A. PENGERTIAN
Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi yang
disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008)
Merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. (Buku
Saku Patofisiologi, Elizabeth J. Cormin. 2007)
Merupakan keadaan patologis dimana terjadi pengeluaran urine yang sangat banyak dan
encer dengan plasma dalam keadaan terkonsentrasi. (Medicine at a Glance, Patrick Davey.
2006)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus
yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)
Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin
abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih,
nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil
disengaja selama tidur atau "ngompol")
B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008) :
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-
menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus
lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus
Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
Ketidakmampuan ginjal menyerap air dengan benar dari urine, disebabkan oleh defisiensi
ADH (Anti Deuretik Hormon). Keadaan ini terjadi oleh beberapa proses, termasuk
trauma kepala, tumor, penyakit peradangan hipotalamus dan hipofisis serta tindakan
bedah yang mengenai hipotalamus dan hipofisis. Penyakit ini juga dapat timbul spontan
tanpa penyakit yang mendasari (Kumar, 2010:1187).
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik (Sjaifoellah Noer, 1996:816).
Diabates tipe ini disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologi
dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara antomis, kelainan ini
terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikuer dan filiformishipotalamus
yang menyintesis ADH. Selain itu, DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanay sintesis ADH, atau sintesis
ADH yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi bukan merupakan
ADH yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.
Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen digunakan
istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) (Sjaifoellah Noer, 1996:817). Secara
fisiologis, DIN dapat disebabkan oleh:
Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap air akan
ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif akibat adanya
perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam sirkulasi, bisa terjadi difusi
pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal sehinggaterjadi keseimbangan
osmotik antara isi tubulus dan korteks yang isotonis. Sejumlah kecil urin yang
isotonis memasuki collecting duct dan melewati medula yang hipertonis karena ADH
juga mengakibatkan keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan
interstisial medula, maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga
terbentuk urin yang terkonsentrasi (Sjaifoellah Noer, 1996:818).
Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel terhadap air,
sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion natrium akan lebih
banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas atau kekentalan urin.
Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki collecting duct yang juga relatif
tidak permeabel (karena ADH menurun) sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah
besar urin (Sjaifoellah Noer, 1996:818).
Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi sejumlah
besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas serum meningkat
akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui ginjal, sehingga pasien merasa
haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang dapat minum biasanya dapat
mengompensasi pengeluaran urin,. Pasien yang kesadarannya berkurang, tidak dapat
turun dari dari tempat tidur atau terbatas kemampuannya memperoleh air dapat
mengalami dehidrasi dan mengancam nyawa (Kumar, 2010:1187).
D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat
mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara
1001 – 1005 atau. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg berat badan,
Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg. Selain poliuria dan polidipsia,
biasanya tidak terdapat gejala –gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang
menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
(Sudoyo, 2006).
Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah
lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa
hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam
tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis
dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
(Sudoyo, et al: 2006)
E. PENATALAKSANAAN
F. KOMPLIKASI
G. PENGKAJIAN FOKUS
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
• Tekanan darah
• Pulse rate
• Respiratory rate
• Suhu
3. Pola eliminasi
• kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing
terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat
klien.
6. Pola kognitif/perceptual
• Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan
latihan).
8. Pola peran/hubungan
9. Pola seksualitas/reproduksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus melakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes
Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda.
Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon
osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams)
a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10
ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan
selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.
3. Uji nikotin: Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin.
Obat yang dipakai adalah Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual
dan muntah.
4. Uji Vasopresin: Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan
respons terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.
a. Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus lambat
selama 1 jam.
b. Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan
pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
PATHWAY
Trauma kepala
craniotomy
Mengenai hipofisiss,
hipotalamus
Diabetes insipidus
Sentral nefrogenik
poliuria Polydipsia
Poliuria dehidrasi
Diagnosa
No Tujuan / Out come Intervensi Rasional
keperawatan
1 Ketidakseimbangan Setelah diberikan Fluid management Adanya perubahan T
volume cairan askep selama … x 24- Kaji dan Pantau TTV menggambarkan status dehid
kurang dari jam, diharapkan dan catat adanya jika klien. Hipovolemia d
kebutuhan kekurangan volume ada perubahan dimanifestasikan oleh hipot
tubuhberhubungan cairan teratasi, dan takikardia. Perkiraan b
keluaran cairan aktif dengan kriteria hasil: ringannya hipovolemia d
haluaran urine yang TTV dalam batas dibuat ketika tekanan darah sis
berlebihan sekunder normal/ not pasien turun lebih dari 10 mm
akibat diabetes compromised (skala dari posisi berbaring ke p
insipidus 5). (Nadi: 80-110 duduk/berdiri.
(ketidakadekuatan x/mnt, RR: 16-24 Memenuhi kebutuhan cairan da
hormone diuretic) x/mnt; TD: 120/80 tubuh.
ditandai dengan mmHg; suhu : 36-
haluaran urin 37,5°C) Memberikan hasil pengkajian y
berlebih (4-30 Intake dan output terbaik dari status cairan y
liter/hari), klien dalam 24 jam- Berikan cairan sesuai sedang berlangsung
sering berkemih, seimbang / not kebutuhan. selanjutnya dalam member
haus, compromised (skala cairan pengganti
kulit/membrane 5). Catat intake dan Mengetahui berapa cairan y
mukosa kering,- Kulit/membran output cairan. hilang dalam tubuh
penurunan berat mukosa klien lembab Mengetahui tingkat dehidrasi.
badan. / not compromised
(skala 5).
- BB klien tetap/tidak
terjadi penurunan
berat badan Monitor dan Timbang
(mencapai skala 5). berat badan setiap
hari.
Monitor status hidrasi
(suhu tubuh,
kelembaban
membran mukosa,
warna kulit).
2 Gangguan eliminasi Setelah diberikan Urinary elimination
urine berhubungan askep selama … x 24 management
dengan penurunan jam, diharapkan monitor dan kaji
Mengetahui sejauh m
permeabilitas gangguan eliminasi karakteristik urine perkembangan fungsi ginjal
tubulus ginjal, urin teratasi, dengan meliputi frekuensi, untuk mengetahui normal
ditandai dengan kriteria hasil: konsistensi, bau, tidaknya urine klien.
poliuri dan nokturia. Karakteristik urine volume dan warna. Mengurangi pengeluaran ca
meliputi warna, berat Batasi pemberian berupa urine terutama saat ma
jenis, jumlah, bau cairan sesuai hari.
normal/ not kebutuhan. Mengidentifikasikan fu
compromised (skala Catat waktu terakhir kandung kemih, fungsi ginjal,
5). klien eliminasi urin. keseimbangan cairan.
Tidak terjadi Instruksikan
nocturia/ not klien/keluarga untuk
compromised (skala mencatat output
5). urine klien.
Pola eliminasi
normal/ not
compromised (skala
5).
4 Gangguan pola tidur Setelah diberikan Kaji dan Pantau Terganggunya pola tidur k
berhubungan dengan askep selama … x 24 TTV dan catat dapat mangakiba
sering terbangun jam, diharapkan pola adanya jika ada meningkatnya risiko hipotensi
akibat poliuri, tidur klien perubahan TTV dalam batas yang t
nokturia, dan terkontrol, dengan normal.
polidipsi, ditandai kriteria hasil: Meningkatkan kenyamanan t
dengan klien sering TTV klien dalam pasien dan mencegah terbangu
terbangun waktu batas normal (Nadi: Jika berkemih malam hari akibat ingin berkem
malam akibat ingin 80-110 x/mnt, RR: malam mengganggu,
berkemih dan ingin 16-24 x/mnt; TD: batasi asupan cairan
minum. 120/80 mmHg; waktu malam dan Dapat membantu klien untuk c
suhu : 36-37,5°C) berkemih sebelum tertidur dan membuat tidur l
klien tidak sering tidur. nyenyak sehingga meminima
terbangun di malam Anjurkan keluarga risiko terbangun di malam hari.
hari akibat ingin klien untuk memberi
berkemih dan ingin klien rutinitas
minum. relaksasi untuk
klien tidak persiapan tidur.
mengalami kesulitan
untuk tertidur/tetap
tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition [CDROM]. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Sudoyo, A.W., et al.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Wilkinson, Judith M..2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7 dengan Intervensi
NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC
Wissmann, Jeanne (Ed.) 2007. Registered Nurse Adult Medical-Surgical Review Module
Edition 7.1. USA : Assesment Technologies Institute
Wolters Kluwer Health .2006. Hand Book Medical-Surgical Nursing Fourth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Wolters Kluwer Health. 2009. Professional Guide to Diseases Ninth Edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins