Anda di halaman 1dari 13

TUTORIAL 1 SUSILO UTOMO (G2A012013)

A. PENGERTIAN

Diabetes insipidus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria polidipsi yang
disebabkan oleh defisiensi ADH. (Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Fransisca B. Batticaca. 2008)

Merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi ADH. (Buku
Saku Patofisiologi, Elizabeth J. Cormin. 2007)

Merupakan keadaan patologis dimana terjadi pengeluaran urine yang sangat banyak dan
encer dengan plasma dalam keadaan terkonsentrasi. (Medicine at a Glance, Patrick Davey.
2006)

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus
yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009)

Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin
abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih,
nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil
disengaja selama tidur atau "ngompol")

B. ETIOLOGI

Berikut ini adalah beberapa penyabab terjadinya diabetes insipidus (Batticaca, 2008) :

1. Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik.


1. Bentuk idiopatik (bentuk nonfamiliar dan familiar)
2. Pasca hipofisektomi
3. Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)
4. Tumor ( Karsinoma metastasis, kraniofaringioma, kista suprasellar, pinealoma)
5. Granuloma (sarkoid, TB, sifilis):
1) Infeksi (meningitis, ensefalitis, sindrom Lemdry-Guillain-Barre's;
2) Vaskular (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, nekrosis
postpartum atau sindrom Sheehenis;
3) Mistiositosis (granuloma cosinofilis, penyakit Sebuler-Christiem)

2. Diabetes insipidus nephrogenik

Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-
menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus
lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus
Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

1. Penyakit ginjal kronik: ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis,


obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut.
2. Gangguang elektrolit: Hipokalemia, hiperkalsemia.
3. Obat-obatan: litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen.
4. Penyakit sickle cell
5. Gangguan diet (intake air yang berlebihan, penurunan intake NaCl, penurunan intake
protein)
C. PATOFISIOLOGI

Ketidakmampuan ginjal menyerap air dengan benar dari urine, disebabkan oleh defisiensi
ADH (Anti Deuretik Hormon). Keadaan ini terjadi oleh beberapa proses, termasuk
trauma kepala, tumor, penyakit peradangan hipotalamus dan hipofisis serta tindakan
bedah yang mengenai hipotalamus dan hipofisis. Penyakit ini juga dapat timbul spontan
tanpa penyakit yang mendasari (Kumar, 2010:1187).

Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaiu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik (Sjaifoellah Noer, 1996:816).

1. Diabetes insipidus sentral

Diabates tipe ini disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologi
dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Secara antomis, kelainan ini
terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikuer dan filiformishipotalamus
yang menyintesis ADH. Selain itu, DIS (Diabetes Insipidus Sentral) juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptikohipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu
dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.

Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanay sintesis ADH, atau sintesis
ADH yang tidak memenuhi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi bukan merupakan
ADH yang dapat berfungsi sebagaimana ADH normal.

Diabetes insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang etrdapat


pada hipotalamus anterior dan disebut Verney’s osmoreceptor cells yang berada di
luar sawar darah otak, juga termasuk dalam DIS (Sjaifoellah Noer, 1996:816).

2. Diabetes insipidus nefrogenik

Pada diabetes insipidus yang tidak respon terhadap ADH eksogen digunakan
istilah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN) (Sjaifoellah Noer, 1996:817). Secara
fisiologis, DIN dapat disebabkan oleh:

a. kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotik dalam medula


renalis.
b. kegagalan utilisasi gradient pada keadaan saat ADH berada dalam jumlah yang
cukup dan berfungsi norma (Sjaifoellah Noer, 1996:817).

Secara normal, permeabilitas tubulus distal dan collecting duct terhadap air akan
ditingkatkan oleh ADH yang kemudian dapat berdifusi secara pasif akibat adanya
perbedaan konsentrasi. Maka jika terdapat ADH dalam sirkulasi, bisa terjadi difusi
pasif yang kemudian air keluar dari tubulus distal sehinggaterjadi keseimbangan
osmotik antara isi tubulus dan korteks yang isotonis. Sejumlah kecil urin yang
isotonis memasuki collecting duct dan melewati medula yang hipertonis karena ADH
juga mengakibatkan keseimbangan osmotik antara collecting duct dan jaringan
interstisial medula, maka air secara progresif akan direabsorbsi kembali sehingga
terbentuk urin yang terkonsentrasi (Sjaifoellah Noer, 1996:818).

Pada kegagalan sekresi ADH, struktur tubulus distal tidak permeabel terhadap air,
sehingga saat urin yang hipotonis melewati tubulus distal, ion natrium akan lebih
banyak dikeluarkan yang berakibat penurunan osmolalitas atau kekentalan urin.
Kemudian, urin yang sangat hipotonis memasuki collecting duct yang juga relatif
tidak permeabel (karena ADH menurun) sehingga memungkinkan ekskresi sejumlah
besar urin (Sjaifoellah Noer, 1996:818).

