Anda di halaman 1dari 18

DIABETES INSIPIDUS

Disusun Oleh:

1. AGUNG PUJIHARTANTO
2. SITI ROFINGAH
3. R.ROY INDRA S

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

S1 KEPERAWATAN (TRANSFER)

2017/2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes insipidus adalah kelainan lobus posterior dari kelenjar hipofisis
akibat defisiensi vasopresin yang merupakan hormone anti deuretik/ADH
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena
kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH.
Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria (Nettina M. Sandra,
2001).
Diabetes Mellitus yang lebih umum dikenal masyarakat dari pada
Diabetes Insipidus merupakan dua jenispenyakit yang sangat berbeda.Jika
diabetes insipidus diakibatkan oleh masalah ginjal yang tidak merespon
hormon ADH dan masalah produksi hormon ADH pada hipofisis posterior
sehingg amengakibatkan volume urine yang keluar sanga tbanyak dan urine
berwarna jernih, sedangkan Diabetes Mellitus menyebabkan poliuria melalui
proses diuretik osmosis dimana guladarah tinggi dan terdapa glukosa pada
urine.
Pada Diabetes Insipidus prevalensi yaitu 4/100000 dengan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan sama.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oeh kekurangan
ADH yang ditandai oleh jumlah urine yang besar. (Purnawan Junadi, 1992).
A. TUJUAN

1. Tujuan umum
Dalam penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu mengenal
dan mengetahui tentang diabetes insipidius dan asuhan keparawatannya

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah
a. Mengatahui idefinisi, penyebab, manifestasi
klinis,klasifikasi,etiologi,manifestasi klinis,penatalaksaan dan
komplikasi diabetes insidius
b. Mengetahui asuahan keprawatan pada pasien diabetes insipidius
BAB II
TEORI DAN KONSEP

A. DEFINISI

Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena


kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes
insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria (Nettina M. Sandra, 2001).
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH (Corwin,2000).
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic
(ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi (polidipsia) dan
pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar (Suzanne C, 2001).
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan yang
diakibatkan oleh berbagai penyebab yang mengganggu mekanisme
Neurohypophyseal-renal reflex, sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkonversi air (Aru W. Sudoyo 2006).
Diabetes Insipidus adalah suatau kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pegeluaran sejumlah
besar air kemih yang sangat encer (Poliuri).

B. KLASIFIKASI
Menurut Bethesda, MD (2006) diabetes insipidus di klasifikasikan sebagai
berikut:
1. Diabetes insipidus kranial atau central
Diabetes jenis ini adalah jenis yang paling umum dari diabetes insipidus dan
disebabkan oleh tingkat ADH yang rendah. Diabetes insipidus central
biasanya disebabkan karena penyakit, gangguan atau cedera yang melibatkan
kelenjar pituitari atau hipotalamus. Diabetes ini bisa juga disebabkan oleh
tumor, pembedahan saraf, infeksi atau perdarahan yang mempengaruhi
kemampuan otak untuk mensekresikan vasopresin. Pada pasien dengan
gangguan ini tingkat ADH tidak cukup tinggi untuk mencegah ginjal
mensekresi air dalam jumlah besar.
2. Diabetes insipidus nefrogenik
Diabetes insipidus nefrogenik terjadi ketika kadar ADH dalam tubuh
memadai tetapi ginjal tidak menanggapi hormon dengan benar. Kondisi ini
mungkin disebabkan oleh saluran air yang abnormal ( aquaporins ) di ginjal,
gangguan metabolisme seperti hiperglikemia , atau dengan obat-obat yang
mengurangi ekspresi aquaporins seperti lithium digunakan untuk mengobati
gangguan jiwa bipolar

C.ETIOLOGI
1. Idiopatik, seringkali familial dan merupakan bentuk yang paling umum.
2. Tumor : kraniofaringioma atau tumor sekunder.
3. Pembedahan atau radiasi pada kelenjar hipofisis.
4. Trauma kepala biasanya ringan dan hanya berlangsung sebentar. Jarang
berat dan permanen disertai transaksi tangkai hipofisis disertai fraktur
tengkorak bagian frontal.
5. Granuloma, misalnya sarkoid; atau infeksi, misalnya meningitis basalis.
6. Nefrologis yang berhubungan dengan kegagalan tubulus renalis untuk
berespons terhadap ADH
7. Nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan (mis. Litium, demeklosiklin)
Hereditas, dengan gejala-gejala kemungkinan saat lahir (kelainan pada
kelenjar hipofisis) (Baughman, 2012).
1. Diabetes Insipius yang sensitive terhadap vasopressin :
1) Bentuk idiopatik (bentuk nonfamiliar dan familiar)
2) Pascahipofisektomi
3) Trauma (fraktur dasar tulang tengkorak)
4) Tumor (karsinoma metastasis, kraniofaringioma, kista suprasellar,
pinealoma).
5) Granuloma (sarkoid, TB, sifilis):
 Infeksi (meningitis, ensefalitis, sindrom Lemdry-Guillain-Barre’s)
 Vascular (thrombosis atau oendarahan serebral, ancurisma serebral,
nekrosis postpartum atau sindrom sheehenis)
 Mistiositosis (granuloma eosinofilis, penyakir sebuler-christiem
6) Diabetes Insipidus nekrotik yang didapat :
1) Penyakit ginjal kronis (penyakit ginjal polikistis, penyakit
medullary cystic, pielonefritis, obstruksi ureteral, gagal ginjal
lanjut)
2) Gangguan elektrolit (hipotallumia, hyperkalemia)
3) Obat-obatan (litium, demetoheksamid, tolazamid, propoksifen,
glikusid, vinblastine, kalkism)
4) Penyakit sickle-cell
5) Gangguan diet (intake air yang berlebihan, penurunan intake NaCl,
penurunan intake protein.
6) Lain-lain (multiple myeloma, amyloidosis, penyakit sjogren’s
sarkoidosis ) (Fransisca, 2012)

D.EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DI yaitu 4/100000 dengan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan sama.
1. Usia:
 Diabetes insipidus sentral dapat menyerang semua usia kecuali infant
 Diabetes insipidus nephrogenic yang diwariskan biasanya Nampak
setelah kelahiran
2. Gender:
 Diabetes insipidus sentral menyerang laki-laki dan perempuan dengan
prevalensi yang sama
 Diabetes insipidus nephrogenic yang diwariskan merupakan X-linked,
sehingga berefek pada laki-laki, sedangkan pada perempuan dapat
sebagai carrier.
3. Genetics:
 Diabetes insipidus sentral yang diwariskan sangat jarang dan
memperlihatkan negative dominan atau resesif pada pola pewarisan
 Diabetes insipidus nephrogenic yang diwariskan juga sangat jarang,
tetapi memperlihatkan pola X-linked pada pewarisan

E.FAKTOR RESIKO
1. Faktor genetic
2. Usia
Penyakit diabetes memang banyak menyerang orang yang berumur 40 tahun
keatas.
3. Trauma kepala
Trauma pada bagian kepala dapat menyebabkan kerusakan traumatic pada
hipofisis sehingga meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiuretik
(ADH).
4. Operasi otak
Operasi otak dapat menyebabkan komplikasi berupa diabetes insipidus
apabila terjadi cidera/ kerusakan hipotalamus atau kelenjar pituitari.
5. Kelainan ginjal
Pada diabetes insipidus, tubuh mengalami kegagalan untuk menyimpan air
karena kekurangan hormon antidiuretik (vasopressin), yang disekresikan
oleh ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH.
6. Obat-obatan ex: lithium
Obat-obatan yang dapat meningkatkan gejala nephrogenic diabetes
insipidus meliputi indomethacin (indocin) dan obat-obatan diuretik
(hydrochlorothiazide atau amiloride).
7. Kurang aktifitas
Pada pasien diabetes insipidus yang kurang melakukan aktiitas fisik maka
akan mengeluarkan kelebihan cairannya melalui kencing. Oleh karena itu,
penderita diabetes disarankan untuk melakukan olahraga secara teratur
dengan cara bertahap sesuai dengan kemampuan. Olahraga yang ideal
adalah yang bersifat aerobik seperti jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya.

