indonesia mencapoai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita.1

ETIOLOGI

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pemapasan bawah, dan

Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum

pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri. Laporan

5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,

Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut Klebsiella

pneumoniae 45,18%, Streptococcus pneumoniae 14,04 %, Streptococcus viridans9,21

%, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas aeruginosa 8,56 %, Streptococcus

haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseudomonas spp 0,9 %.Laporan 5

tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya,

Malang, Makasar) didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut Klebsiella

pneumoniae 45,18%, Streptococcus pneumoniae 14,04 %, Streptococcus

viridans9,21%, Staphylococcus aureus 9 %, Pseudomonas aeruginosa 8,56 %,

Streptococcus haemoliticus 7.89 %, Enterobacter 5,26 %, dan Pseiidomonas spp 0,9

% .Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah vims,

atau infeksi gabungan virus-bakteri. Respiratory Synctial Virus (RSV) mempakan

penyebab penyakit yang serius pada anak-anak. Selain pada anak-anak, RSV juga

19
memiliki peranan penting penyebab penyakit pada orang tua dan orang dewasa.

Hampir semua infeksi RSV simptomatik dan cenderung menyebabkan morbiditas dan

mortalitas serta penggunaan pelayanan kesehatan.2,4

FAKTOR RESIKO

Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan

dampak penyakit berkaitan dengan:

1. kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga),

kelembaban, kebersihan, musim, temperatur);

2. ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi

untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan

kesehatan, kapasitas ruang isolasi);

3. faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan

infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang

disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen,

seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin),

dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum).1

Faktor pejamu yang spesifik juga mempengaruhi risiko infeksi dengan

mikroba spesifik. Misabya perokok dan penderita PPOK lebih memiliki risiko tinggi

terinfeksi oleh S.pneumoniae, H.influenzae, Moraxella catarrhalis, dan Legionella.5

KLASIFIKASI ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai

berikut:

20
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam

(chest indrawing).

2. Pneumonia, terbagi dua yaitu community acquired pneumonia (pneumonia

komunitas) dan hospital acquired pneumonia (pneumonia nosokomial)

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,

tanpa tarikan dinding dada kedalam. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong

bukan pneumonia. 6

GEJALA KLINIK

Gejalanya meliputi demam, batuk, dan seringjuga nyeri tenggorok, coryza

(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bcmapas. Infeksi saluran pemapasan akut

dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Gejala klinik yang membedakan apakah

penyebab dari (ISPA adalah vims atau bakteri sulit dibedakan.6,7

PENGOBATAN

1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigendan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat sesuai dengan organism penyebab.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic, terapinya berupa terapi

simptomatik.

Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang

tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein.dekstrometorfan dan,

antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Uji klinik

dari manfaat Zinc, Vitamin C, dan terapi alternative Iain tidak mempunyai manfaat

yang konsisten untuk terapi.6,7

21
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pemapasan akut

dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dari resistensi antibiotic. Lebih dari

setengah dari selumh pemberian resep antibiotic untuk ISPA tidak perlu karena

infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik.

Mengetahui apakah ISPA yang teijadi ini karena infeksi bakteri atau virus sangatlah

penting untuk menentukan jenis pengobatan yang akan diberikan nantinya.8

Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotic yang dapat diberikan adalah

antibiotic spectrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kltur

sempit Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta

dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit

pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Ketentuan untuk memberikan

makrolid pada pasien pneumonia komunitas berat di daerah Asia perlu penditian lebih

lanjut. Penelitian di Malaysia terhadap pasien pneumonia komuniatas yang diberikan

makrolod dan tidak diberika makrolid tidak didapatkan perbedaan manfaat yang

bermakna.Hal ini berkaitan dengan perbedaan jenis dan kepekaan patogen penyebab

pneumonia komunitas.10

PENCEGAHAN

Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA

meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian

infeksi rutin untuk semua pasien , tmdakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu

(misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pencegahan

dan pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung

kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.

22
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan

umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini: 1

1. Reduksi dan Eliminasi

Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan

kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus

dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi

kebersihan pemapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak

infeksius.8

2. Pengendalian administrarif

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang

diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi

pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang

berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat

menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai,

persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem

klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga

harus melakukan percncanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang

memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan program kesehatan staf

(misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk meningkatkan kesehatan umum petugas

kesehatan. 8

3. Pengendalian lingkungan dan teknis

Pengendalian ini mencakup metode untuk mcngurangi konsentrasi aerosol

pemapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan

permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi.

Contoh pengendalian teknis primer untuk aerosol pemapasan infeksius adalah

23
ventilasi Imgkungan yang memadai (>. 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1 m) antar

pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi

permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian

lingkungan yang penting. 8

4. Alat Pelindung Diri (APD)

Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan

pajanan terhadap risiko biologis. Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi

petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas

pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam

situasi tertentu yang menimbulkan risiko penalaran patogen yang lebih besar.

Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara

khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan

isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur,

pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih

penting, perilaku manusianya.8

Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis

pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan

keija institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman. 8

24
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pemapasan Akut

(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan.2007.

2. WHO. Acute Respiratory Infections (Update Oktober 28). [serial online].

2015. [cited 2017 April 5]. Available from:

www.who.int/vaccine_rcsearch/diseases/ari/en/print.html

3. Wahyono Dj, Hapsari I, Astuti IWB. Pola Pengobatan Infeksi Saluran

Napas Akk Usia Bawah Lima Tahun (Balita) Rawat Jalan di Puskesmas I

Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004.[serial online].

2015. [cited 2017 April 5]. Available from: http://mfi.farmasi.ugm.ac.id

4. Falsey, Ann R et al. respiratory Synctial Virus Infection in Elderly and

High Risk Adults. 2015. [cited 2017 April 5].AvaiIabele from :

www.nejm.org.

5. Goldman, Lee and Aussielo, Dennis. Cecil Medicine 23rd Edition.USA :

Elsevier Inc. 2008.

6. Rasmaliah. Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) dan

Penanggulangannya. 2015. [cited 2017 April 5].Available firom:

http://library.usu.ac.id/

7. McPhee, Stephen J and Papadakis, Maxin A. Current Medical Diagnosis &

Treatment 2008. San Fransisco: McGraw Hill.

8. Dahlan Z. Pneumonia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai