Anda di halaman 1dari 26

diabetes insipidus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena banyaknya
komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar negeri dan adanya
ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak
bermunculan penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler dan diabetes
insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan besar
akan megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya hidup yang
tidak sehat yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan produksi,
sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak berespon
terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan
urin encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien yang
memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila
kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer. Kondisi ini menimbulkan
polidipsia dan poliuria.
Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 30 tahun kedepan akan
mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka mengantisipasi
ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah melakukan
pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya hidup dengan yang lebih baik.
Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk menekan
jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu
dalam hal ini peran perawat sangat penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang
ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat
untuk penderita Diabetes Insipidus.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
asuhan keperawatan pasien diabetes insipidus
1.3.Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
penyakit Diabetes Insipidus
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus.
2. Untuk mengetahui epidemiologi/penyebaran Diabetes Insipidus.
3. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus.
4. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
5. Untuk mengetahui factor resiko Diabetes Insipidus.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis gejala Diabetes Insipidus.
7. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Insipidus.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetes Insipidus.
10. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan akibat Diabetes Insipidus.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien Diabetes Insipidus.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena kekurangan
hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh ginjal, atau karena
ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi
dan poliuria.
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi
dan fungsi dari ADH.
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan
oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai
oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah
yang besar. (Suzanne C, 2002).

2.2.Epidemiologi
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan. Menurut
sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan penyakit langka yang terdapat
1 : 2000 orang.

2.3.Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran, 2007.
Jakarta:EGC
1. Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal. Diabetes
insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya
sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus
sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk
sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH (desmopressin)
yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi
desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat
ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan
keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di sebabkan oleh
konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal
ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada
keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan
amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi
terjadinya volume overload.
3. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus. Defek ini
mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan
peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus.
Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat
intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan
dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus
dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat plasenta
merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik diterapi
dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus,
desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.

2.4.Etiologi
1. Diabetes Insipidus Sentral atau Neurogenik
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, preventikular, dan filiformis
hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH, menyebabkan terjadi penurunan dari
produksi hormone ADH. Kelainan kelenjar hipotalamus dan pitituari posterior karena genetic
atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada
hipotalamus pitituari, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari
mamae atau paru-paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti : phenitoin, alcohol, lithium carbonat
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone ADH sehingga ginjal terus menerus
mengekuarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar
hipofisis gagal menghasilkan ADH. Diabetes Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu :
a. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi
ureteral, gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit : hipokalemia, hipokalsemia
c. Obat-obatan : litium, demoksilin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid, propoksifen
d. Penyakit sikcle cell
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan, karena kehilangan
volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus bahkan tanpa penggantian cairan
sekalipun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien mengalami suatu kebutuhan akan
cairan yang tiada henti-hentinya dan mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.

2.5.Faktor Resiko
1. Trauma kepala
2. Operasi otak
3. Kelainan ginjal berpengaruh pada proses kerja ADH
4. Obat-obatan , ex lithium
5. Kelebihan berat badan
6. Kurang aktifitas

2.6.Manifestasi Klinis
1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin yang sangat encer,
berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya mempunyai awitan yang mendadak, tetapi
mungkin secara tersamar pada orang dewasa.
2. Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari terutama sangat
membutuhkan air yang dingin.
3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
4. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
a. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP ( cepat marah, disorientasi, koma dan hipertermia )
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
5. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang.
Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan
fisik.
Gejala lain
1. Penurunan berat badan
2. Bola mata cekung
3. Hipotensi
4. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat
5. Anoreksia

2.7.Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal dan mengontrol
tekanan osmotic ekstra seluler. Ketika produksi ADH menurun secara berlebihan, tubulus ginjal
tidak mengabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urin, urinnya menjadi sangat
encer dan banyak (poliuria) sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmolitas serum.
Peningkatan osmolitas serum akan merangsang kemoreseptor dan sensasi haus korteks cerebral.
Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral (polidipsi). Akan tetapi bila mekanisme ini
tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabetes mellitus urin
banyak mengandung glukosa sedangkan pada diabetes insipidus urin tidak mengandung glukosa
dan sangat encer.

2.8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan
menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya
jumlah urin pada pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya
kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan berat jenis atau osmolalitas urin
pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
c. Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap 3 jam bila dieresis
kurang dari 300 ml/jam.
d. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini
tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 % tergantung mana yang
terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan dengan :
1) Uji nikotin
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-
20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel urine sampai
osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya atau 1 jam kemudian.

3. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.


Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari
1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma kurang dari 290
mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat
jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin
50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan
laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak
normal.
4. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan
polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat
badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan
normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan
berat jenis yang baik (800-1200).

5. Radioimunoassay untuk vasopressin


Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai
menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam
membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.

6. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.

7. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus. Gambaran
MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan posterior dengan isyarat
hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat terang.

2.9.Penatalaksanaan
A. Manajemen kolaboratif
Obat pilihan untuk pasien dengan diabetes insipidus adalah vasopressin. Diabetes insipidus
transien akibat trauma kapitis atau bedah tranfenoidal juga diberi obat vasopressin 5-10 IU
intramuscular (IM) atau subkutan. Vasopresin mempunyai efek antidiuretik.
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidus. Nefrogenik adalah
diet rendah natrium, rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside). Diet yang rendah garam dengan
obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula
renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretic dapat meningkatkan osmolaritas pada
ruang interstitial medular sehingga lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes.
Terapi yang lain untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-
inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjal dan bisa menambah
kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urine.
Apabila pasien menunjukkan tand-tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda
gangguan SSP, misalnya letargi, disorentasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam
air atau minum air biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48
jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan edema serebral dan kematian.
B. Manajemen keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
istirahat, dan penyuluhan kesehatan mengenai:
1. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Pantau asupan dan haularan, berat badan setiap hari, berat jenis urine, tanda vital (ortostatik),
turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jam selama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulang.
b. Harus selalu ada air yang siap diminum oleh pasien. Letakkan air dekat dengan pasien.
c. Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuria dan nokturia.
2. Penyuluhan pasien:
a Uji diagnostic: Tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.
b Obat : Manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi, serta efek samping.
2.10. Komplikasi

1. Hipertonik enselopati

2. Gagal tumbuh

3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral

4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah besar
2.11. WOC
Ideopatic/genetik tumor pada area hipotalamus Pengaruh obat

yang dapat Penyakit


pituitary, trauma, proses infeksi mempengaruhi sintesis dan ginjal kronik,
Kelainan hipotalamus gangguan aliran darah, tumor sekresi

ADH hipokalsemia,
dan kelenjar pituitary metastase dr mamae atau paru

hipokalemia,
penyakit

sicle cell

Kerusakan nukleus akson traktus Kegagalan


pembentukan
supraoptik, supraoptik hipofisis gradient osmotic dlm

medula
parafentrikuler dan posterior rusak

filiformik Tubulus ginjal tidak

dapat
mereabsorbsi air
Kegagalan Gangguan

Mensintesis ADH pengangkutan ADH Reabsorbsi air

Produksi ADH ADH yang tersimpan Kegagalan sekresi

ADH
menurun tidak dapat terangkut
ke sirkulasi

ADH dlm

Sintesis ADH tidak sirkulasi

memenuhi kebutuhan

(DI Sentral)
(Diabetes Insipidus Nefrogenik)
DIABETES INSIPIDUS

Produksi urin Minimnya informasi Urin

hipotonis melewati tentang proses penyakit


melewati tubulus ginjal
Poliuria dan

pengobatan
Na lebih banyak dikeluarkan

Nokturia Klien tidak menjalankan

MK : Kurang Pengetahuan

MK : Gangguan pola istirahat tidur


instruksi secara adekuat Urin masuk ke collecting duct

Osmolalitas urin

Merangsang haus

(polidipsia)

MK :
Perubahan
eliminasi
urine

Ekskresi meningkat Dehidrasi

Keseimbangan cairan Turgor

kulit terganggu buruk


MK : Kerusakan
Integritas kulit

Asupan cairan tidak adekuat

Hipovolemia

MK : Kurangnya
volume cairan dalam
tubuh
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.PENGKAJIAN
1. Identitas diri klien
Nama : Tn.X
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat: Surabaya
Suku : Indonesia
1. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengeluh sering buang air kecil pada malam hari dan selalu merasa haus yang
berlebihan terutama air dingin.
Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan dehidrasi
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit adanya cedera otak 3 minggu yang lalu
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis yang
memungkinkan terjadinya penularan sebelumnya.
a. Pola manajemen koping stress
Klien mengatakan suka merokok jika sedang stress.
b. Kondisi spiritual
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari Tuhan
c. Pola peran hubungan
Komunikasi: Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik dengan keluarganya.
Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain selain keluarganya baik.
Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok sosial kelas bawah.
2. Pemeriksaan fisik (Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik umum per
sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breath), B2 (blood), B3
(brain), B4 (bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).
a. B1 (breath)
tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
b. B2 (blood)
suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik.
c. B3 (brain)
bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek
bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik.
d. B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.
Minum 4-5 lt/hr karena selalu merasa haus
e. B5 (bowel)
Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan konstipasi.
f. B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.
3. Data Laboratorium
Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal = 300-450 mosmol/L).
Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal = <290 mosmol/L).
Urea N: <3 mg/dl.(normal = 3 - 7,5 mmol/L).
Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal = <70 IU/L).
Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal = 0,1 - 0,3 mg/dl).
Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal = 0,3 1 mg/dl).
SGOT: 38 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L).
SGPT: 18 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L)
Data tambahan : poliuria= 10 liter dengan berat jenis 1.10, osmolitas urin 50-150 mOml/liter.
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. DS:Merasa haus yang Kegagalan sekresi Kekurangan
berlebihan ADH
volume cairan
DO:
input 4-5 lt/hari, Urin hipotonis
Output : 10 liter melewati tubulus
ginjal
turgor kulit buruk

Mukosa kering
keluaran Na

Urin masuk ke
collecting duck

Osmolalitas urin

Merangsang haus
(polidipsia)

Ekskresi

Keseimbangan cairan
terganggu

Asupan tidak adekuat

Hipovolemia

Kekurangan volume
cairan

2. DS: Produksi ADH Perubahan


Klien mengatakan banyak Eliminasi Urin
kencing di malam hari Sintesis ADH tidak
Klien mengatakan selalu memenuhi kebutuhan
merasa haus
Klien mengatakan
mengalami cidera otak 3 Produksi urin
minggu yang lalu

DO :
Poliuria
Poliuria (10 liter)
50-150 mOml/liter.
Perubahan Eliminasi
Urin
3. DS:Pasien mengatakan Reabsorbsi air di Gangguan pola
sulit tidur karena harus tubulus ginjal
istirahat tidur
bangun pada malam hari
untuk buang air kecil
Produksi urin
DO:Badan lemas dan
mata cowong
Poliuria

Nocturia

Gangguan pola
istirahat tidur

4. DS:klien mengungkapkan Tidak ada riwayat Kurang


kurang tahu tentang diabetes insipidus
pengetahuan
penyakitnya keluarga
DO:Klien terlihat cemas
dan depresi yang Minimnya informasi
mengakibatkan kesalahan tentang pengobatan
informasi atau
kekurangan informasi
Tidak menjalankan
instruksi dengan
adekuat

Kurang pengetahuan
5. DS : Pasien mengatakan Urin hipotonis Kerusakan
melewati tubulus
sering buang air kecil dan integritas kulit
ginjal
selalu merasa haus
DO : input 4-5 lt/hari, keluaran Na
Output : 10 liter
turgor kulit buruk Urin masuk ke
Mukosa kering collecting duck

Osmolalitas urin

Merangsang haus
(polidipsia)

Ekskresi

Dehidrasi

Turgor kulit buruk

Kerusakan integritas
kulit

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin
3. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan Nokturia
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi.

3.3.INTERVENSI

Dx 1 :. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.

Kriteria hasil:

1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal.
2. TTV dalam batas normal.
Suhu: 37 C
Nadi : 80-100x/m
RR : 16-24x/m
TD : 110/80
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lemban, tidak
ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi Rasional
Kaji dan pantau TTV dan catat jika ada Untuk mengetahui TTV
perubahan
Berikan cairan sesuai kebutuhan Memberikan tambahan cairan pada pasien dan
untuk membantu menurunkan rasa tidak
nyaman akibat dehidrasi serta memenuhi
kebutuhan cairan dalam tubuh
Catat intake dan output cairan Untuk mengetahui perkembangan status
kesehatan klien serta untuk mengontrol asupan
klien
Monitor dan timbang BB Mengetahui berapa cairan yang hilang dalam
tubuh
Monitor status hidrasi (suhu tubuh, Mengetahui tingkat dehidrasi
kelembaban membrane mukosa, warna
kulit)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Untuk mengatasi kekurangan cairan
cairan IV

Dx. 2 : Perubahan Eliminasi Urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan gangguan eliminasi urin
teratasi

Kriteria Hasil :

1. Karakteristik urin meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal

2. Tidak terjadi nocturia

3. Pola eliminasi normal

Intervensi Rasional
Monitor dan kaji karakteristik urin meliputi Mengetahui sejauh mana perkembangan
frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan fungsi ginjal dan untuk mengetahui normal
warna ata u tidaknya urin klien
Batasi pemberian cairan sesuai kebutuhan Mengurangi pengeluaran cairan berupa urin
terutama saat malam hari
Catat waktu terakhir klien eliminasi urin Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih,
ginjal, dan keseimbangan cairan.
Intruksikan klien/keluarga untuk mencatat Mengetahui apakah masih terjadi poliuria
output urin klien
Dx 3 : Gangguan Pola istirtahat Tidur berhubungan dengan Nokturia

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu

Kriteria hasil:

1. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari


2. Pola tidur, kualitas dalam batas normal

3. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat

4. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur

Intervensi Rasional
Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat Meningkatkan kualitas tidur
Ciptakan lingkungan yang nyaman Untuk membantu relaksasi saat tidur.
Kolaborasi pemberian obat tidur Tidur cukup
Bantu pasien untuk mengidentifikasi Untuk mengetrahui penyebab kurang tidur
factor yang menyebabkan kurang tidur dan menghindari agar kualitas tidur
terpenuhi
Dekatkan pispot di tempat tidur agar pasien lebih mudah saat BAK pada
malam hari
Dx 4 : Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan turgor kulit membaik

Kriteria Hasil :

1. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan(sensasi, elastisitas,temperature, hidrasi,


pigmentasi
2. Perfusi jaringan baik

3. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

Intervensi Rasional
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Oleskan lotion atau minyak pada kulit Untuk menjaga kelembaban kulit
yang tertekan
Dx 5 : Kurang Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Informasi

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan pengetahuan pasien
menjadi adekuat

Kriteria Hasil :

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program
pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan pasien atau petugas
kesehatan lainnya

Intervensi Rasional
Menjelaskan proses penyakit Agar pasien dan keluarga mengetahui
(pengertian, etiologi, patofisiologi, bagaimana proses penyakit terjadi
tanda dan gejala)

Menentukan tingkat pengetahuan Untuk mengetahui seberapa jauh klien


klien sebelumnya tahu tentang penyakitnya

Diskusikan perubahan gaya hidup Untuk mencegah dan mengontrol


proses penyakit
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan oleh
defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH). Kelainan ini ditandai oleh
rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang
besar. (Suzanne C, 2001). Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang
ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan penyakit
langka yang terdapat 1 : 2000 orang. Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus antara lain :
Defisiensi ADH ( diabetes insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat, disebabkan
oleh defek SSP, trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal
pada ADH ( diabetes insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau
supresi ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia).
Klasifikasi diabetes insipidus yaitu ada 4, DI sentral, DI nefrogenik, DI dispogenik, DI
gestasional. Adapun manifestasi klinis pada diabetes insipidus meliputi polidipsia, poliuria,
gangguan pola tidur akibat nokturia dan poliuria, anoreksia, penurunan berat badan, dll.
Pemeriksaan diagnostic untuk menegakkan diabetes insipidus dapat menggunakan uji nikotin, uji
vasopresin, laboraturium: darah, urinalis fisis dan kimia, tes deprivasi air, MRI, dll.
Penatalakasanaan secara kolaboratif yaitu vasopressin sebagai obat pilihan untuk penderita
diabetes insipidus dan penatalaksanaan secara keperawatan dapat memantau status
keseimbangan cairan dan elektrolit untuk memonitor pasien yang beresiko terhadap dehidrasi.
Asuhan Keperawatan terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, dan intervensi

4.2.Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan mengetahui
asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem Endokrin mulai dari definisi,
penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, factor resiko, pemeriksaan
penunjang, penatalaksaandan komplikasi. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu
dan menguasai konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
sistem Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun langsung ke rumah sakit dan
berhadap langsung dengan seorang klien.
DAFTAR PUSTAKA

http://made-m-p-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92524-Keperawatan%20Endokrin-Diabetes
%20Insipidus.html/06 Maret 2015/
http://www.scribd.com/doc/257119335/Makalah-Diabetes-Insipidus-Kmb/06 Maret 2015/
http://www.scribd.com/doc/88094140/ASUHAN-KEPERAWATAN-Diabetes-Insipidus/06 Maret/2015/
http://www.scribd.com/doc/178319653/Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Diabetes-Insipidus/06 Maret
2015/
Nurarif,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Mediaction
Price, Sylvia A.dkk.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol. 2.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai