MENINGITIS
Disusun Oleh:
406192051
Pembimbing:
NIM : 406192051
Fakultas : Kedokteran
………………………………………………
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul ―Meningitis‖ untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Semarang periode 6 September 2021 – 02 Oktober 2021.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Riri Gusnita Sari, Sp.S , dr. Hening Tri Utami, Sp.N , dr. Mintarti, Sp.S, dan dr.
Dyah Nuraini Widhiana, Sp.S atas ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan
Ilmu Penyakit Saraf
2. Rekan – rekan anggota kepanitraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga Tuhan
Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penulis,
(406192051)
ii
DAFTAR ISI
2.1 Anatomi.......................................................................................................2
2.2 Definisi Meningitis .....................................................................................4
2.3 Etiologi Meningitis .....................................................................................4
2.4 Epidemiologi Meningitis ............................................................................5
2.5 Patofisiologi Meningitis ..............................................................................6
2.6 Gejala dan Tanda Meningitis ......................................................................8
2.7 Pemeriksaan Fisik Meningitis ...................................................................11
2.8 Pemeriksaan Penunjang Meningitis ..........................................................11
2.9 Kriteria Diagnosis Meningitis ...................................................................15
2.10 Tatalaksana Meningitis .............................................................................16
2.11 Komplikasi Meningitis..............................................................................20
2.12 Prognosis Meningitis ................................................................................20
BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Meningitis adalah peradangan pada meninges yang dapat disebebkan karena infeksi
dan non infeksi. Selain itu salah satu penyakit dengan potensi morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.1
Kejadian meningitis bakteri di Amerika Serikat yaitu sekitar 1,38 kasus/100.000
populasi dengan tingkat kematian kasus 14,3%.1
Meningitis menyebabkan berbagai macam gejala klinis dari ringan sampai berat
seperti demam, mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, kejang, penurunan
kesadaran, dan defisit neurologis lain yang dapat berlangsung lama atau menetap dan
bahkan dapat menyebabkan kematian.2
Dengan meningkatnya penggunaan vaksin konjugasi, insiden tahunan meningitis
bakterial di Amerika Serikat menurun dari 1,9 menjadi 1,5 kasus per 100.000 orang
antara tahun 1998 dan 2003, dengan angka kematian keseluruhan 15,6 persen.Tingkat
kejadian di negara berkembang tetap signifikan lebih tinggi sehingga diperlukan
pengenalan dan penanganan medis yang serius untuk mencegah kematian. 3
Sebelum era antibiotik, kondisi ini sangat fatal. Namun demikian, bahkan dengan
inovasi besar dalam perawatan kesehatan, kondisi ini masih membawa tingkat
kematian mendekati 25%.1
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
- Meninges
Otak dan sumsum tulang belakang dikelilingi dan dilindungi oleh tiga
lapisan membran yang dikenal sebagai meninges, dengan meninges
kranial secara spesifik mengacu pada bagian yang menutupi otak.
Meninges terdiri dari: 4,5
o Duramater: penutup yang paling tebal dan paling luar, yan terdiri
dari lamina externa(lapis periosteal) melekat pada cranium dan
berisi A. Meningea dan lamina interna (lapis menngeal).
o Arachnoidea mater: berhadapan dengan permukaan daalam
duramater. Arachnoid mater merupakan membran avaskular yang
terlibat dalam metabolisme cairan serebrospinal (CSF) melalui
ruang subarachnoid.
o Piamater: yang melekat pada otak dan medulla spinalis, serta
merupakan membran tipis.
2
ketiga pada orang sehat adalah 20 mL. Volume total CSF pada orang
dewasa adalah 120 mL. 6
Rute normal CSF dari produksi sampai clearance adalah sebagai berikut7
1. CSF disekresi oleh pleksus koroid di ventrikel lateral.
2. CSF mengalir melalui foramen interventrikular ke dalam ventrikel III
3. Pleksus koroid di ventrikel ketiga menambahkan lebih banyak CSF.
4. CSF mengalir turun melalui cerebral aqueduct sylvii ke ventrikel IV.
5. Pleksus koroid di ventrikel IV menambahkan lebih banyak CSF.
6. CSF mengalir ke bawah melalui dua lubang lateral dan satu lubang
median.