F.MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum seperti poliuri(haluaran urine harian dalam jumlah yang
sangat banyak dengan urine yang sangat encer) dan polidipsi (rasa
kehausan,4 sampai 40 liter cairan setiap hari,terutama sangat
membutuhkan air yang dingin)
2. Jumlah air yang diminum dan urine output per 24 jam sebanyak 5-10 L
3. Berat jenis urine antara 1,001 – 1,005 dan 50-200 MOSmol kgBB
4. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia
5. Penggantian air yang tidak cukup bias mengakibatkan;
a. Hiperosmolaritas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, dan
hipertermia)
b. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering, dan turgor kulit
buruk
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnostik diabetes inspidius ditegakkan bila didapatkan adanya poliuria


3-20 liter/hari dengan kadar osmolalitas plasma lebih dari 300 mOsm/kg
dan berat jenis urine kurang dari 1,006 serta telah diingkirkan penyebab
poliuria yang lain seperti penyakit ginjal, dibetes mellitus,hipercalcemia,
hipokalemia, obat-obatab (diuretika) atau masa penyembuhan dari edema.
Pengolongan DI sesuai klasifikasi di atas dapat di lakukan melalui beberapa
tes penyaring seperti tersebut pada bagan di bawah ini.
1. Water depriviation test
Merupakan tes paling dasar untuk membedakan penyebab poliuria. Test
deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus
dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi
hari.Hitung berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma
maupun urintiap 2 jam. Pada individu normal, osmolalitas akan naik (<300)
namun output urin akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-
1200).Persiapan pasien :
- Intake cairan dianjurkan pada malam hari sebelum dilakukan tes
- Sarapan pagi ringan, dan tidak boleh minum teh, kopi, alkohol
maupun sejak 12 jam sebelum tes.
- DDAVP harus hentikan 24 jam sebelum tes dilakukan bila
sebelumnya pasien menggunakan obat ini.
2. Tes Dehidrasi (Selama 8 jam) :
- Tidak boleh minum/intake cairan selama 8 jam, hanya boleh makan
makanan ringan dan kering.
- Mengukur BB pasien sebelum dan saat tes ini dilakukan
- Sampel urine diambil untuk mengetahui osmolalitas setelah tes ini
dilakukan
(Urine 1: 0-1 jam; Urine 2: 3-4 jam; Urine 3: 6-7 jam; Urine 4: 7-8 jam)
- Sampel darah diambil (5cc) diantara waktu pengamilan sampel urine
(S1: ½ jam; S2: 3 ½ jam; S3: 6 ½ jam; S4: 7 ½ jam setelah tes ini
dimulai)
- Pasien harus berada dibawah pengawasan dokter selama dilakukan tes.
- Interperestasi :
normal bila osmolalitas urine >600 mosmol/kg dan osmolalitas serum
<300 mosmol /kg , sedangkan ratio osmolalitas urine terhadap serum
pada S3 dan S4 lebih dari 2 (U3:S3 dari U4:S4 adalah >2)
Diabetes insipidus bila osmolalitas serum > 300 mosmol/kg dan
osmolalitas urine >270 mosmol/kg, sedangkan ratio osmolalitas urine
terhadap serum S3 dan S4 kurang dari 2 (U3:S3 dari U4:S4 adalah < 2
3. Tes dehidrasi (Overnight)
- Jika didapatkan poliuria berat (>6 liter /hari), maka water depriviation
test yang diperpanjang adalah berbahaya sehingga cukup dilakukan tes
selama 8 jam.
- Mengukur BB pasien sebelum dan saat tes ini dilakukan
- Hari pertama jam 18.00 pasien diberi makanan yang mengandung
cukup protein dan minum tidak lebih dari 200 ml ( minum atau makan
makanan yang mengandung air harus dihindari setelah tes ini
dilakukan).
- Hari kedua jam 08.00: kososngkan kandung kencing dan kumpulkan
urine sebagai spesimen 2.
- Hari kedua jam 09.00 : kosongkan kandung kencing dan kumulkan
urine sebagai spesimen 2.
- Hari kedua jam 10.00 : kosongkan kandung kencing dan kumpulkan
urine sebagai spesimen 3, kemudian ambil sample darah vena untuk
mengetahui osmolalitas serum.
- Interprestasi :
Normal bila osmolalitas urine 850 mosmol/kg atau lebih dari
osmolalitas serum dipertahankan antar 280-295 mosmol /kg. Diabetes
Insipidus bila osmolalitas serum > 295 mosmol/kg maka hasilnya
abnormal, perlu dipertimbangkan tes pitressin
4. Respon terhadap vasopressin eksogen ( tes Pitressin):
- Bila wateri depriviation test menunjukkan hasil yang normal tidak perlu
dilakukan tes pitressin
- Setelah melalui tes dehidrasi, diberikan desmopressin 1g intramuskular
atau desmopressin intra nasal 20 miugram pada masing-masing lubang
hidung
- Pasien diperbolehkan makan dan minum, tapi tidakbpleh
makanan/intake cairan berlebihan
- Sampel urin tiap jam selama 4jam setelah pemberian demopressin
untuk menghitung volume darah osmolalitan
- Pasien harus berasa dibawah pengawasan dokter selama dilakukan tes
5. Interprestasi hasil pitressin test :
Osmolalitas post dehidrasi (mosmol/kg)
Plasma Urine Diagnostik
280-295 >750 Normal
>295 <300 Di sentral (berat)
290-300 300-700 Di sentral (parsial)
>295 <300 Di nefrogenik
<295 500-900 Primer polidipsia
 Pengukuran vasopressin plasma , osmolalitas plasma dan osmolalitas urine
setelah pemberian larutan saline hipertonik (5%).
 Bila hasil water depriviation test masih membingungkan dan pengukuran
vasopressin plasma tidak dapat dilakukan, maka dapatdilakukan
therapeutic trial dengan pemberian desmopressin dosis kecil 1 miugram
intramuskular atau 20-40 miugram intranasal , setiap hari selama 1
minggu.
 Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.Jumlah urin biasanya
didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari 1,001-1,005
dengan urin yang encer. Pada keadaan normal,osmolalitas plasma kurang
dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450mOsmol/l. Pada keadaan
dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010,osmolalitas plasma lebih
dari 295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150mOsmol/l. Urin pucat atau
jernih. Kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal
lainnya tampak normal.
 Radioimunoassay untuk vasopresin kadar plasma yang selalu kurang dari
0,5 pg/mL menunukkan diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP
yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan
diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam
membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
 Rontgen cranium : Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti
tumor intra kranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi
prosesus klinoid, ataumakin melebarnya sutura.
 MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus.Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitaria
anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik
terang/isyarat terang. Titik terang muncul pada MRI kebanyakan penderita
normal, namuntidak tambap pada penderita dengan lesi jaras hipotalamik-
neurohipofise.Penderita dengan dabetes insipidus autosom dominan, titik
terang biasanyamuncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan
kompleks AVP-NP II.Menebalnya tangkai kelenjar pituitaria dapat terlihat
dengan MRI pada penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis sel
langerhans (LCH)atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa penderita
abnormalitas MRI dapatdideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain
ada.
G.PENATALAKSANAAN DIABETES INSIPIDIUS
Dalam Buku Patofisiologi Corwin (2011) disebutkan sebelum penyebab
diabetes insipidus dikenali dan diatasi, kita dapat memberikan dahulu preparat
vasopressin (pitressin)untuk mengendalikan keseimbangan cairan dan mencegah
dehidrasi. Obat-obatan yang diberikan meliputi:
a. Hidroklorotiazid dengan suplemen kaliumu ntuk diabetes insipidus sentral
dan nefrogenik
b. Preparatakueus vasopressin yang disuntikkan subkutan beberapa kali sehari
dan bekerja efektif hanya selama dua hingga enam jam (digunakan sebagai
preparat diagnostic dan kadang-kadang pada penyakit yang akut)
c. Desmopresinasetat (DDAVP) yang dapat diberikan peroral, melalui
semprotan nasal agar obat tersebut diabsorpsi melalui membrane mukosa,
atau suntikan subkutan atau intravena, yang akan bekerja efektif selama 8
hingga 20 jam menurut besarnya takaran yang diberikan.
d. Klorpropamid (Diabinese) untuk mengurangi rasa haus pada pasien dengan
hypernatremia yang berkelanjutan.
Adapun, perawatan pasien diabetes insipidus meliputi pemantauan keluhan
dan gejala untuk memastikan apakah keseimbangan cairan sudah dipulihkan dan
dipertahankan.
a. Catat asupan dan haluaran cairan dengan cermat. Pertahankan asupan cairan
yang adekuat untuk mencegah dehidrasi berat. Cek berat badan pasien setiap
hari.
b. Jika pasien merasa pusing atau ototnya terasa lemah, naikkan rel samping
untuk menjaganya tidak terjatuh, dan bantulah pasien ketika berjalan.
c. Pantau berat jenis urine diantara saat-saat pemberian obat. Awasi
kemungkinan penurunan berat jenis yang disertai peningkatan haluaran urine
karena kedua tanda ini menunjukkan terjadinya kembali polyuria sehingga
diperlukan pemberian berikutnya yang sama dengan dosis yang dinaikkan.
d. Jika timbul konstipasi, tambahkan makanan tinggis eratdan jus buah kedalam
diet pasien. Bila perlu, mintakan obat pencahar ringan, sepertimilk of
magnesia.
e. Lakukan perawatan kulit dan mulut dengan seksama; oleskan vaselin jika
diperlukan pada bibir yang retak-retak dan terasa nyeri.
f. Dorong pasien agar mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Berikan
semangat dan ajak ia menilai keadaannya secarar ealistis.
g. Bantu pasien mengenali kekuatan dirinya, yang dapat dimanfaatkan dalam
mengembangkan strategi koping
h. Rujuk pasien kepada psikolog untuk mendapatkan konseling tambahan jika
diperlukan
i. Sebelum pulang, ajarkan pasien cara memantau asupan dan haluaran cairan
j. Instruksikan pasien untuk menggunakan desmopresin dengan semprotan
nasal hanya setelah gejala polyuria dimulai, bukan sebelumnya, untuk
mencegah retensi cairan yang berlebihan dan intoksikasi air
k. Beritahu pasien untuk melaporkan kenaikan BB, yang dapat merupakan
petunjuk bahwa dosis obatnya terlalu tinggi. Timbulnya kembali polyuria
sebagai terlihat pada lembaran catatan asupan dan haluaran cairan
menunjukkan bahwa dosis obat terlalu rendah
l. Ajarkan orangtua dari anak yang menderita diabetes insipidus tentang
tumbuh-kembang normal. Bahas bagaimana anak mereka berbeda pada tahap
perkembangannya
m. Dorong orang tua agar membantu mengenali kekuatan anak dan
menggunakannya dalam mengembangkan strategi koping
n. Rujuk keluarga tersebut untuk mendapatkan konseling jika diperlukan
o. Nasehati pasien diabetes insipidus agar mengenakan gelang identifikasi
medis dan selalu membawa obat-obat yang digunakan.
H.KOMPLIKASI DIABETES INSIPIDIUS
Komplikasi diabetes melitus yang dapat muncul meliputi :
1. Dehidrasi berat
Diabetes insipidus disebabkan oleh tidak adanya hormon ADH (antidiuretik),
sehingga memungkinkan penderita mengalami poliuria atau BAK dalam
jumlah yang banyak dan sering. Apabilakejadian tersebut tidak diimbangi
dengan intake atau asupan cairan yang adekuat maka tubuh akan kehilangan
cairan akibat BAK yang sering. Timbulnya kehilangan cairan tersebut
menmungkinkan pasien mengalami dehidrasi berat. Keadaan ini dapat
memicu kelemahan otot, mulut kering, natrium rendah, berat badan yang akan
menurun secara progresif.
2. Ketidakseimbangan elektrolit
Ketidakseimbangan eletrolit terjadi akibat ketidakseimbangan intake dan
output dari cairan di dalam tubuh. Keadaan ini mneyebabkan timbulnya lelah,
letih kerja jantung yang tidak optimal.
3. Kejang
Kejang disebabkan oleh depolarisasi akibat pelepasan asetilkolin sehingga
menyebabkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga menyebabkan spasme
otot dan kejang.
4. Hipotensi
Hipotensi disebabkan oleh penurunan volume cairan dalam tubuh yang
mengakibatkan volume aliran balik pada vena menuju jantung berkurang,
secara otomatis volume curah jantung akan menurun.
I.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Keletihan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan energi


NOC : - Activity Tolerance
- Nutritional Status : Energy
NIC : - Energy Management
- Exercise Promotion
2. Gangguan eliminasi urin
NOC : - Urinary elimination
- Kidney function
NIC : - Elimination: Management
3. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
NOC : - Fluid balance
NIC : - Electrolyte management: Hypocalemia
- Fluid Management
- Fluid Monitoring
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena


kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH.
Diabetes insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria (Nettina M. Sandra,
2001).
Pada penatalaksanaannya kita dapat memberikan dahulu preparat
vasopressin (pitressin) untuk mengendalikan keseimbangan cairan dan
mencegah dehidrasi. Adapun, perawatan pasien diabetes insipidus meliputi
pemantauan keluhan dan gejala untuk memastikan apakah keseimbangan
cairan sudah dipulihkan dan dipertahankan.

B. Saran
Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak, terutama penulis.
Mohon kritiik dan saran yang membangun demi menyempurnakan laporan ini
dilain kesempatan.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary dan Yakobus Siswadi. 2005. Klien Gangguan Endokrin:


Seri Asuhan keperawatan. Jakarta: EGC

Baughman C. Diane & Joann C Hackley. 2000. Keperawatan Medikal


Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddart. Jakarta: EGC

Bethesda, MD. 2009. Diabetes Insipidus. Clinical Center, National Institute of


Health.
Corwin, Elizabeth J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Fransisca B.B., Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan, Peerbit Salemba
Medika, Jakarta 2012
Nettina M, Sandra. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan jakarta: EGC
https://www.academia.edu/8958146/TUGAS_MAKALAH_DIABETES_INSIPID
US_Untuk_memenuhi_tugas_mata_kuliah_Fundamental_Pathophysiology_of_M
etabolic_Endocrin_System_yang_dibina_oleh_Ns._Tina_Disusun_Oleh_PSIK_A
_PROGRAM_STUDI_ILMU_KEPERAWATAN_FAKULTAS_KEDOKTERA
N
Thompson, M. 2007. Medicine and Surgery: An integrated textbook With
STUDENT CONSULT online access. Elsevier Health Sciences.
www.books.google

Anda mungkin juga menyukai