Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MENINGIOMA

Oleh :
Ayu Azizah Syen
111 2019 2134

Pembimbing :
dr. Mahyuddin Rasyid, Sp.B, FINACS, FINS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Ayu Azizah Syen
NIM : 111 2019 2134
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Laporan Kasus : Hernia Femoralis

Adalah benar telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik berjudul Meningioma


dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing dalam
rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit I bnu Sina
Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Januari 2021


Supervisor Pembimbing

dr. Mahyuddin Rasyid, Sp.B, FINACS, FINS

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu
tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.

Dalam referat ini penulis melakukan pembahasan mengenai “Meningioma”.


Kami sangat menyadari bahwa penulisan referat ini belum mencapai sebuah
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran dan kritik
saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan selanjutnya. Baik yang kami tulis
sendiri atau orang lain.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi


keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.

Makassar, Januari 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................2

KATA PENGANTAR.........................................................................................3

DAFTAR ISI.......................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................6

2.1 Definisi..........................................................................................................6

2.2 Epidemiologi.................................................................................................7

2.3 Etiologi..........................................................................................................8

2.4 Patofisiologi.................................................................................................12

2.5 Klasifikasi....................................................................................................13

2.6 Manifestasi Klinis .......................................................................................17

2.7 Gambaran Radiologi....................................................................................20

2.8 Tatalaksana..................................................................................................24

2.9 Prognosis.....................................................................................................26

BAB III KESIMPULAN................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua setelah stroke dalam kelompok

penyakit neurologis. Diperkirakan sekitar 11.000 orang meninggal akibat tumor otak

primer setiap tahunnya di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization

(WHO) meningioma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel meningothelial

(arachnoid) leptomeningen. Tumor ini dapat terjadi dimana saja sepanjang lokasi sel

arachnoid, biasanya menempel pada permukaan dalam duramater dan umumnya

tumbuh lambat. Meskipun umumnya meningioma bersifat jinak dan tidak memiliki

banyak variasi penyimpangan secara genetik, namun lokasi tumor dapat

mengakibatkan kondisi serius dan mematikan 1

Meningioma umumnya menyebabkan pendesakan terhadap struktur otak

disekitarnya, namun sebagian meningioma dapat menginvasi parenkim otak, dura

mater, dan jaringan tulang di sekitarnya. Lesi pada meningioma ini sering ditemukan

dengan ukuran yang besar, kecepatan pertumbuhan yang sangat lambat, tingkat

kesulitan diagnosis mengakibatkan jangka waktu yang cukup panjang antara

diagnosis dan gejala awal yang timbul pada pasien.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada

tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang

terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma

tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cells dan sering

diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di sinus vena dural. Sel – sel yang

berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini menunjukkan

kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma.1

Gambar 1. Meningioma

6
2.2 Epidemiologi

Angka kejadian meningioma sekitar 35% dari semua tumor primer susunan

saraf pusat (SSP), 15% dari tumor intrakranial, dan sekitar 25% dari tumor

intraspinal, dengan tingkat kejadian diperkirakan sekitar 6.29% per 100.000 orang

pertahun. Meningioma dapat terjadi pada berbagai usia, namun yang tersering pada

usia lanjut. Meningioma sering didapatkan pada usia 40–70 tahun. Berdasarkan

literature lainnya dikatakan bahwa terjadi peningkatan insidensi meningiomas seiring

bertambahnya usia, dapat dilihat sebagai berikut:2,3

 Usia 0-19 tahun - 0,12

 Usia 20-34 tahun - 0,74

 Usia 35-44 tahun - 2.62

 Usia 45-54 tahun - 4.89

 Usia 55-64 tahun - 7.89

 Usia 65-74 tahun - 12,79

 Usia 75-84 tahun - 17.04

 Usia 85 tahun ke atas - 18,86

7
Data dari Central Brain Tumor Registry of The United States (CBTRUS)

menunjukan angka kejadian meningioma pada wanita dua kali lipat lebih tinggi

[disesuaikan menurut usia (per 100.000 orang/tahun)] dibandingkan dengan pria,

yaitu 8,36 untuk wanita dan 3.61 untuk pria dengan perbandingan sekitar 2:1.2

Beberapa hal yang memengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan ras.

Insiden terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan mencapai

puncak pada usia di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anak- anak sekitar 4%

dari seluruh kejadian tumor intrakranial. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

insiden meningioma pada ras hitam Non-hispanics sedikit lebih tinggi dibandingkan

dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis kelamin juga memengaruhi

prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan

dengan pria.4

2.3 Etiologi

2.3.1 Radiasi Ionisasi

Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti

menyebabkan tumor otak. Telah banyak penelitian yang mendukung hubungan antara

paparan radiasi dan meningioma. Salah satunya adalah penelitian yang menunjukkan

peningkatan resiko yang signifikan pada korban selamat bom atom untuk menderita

meningioma. Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi

8
disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum

diperbaiki sebelum replikasi DNA.1

Dalam salah satu penelitian paling terkenal tentang radiasi pengion dan risiko

meningioma, anak-anak yang diberi terapi radiasi untuk kurap kulit kepala (scalp

ringworm) di Israel antara tahun 1948 dan 1960 (Kelompok Tinea Capitis), diamati

memiliki risiko relatif hampir 10 untuk mengalami meningioma.4 Selain itu, paparan

radiasi untuk kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko terjadinya

meningioma. Salah satunya adalah penelitian Claus et al (2012) yang membuktikan

adanya peningkatan resiko yang signifikan terjadinya meningioma setelah

mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali antara usia 15 hingga 40 tahun.5

2.3.2 Radiasi Telepon Genggam

Hubungan antara penggunaan telepon genggam dengan kejadian meningioma

sampai saat ini belum dapat dipastikan. Secara teori, telepon genggam menghasilkan

radiasi energi radiofrequency (RF) yang berpotensi menimbulkan panas dan

menyebabkan kerusakan jaringan, namun dari beberapa penelitian tidak dijumpai

adanya hubungan antara radiasi telepon genggam dengan meningioma.1

2.3.3 Cedera Kepala

Cedera kepala telah diduga sebagai factor risiko terjadinya meningioma,

meskipun hasil penilitian belum terbukti secara konsisten. Beberapa studi kasus kecil

9
melaporkan peningkatan risiko meningioma terkait dengan cedera kepala, namun

tidak dapat dijelaskan secara pasti. Salah satunya adalah penelitian kohort pada

penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala menunjukkan adanya hubungan

dengan terjadinya meningioma secara signifikan. Penelitian oleh Phillips et al (2002)

juga menemukan hasil bahwa adanya hubungan antara cedera kepala dengan resiko

terjadinya meningioma, terutama riwayat cedera pada usia 10 hingga 19 tahun.

Resiko meningioma berdasarkan banyaknya kejadian cedera kepala dan bukan dari

tingkat keparahannya.1,4

2.3.4 Genetik

Beberapa penelitian telah dikhususkan untuk mencari tahu hubungan antara

resiko meningioma dan riwayat keluarga. Umumnya meningioma merupakan tumor

sporadik yaitu tumor yang timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga

dengan penderita tumor otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu

perkembangan meningioma hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai

pada penderita dengan Neurofibromatosis type 2 (NF2), dimana pada penderita

terjadi kelainan gen autosomal dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi

germline pada kromosom 22q12 (insiden di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa). NF2

merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40%

meningioma sporadik Selain itu, pada meningioma sporadik dijumpai hilangnya

10
kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan 18q atau tambahan kromosom seperti 1q, 9q,

12q, 15q, 17q dan 20q.1

Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik dengan

resiko terjadinya meningioma termasuk pada perbaikan DNA, regulasi siklus sel,

detoksifikasi dan jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus pada variasi gen