7. CSF mengisi ruang subarachnoid dan mengalirkan darah ke
permukaan luar otak dan sumsum tulang belakang.
8. Pada vili arachnoid, CSF diserap kembali ke dalam darah vena sinus
vena dural.
3
2.2. Definisi Meningitis
Meningitis yaitu peradangan pada meninges. Meninges tediri dari tiga
membran (dura mater, arachnoid mater, dan pia mater) yang melapisi kanal
vertebra dan tengkorak yang menutupi otak dan korda spinalis. 1
2.3 Etiologi Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh proses infeksi dan non-infeksius.1, 8
Infeksi: paling umum adalah bakteri, virus, jamur, atau TBC, tetapi
beban global tertinggi terlihat dengan meningitis bakteri.
Bakteri penyebab paling umum pada meningitis bakterial berdasarkan
gambar berikut:
4
Penyakit inflamasi sistemik: Sarkoidosis, inflamatory bowel diease,
rheumatoid arthritis, granulomatosis dengan polyangiitis (sebelumnya
disebut Wegener's granulomatosis), Penyakit terkait IgG4. 9
Obat-obatan (meningitis kimia): nonsteroid antiinflamatory drugs
(NSAID), imunoglobulin intravena (IVIg), trimethoprim-
9
sulfamethoxazole.
Keganasan: metastasis leptomeningeal (juga disebut karsinomatosa
meningitis)9
Meningitis bakterial dan meningitis virus cenderung akut dalam onset dan
evolusi, sedangkan meningitis jamur dan meningitis tuberkulosis, lebih
sering subakut atau kronis dalam onset dan evolusi.
Meningitis virus dan meningitis kimia kadang-kadang disebut sebagai
meningitis aseptik.9
2.5 Patofisiologi
Sebagian besar bakteri memasuki CSF sebagai hasil kolonisasi nasofaring
dengan penyebaran hematogen ke pleksus koroid (tempat produksi CSF) atau
ruang subarachnoid. Kemudian bereproduksi, melepaskan sitokin proinflamasi
di meninges. Sitokin ( tumor necrosis factor dan interleukin-1) memecah blood-
brain barier dan menyebabkan edema dan kematian sel. Kapsul membantu
menghindari fagositosis bakteri, dan vesikel yang dilepaskan oleh membran luar
bakteri mengalihkan respon imun.
Oklusi granulasi arachnoid oleh protein dan pada sinus oleh WBC
menyebabkan penurunan resorpsi CSF dan dilatasi pembuluh meningeal yang
menyebabkan edema serebral yang lebih parah.
Mekanisme masuk lainnya termasuk trombosis vena dengan adanya infeksi
ekstrakranial seperti otitis atau mastoiditis, yang memungkinkan penularan
infeksi secara retrograde. Setelah operasi hidung, mastoid, sinus, atau kranial,
atau trauma tembus kepala, violation dura memungkinkan jalan masuk bagi
bakteri yang berkolonisasi di kulit atau sinus.
Konsekuensi yang mematikan dari meningitis adalah akibat dari peradangan di
dalam otak yang berdekatan dan efek sekunder dari edema setelah trombosis
vena dan penyumbatan resorpsi CSF. Ini dapat menyebabkan hidrosefalus atau
peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi. Stroke mungkin merupakan
konsekuensi dari arteritis ketika pembuluh darah besar melewati eksudat di
dasar otak. Pembentukan abses dan subdural empiema juga merupakan gejala
serius dari meningitis.12
6
Virus dapat menembus sistem saraf pusat (SSP) melalui transmisi retrograde
sepanjang jalur saraf atau dengan penyemaian hematogen.kaneed
7
Patofisiologi Meningitis TB.
9
Tabel 05. Tanda Klinis dan Pemeriksaan Lab Meningitis12
10
Meningitis tuberkulosa diklasifikasikan menjadi tiga derajat oleh British
Medical Research Council. Meningitis tuberkulosis derajat 1 ditandai
dengan GCS 15 tanpa kelainan neurologis fokal, derajat 2 ditandai dengan
GCS 15 dengan defisit neurologis fokal, atau GCS 11-14, dan derajat 3
ditandai dengan GCS ≤10.17
2.7 Pemeriksaan Fisik Meningitis
- Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh.14
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan demam dan tanda-tanda infeksi
sistemik atau parameningeal, seperti abses kulit atau otitis. Ruam
petekie terlihat pada 50% hingga 60% pasien dengan meningitis N.
meningitidis. Tanda-tanda iritasi meningeal (meningismus) terlihat
pada sekitar 80% kasus, tetapi sering tidak ada pada orang yang sangat
muda dan sangat tua, atau dengan imunosupresi atau kesadaran yang
sangat terganggu. Tanda-tanda ini termasuk kekakuan leher pada fleksi
pasif, fleksi paha pada fleksi leher (tanda Brudzinski), dan resistensi
terhadap ekstensi pasif lutut dengan pinggul tertekuk (tanda Kernig).
Ketika tingkat kesadaran menurun dimulai dari kebingungan ringan
hingga koma. Tanda-tanda neurologis fokal, kejang, dan kelumpuhan
saraf kranial dapat terjadi. Papilledema jarang terjadi.18
2.8 Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Darah perifer lengkap dapat menunjukkan leukositosis
polimorfonuklear. 18
Cara lain untuk menunjukkan bahwa meningitis adalah bakteri dan
bukan virus atau aseptik termasuk peningkatan kadar penanda inflamasi
seperti prokalsitonin (>2 ng/mL), protein C-reaktif (>40 mg/L) dan laju
sedimentasi eritrosit (ESR). .Ketika diduga meningitis bakteri, kultur
darah harus segera diperoleh dan terapi antimikroba empiris dan
tambahan deksametason dimulai tanpa penundaan. Selain tu, kultur
darah dapat dilakukan untuk mengetahui organisme penyebab, pewarnan
gram CSF dapat dilakukan dan hasil positif pada 70-80% kasus,
sedangkan kultur CSF >80% kasus positif, dan PCR jika diduga
meningitis bakteri namun kultur-negatif dan untuk mengidentifikasi
strain meningokokus.18
11
Diagnosis meningitis bakteri dibuat dengan pemeriksaan CSF seperti
pada gambar 07. 11,19
Pemeriksaan CSF dengan pungsi lumbal selalu menjadi gold standad
untuk diagnosis dan arah pengobatan.12
Kontra indikasi lumbal punksi:14
Papil edema
Penurunan keasadaran yang dalam dan progressif
Kecurigaan lesi desak ruang
Deficit neurologis fokal
Kontraindikasi relative:
Kultur M. tuberculosis dari spesimen pasien lebih sensitif daripada mikroskop untuk
diagnosis, tetapi membutuhkan setidaknya 10 hari dalam media cair dan hingga 8
12
minggu pada media padat, dan idealnya membutuhkan laboratorium dengan biosafety
tinggi.10
14
Tabel 09. Hasil CSF.9
Gambar 10 CT Meningitis 12
2.9 Kriteria Diagnosis Meningitis14
ATAU
15
2.10 Tatalaksana Meningitis
Meningitis bakteri adalah keadaan darurat medis. Langkah-langkah terapi
pertama yaitu menjaga tekanan darah dan mengobati syok septik
(penggantian volume, terapi pressor). Kemudian diberikan antibiotik yang
dikenal sebagai bakterisidal bagi organisme yang dicurigai dan mampu
memasuki CSF dalam jumlah yang efektif. Terapi antibiotik dimulai dalam
waktu 60 menit setelah kedatangan pasien di UGD. Terapi antimikroba
empiris dimulai pada pasien dengan dugaan meningitis bakteri, sebelum
hasil pewarnaan Gram CSF dan kultur diketahui dan dapat diubah
kemudian sesuai dengan temuan laboratorium. 11,15
Rekomendasi antibiotik yang dapat diberikan berdasarkan gambar 11.
Pada anak-anak dan orang dewasa, sefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxone, dikombinasikan dengan vankomisin mungkin adalah terapi
awal terbaik untuk tiga jenis utama meningitida yang didapat masyarakat.
Durasi terapi sebagian besar kasus meningitis bakteri harus diobati untuk
jangka waktu 10 hingga 14 hari kecuali bila terdapat fokus infeksi infeksi
yang terus-menerus (asal otitis atau sinus), di mana kasus-kasus perawatan
yang lebih lama mungkin diperlukan. Antibiotik harus diberikan dalam
dosis penuh secara parenteral (lebih disukai intravena) selama periode
pengobatan.
16
Gambar 11. Terapi Empirik Meningitis Bakterial15
Kortikosteroid dalam studi yang lebih baru terdapat nilai terapi
deksametason pada anak-anak dan orang dewasa dengan meningitis. Pada
anak-anak, meskipun kematian tidak terpengaruh dalam studi utama yang
dilakukan oleh Lebel dan rekannya, demam mereda lebih cepat dan
kejadian tuli sensorineural dan gejala sisa neurologis lainnya berkurang,
terutama pada anak-anak dengan meningitis H. influenzae. Atas dasar ini,
telah direkomendasikan bahwa pengobatan meningitis masa kanak-kanak
termasuk deksametason dalam dosis tinggi (0,15 mg / kg 4 kali sehari
selama 4 hari). 15
Pemberian kortikosteroid pada orang dewasa berasarkan percobaan oleh
deGans dan van de Beck telah menunjukkan penurunan mortalitas dan
meningkatkan hasil keseluruhan jika deksametason 10 mg diberikan tepat
10-20 menit sebelum dosis pertama antibiotik dan kemudian diulangi setiap
6 jam selama 4 hari. Pemberian kortikosteroid menyebabkan kejang dan
koma berkurang, tetapi gejala sisa neurologis, seperti gangguan
pendengaran tidak terpengaruh.
Pelepasan komponen dinding sel bakteri oleh antibiotik bakterisida
menyebabkan produksi sitokin inflamasi IL-1β dan NF-α dalam ruang
subarachnoid. Dexamethasone menghambat sintesis IL-1β dan NF-α pada
level mRNA, menurunkan resistensi outflow dari dan menstabilkan sawar
otak. Alasan atau pemberian deksametason 20 menit sebelum terapi
antibiotik adalah deksametason menghambat produksi NF-α oleh makrofag
17
dan mikroglia hanya jika diberikan sebelum sel-sel ini diaktifkan oleh
endotoksin. Deksametason tidak mengubah produksi NF-α setelah
diinduksi. Selain itu berguna dalam mengurangi peradangan meningeal dan
gejala sisa neurologis seperti kejadian gangguan pendengaran
sensorineural.11,15
Deksametason dapat menurunkan penetrasi vankomisin ke dalam CSF, dan
menunda sterilisasi CSF pada model eksperimental meningitis S.
pneumoniae. Akibatnya, untuk memastikan penetrasi vankomisin yang
andal ke dalam CSF, anak-anak dan orang dewasa diobati dengan
vankomisin dalam dosis 45-60 mg/kg per hari. Sebagai alternatif,
vankomisin dapat diberikan melalui rute intraventrikular.11
Penatalaksanaan darurat peningkatan TIK meliputi peninggian kepala
pasien hingga 30–45°, intubasi dan hiperventilasi (PaCO2 25–30 mmHg),
dan manitol 20%. Manitol diberikan dengan dosis awal 1-1,5 g/kgBB
selama 20 menit, dilanjutkan dosis 0,25-0,5 g/kgBB setiap 4-6 jam atau
dengan menggunakan cairan hypertonic saline NaCl 3% 2 ml/KgBB
selama 30 menit atau Natrium laktat 1.2 ml/kgBB selama 15 menit.
Hemikraniektomi dekompresi, pemasangan EVD atau VP shunt dapat
dilakukan pada kondisi malignant intracranial hypertension.11,14
Pengobatan meningitis tuberkulosis terdiri atas pemberian kombinasi empat
obat — isoniazid (INH), rifampin (RMP), etambutol (EMB), dan / atau
pirazinamid (PZA) selama 2 bulan pertama lalu diikuti oleh 10 bulan
rifampisin dan isoniazid. Regimen alternatif adalah INH, PZA, RMP dosis
tinggi, dan moxifloxacin. Semua obat ini memiliki kapasitas untuk
menembus sawar darah-otak, dengan INH dan PZA berperingkat lebih
tinggi dari yang lain. Individu dari daerah tertentu memiliki tingkat INH
yang tinggi, dan terkadang organisme yang resisten terhadap EMB. Dalam
kasus resistensi multi-obat ini, etionamid (ETA) harus ditambahkan sebagai
obat kelima. Antibiotik harus diberikan untuk jangka waktu yang lama, 9
hingga 12 bulan jika pengobatan lini pertama telah diberikan.10,15
Kortikosteroid sering ditambahkan selama 2 bulan pertama untuk
meningitis TB. Tinjauan sistematis Cochrane tahun 2016 dan meta-analisis
dari semua penelitian relevan yang diterbitkan menyimpulkan bahwa
kortikosteroid meningkatkan kelangsungan hidup pada anak-anak dan
18
orang dewasa yang HIV-1-negatif dengan TBM, tetapi manfaat
kortikosteroid tidak pasti pada individu yang koinfeksi dengan HIV‑1, dan
tidak ditemukan untuk mengurangi kecacatan neurologis jangka panjang
pada kelompok manapun. 10
Bukti anekdot menunjukkan bahwa kortikosteroid mengurangi gejala dan
peradangan pada sekitar 50% pasien dengan TBM. Namun, dalam beberapa
kasus kortikosteroid tidak berpengaruh, dan gejala TBM akan bertahan atau
memburuk. Dalam keadaan ini, agen anti-inflamasi alternatif telah dicoba,
terutama ketika tuberkuloma melibatkan kiasma optik atau ketika
arachnoiditis optokhiasmatik mengancam penglihatan. Beberapa seri kasus
menunjukkan bahwa thalidomide dapat membantu meringankan masalah
ini, terutama ketika kortikosteroid tidak efektif. Penelitian lain telah
melaporkan keberhasilan dengan agen biologis anti-TNF (seperti
infliximab)133 dan pengobatan IFNγ. Infark otak adalah penyebab paling
umum dari kecacatan neurologis jangka panjang karena TBM, dan tidak
dapat dicegah dengan pengobatan kortikosteroid44. Dua percobaan kecil
telah menyarankan bahwa pengobatan dengan aspirin aman bila
ditambahkan ke deksametason, dan mungkin meningkatkan hasil dari TBM
dengan mengurangi kejadian infark otak. 10
Pada pasien dengan infeksi HIV yang hidup bersama yang belum menjalani
terapi antiretroviral, mungkin perlu untuk menunda inisiasi antiretroviral
sampai periode awal pengobatan meningitis tuberkulosis karena risiko
immune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS). 11
Pada meningitis viral pengobatan symptomatik dan termasuk penggunaan
analgesik, antipiretik, dan antiemetik. Status cairan dan elektrolit harus
dipantau.
Indikasi rawat inap pada pasien meningitis virus yaitu perubahan kesadaran
yang signifikan, kejang, atau adanya tanda dan gejala fokal yang
menunjukkan kemungkinan ensefalitis atau keterlibatan parenkim otak; dan
pasien yang memiliki profil CSF atipikal .11
Asiklovir oral atau IV bermanfaat pada pasien dengan meningitis yang
disebabkan oleh HSV-1 atau -2 dan infeksi EBV atau VZV yang parah.
Data mengenai pengobatan meningitis HSV, EBV, dan VZV sangat
terbatas.
19
Pasien yang sakit parah mungkin harus menerima asiklovir intravena (15-
30 mg / kg per hari dalam tiga dosis terbagi), yang dapat ditelan oleh obat
oral seperti asiklovir (800 mg lima kali sehari), amciclovir (500 mg 3 kali
sehari), atau valacyclovir (1000 mg 3 kali sehari) selama 7-14 hari. Pasien
yang sakit ringan dapat diobati dengan obat oral saja.11
2.11 Komplikasi Meningitis
Sebuah metaanalisis pada tahun 2010 dari kohort pasien anak melaporkan
bahwa risiko gejala sisa pasca pemulangan adalah 19,9%. Gejala sisa yang
paling umum adalah gangguan pendengaran, defisit motorik, kejang, dan
gangguan penglihatan.1
Komplikasi lain termasuk peningkatan tekanan intrakranial dari edema
serebral yang disebabkan oleh peningkatan cairan intraseluler di otak,
hydrocephalus, Komplikasi serebrovaskular, dan Defisit neurologis fokal.1
20
ventilasi mekanik, dan (6) keterlambatan dalam memulai pengobatan. Pada
orang dewasa, prognosis atau pemulihan penuh dari meningitis virus sangat
baik. Pasien yang jarang mengeluh sakit kepala yang menetap, gangguan
mental ringan, inkoordinasi, atau astenia menyeluruh atau berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Hasil pada bayi dan neonatus (<1 tahun)
kurang pasti; gangguan intelektual, ketidakmampuan belajar, gangguan
pendengaran, dan gejala sisa abadi lainnya telah dilaporkan dalam beberapa
penelitian.11
21
BAB 3
KESIMPULAN
Meningitis yaitu peradangan pada meninges yang disebabkan oleh proses infeksi
(bakteri, virus, jamur, atau TBC) dan non-infeksius (Obat dan Keganasan). Kejadian
meningitis bakteri di Amerika Serikat yaitu sekitar 1,38 kasus/100.000 populasi
dengan tingkat kematian kasus 14,3%.
Gejala klasik meningitis bakteri yaitu sakit kepala, demam (80-95%), dan leher
kaku dengan fleksi. Biasanya pasien menunjukkan dua dari empat gejala ini, tetapi
trias klasik demam, perubahan status mental, dan kekakuan nuchal terdapat pada
kurang dari 50% pasien. Pemeriksaan fisik pada pasien berupa tanda-tanda vital dan
pemeriksaan meningeal sign seperti kaku kuduk, brudzinski (I-IV), dan kernig. Lalu
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap , Punksi Lumbal, CT/ MRI, Kultur , Pewarnaan Gram, dan PCR; dengan
pungsi lumbal sebagai gold standardnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
13. Nicholas A. Be, Kwang Sik Kim, William R. Bishai, and Sanjay K. Jain. 2015.
Pathogenesis of Central Nervous System Tuberculosis. Aailable on:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4486069/
14. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Panduan praktis klinis
neurologi. 2016.
15. Alan H Ropper et al. 2019. Adams and Victor’s Principle of Neurology. Mc-
Graw Hill Education
23
16. Hillary R. Mount and Sean D. Boyle. 2017. Aseptic And Bacterial Meningitis:
Evaluation, Treatment, And Prevention. Am Fam Physician. Available on:
https://www.aafp.org/afp/2017/0901/p314.html
17. Török ME. Tuberculous meningitis: advances in diagnosis and treatment.
British Medical Bulletin. 2015; 113:117-31.
18. Michael J Aminoff, David A. Greenberg, and Roger P. Simon. Clinical
Neurology 9th Ed.
19. Renee R. Koski and Dean Van Loo. Etiology and Management of Chronic
Meningitis. Available on: https://www.uspharmacist.com/article/etiology-and-
management-of-chronic-meningitis
24