Gambaran klinis kedua penyakit ini serupa yang menyebabkan ekskresi sejumlah
besar urin encer dengan berat jenis rendah. Natrium dan osmolalitas serum meningkat
akibat hilangnya air bebas dalam jumlah besar melalui ginjal, sehingga pasien merasa
haus dan mengalami polidipsia. Pasien yang dapat minum biasanya dapat
mengompensasi pengeluaran urin,. Pasien yang kesadarannya berkurang, tidak dapat
turun dari dari tempat tidur atau terbatas kemampuannya memperoleh air dapat
mengalami dehidrasi dan mengancam nyawa (Kumar, 2010:1187).

D. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat
mencapai 5 – 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara
1001 – 1005 atau. Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg berat badan,
Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg. Selain poliuria dan polidipsia,
biasanya tidak terdapat gejala –gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang
menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex.
(Sudoyo, 2006).

Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah
lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa
hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam
tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis
dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan
mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
(Sudoyo, et al: 2006)

E. PENATALAKSANAAN
F. KOMPLIKASI
G. PENGKAJIAN FOKUS

a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:

• Tekanan darah

• Pulse rate

• Respiratory rate

• Suhu

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala,


pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial,
riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.

d. Pengkajian Pola Gordon

1. Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan

• mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.

• Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.

2. Pola nutrisi metabolic

• nafsu makan klien menurun.

• Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.

3. Pola eliminasi

• kaji frekuensi eliminasi urine klien

• kaji karakteristik urine klien

• klien mengalami poliuria (sering kencing)


• klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).

4. Pola aktivitas dan latihan

• kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan

• kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)

• kaji penurunan kekuatan otot

5. Pola tidur dan istirahat

• kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing
terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat
klien.

6. Pola kognitif/perceptual

• kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu


dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

7. Pola persepsi diri/konsep diri

• kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.

• Kaji dampak sakit terhadap klien

• Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan
latihan).

8. Pola peran/hubungan

• kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya

• kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.

9. Pola seksualitas/reproduksi

• kaji dampak sakit terhadap seksualitas.

• Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.

10. Pola koping/toleransi stress


• kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress

• system pendukung dalam mengatasi stress

11. Pola nilai/kepercayaan

• klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada


kesempatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidus, maka harus melakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes
Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda.
Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:

1. Fluid deprivation menurut martin Goldberg:

Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya


kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau osmolalitas urin
oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya. Pasien
diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam. Pasien ditimbang setiap
jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300ml/jam.
Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini
tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disipan dalam lemari es. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

2. Hickey Hare atau Carter-Robbins test:

Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon
osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (williams)

a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10
ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan
selama 45 menit.
c. Urin ditampung selama 15 menit.
Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.
Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

3. Uji nikotin: Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsing dirangsang oleh nikotin.

Obat yang dipakai adalah Nikotin Salisilat secara intravena. Akibat sampingnya adalah mual
dan muntah.

Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok.

Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

4. Uji Vasopresin: Pemeriksaan ini untuk membuktikan bahwa ginjal dapat memberikan
respons terhadap ADH. Obat yang dipakai adalah pitresin.

a. Untuk intravena diberikan pitresin dalam akua 5 ml unit/menit dalam infus lambat
selama 1 jam.
b. Untuk pemberian intramuscular diberikan vasopressin tanat dalam minyak

Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan
pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
PATHWAY

Trauma kepala

craniotomy

Mengenai hipofisiss,
hipotalamus

Diabetes insipidus

Sentral nefrogenik

ADH menurun X ADH

poliuria Polydipsia

Terpenuhi Tidak terpenuhi

Poliuria dehidrasi

Ngompol Berulang-ulang Demam, muntah,


kejang-kejang

Ketidak Gangguan Gangguan Penurunan


seimbangan pola tidur eliminasi urine perkembangan Kerusakan otak
volme cairan (00016) fisik
(00195)
Gangguan mental

Resiko pertumbuhan Gangguan citra


tidak proporsional tubuh (00118)
(00133
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes
insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih
(4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering,
penurunan berat badan. (00195)
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus
ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia. (00016)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia,
dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin
berkemih dan ingin minum. (00198)
4. Perilaku mengenali tubuh berhubungan dengan tahap perkembangan (00118)
5. Resiko pertumbuhan tidak proporsional berhubungan dengan kegagalan untuk tumbuh
(00113)

Diagnosa
No Tujuan / Out come Intervensi Rasional
keperawatan
1 Ketidakseimbangan Setelah diberikan Fluid management     Adanya perubahan T
volume cairan askep selama … x 24-   Kaji dan Pantau TTV menggambarkan status dehid
kurang dari jam, diharapkan dan catat adanya jika klien. Hipovolemia d
kebutuhan kekurangan volume ada perubahan dimanifestasikan oleh hipot
tubuhberhubungan cairan teratasi, dan takikardia. Perkiraan b
keluaran cairan aktif dengan kriteria hasil: ringannya hipovolemia d
haluaran urine yang    TTV dalam batas dibuat ketika tekanan darah sis
berlebihan sekunder normal/ not pasien turun lebih dari 10 mm
akibat diabetes compromised (skala dari posisi berbaring ke p
insipidus 5). (Nadi: 80-110 duduk/berdiri.
(ketidakadekuatan x/mnt, RR: 16-24     Memenuhi kebutuhan cairan da
hormone diuretic) x/mnt; TD: 120/80 tubuh.
ditandai dengan mmHg; suhu : 36-
haluaran urin 37,5°C)   Memberikan hasil pengkajian y
berlebih (4-30   Intake dan output terbaik dari status cairan y
liter/hari), klien dalam 24 jam-  Berikan cairan sesuai sedang berlangsung
sering berkemih, seimbang / not kebutuhan. selanjutnya dalam member
haus, compromised (skala cairan pengganti
kulit/membrane 5).   Catat intake dan    Mengetahui berapa cairan y
mukosa kering,-   Kulit/membran output cairan. hilang dalam tubuh
penurunan berat mukosa klien lembab   Mengetahui tingkat dehidrasi.
badan. / not compromised
(skala 5).
- BB klien tetap/tidak
terjadi penurunan
berat badan    Monitor dan Timbang
(mencapai skala 5). berat badan setiap
hari.
  Monitor status hidrasi
(suhu tubuh,
kelembaban
membran mukosa,
warna kulit).
2 Gangguan eliminasi Setelah diberikan Urinary elimination
urine berhubungan askep selama … x 24 management
dengan penurunan jam, diharapkan     monitor dan kaji
        Mengetahui sejauh m
permeabilitas gangguan eliminasi karakteristik urine perkembangan fungsi ginjal
tubulus ginjal, urin teratasi, dengan meliputi frekuensi, untuk mengetahui normal
ditandai dengan kriteria hasil: konsistensi, bau, tidaknya urine klien.
poliuri dan nokturia.        Karakteristik urine volume dan warna.         Mengurangi pengeluaran ca
meliputi warna, berat     Batasi pemberian berupa urine terutama saat ma
jenis, jumlah, bau cairan sesuai hari.
normal/ not kebutuhan.         Mengidentifikasikan fu
compromised (skala     Catat waktu terakhir kandung kemih, fungsi ginjal,
5). klien eliminasi urin. keseimbangan cairan.
        Tidak terjadi     Instruksikan
nocturia/ not klien/keluarga untuk
compromised (skala mencatat output
5). urine klien.
        Pola eliminasi
normal/ not
compromised (skala
5).

4 Gangguan pola tidur Setelah diberikan         Kaji dan Pantau         Terganggunya pola tidur k
berhubungan dengan askep selama … x 24 TTV dan catat dapat mangakiba
sering terbangun jam, diharapkan pola adanya jika ada meningkatnya risiko hipotensi
akibat poliuri, tidur klien perubahan TTV dalam batas yang t
nokturia, dan terkontrol, dengan normal.
polidipsi, ditandai kriteria hasil:         Meningkatkan kenyamanan t
dengan klien sering        TTV klien dalam pasien dan mencegah terbangu
terbangun waktu batas normal (Nadi:         Jika berkemih malam hari akibat ingin berkem
malam akibat ingin 80-110 x/mnt, RR: malam mengganggu,
berkemih dan ingin 16-24 x/mnt; TD: batasi asupan cairan
minum. 120/80 mmHg; waktu malam dan        Dapat membantu klien untuk c
suhu : 36-37,5°C) berkemih sebelum tertidur dan membuat tidur l
        klien tidak sering tidur. nyenyak sehingga meminima
terbangun di malam         Anjurkan keluarga risiko terbangun di malam hari.
hari akibat ingin klien untuk memberi
berkemih dan ingin klien rutinitas
minum. relaksasi untuk
        klien tidak persiapan tidur.
mengalami kesulitan
untuk tertidur/tetap
tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Bardesono, Francesca. 2011, 22 Februari. Diabetes Insipidus.Diakses dari


http://flipper.diff.org/app/items/info/3360 pada tanggal 04 Maret 2013 pukul 12.35 WIB

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:


Salemba Medika

Bestpractice. 2012, 17 September. Sumber :


http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/288/follow-up/prognosis.html diakses
pada tanggal 9 Maret 2013 pukul 23.09 WIB

Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC

https://www.clinicalkey.com/topics/.../diabetes-insipidus.html diakses pada tanggal 4 Maret


2013 pukul 14.05 WIB

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2004. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th edition [CDROM]. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Sudoyo, A.W., et al.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Wilkinson, Judith M..2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7 dengan Intervensi
NIC dan Kriteria NOC. Jakarta : EGC

Wissmann, Jeanne (Ed.) 2007. Registered Nurse Adult Medical-Surgical Review Module
Edition 7.1. USA : Assesment Technologies Institute

Wolters Kluwer Health .2006. Hand Book Medical-Surgical Nursing Fourth Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Wolters Kluwer Health. 2009. Professional Guide to Diseases Ninth Edition. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai