Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Peristiwa ledakan telah menjadi salah satu pusat perhatian hingga saat ini.
Ledakan pada awalnya digunakan hanya ada dalam kejadian perang. Ada juga
peningkatan penargetan warga sipil di lingkungan politik global di mana
perangkat pembakar merupakan instrumen utama terorisme modern. Namun
kejadian ledakan mengalami peningkatan dalam dekade terakhir terutama
dikarenakan serangan teroris dan kini sudah menjadi pandemi dengan
meningkatnya tindakan yang terjadi secara sporadik.1,14

Ledakan terdiri dari gelombang kompresi yang melewati udara atau air dengan
cepat. Cidera yang secara langsung diakibatkan oleh peningkatan tiba-tiba tekanan udara
setelah ledakan disebut sebagai cedera ledakan utama.2 Ledakan dapat menimbulkan
bentuk luka yang beraneka macam. Ketika seseorang terkena ledakan dapat
berpotensi menimbulkan cedera atau luka pada berbagai sistem tubuh dan pada
banyak orang secara bersamaan. Cedera tersebut sampai dapat membahayakan
nyawa korban.3
Efek dari korban ledakan tergantung dari jarak korban atau benda dari pusat
ledakan, besarnya ledakan, material bahan peledak, bagaimana ledakan itu terjadi,
lokasi dan kondisi lingkungan di sekitar pusat ledakan, dan pengaman yang
digunakan oleh korban. Peristiwa dalam beberapa dekade sebelumnya
menunjukkan kebutuhan kritis baik bagi darurat sipil maupun militer dan
penyedia perawatan intensif untuk memahami patofisiologi dan manajemen
cedera terkait ledakan.3,14

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Trauma merupakan luka atau cedera yang terjadi secara tiba-tiba,


disebabkan oleh faktor mekanik atau fisik serta agen ekstrinsik lainnya seperti
suhu, listrik, bahan kimia, dan bahan radioaktif. Cedera tersebut mulai dari
luka minor dan memar setelah terbentur secara tidak sengaja ataupun
disengaja hingga trauma yang bisa mengancam nyawa seperti laserasi
yang parah, patah tulang akibat kecelakaan mobil, dan sebagainya.4
Ledakan adalah peristiwa yang terjadi ketika suatu zat melepaskan
energi dengan cepat dan menghasilkan sejumlah besar produk gas.
Ledakan tinggi, termobarik, dan nuklir semua memberikan perubahan
pada energi potensial menjadi cedera kinetik dalam waktu yang sangat
singkat. Kompresi ekstrem molekul oleh perubahan energi ini
menciptakan pita tekanan tinggi lokal, gelombang ledakan yang bergerak
keluar dari episentrum ledakan. Gelombang ledakan ini bergerak lebih
cepat dari kecepatan suara. Produk ledakan - gas, partikel, dan puing-
puing wadah dan barang-barang yang dekat dengan bahan peledak
(termasuk sisa-sisa manusia) juga menyebar ke luar, tetapi bergerak jauh
lebih lambat. 5
Trauma yang disebabkan oleh ledakan secara tradisional telah
dibagi menjadi cedera yang disebabkan oleh efek langsung dari
gelombang ledakan (cedera primer); efek yang disebabkan oleh benda
lain yang dipercepat oleh gelombang ledakan, (cedera sekunder); efek
yang disebabkan oleh pergerakan korban (cedera tersier); dan efek lain -
lain yang disebabkan oleh ledakan atau bahan peledak. 5

Seseorang yang terkena efek dari ledakan dapat mengalami luka atau
serangkaian trauma fisik yang disebabkan oleh ledakan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Trauma fisik tersebut melibatkan berbagai organ

2
maupun sistem organ, seperti kulit, paru-paru, pendengaran, perut, sistem
saraf, dan sebagainya yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. 1
B. EPIDEMIOLOGI

Trauma akibat ledakan di daerah yang bukan area peperangan telah


meningkat jumlah kejadiannya pada satu dekade terakhir yang secara umum
disebabkan oleh aksi teroris. Beberapa kejadian peledakan oleh teroris yang
telah diketahui di antaranya yaitu pengeboman kereta di Madrid (Maret
2004), pengeboman bawah tanah London (Juli 2005), dan pengeboman Kota
Oklahoma (April 1995). Dalam skala yang lebih kecil, ledakan bom sering
terjadi di Israel, Iraq, dan Pakistan, serta beberapa negara di Asia, seperti
Bangkok (Januari 2007), Bali (Oktober 2002 dan Oktober 2005), dan
Jakarta (Agustus 2003, September 2004).6
Beberapa kejadian terorisme sudah terjadi sejak lama seperti di
Pakistan pada tahun 1989. Sedangkan data yang tercatat menyebutkan dari
tahun 2002-2008 terdapat 141 pelaku bom bunuh diri dan 100 bom
menggunakan perangkat kontrol yang diletakkan pada mobil dan truk yang
terjadi di Pakistan. 7 Adapun di Amerika, dalam analisis kejadian selama 20
tahun, didapatkan 36.110 kejadian pengeboman, 5.931 korban yang
mengalami trauma akibat pengeboman, dan 699 kematian akibat
pengeboman. Di pemukiman penduduk, ledakan bom dapat menyebabkan
korban luka sebanyak 31,5% dan korban meninggal sebanyak 35,5%.
Sedangkan pada daerah komersil, pengeboman dapat menelan korban
sebanyak 29,3% luka dan 10,6% korban meninggal. 8

C. KLASIFIKASI DAN MEKANISME LEDAKAN

Ledakan dapat diklasifikasikan menjadi ledakan tingkat tinggi (High-


order Explosive atau HE) dan ledakan tingkat rendah (Low-order Explosive
atau LE). HE dan LE menyebabkan pola luka yang berbeda.3

a. High Explosives
Bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives) berasal dari zat
kimia yang dapat memiliki laju reaksi yang sangat tinggi. Reaksi ini sering

3
disebut sebuah reaksi ledakan. Contoh bahan peledak berkekuatan tinggi
termasuk nitrogliserin, dinamit, C-4, asam pikrat, Semtex, ammonium
nitrate fuel oil mixture (ANFO), TNT, PETN and TATP (triacetone
triperoxide non-nitrate high explosive).3,5
Ketika dipicu dengan detonator, maka zat kimia ini berubah seketika
menjadi gas dengan tekanan dan suhu yang sangat tinggi. Gas yang
bertekanan tinggi ini, seketika berkembang dari volume normalnya dan
menimbulkan sebuah pressure wave - disebut "blast wave" yang bergerak
keluar ke segala arah. Hasilnya adalah sebuah gelombang angin yang
cepat dan dapat menghancurkan lingkungan di sekitarnya.5
High explosives dapat dikategorikan sebagai high explosives primer
dan sekunder. high explosives primer adalah bahan peledak sangat
sensitif, dapat diledakkan sangat mudah dan umumnya hanya
menggunakan detonator listrik. high explosives sekunder kurang sensitif,
memerlukan goncangan kuat sebagai detonatornya dan umumnya lebih
aman untuk digenggam.5
Blast wave mengacu pada intensitas kenaikan tekanan - sering disebut
"over pressure" yang hal ini hanya pada ledakan dari high explosives.
Terjadi kenaikan tekanan pada udara ambient secara tiba-tiba, kemudian
terjadi penurunan tekanan secara ekponensial dan mungkin pula disertai
penurunan tekanan barometer dalam periode yang singkat setelah
overpressure. Tekanan maksimum dan durasi awal dari fase positif dari
blast wave tergantung pada besar ledakan dan jarak dari pusat ledakan. Di
udara, tekanan maksimum sebanding dengan akar pangkat tiga dari berat
bahan peledak dan merupakan kebalikan pangkat tiga dari jarak ledakan.
Hal ini juga tergantung pada jenis bahan peledak yang digunakan.5
Blast wave mempunyai energi yang dapat melempar objek atau
tubuh ke jalan. Tingkat kerusakan akibat pressure wave tergantung
pada:
 Puncak dari fase awal tekanan positif pressure wave
 Overpressure dari 60-80 PSI dianggap berpotensi mematikan

4
 Durasi overpressure
 Medium yang akan diledakkan
 Jarak dari insiden blast wave
 Area ledakan5
Blast wave memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Adanya peningkatan yang cepat dari tekanan dalam gelombang.
Kenaikan ini merupakan faktor yang paling penting dalam patologi
cedera ledakan primer.
2. Terjadi penurunan tekanan atmosfer secara eksponensial.
3. Setelah terjadi penurunan tekanan di bawah tekanan udara lingkungan
yang agak lama kemudian kembali lagi ke tekanan atmosfer awal.5
Peningkatan tekanan yang tiba-tiba dapat menghancurkan benda-
benda disekitarnya - disebut "shock wave." Efek ini disebut brisance dan
bervariasi dari masing-masing bahan peledak high explosives. Ketika
terbentuk kawah akibat ledakan, maka shock wave ini akan
menghancurkan benda-benda di sekitar ledakan. Karena tekanan ledakan
yang terus membesar, maka pressure wave berubah lebih dahsyat menjadi
acoustic wave. Gelombang dahsyat ini akan menjadi lebih besar lagi
kemudian merusak tubuh secara simultan, kerusakan jaringan bergantung
pada besarnya puncak tekanan dan durasi gaya yang diberikan.5
Sebuah pressure wave akan menyebabkan cedera ringan jika korban
berada di tempat terbuka, dapat pula menyebabkan kematian jika korban
berada dalam tempat tertutup atau berada di dekat permukaan yang dapat
memantulkan pressure wave seperti dinding padat atau gedung.5
Blast wind terjadi akibat bergeraknya udara dan gas-gas lainnya
dalam volume besar secara cepat dari lokasi ledakan. Hal ini dapat
dihasilkan oleh peledak high explosive maupun low explosive. Beberapa
bahan peledak diproduksi untuk menghasilkan blast wave yang relatif
rendah tetapi menghasilkan gas dalam jumlah besar. Bahan peledak ini
menghasilkan blast wind yang berkelanjutan dengan ledakan yang

5
minimal. Bahan peledak ini biasanya digunakan dalam proyek -proyek
pertambangan dan pembongkaran.5
b. Low explosives
Bahan peledak berkekuatan rendah dirancang untuk menciptakan
kebakaran kemudian melepaskan energi yang rendah. Bahan peledak ini
sering disebut propelan, karena penggunaan yang paling umum hanya
untuk mendorong proyektil keluar dari laras senapan. Pada prinsipnya
militer menggunakan ini sebagai sumbu dan pemicu. Tipe bahan peledak
ini termasuk bom pipa, mesiu, black powder, dan petroleum (bom
berbahan dasar minyak) seperti bom molotov atau bom pesawat. Bahan
peledak ini tidak membentuk shock wave, dan tidak memiliki efek
brisance.5
Cara kerjanya cepat, efek pembakaran yang timbul disebut
deflagration. Pembakaran ini berlangsung sangat lambat sehingga ketika
ledakan ini terjadi di tempat terbuka, maka udara di sekitar api dapat
membantu agar api bisa tetap menyala dan nyala api tidak akan megalami
gangguan yang berarti. Jika ledakan ini berada di ruang tertutup, kecepatan
reaksi meningkat tajam, tetapi efek tidak seperti reaksi pada ledakan high
explosive. Pada ledakan ini efek mendorong lebih besar daripada efek
untuk menghancurkan (blast wind tanpa disertai blast wave).5
Ledakan dari low explosives hanya mempunyai efek gelombang
tekanan tinggi dan cedera yang terjadi berasal dari fragmen bom, blast
wind dari pemuaian udara, dan cedera termal dari panas ledakan. Jelas,
secara klinis mungkin untuk mengatakan apakah luka terjadi karena
fragmen dari bahan peledak berkekuatan tinggi atau bahan peledak
berkekuatan rendah. Demikian juga, jika korban ledakan terhempas oleh
angin dan mengenai objek, maka hal-hal kecil itulah yang harus diketahui
pasien atau dokter bahwa apakah ledakan ini berasal ledakan high
explosives atau deflagration dari ledakan low explosives.5

Terdapat beberapa hal yang memengaruhi besar efek yang


ditimbulkan oleh sebuah ledakan, di antaranya yaitu material atau bahan

6
peledak yang digunakan, jarak antara korban dan sumber ledakan,
lingkungan di sekitar ledakan, pelindung yang digunakan korban, dan
lokasi ledakan. 3 Ketika berada didalam ruangan tertutup atau yang
dibatasi oleh gedung tertentu maka memiliki dampak 2-3 kali lebih besar
daripada di ruangan terbuka. Pada keadaan normal dan ideal gelombang
ledakan dikatakan merupakan gelombang Friedlander. Namun pada
kenyataannya pada kejadian di ruangan terutup menyebabkan
gelombang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga terjadi
refleksi sehingga menimbulkan gelombang kompleks, sedangkan pada
ruangan terbuka terbentuk gelombang sederhana.9

D. KLASIFIKASI TRAUMA LEDAKAN

a. Primer
Cedera primer adalah cedera yang disebabkan oleh efek langsung dari
ledakan. Hal ini terjadi akibat fluktuasi tekanan atmosfir pada blast wave,
yang mengacu pada impuls tekanan yang sangat tinggi akibat ledakan.
Efek ini terutama mengenai mengenai organ-organ berongga yang
mengandung udara, karena adanya perubahan anatomi fisiologis dari gaya
yang dihasilkan oleh gelombang ledakan sehingga mempengaruhi
permukaan dan struktur tubuh.3 Organ yang dapat terkena di antaranya
paru-paru, membran timpani, usus, mata, dan otak.8
Ketika gelombang ledakan melewati tubuh, ia menyebabkan kerusakan
melalui tiga fenomena berbeda: akselerasi, spalling dan ledakan.15
 Akselerasi adalah gerakan visera yang dimulai oleh gerakan dinding
tubuh ke arah gelombang ledakan. Organ padat hanya bergetar saat
gelombang ledakan melewatinya. Namun berdekatan struktur
memiliki sifat inersia yang berbeda bertabrakan, sementara
mesenteries robek jika membentang di luar batas elastisnya.
 Spalling dapat terjadi pada antarmuka dua media yang berbeda
ketika gelombang kejut bergerak dari kepadatan tinggi ke medium
kepadatan lebih rendah. Misalnya, ketika udara bertemu air,