CYP450 dan GST, yaitu gen yang terlibat dalam metabolisme dan detoksifikasi

karsinogen endogen dan eksogen. Namun belum dijumpai hubungan yang signifikan

antara resiko terjadinya meningioma dan variasi gen GST atau CYP450. Penelitian

lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53 juga tidak menunjukkan hubungan

yang signifikan.1

2.3.5 Hormon

Insiden meningioma yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-

laki memicu timbulnya dugaan bahwa ada pengaruh ekspresi hormon seks. Hormon

seks diduga berperan dalam patogenesis meningioma, dengan ditemukannya beberapa

bukti seperti peningkatan pertumbuhan tumor selama kehamilan dan perubahan

ukuran selama menstruasi. Data observasional juga menunjukkan bahwa menopause

dan oophorectomy merupakan faktor proteksi terhadap perkembangan meningioma,

sedangkan adipositas berhubungan positif dengan penyakit ini.1

11
Berbagai studi menunjukkan bahwa sebagian besar meningioma

mengekspresikan reseptor hormon pada membran sel, dengan berbagai variasi

Jaringan meningeal (sel arachnoid) normal sebenarnya juga mengekspresikan

reseptor progesteron dengan frekuensi yang lebih jarang dibandingkan jaringan

meningioma. Studi oleh Taghipour, et.al. (2007) menunjukkan reseptor progesteron

yang positif ditemukan secara signifikan pada meningioma benigna dan berasosiasi

dengan prognosis yang lebih baik.1

Beberapa penelitian juga menghubungkan meningioma dengan kanker

payudara. Keduanya memiliki faktor resiko yang sama, seperti jenis kelamin, umur,

induksi hormon dan variabel lain. Selain itu adanya faktor resiko seperti hormon

eksogen dan endogen, predisposisi genetik dan variasi perbaikan DNA diduga

menjadi dasar hubungan antara kanker payudara dan meningioma. Namun hubungan

langsung kedua tumor belum dapat dipastikan.1

2.4 Patofisiologi

Meskipun insiden meningioma tinggi, patofisiologinya belum sepenuhnya

dipaham. Mengenai latar belakang genetik, meningioma bisa menjadi bagian dari

sindrom tumor familial, paling sering dikaitkan dengan Neurofibromatosis tipe 2

(NF2) dengan mutasi gen NF2. Gen tersebut mengkode protein penekan tumor

merlin, yang memiliki mutasi hingga 60% kasus sporadic. . Seperti yang sudah

dipaparkan sebelumnya bahwa meningioma terjadi sebagian besar pada wanita hamil

12
dan yang mengalami menstruasi dibanding pria, hal ini disebabkan adanya pengaruh

hormon progesterone. Hortobagyi, et al. dalam penelitiannya menjelaskan

patofisiologi pertumbuhan meningioma selama kehamilan bahwa pertumbuhan tumor

biasanya terjadi pada fase luteal dari siklus menstruasi atau pada trimester kedua atau

ketiga kehamilan, ketika konsentrasi plasma progesteron lebih tinggi, menunjukkan

peran hormon seks dalam mekanisme tersebut. Selain itu, pada kehamilan terdapat

protein hPL (human placental lactogen) dan PRL (prolactin), keduanya ternyata

mampu merangsang perbanyakan dan pertumbuhan meningioma. Hingga saat ini,

mekanisme meningioma belum diketahui secara pasti.6

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum

diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis

berasal dari sel pembungkus arachnoid (arachnoid cap cells) yang mengalami

granulasi dan perubahan bentuk. Diduga kaskade eicosanoid memainkan peranan

dalam pertumbuhan tumor dan perkembangan peritumoral.3

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi meningioma terbagi berdasarkan lokasi tumor, pola pertumbuhan

dan histopatologi. Mayoritas meningioma terjadi intrakranial, yaitu 85-90% daerah

supratentorial sepanjang sinus vena dural, antara lain daerah convexity (34,7%),

parasagital (22,3%), daerah sayap sphenoid (17,1%). Lokasi yang lebih jarang

ditemukan adalah pada selabung nervus optikus, angulus cerebellopontine,

13
Meningioma juga dapat timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu

pada medula spinalis, orbita , cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-

paru.1

Sedangkan berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma terbagi dalam

bentuk massa (en masse) dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque).

Bentuk en masse adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque

adalah tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas.1

Gambar 2. Variasi timbulnya meningioma

14
WHO mengklasifikasikan meningioma melalui tipe sel dan derajat pada hasil

biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda- beda di

tiap derajatnya Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan WHO 2007

terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan

pertambahan grading.1

Gambar 3. Grading meningioma menurut WHO

Beberapa subtipe meningioma antara lain:

Grade I:

- Meningothelial meningioma

- Fibrous meningioma

- Transisitional menginioma

- Psammomatous meningioma

- Angiomatous meningioma

15
- Mycrocystic meningioma

- Lymphoplasmacyte-ric meningioma

- Metaplastic meningioma

- Secretory meningioma

Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,

mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodic.

Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala,

kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma

grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang continue.1

Grade II

- Atypical meningioma

- Clear cell meningioma

- Chordoid meningioma

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih

cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih

tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma

grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.1

Grade III

16
- Rhabdoid meningioma

- Papillary meningioma

- Anaplastic (malignant) meningioma

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma

malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari

1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang

pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor,

dapat dilakukan kemoterapi 1

2.6 Manifestasi Klinis

Sebagian besar meningioma adalah lesi jinak yang berkembang lambat

sehingga gejala klinisnya secara khas dihubungkan dengan gejala peningkatan

tekanan intracranial yang bertahap Meningioma menghasilkan gejalanya melalui

beberapa mekanisme. Meningioma apat menyebabkan gejala dengan mengiritasi

korteks di bawahnya, menekan otak atau saraf kranial, menghasilkan hyperostosis.

dan / atau menyerang jaringan lunak di atasnya, atau menyebabkan cedera vaskular

ke otak.1,3

Meningioma dapat mengiritasi korteks yang berada dibawahnya, sehingga

dapat menyebabkan kejang. Selain itu, meningioma menyebabkan kompresi sehingga

pasien dengan meningioma dapat merasakan nyeri kepala local atau nonspesifik.

17
Kompresi otak yang mendasari dapat menyebabkan disfungsi serebral fokal atau

lebih umum, seperti yang ditunjukkan oleh kelemahan fokal, disfasia, apatis, dan /

atau mengantuk.3

Meningioma di lokasi tertentu dapat menimbulkan gejala stereotip yang

tercantum dalam Tabel.1

Lokasi Gejala
Parasagital Monoparesis dari tungkai kontralateral
Subfrontal Perubahan mental, sikap apatis, ,
inkontinensia urin
Olfactory groove Anosmia dengan kemungkinan atrofi
optik ipsilateral dan papilledema
kontralateral (triad ini disebut sindrom
Kennedy-Foster)
Sinus cavernosus Defisit saraf kranial multipel (II, III, IV,
V, VI), menyebabkan penurunan
penglihatan dan diplopia disertai mati
rasa wajah
Lobus occipital Hemianopsia kontralateral
Sudut cerebellopontine Penurunan pendengaran dengan
kemungkinan kelemahan wajah dan
wajah mati rasa
Spinal cord Nyeri tulang belakang terlokalisasi,
sindrom Brown-Sequard (hemispinal
cord)

18
Nervus optikus Exophthalmos, kehilangan penglihatan
atau kebutaan monokuler, pupil
berdilatasi ipsilateral yang tidak
bereaksi terhadap stimulasi cahaya
langsung tetapi mungkin berkontraksi
pada stimulasi cahaya yang disetujui;
Seringkali, pembengkakan saraf optik
monokuler dengan pembuluh pintas
optosiliar
Sphenoid wing Kejang; kelumpuhan saraf kranial
multipel jika melibatkan fisura orbita
superior

Tentorial Dapat menonjol dalam kompartemen


supratentorial dan infratentorial,
menghasilkan gejala dengan
mengompresi struktur tertentu dalam 2
kompartemen ini
Foramen Magnum Paraparesis, masalah sfingterik, atrofi
lidah yang berhubungan dengan
fasikulasi

Meningioma juga dapat mengganggu pembuluh darah. Meningioma yang

berada pada dasar tengkorak dapat menyumbat arteri serebral penting, kemungkinan

muncul sebagai episode seperti serangan iskemik transien (TIA) atau sebagai stroke.

Meningioma intraventrikular dapat muncul dengan hidrosefalus obstruktif.

19
Meningioma yang menekan jalur visual menghasilkan berbagai cacat bidang visual,

tergantung lokasinya.3

Temuan pada pemeriksaan fisik akan mencerminkan gejala yang telah

disebutkan diatas dan termasuk tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial,

keterlibatan saraf kranial, kompresi parenkim yang mendasari, dan keterlibatan tulang

dan jaringan subkutan oleh meningioma. 3

- Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan papilledema, penurunan

mental, dan, akhirnya, herniasi otak

- Keterlibatan saraf kranial dapat menyebabkan anosmia, defek lapang

pandang, atrofi optik, diplopia, penurunan sensasi wajah, paresis wajah,

penurunan pendengaran, deviasi uvula, dan hemiatrofi lidah.

- Kompresi parenkim yang mendasari dapat menimbulkan tanda piramidal yang

dicontohkan oleh penyimpangan pronator, hiperrefleksia, tanda Hoffman

positif, dan adanya tanda Babinski.

- Parietal-lobe syndrome dapat terjadi jika lobus parietal terkompresi..

- Kompresi lobus parietal dominan (biasanya kiri) dapat menimbulkan sindrom

Gerstmann: agraphia, acalculia, disorientasi kanan-kiri, dan agnosia jari.

- Kompresi dari lobus parietal nondominan (biasanya kanan) menyebabkan

kepunahan taktil dan visual serta mengabaikan sisi kontralateral.

2.7 Gambaran Radiologi

20
Pemeriksaan penunjang radiologi pada meningioma dapat berupa foto x- ray,

CT-scan kepala baik dengan maupun tanpa kontras dan MRI. Pada foto x-ray dapat

ditemukan gambaran khas, yaitu hiperostosis, peningkatan vaskularisasi dan

kalsifikasi. Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma. Tampak

erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang

tengkorak. Peningkatan vaskularisasi dapat terlihat dari pembesaran pembuluh darah

meninx akibat dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi

terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.1

Modalitas CT-scan baik yang tanpa kontras maupun dengan kontras paling

banyak memperlihatkan meningioma. Pada CT-scan tanpa kontras, meningioma akan

memberikan gambaran isodense hingga sedikit hyperdense dan kalsifikasi.

Sedangkan CT-scan dengan kontras akan memberikan gambaran peningkatan

densitas yang homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis

sentral dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-

scan kepala adalah adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada tulang.1

21
Gambar 4. CT Scan Bonw Window menunjukkan kalsifikasi meningioma

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada

lokasi tumor berada. Pada MRI dengan T1W1 umumnya memberikan gambaran

isointense sedangkan beberapa lainnya memberikan gambaran hypointense

dibandingkan dengan gray matter. Pada T2W1, meningioma juga umumnya

menunjukkan gambaran isointense dengan beberapa yang hyperintense karena

kandungan airnya yang tinggi terutama pada jenis meningothelial, yang

hipervaskular, dan yang agresif.1

22
Gambar 5.. MRI Meningioma

Pada angiografi umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat

menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler

memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut

dengan mother and law phenomenon.1

23
Gambar 6. Meningioma tentorial. (a). CT-Scan dengan kontras menunjukkan gambaran peningkatan densitas, (b, c). MRI T1 Transversal

menunjukkan isointensitas tumor dibandingkan dengan otak di sekitarnya, ( d) Koronal, (f) T1-weighted MRI. Panah pada G Angiogram pada

sirkulasi area posterior dan panah di gambar H menunjukkan arteri Bernasconi-Cassinari

2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu

sendiri. Penatalaksanaannya dapat berupa pembedahan, radiosurgery, radiasi dan

24
embolisasi. Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis

meningioma. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu paliatif dan reseksi

tumor. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis definitif,

mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi harus dilakukan

sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik dan menurunkan kejadian

rekurensi. Reseksi yang dilakukan tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga

meliputi jaringan lunak, batas duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila

terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali subtotal karena lokasi dan

perlekatan dengan pembuluh darah.1

Gambar 7. Gambaran bedah tumor. Dura terbuka, dan meningioma dapat terlihat memanjang di permukaan otak

25
Gambar 8. Spesimen bedah. Reseksi lengkap tercapai.

Penggunaan radioterapi sebagai pilihan penanganan meningioma semakin

banyak dipakai. Radioterapi telah dilaporkan memberikan manfaat secara klinis pada

banyak serial kasus yaitu baik regresi ataupun berhentinya pertumbuhan tumor.

Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan, Radioterapi disarankan sebagai terapi

adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor rekuren dan atau grade tinggi, serta sebagai terapi

utama pada beberapa kasus seperti meningioma saraf optik dan beberapa tumor yang tidak

dapat direseksi.1

Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah terhadap

tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu, angiografi

dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis meningioma terutama

26
malignan umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga embolisasi

preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan oleh

berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi preoperatif

dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan pertimbangan

keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi.1

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak

diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi

sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali

diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik

intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin)

menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.1

Dikatakan pula bahwa pemberian kortikosteroid pada pasien meningioma

dapat membantu meredakan edema di sekitar tumor, mengurangi gejala, dan

mekanisme kerja kortikosteroid yang didalilkan pada tumor otak meliputi penurunan

permeabilitas vaskular, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan pembentukan

tumor, dan penurunan produksi CSF.3

2.9 Prognosis

Pasien yang meningiomanya telah direseksi sepenuhnya biasanya memiliki

prognosis yang sangat baik. Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik,

27
karena sebagian besar bersifat jinak, tumbuh lambat dan berbatas tegas sehingga

pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen.

Namun pada 10- 15% kasus, resiko kekambuhan tumor ini tinggi bahkan setelah

dilakukan reseksi komplit. Kasus kekambuhan tersebut umumnya membutuhkan

reseksi ulang sehingga menyebabkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas.1,3

28
BAB III

KESIMPULAN

Meningioma adalah tumor jinak yang berasal dari meninges otak, dimana ia

tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cell. Meningioma

diduga timbul akibat beberapa factor seperti radiasi pengion, radiasi telepon

genggam, cedera kepala, genetic dan factor hormonal. Mekanisme terjadinya

mekanisme meningioma hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun

beberapa penelitian mengatakan bahwa hormone seks seperti estrogen dan

progesterone memainkan peran besar. Oleh karena itu, kejadian meningioma lebih

sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Meningioma bisa terjadi dilokasi

manapun di otak dan menimbulkan gejala klinis yang berbeda-beda. Tatalaksana

mreningioma dapat berupa pembedahan, radiosurgery, radiasi dan embolisasi. Pasien

dengan meningioma biasanya mengalami prognosis yang baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Juanita, Devina. 2017. Karakteristik Pasien Meningioma di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Periode Januari-Desember 2016. Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

2. Septian, Dendi, dkk. 2016. Karakteristik Meningioma Berdasarkan Usia, Jenis

Kelamin, Lokasi Tumor, Sifat Pertumbuhan, dan Diagnosis Histopatologi di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 2014-2015. Fakultas

Kedokteran Unjani Cimahi.

3. Haddad, Georges. 2018. Meningioma. Diakses melalui

https://emedicine.medscape.com/article/1156552-overview#a4 pada

tanggal 13 Januari 2021.

4. Wiemels, Joseph, dkk. 2010. Epidemiology and etiology of meningioma.

Journal of Neuro-Oncology. Diakses melalui

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2945461/ pada tanggal 13

Januari 2021.

5. Claus, Elizabeth. Calvocoressi, Lisa. 2012. Dental X-Rays and Risk of

Meningioma. Journal of American Cancer Society. Diakses melalui

https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/cncr.26625

pada tanggal 13 Januari 2021.

30
6. Hortobagyi, Tibor. 2017. Patophysiology of meningioma growth in

pregnancy. Open Medicin. Volume 12. Nomor 1. Diakses melalui

https://www.degruyter.com/view/journals/med/12/1/article-p195.xml pada

tanggal 13 Januari 2021.

31

Anda mungkin juga menyukai