7
permukaan air dipecah menjadi pancuran tetesan. Hal ini
disebabkan oleh penciptaan refleksi negatif pada antarmuka dan
dengan demikian memecah permukaan media yang lebih berat.
 Ledakan adalah konsentrasi sesaat dari ruang yang terisi gas karena
tekanan tinggi pada fluida di sekitarnya atau padat menekan ruang-
ruang ini. Demikian pula, karena ada perbedaan tekanan antara
ruang yang dipenuhi udara dan pembuluh darah, darah dan cairan
dipaksa masuk ke ruang yang dipenuhi udara. Mekanisme ini sangat
penting di paru-paru, di mana ia berkontribusi terhadap perdarahan
paru. Selain itu, ketika gelombang tekanan negatif mengikuti
tekanan positif awal, ledakan sekunder internal yang lebih kecil
terjadi ketika gas terkompresi kembali mengembang.
b. Sekunder
Mekanisme cedera ledakan sekunder terjadi karena puing-puing benda
yang terbang (misalnya, kaca, beton, kayu) dan fragmen-fragmen dari
bahan peledak yang mengenai korban.1 Cedera atau perlukaan yang terjadi
akibat mekanisme ini biasanya berupa luka penetrasi ke jaringan lunak
atau mata, tetapi dapat pula berupa trauma tumpul.10,15
c. Tersier
Cedera ini terjadi karena terlemparnya korban akibat pergerakan udara
oleh ledakan (blast wind) dan kemudian menghantam sebuah objek yang
terfiksasi seperti dinding atau tanah. Ini mungkin sama destruktifnya
dengan gelombang ledakan itu sendiri. Cedera yang dihasilkan dapat
berupa cedera pada jaringan lunak, fraktur, amputasi atau trauma
kepala.8,15
d. Kuarter
Cedera kuarter mencakup semua luka lain yang disebabkan oleh ledakan,
yang tidak tergolong ke dalam cedera primer, sekunder, maupun tersier,
seperti luka bakar thermal atau kimia, luka remuk, paparan radiasi atau
cedera inhalasi dari paparan debu atau gas beracun. Cedera ini juga
mencakup perburukan kondisi medis kronis, seperti eksaserbasi asma,

8
angina, atau hiperglikemia. 3 Secara umum kategori dari setiap tingkat
trauma akibat ledakan dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 1: Klasifikasi Trauma Ledakan3
Bagian tubuh
Kategori Karakteristik Tipe dari luka
yang terkena
Primer Khusus untuk Struktur yang  Ledakan paru-paru
ledakan high berongga dan (barotrauma pulmonari)
explosives, terjadi berisi udara/ gas  Ruptur membran
akibat tekanan paling mudah timpani dan kerusakan
gelombang yang terkena seperti telinga tengah
berlebihan paru-paru,  Perforasi dan
terhadap tubuh saluran cerna, perdarahan
dan bagian abdomen
telinga tengah  Ruptur bola mata
 Kontusi
Sekunder berasal dari Seluruh bagian  Trauma penetrasi
puing-puing yang tubuh (fragmentasi) atau
berterbangan dan trauma tumpul
serpihan bahan  Trauma penetrasi mata
peledak
Tersier terlemparnya Seluruh bagian  Fraktur dan trauma
individu akibat tubuh amputasi
dari gelombang  Cedera otak terbuka
ledakan dan tertutup
Kuarter Semua cedera, Seluruh bagian  Luka bakar
sakit atau tubuh  Cedera otak terbuka
penyakit yang dan tertutup
terkait dengan  Asma, COPD, atau
ledakan yang masalah pernapasan
tidak disebabkan lainnya yang
oleh cedera disebabkan debu, asap,
primer, sekunder atau gas beracun
atau tersier  Angina
-Termasuk  Hiperglikemia,
eksaserbasi atau hipertensi
komplikasi dari
kejadian

9
E. TIPE LUKA AKIBAT TRAUMA TUMPUL
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai tanda makroskopis dan
mekanisme penyebabnya. Luka akibat trauma tumpul meliputi abrasi,
kontusio, laserasi, fraktur, kompresi dan perdarahan.11
a. Abrasi
Abrasi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika
hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit
(dermis) atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika
abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis, pembuluh darah dapat
terkena sehingga terjadi perdarahan.11

Pada pemeriksaan luka, yang dinilai adalah pola dari abrasi, arah
dari pengelupasan, dan perkiraan usia luka. Pola dari abrasi dapat
digunakan untuk menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.
Sementara itu, arah pengelupasan mengindikasikan arah pergerakan
tubuh terhadap permukaan benda atau sebaliknya, yang dapat dinilai dari
arah di mana epidermis bergulung. Waktu terjadinya luka sendiri sulit
dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan
secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia
luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam
sampai sehari sebelum), beberapa hari lalu, lebih dari beberapa hari lalu.11

Gambar 1: Abrasi superfisial pada tangan11

10
Gambar 2: Abrasi dengan ekstensi ke dalam jaringan subkutan11
b. Kontusio
Kontusio adalah efek yang terjadi pada jaringan akibat dari
suatu benturan atau penekanan dan biasanya ditandai oleh adanya
ekstravasasi darah tanpa melibatkan gangguan pada kontinuitas jaringan.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya.11
Ukuran memar yang muncul ditentukan oleh daerah anatomi yang
terkena oleh gaya mekanik. Pada area-area tubuh di mana jaringan
subkutan dan otot langsung melekat ke tulang, seperti kepala, dada, dan
permukaan anterior dari lutut, betis, kaki, dan permukaan posterior
tangan, memar akan tampak lebih jelas. Sebaliknya, pada area seperti
abdomen, bokong, dan aspek posterior dari paha, memar yang muncul
tidak memberikan gambaran yang sesuai dengan besarnya gaya. Memar
akan jauh lebih mudah terjadi pada jaringan pada daerah orbita dan
infraorbita karena kurangnya kepadatan jaringan lunak. Namun,
perdarahan subkutan pada kelopak mata dan/atau regio infraorbita belum
tentu merupakan bukti adanya gaya tumpul ke area tersebut. Ekstravasasi

11
darah pada jaringan tersebut dapat disebabkan oleh trauma tumpul pada
dahi atau fossa anterior basis tengkorak.11
Perubahan warna pada kontusio berhubungan dengan waktu
lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan
individu yang terkena. Namun, perubahan warna tidak konstan. Urutan
yang biasa adalah dari warna merah gelap, melalui biru, biru-ungu, coklat,
kuning dan hijau kekuningan.11
Semua organ dapat mengalami kontusio. Kontusio pada tiap organ
memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan
otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan
kematian. Kontusio pada otak dapat menyebabkan pembengkakan pada
otak sehingga dapat terjadi herniasi. sementara kontusio pada batang otak
dapat menyebabkan kematian mendadak akibat kegagalan aktivitas
kardiak dan/ atau respirasi. Jantung juga sangat rentan jika terjadi
kontusio. Kontusio pada jantung dapat menyebabkan gannguan pada
irama jantung atau henti jantung.11

Gambar 3: Kontusio sekitar 4 hari menunjukkan warna ungu, coklat dan


kuning11

12
c. Laserasi
Sebuah laserasi biasanya merupakan hasil dari peregangan yang
kuat. Laserasi dapat terjadi secara eksternal atau internal. Laserasi internal
tidak berhubungan dengan permukaan kulit. Contohnya suatu laserasi
permukaan diafragma hati atau permukaan pleura visceral paru-paru.
Laserasi yang khas adalah biasanya yang melibatkan kulit dan jaringan
ikat. Hal ini tidak selalunya disebabkan oleh benda tajam yang
menghancurkan kulit dan jaringan lunak. Laserasi disebabkan oleh benda
yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek
dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit11.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan
jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.
Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan abrasi membedakan
laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi
dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan
tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi
yang terdapat kontusio juga menunjukkan arah awal kekerasan.11
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda
penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan,
regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan
terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi
sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu
sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.11
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan
tidak seperti luka atau kontusio. Pembagiannya adalah sangat segera,
beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah
mati dapat dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak
adanya perdarahan.11

13
Gambar 4: Laserasi irreguler pada punggung tangan kanan dengan bercak
kontusio pada pinggirnya.11
d. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada
bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Dari sudut
pandang forensik ada dua jenis fraktur iaitu sederhana atau tertutup dan
gabungan (compound) atau terbuka. Fraktur sederhana mengacu pada
fraktur dengan kulit yang utuh di atasnya, sedangkan fraktur gabungan
mengacu pada fraktur di mana salah satu atau kedua ujung fraktur telah
menembusi kulit di atasnya.11
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga
dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Tulang
anak-anak masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada
tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa
menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah
mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang
ringan.11
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk
mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan
menggunakan sinar X. Namun, sekitar 20 % kasus fraktur linier tidak
tampak pada pemeriksaan X-ray.11

14
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari
fraktur dapat menggambarkan benda penyebab maupun arah gaya yang
menyebabkan fraktur (khususnya fraktur tulang tengkorak).11 Sekitar
45,8% fraktur tertutup akibat ledakan terjadi pada ekstremitas bawah
yaitu tibia/fibula, dan 35,6% pada telapak kaki. Sementara untuk fraktur
terbuka akibat ledakan sebesar 27,9% merupakan fraktur pada
tibia/fibula. Presentasi fraktur pada ekstremitas atas lebih kecil
dibandingkan ekstremitas bawah. 16
Tabel 2. Mekanisme cedera dari ledakan dan interaksinya dengan tulang16

Jenis Ledakan Patofisiologi Karakteristik Fraktur


Fraktur yang diakibatkan Amputasi traumatic, fraktur
Primer gelombang tekanan ledakan oblik/transversal pendek
secara langsung
Dampak langsung dari Fraktur comminuted multi-
Sekunder
fragmen peledak fragmen
Kontak langsung dengan Amputasi traumatic atau subtotal
Primer dan titik pusat ledakan, yang dengan kerusakan jaringan dan
sekunder menghasilkan cedera akibat fragmen
gelombang ledakan
Displacement segmen Pembebanan aksial,
Tersier tulang dari letak asalnya pembengkokan 3 titik, fraktur
spiral

Gambar 5. Kombinasi fraktur akibat ledakan primer dan sekunder 16

15
e. Kompresi
Kompresi terjadi karena penekanan kuat yang berlangsung lama
pada seluruh atau sebagian tubuh. Contohnya kompresi pada dada,
seperti yang terjadi pada korban yang sedang bekerja di bawah mobil yang
ditinggikan oleh dongkrak, dan mobil tersebut tergelincir dari dongkrak
lalu jatuh menimpa orang tersebut. Biasanya, kompresi dada seperti ini
menyebabkan asfiksia traumatik. Harus diingat bahwa traumatik asfiksia
tidak selalu disebabkan oleh kecelakaan; bayi yang meninggal sebagai
akibat dari seseorang menempatkan tangan mereka di atas dada bayi,
sehingga menghalangi bayi untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
Beberapa orang dewasa dibunuh dengan teknik mereka duduk di atas
dada korban untuk mencegah inspirasi dan ekspirasi.11

f. Perdarahan
Jumlah darah dalam sistem peredaran darah bergantung kepada
ukuran orang tersebut. Laki-laki dewasa yang berukuran rata-rata
memiliki volume darah 5 sampai 6 liter (4800-5760 cc). Hilangnya 1/10
dari volume vaskular (480-576) tidak menyebabkan kesulitan yang
signifikan, seperti donor darah (450-500 cc) pada orang dewasa
normal.11
Kehilangan sampai 15% dari volume darah (720-862 cc) dapat
dikompensasikan oleh vasokonstriksi pembuluh darah dengan
mempertahankan tekanan darah, pernapasan yang normal, pengisian
kapiler yang normal, pengeluaran urin yang normal, status mental yang
normal hingga sedikit cemas dan pucat pada kulit.11
Kehilangan 15% sampai 30% dari volume darah (720 sampai 1728
cc) pada orang dewasa sehat normal menyebabkan curah jantung tidak lagi
dikompensasi oleh arteri perifer, takikardia > 100 denyut per menit,
pernapasan meningkat, tekanan sistolik masih normal, tetapi ada
peningkatan tekanan diastolik dengan tekanan nadi menyempit.
Terbentuk keringat akibat dari rangsangan simpatis, korban mulai agak
cemas, pengisian kapiler memanjang dan pengeluaran urin 20 sampai 30

16
ml / jam. Namun, dalam lansia dengan bukti aterosklerosis dan / atau
penyakit kardiovaskular hipertensi, mungkin dipersulit oleh penurunan
fungsi ginjal, pernapasan dan fungsi hati, kehilangan darah seperti ini dapat
menyebabkan kematian pada korban.11
Kehilangan 30% sampai 40% volume darah, (1728-2304 cc) secara
tiba-tiba dan tidak segera diobati dapat menyebabkan kematian pada orang
dewasa normal. Orang ini akan menunjukkan tanda-tanda klasik dari syok
hipovolemik seperti tekanan darah sistolik 100 mmHg atau kurang,
takikardia yang ditandai dengan lebih 120 denyut per menit, takipnea > 30
napas per menit, penurunan tekanan darah diastolik, perubahan status
mental (kebingungan, kecemasan, agitasi), berkeringat dingin dengan kulit
pucat, capillary refill memanjang dan pengeluaran urin sekitar 20 ml /
jam.11

Kehilangan darah yang lebih besar dari 40% dari volume vaskular,
secara akut, walaupun pada orang dewasa yang sehat dan normal,
harus secepatnya ditolong dalam beberapa menit, jika tidak kematian
akan terjadi. Jika pertolongan tertunda, orang tersebut bisa bertahan hidup
tapi dengan morbiditas yang tinggi. Gambaran klinisnya adalah takikardi
ekstrim >140 denyut per menit dengan denyut nadi lemah, takipnea,
penurunan signifikan pada tekanan darah sistolik sebesar 70 mmHg atau
kurang, penurunan tingkat kesadaran, letargi, dan koma, kulit berkeringat,
dingin dan sangat pucat, berkuangnya isi dari pembuluh darah kapiler dan
sedikitnya volume pengeluaran urine. Yang perlu diingat bahwa orang
yang mempunyai tubuh besar dapat mentolerir jumlah darah yang hilang
dibandingkan orang yang bertubuh kecil.11
F. LUKA AKIBAT LEDAKAN
a) Cedera Paru3
"Blast lung" adalah konsekuensi langsung dari gelombang ‘high
explosion’ yang terlalu bertekanan. Ini adalah cedera ledakan primer
fatal paling umum di antara para penyintas awal. Tanda-tanda paru-
paru ledakan biasanya ada pada saat evaluasi awal, tetapi mereka

17
telah dilaporkan hingga 48 jam setelah ledakan. Blast lung ditandai
oleh trias klinis apnea, bradikardia, dan hipotensi.

Gambar 6. Perdarahan pulmonal pada area subserosa dan intraparenkim,


terkena pada hamper semua lobus.17

Cedera paru-paru bervariasi dari petekie yang tersebar hingga


pendarahan yang konfluen. Blast lung harus dicurigai bagi siapa saja
dengan dispnea, batuk, hemoptisis, atau nyeri dada setelah pajanan
ledakan. Blast lung menghasilkan pola "kupu-kupu" yang khas pada
rontgen dada. Xray dada direkomendasikan untuk semua orang yang
terpapar dan tabung dada profilaksis (thoracostomy) disarankan
sebelum anestesi umum atau transportasi udara diindikasikan jika
diduga ada paru-paru ledakan.
b) Cedera Telinga3
Cedera ledakan utama dari sistem pendengaran menyebabkan
morbiditas yang signifikan, tetapi mudah diabaikan. Cedera
tergantung pada orientasi telinga terhadap ledakan. Perforasi TM
adalah cedera paling umum pada telinga tengah. Tanda-tanda cedera
telinga biasanya hadir pada saat evaluasi awal dan harus dicurigai
bagi siapa saja yang mengalami gangguan pendengaran, tinnitus,
otalgia, vertigo, perdarahan dari saluran eksternal, ruptur TM, atau
otorhea mukopurulen. Semua pasien yang terkena ledakan harus
memiliki penilaian otologis dan audiometri.
c) Cedera Abdomen3

18
Bagian yang mengandung gas pada saluran GI paling rentan terhadap
efek ledakan primer. Hal ini dapat menyebabkan perforasi usus
segera, perdarahan (mulai dari petekie kecil hingga hematoma besar),
cedera geser mesenterika, laserasi organ padat, dan pecahnya testis.
Cidera abdominal blast harus dicurigai pada siapa pun yang terpapar
ledakan dengan nyeri perut, mual, muntah, hematemesis, nyeri dubur,
tenesmus, nyeri testis, hipovolemia yang tidak dapat dijelaskan, atau
temuan apa pun yang menunjukkan adanya perut akut. Temuan klinis
mungkin tidak ada sampai timbulnya komplikasi.

Gambar 6. Hematoma subserosal lamellar, cedera tipikal pada individu


akibat ledakan.17

d) Cedera Otak3
Gelombang ledakan primer dapat menyebabkan gegar otak atau
cedera otak traumatis ringan tanpa hantaman langsung ke kepala.
Pertimbangkan jarak korban dengan ledakan terutama ketika
memberikan keluhan sakit kepala, kelelahan, konsentrasi yang buruk,
kelesuan, depresi, kecemasan, insomnia, atau gejala konstitusional
lainnya. Gejala cedera otak dan gangguan stres pascatrauma bisa
serupa.

19
G. BOM BUNUH DIRI

Cedera atau kematian akibat ledakan karena pemboman umumnya hanya kadang-
kadang ditemukan dalam praktik patologis klinis dan forensik. Namun, dengan
meningkatnya terorisme militan baru-baru ini, telah terjadi peningkatan insiden
pemboman teroris, dan ahli patologi forensik atau pemeriksa medis kemungkinan akan
dihadapkan dengan kasus-kasus seperti itu.18,19
Dalam pemboman bunuh diri (Suicidal bombing), tujuan utama pembom adalah
untuk bunuh diri. Pembom berhati-hati untuk memilih tempat yang terisolasi, seperti
interior rumahnya sendiri, karena ia tidak tertarik melukai orang lain. Pemboman
pembunuhan (Homicidal bombing) diwakili oleh kasus di mana kendaraan yang sarat
dengan bahan peledak ditinggalkan di tempat-tempat ramai. Ledakan yang tidak
disengaja (Accidental bombing) dapat terjadi dalam beberapa situasi seperti meledaknya
tangki gas atau ketika api dinyalakan di daerah di mana bahan peledak disimpan.
Akhirnya, bom bunuh diri (teroris) (Suicidal homicidal) adalah peristiwa di mana
seseorang mengikat bahan peledak di tubuhnya dan meledakkannya di tempat-tempat
ramai, atau mengendarai kendaraan bermuatan bahan peledak ke kerumunan orang atau
ke dalam gedung. Sementara dalam pemboman bunuh diri, temuan tidak langsung
mengungkapkan banyak informasi (misalnya, kematian satu orang, tempat terpencil
yang dipilih, riwayat niat bunuh diri sebelumnya, atau upaya bunuh diri sebelumnya),
itu adalah pemboman bunuh diri-pembunuhan yang merentangkan ahli patologi
forensik dan penyelidik kejahatan. keterampilan secara maksimal.18
Seperti disebutkan di atas, fragmentasi yang tersebar adalah mekanisme
pembunuhan utama dalam serangan bom bunuh diri individu. Komponen
terfragmentasi dari alat peledak seperti paku, atau potongan logam kecil lainnya,
karenanya harus dicari di tempat kejadian dan di luar serta di dalam tubuh korban
pemboman. Ini kadang-kadang akan membantu dalam mengidentifikasi kelompok
teroris tertentu, atau produsen atau dealer bahan peledak tertentu. Seperti halnya lokasi
luka bakar dan penetrasi serpihan, lokasi kerusakan pakaian sangat membantu dalam
membentuk postur tubuh korban (atau penyerang) pada saat ledakan. Selain itu, dalam
pemboman bunuh diri yang melibatkan hanya satu orang (bunuh diri), pola noda darah
di tempat ledakan memberikan petunjuk tambahan terhadap rekonstruksi peristiwa.18

20
Penemuan dalam Autopsi
Ledakan di ruang terbatas dikaitkan dengan cedera parah parah dan tingkat
kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan ledakan yang terjadi di ruang terbuka,
karena gelombang ledakan memantulkan kembali dari dinding dan langit-langit
bangunan. Cedera ledakan primer pada permukaan luar tubuh adalah: lecet dan kontusio
dermal yang tersebar, laserasi kulit yang kasar (Gambar 7) yang mungkin diselingi
dengan bahan benda asing, mutilasi atau amputasi anggota badan, pembukaan rongga
tubuh, pemenggalan kepala, gangguan total tubuh (Gambar 8), atau bahkan
penghancuran tubuh lengkap.18

Gambar 7. Laserasi kulit yang


parah akibat ledakan bunuh diri
dari bahan peledak industri
(Gelamindonarit) dengan lecet
superfisial dan memar terlihat
berdekatan dengan batas luka.18

Gambar 8. Trauma yang


diinduksi oleh ledakan dari
bagian posterior atas dari bagasi
dengan pemenggalan kepala dan
laserasi yang menganga dari
bagian superior dari kedua rongga
dada pada korban pemboman
bunuh diri-pembunuhan yang
terletak dekat dengan pusat
gempa dari alat peledak yang
terdiri dari TNT.18

Luka bakar yang lebih parah biasanya merupakan luka bakar tidak langsung yang
berasal dari pengapian pakaian lokal. Mereka dapat dibedakan dari luka bakar yang
diakibatkan oleh kebakaran sekunder di lokasi ledakan dengan pembatasan mereka pada
area pakaian korban. Pakaian korban sebagian besar mungkin robek, tergantung
terutama pada sekitar korban ke pusat ledakan (hilangnya pakaian juga dapat terjadi

21
hanya karena penyalaan). Lokasi luka bakar dan penetrasi serpihan sangat membantu
dalam menentukan postur tubuh korban (atau penyerang) pada saat ledakan.18,19

Gambar 9. Bom bunuh diri-pembunuhan. Pelaku berbaring di posisi lateral di dalam kaca, selubung, dan
pasangan bata yang terlepas akibat ledakan. Pakaian robek dan laserasi serta hilangnya jaringan anggota
badan terlihat.18

Dalam beberapa kematian, identifikasi orang yang meninggal adalah tugas yang
penting dan bahkan lebih penting adalah mengidentifikasi orang yang bertanggung
jawab atas serangan itu. Biasanya, tubuh pelaku bom bunuh diri akan rusak paling parah
atau mungkin benar-benar terganggu. Jika anggota tubuh yang terisolasi ditemukan,
konsentrasi residu bahan peledak yang luar biasa tinggi di tangan akan menunjukkan
bahwa orang tersebut menangani bahan peledak. DNA yang menempel pada pakaian,
ikat pinggang, dll., dapat membantu mengungkap identitas pelaku bom bunuh diri.18

Gambar 10. Cidera khas yang ditemukan pada tubuh pelaku yang membawa bom manusia (Stapped
Human Bomb) yang diikat dan pada korban yang berdiri di dekatnya.19

22
Tujuan penyelidikan forensik bom bunuh diri berlipat ganda: untuk menetapkan
jumlah minimum korban, mengidentifikasi korban dan pelaku, dan mengklarifikasi
penyebab kematian, dan modus operandi para teroris. Upaya ini dilakukan dengan
inspeksi mediko-legal, mengumpulkan bukti tentang para korban dan pelaku,
mengumpulkan data di tempat kejadian, dan memeriksanya di berbagai laboratorium
forensik.19

H. HUKUM TERKAIT LUKA AKIBAT LEDAKAN

KUHP Bab VII - Kejahatan Yang Membahayakan Keamanan Umum


Bagi Orang Atau Barang

Pasal 187

Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan, atau


banjir, diancam:

1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;
2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena
perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul
bahaya bagi nyawa orang lain dan meng- akibatkan orang mati.12

Pasal 187 bis

1. Barang siapa membuat, menerima, berusaha memperoleh, mempunyai


persediaan, menyembunyikan, mengangkut otau memasukkan ke
Indonesia bahan- bahan, benda- benda atau perkakas-perkakas yung
diketahui atau selayaknya harus diduga bahwa diperuntukkan, atau kalau
ada kesempatan akan diperuntukkan, untuk menimbulkan ledakan yang
membahayakan nyawa orang atau menimbulkan bahaya umum bagi
barang, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau
pidana kurungan paling lama satu tahun,12

23
2. Tidak mampunya bahan-bahan, benda-benda atau perkakas- perkakas
untuk menirnbulkan ledakan; seperti tersebut di atas, tidak
menghapuskan pengenaan pidana.12

Pasal 188 ( L.N. 1960 - 1)

Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakar- an,


ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidnna denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya
umum bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa
orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.12

Pasal 382

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau


orang lain secara melawan hukum. atas kerugian penanggung asuransi atau
pemegang surat bodemerij yang sah. menimbulkan kebakaran atau ledakan
pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, atau
mengaramkan. mendamparkan. menghancurkan, merusakkan. atau
membikin tak dapat dipakai. kapal yang dipertanggungkan atau yang
muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan
muatannya yang dipertanggungkan, ataupun yang atasnya telah diterima
uang bode- merij diancarn dengan pidana penjara paling lama lima tahun.12

Pasal 479h

1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau


orang lain dengan melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi
menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran,
kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara, yang
dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut di atas atau yang
dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk
pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut

24
telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan pidana penjara
selama- lamanya sembilan tahun.12
I. MANAJEMEN TRAUMA AKIBAT LEDAKAN

Penanganan prehospital pada cedera akibat ledakan harus berfokus


pada aspek situasional melebihi perawatan terhadap pasien secara individual.
Pertama, responder harus memerhatikan bahaya sekunder seperti
ketidakstabilan struktural atau alat-alat yang lambat dimobilisasikan yang
dapat membahayakan penolong. Penting juga untung memperhatikan ada
tidaknya zat-zat kontaminan di sekitar atau pada korban. Zat-zat kontaminan
tersebut dapat berupa kimiawi, biologis, atau radioaktif. Langkah-langkah
yang tepat harus dilakukan untuk mendekontaminasi para korban dan
menyediakan alat-alat pelindung untuk personel penolong. Jumlah korban
juga penting untuk diketahui.10

Berdasarkan situasi, korban tanpa pakaian bisa mengalami luka pada


bagian tubuh mana saja. Pada 10 menit pertama setelah cedera (10 menit
platinum), para korban berada dalam bahaya yang tipikal, yaitu komplikasi
yang mengancam jiwa yang dapat dihindari. Selain itu, perdarahan
torakoabdominal dan proksimal berpotensi tinggi untuk menyebabkan
kematian dan membutuhkan perawatan bedah primer yang cepat dan
khusus.13

Kualitas perawatan dapat ditingkatkan dan angka kematian secara


keseluruhan dapat berkurang dengan mengikuti algoritma penanganan
trauma yang terstuktur dan prinsip-prinsip tatalaksana standar dan seragam
[(algoritma ABCDE, prehospital trauma life support (PHTLS), advanced
trauma life support (ATLS)] bersama dengan komunikasi mengenai
informasi penting dan parameter utama yang menggunakan kosakata yang
seragam. 13

Korban dengan perdarahan yang mengancam jiwa seperti perdarahan


pada daerah proksimal (aksila dan selangkangan) atau di dalam rongga tubuh
harus diidentifikasi secepatnya. Dalam jangka waktu singkat (1-2 jam),

25
perdarahan dari arteri ekstremitas dapat dikontrol secara adekuat dengan
menggunakan tourniquet (C-ABCDE). Perdarahan dari selangkangan atau
ketiak biasanya tidak cukup dirawat dengan kotak P3K atau tampon (baik
dengan hemostatic maupun titak) atau dengan bebat lokal. Perdarahan aktif
di dalam rongga tubuh tidak bisa dikontrol di tempat terjadinya cedera atau
sebelum dibawa ke rumah sakit. Hanya dengan penanganan di fasilitas
bedah yang dapat mengurangi angka kematian. 13

Petugas transpor di lokasi kejadian, teknisi emergensi medis


(Emergency Medical Technicians, EMS) bagian pemberangkatan, dan rumah
sakit besar harus berkoordinasi untuk transportasi pasien ke rumah sakit
yang ada di sekitar lokasi kejadian. Beberapa yurisdiksi telah menginisiasi
Hospital Mutual Aid System (HMAS) dan afiliasi Hospital Mutual Aid Radio
System (HMARS). Tepat setelah kejadian, baik HMAS maupun HMARS
memfasilitasi komunikasi antara beberapa rumah sakit di kota untuk
meningkatkan penanganan terhadap pasien melalui sistem perawatan
kesehatan lokal. Rumah sakit-rumah sakit yang terdekat dari kejadian lah
yang menerima lebih banyak pasien, dan mereka harus melakukan sistem
triase. Untuk efikasi yang lebih besar, pasien-pasien dengan tingkat
keparahan yang tinggi ditranspor menuju rumah sakit-rumah sakit terdekat,
dan pasien-pasien dengan tingkat keparahan yang lebih rendah transpor
menuju rumah sakit yang lebih jauh.8

Metode triase ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang


maksimal untuk sebanyak-banyaknya jumlah pasien di lingkungan dengan
sumber daya yang terbatas. Terdapat kecenderungan untuk meningkatkan
tingkat triase pada pasien, dengan begitu pasien bisa mendapatkan
penanganan dengan lebih cepat. Dalam beberapa kasus, overtriaging
meningkatkan angka fatalitas dengan teralihkannya sumber daya perawatan
kritis dari pasien yang lebih membutuhkan. Pada titik tertentu, setiap sistem
perawatan kesehatan akan mencapai titik kritis tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasien yang terluka. 10

26
Cedera akibat ledakan dapat diklasifikasikan dalam 4 jenis: (1) primer;
(2) sekunder; (3) tersier; (4) kuarter. Seperti halnya algoritma untuk pasien
trauma dan kardio, sebuah algoritma untuk korban ledakan akan membantu
untuk memastikan bahwa beberapa pola luka yang spesifik akan dievaluasi
dan ditangani dengan baik dan tidak akan ada luka yang luput. 8

Gambar 7. Algoritma penanganan prehospital pada korban cedera akibat ledakan8

Cedera Ledakan Primer

Setelah stabilisasi awal pada pasien, petugas prehospital mengevaluasi


dan menangani cedera ledakan primer. Paru-paru dan abdomen merupakan
dua sistem dengan risiko cedera seius tertiggi dari ledakan primer.
Manajemen awal meliputi pemberian oksigen melalui masker non-rebreather
dan pemantauan fungsi paru menggunakan oksimetri. Jika keadaan paru
pasien memburuk, intubasi endotrakeal dapat dipertimbangkan.
Penatalaksanaan emoli udara dengan cara suportif. Pasien diposisikan dengan
gaya Trendelenburg dan dekubitus kiri untuk membantu memerangkap udara
di apeks jantung. Selain itu, apabila keadaan pasien berubah menjadi
pneumotoraks tension, pasien akan membutuhkan dekompresi torakosentesis.
Petugas prehospital perlu memberikan cairan intravena secara konservatif
untuk menhindari eksaserbasi cedera paru atau menginduksi edema paru.8

27
Pada pasien dengan cedera sistem saraf sentral, perlu dilakukan
pemantauan status nurologis menggunakan skala Glasgow Coma (GCS), dan
apabila kondisinya memburuk, pasien mungkin membutuhkan intubasi
untuk mengontrol airway dan membantu ventilasi. Pada pasien dengan
cedera abdomen, perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda vital, tidak ada
pemberian apapun melalui mulut, dan pemeriksaan abdomen serial perlu
dilakukan. Cairan diberikan untuk mempertahankan tekanan darah di antara
90-100 mmHg. Gelombang ledakan dapat menyebabkan robek pada bola
mata, dan apabila ada bukti cedera bola mata, maka mata harus ditutup
dengan pelindung mata yang keras. Membran timpani mudah rusak akibat
mekanisme ledakan primer, dan apabila ada bukti cedera, petugas
prehospital mengevaluasi dan mendokumentasi apakah darah atau cairan
keluar dari dalam telinga atau tidak, dan hindari eksplorasi telinga dalam.8

Gambar 8. Algoritma tatalaksana cedera ledakan primer8

28
Cedera Ledakan Sekunder

Cedera ledakan sekunder lebih umum dibandingkan cedera ledakan


primer, dan proyektil-proyektil dapat menyebabkan trauma tumpul maupun
penetrasi. Daerah tubuh yang terekspos lebih berisiko terkena cedera,
termasuk mata, toraks, dan abdomen. Petugas prehospital harus
mengidentifikasi masing-masing luka jaringan lunak pasien dan
menghentikan perdarahan. Pecahan yang menusuk tidak boleh dihilangkan
karena sedikit pergerakan akan membuat perdarahan bertambah banyak.
Daerah tubuh dengan luka jaringan lunak harus ditutup dengan balutan yang
bersih dan pecahan yang menusuk harus distabilkan sebelum ditranspor.
Apabila pasien mengalami hipovolemik akibat kehilangan banyak darah atau
cedera organ dalam, perlu dilakukan pemberian cairan intravena. Apabila
mata terkena cedera karena pecahan ledakan, maka diberikan pelidung mata
dan mata tidak boleh dimanipulasi. Pecahan dibiarkan di tempat pecahan
tersebut berada.8

Gambar 9. Algoritma tatalaksana cedera ledakan sekunder8

29
Cedera Ledakan Tersier

Ketika badan pasien bertumbukan dengan benda padat atau mendarat


di tanah, pasien dapat mengalami luka jaringan lunak, fraktur, amputasi, atau
cedera kepala. Petugas prehospital mengevaluasi deformitas tulang dan
menanyakan pasien untuk menunjukkan letak nyeri dengan tepat. Luka-luka
ini akan dibidai dan distabilkan untuk kepentingan transport, dan semua luka
terbuka akan ditutup dengan balutan yang bersih. Ketika terjadi amputasi,
jika memungkinkan, bagian tubuh yang diamputasi akan diselamatkan,
ditutup, dan dberikan kempali kepada pasien. Perdarahan pasien harus
ditangani dan anggota gerak yang terekspos akan ditutup. Ketika perdarahn
sulit dikontrol dengan penanganan standar terhadap perdarahan, maka
petugas dapat mempertimbangkan penggunaan tourniquet. Pada cedera
kepala pasien dievaluasi denga nada tidaknya tanda-tanda cedera kepala
seperti hematoma atau laserasi. Luka kepala terbuka harus ditutup dengan
balutan yang bersih, dan laserasi kulit kepala membutuhkan bebat tekan. Jika
ada bukti cedera kepala, maka status neurologis pasien perlu dipantau dengan
ketat.8

Gambar 10. Algoritma tatalaksana cedera ledakan tersier8

30
Cedera Ledakan Kuarter

Cedera ledakan kuarter merupakan semua konsekuen medis yang


terjadi setelah dampak awal dari ledakan. Cedera ini meliputi luka bakar
dari api sekunder, luka tumbukan dengan reruntuhan, atau eksaserbasi dari
penyakit kronik pasien. Luka bakar harus ditutup dengan balutan yang
bersih, dan cairan intravena diberikan pada luka bakar yang luas. Petugas
prehospital akan mengidentifikasi anggota gerak yang mengalami
tumbukan, dan luka tumbukan yang parah diterapi dengan cairan
intravena untuk membantu meminimalisasi komplikasi dari
rhamdomiolisis. Pasien pengidap asma, penderita penyakit arteri koroner,
atau diabetes mungkin mengalami eksaserbasi dari penyakit
tersebut.petugas harus memantau kondisi penyakit kronik yang dialami
pasien dan bersiap untuk memberi obat-obatan spesifik sesuai protocol
seperti albuterol untuk asma atau nitrogliserin untuk nyeri dada.8

Gambar 11. Algoritma tatalaksana cedera ledakan kuarter. 8

31
J. ASPEK MEDIKOLEGAL

Petugas forensik harus familiar dengan pola dan tingkat keparahan cedera
sehinga laporan kasus korban selamat dapat dibuat dengan tepat dan laporan post
mortem pada kasus korbat meninggal dapat dipersiapkan dan dapat mengumpulkan
semua benda asing yang berkaitan (pecahan besi, longsongan, dan lain-lain) dan
memberikannya kepada petugas penyidik. Terkadang petugas forensik harus
memberikan opini mengenai waktu kejadian cedera sehingga dapat sesuai
kenyataan dan memenuhi kebutuhan hokum sesuai keahliannya, dan ex gratia
seperti yang dijanjikan pemerintah. Petugas forensik harus jeli dalam melihat
sekecil apapun petunjuk yang ada.1
Pemeriksaan laserasi yang cermat dapat memberikan informasi yang
sangat dibutuhkan dalam masalah pidana dan perdata. Ini terutama benar ketika
suatu cara pembunuhan dipertimbangkan. Pertanyaan yang harus diputuskan
adalah apakah cedera traumatis tumpul disebabkan oleh jatuh atau pukulan. Jika
cedera traumatis dihasilkan oleh objek yang bergerak, kemungkinan
pembunuhan harus dipertimbangkan. Rekonstruksi tentang bagaimana cedera
tumpul akibat trauma terjadi, seperti laserasi kulit kepala, mungkin sangat
penting dalam kasus-kasus di mana cedera tersebut menyebabkan atau
berkontribusi pada kematian.
Seringkali instrumen yang digunakan untuk mempengaruhi laserasi kulit
kepala tidak mengenai kepala secara langsung tegak lurus dengan permukaan,
yang sering menyebabkan salah satu ujung laserasi terkoyak dari tengkorak.
Arah dimana gaya yang menyebabkan laserasi bergerak sering dapat dikenali
dengan membandingkan kedua tepi luka. Sebagai contoh, jika dampak yang
bertanggung jawab atas laserasi kulit kepala dihasilkan oleh sesuatu, yang
bergerak ke bawah, margin luka yang lebih rendah cenderung menunjukkan
lebih memar dan lebih banyak laserasi dan kerusakan daripada bagian atas.
Namun, jika gaya diterapkan dalam arah ke atas dibandingkan dengan posisi
kepala, seperti akan terjadi jika luka tebentuk karena jatuh pada benda keras
seperti lantai beton atau lantai kayu keras, sebaliknya akan menjadi benar.
Implikasi medico-legal dari pengamatan tersebut jelas. 11

32
BAB III

KESIMPULAN

Trauma akibat ledakan adalah serangkaian cedera atau luka yang terjadi
akibat adanya ledakan atau eksplosif. Ledakan merupakan sekumpulan reaksi kimia
yang terjadi spontan, cepat, dan sangat singkat secara termodinamika dan
termokinetika yang sangat dipengaruhi oleh adanya energi gelombang (shock
wave). Trauma akibat ledakan dapat beraneka ragam dan mengenai lebih dari satu
sistem organ. Efek dari ledakan dipengaruhi oleh jenis bahan peledak, lokasi
peledakan, jarak antara sumber ledakan dengan korban, dan pengaman yang
digunakan oleh korban.

Trauma akibat ledakan terdiri dari cedera primer, cedera sekunder, cedera
tersier, dan cedera quarter. Cedera primer disebabkan oleh efek langsung dari
ledakan akibat fluktuasi tekanan atmosfir pada gelombang ledakan. Cedera
sekunder diakibatkan oleh pecahan-pecahan dari bahan peledak dan objek-objek
yang beterbangan. Cedera tersier terjadi karena terlemparnya korban akibat
pergererakan udara oleh ledakan dan kemudian menghantam objek yang terfiksasi
seperti dinding atau tanah. Cedera quarter adalah cedera lain yang terjadi akibat
ledakan seperti luka bakar, cedera inhalasi, atau perburukan kondisi medis.

Penanganan kejadian ledakan dimulai dari survey lokasi dan penghitungan


jumlah korban. Setelah itu dilakukan triase dan penanganan sesuai tingkat
kegawatdaruratannya. Selanjutnya, korban diklasifikasikan berdasarkan jenis
cedera yang dideritanya sebab perbedaan jenis cedera (primer, sekunder, tersier,
quarter) memiliki penanganan yang berbeda pula.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana P, Dalal P. Bomb blast injuries. J Punjab Acad Forensic Med Toxicol.
2011;11(1):37-9.
2. Mittal P, Kaur A, P Soni J, Dhattarwal sK, Singla K, Chhillar D. Bomb
Explosion Death: A Case Report2014.
3. Services DoH. Explosions and Blast Injuries : A Primer for Clinicians. 2009.
4. NREPP. Behind the term: Trauma. SAMHSA’s National Registry of Evidence-
based Programs and Practices. 2016.
5. Stewart C, Center S, Stewart C. Blast Injuries” True Weapons of Mass
Destruction”. Work. 2009;918:4-10.
6. Goh S. Bomb blast mass casualty incidents: initial triage and management of
injuries. Singapore Med J. 2009;50(1):101-6.
7. Humayun M, Zamman F. Homicidal death and injuries by bomb blasts in Dera
Ismail Khan. Gomal J Med Sci. 2009;7(1):51-4.
8. Kapur GB, Pillow MT, Nemeth I. Prehospital care algorithm for blast injuries
due to bombing incidents. Prehosp Disaster Med. 2010;25(6):595-600.
9. War IoMCoG, Exposures HL-TEoB. Gulf War and Health: Long-term Effects
of Blast Exposures. Washington (DC): National Academies Press; 2014. 33-84
p.
10. Wilkerson RG, Lemon C. Blast Injuries. Trauma Reports. 2016;17(3).
11. Cox AW. Pathology of Blunt Force Traumatic Injury. Forensic
Pathologist/Neuropathologist. 2011.
12. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: Hawa dan AHWA.
13. Franke A, Bieler D, Friemert B, Schwab R, Kollig E, Güsgen C. The First Aid
and Hospital Treatment of Gunshot and Blast Injuries2017. 237-43 p.
14. Dennis AM, Kochanek PM. Pathobiology of Blast Injury Blast Injury :
Pathomechanics. In: Vincent J-L, editor. Annual Update of Intensive care
medicine and Emergency. Springer Verlog; 2018. p. 1011–22.
15. Leung SH, Cheung KY, Yau HH, Kam CW. Case report : Blast Injury. Hong
Kong J Emerg Med. 2002;9(1):46–51.
16. Ramasamy A, Hill AM, Masouros S, Gibb I, Bull AMJ, Clasper JC. Blast-
related fracture patterns : a forensic biomechanical approach. R Soc Interface.
2011;8(December 2010):689–98.
17. José F, Rúa C. Description of Blast Injuries: Literature Review, Case Report
and proposal for a new classification. Inst Nac Med Leg y Ciencias Forenses.
2015;1(1):61–76.
18. Agrawal A, Tsokos M. Terrorism: Suicide Bombing , Investigation. In: James
JJ P, Byard R, Corey T, Henderson C, editors. Encyclopedia of Forensic and
Legal Medicine. London: Elsevier Academic Press; 2005. p. 289–96.
19. Hiss J, Kahana T. Forensic Investigation of Suicide Bombings. In: Schmuel S,
Jeffrey S H, Leonard A C, editors. Essentials of Terror Medicine. USA:
Springer Science+Business Media; 2009. p. 393–403.

Anda mungkin juga menyukai