Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PENYAKIT AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN


RADIASI NON MENGION

Oleh :
Nurul Fani Tualle
111 2018 1019

Pembimbing :
Dr. dr. H. Sultan Buraena, Ms, Sp.OK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Nurul Fani Tualle
NIM : 111 2018 1019
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Laporan Kasus : Penyakit Akibat Kerja Yang Disebabkan Radiasi Non
Mengion

Adalah benar telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik berjudul Penyakit


Akibat Kerja Yang Disebabkan Radiasi Non Mengion dan telah disetujui serta telah
dibacakan dihadapan supervisor pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian IKM-IKK Rumah Sakit I bnu Sina Makassar Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2021


Supervisor Pembimbing

Dr. dr. H. Sultan Buraena, Ms, Sp.OK

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu
tugas kepaniteraan klinik pada Bagian IKM-KK Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.

Dalam referat ini penulis melakukan pembahasan mengenai “Penyakit Akibat


Kerja Yang Disebabkan Radiasi Non Mengion”. Kami sangat menyadari bahwa
penulisan referat ini belum mencapai sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
dengan penuh harap beberapa saran dan kritik saudara saudari yang dapat
memperbaiki penulisan selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi


keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.

Makassar, Februari 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................2

KATA PENGANTAR.........................................................................................3

DAFTAR ISI.......................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................6

2.1 Definisi..........................................................................................................6

2.2 Faktor Bahaya di Lingkungan Kerja .............................................................6

2.3 Sekilas Mengenai Radiasi............................................................................10

2.4 Sumber Paparan Radiasi Non-Pengion................................... ....................11

2.5 Pekerjaan yang Berisiko Terpapar Radiasi Non-Pengion............................13

2.6 Efek Radiasi Non-Pengion..........................................................................14

2.7 Diagnosis ....................................................................................................19

2.8 Tatalaksana..................................................................................................23

2.9 Pencegahan..................................................................................................24

BAB III KESIMPULAN................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko kemungkinan terjadinya kecelakaan

dan penyakit akibat kerja.. Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa

faktor yang ada di lingkungan kerja meliputi faktor fisika, faktor bahan kimia, faktor

biologi, faktor ergonomi, dan faktor psikis. Salah satu factor bahan fisika yang dapat

menyebabkan PAK adalah radiasi. Radiasi terbagi atas dua yaitu radiasi pengion dan

non-pengion1

Meningkatnya perkembangan dan penggunaan peralatan yang mengeluarkan

energi radiasi non pengion scpcrti laser, radar, oven microwave, jaringan listrik dan

telepon genggam menimbulkan ktkawatiran masyariikat mengenai kemungkinan cfck

yang mcrugikan tcrhadap kesehatan akibat dari pajanan radiasi tersebut. Radiasi

elektromagnetik non pengion dibandingkan dengan radiasi pengion mempunyai

panjang gelombang yang lebih besar, frekuensi lebih kecil dan energy foton yang

lebih rendah ketika berinteraksi dengan jaringan tubuh. Oleh karena itu pada referat

kali ini akan membahas penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh radiasi non-

pengion.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab

spesifik atau memiliki keterkaitan yang kuat dengan pekerjaan. Pada umumnya terdiri

dari satu sumber penyebab dan terdapat korelasi antara proses penyakit dan bahaya di

tempat kerja.3

2.2 Faktor Bahaya di Lingkungan Kerja

Sumber bahaya di tempat kerja dapat berasal dari bahan/material, alat/mesin,

proses, lingkungan kerja, metode kerja, cara kerja, maupun produk. Target yang

mungkin terpapar/terpengaruh sumber bahaya adalah pekerja, peralatan/fasilitas,

proses, produk, lingkungan, dan lain lain. Faktor bahaya di lingkungan kerja yang

harus diidentifikasi meliputi: bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologik, bahaya

ergonomik, bahaya fisiologik (pembebanan kerja fisik), dan bahaya psiko-sosial.3

2.2.1 Bahaya Fisik

Bahaya fisik dapat berupa kebisingan, radiasi pengion dan/atau non-pengion,

temperatur ekstrim, gelombang elektromagnetik, arus listrik, bahaya mekanik dan

lain-lain. 3

6
2.2.2 Bahaya Kimia

Bahaya kimia dapat berupa bahan yang:3

1. Mudah meledak

Bahan kimia yang bersifat mudah meledak akibat suhu, tekanan dan reaksi

dengan bahan lain.

2. Mudah terbakar

Bahan kimia yang dapat menjadi panas atau meningkat suhunya dan terbakar

karena kontak dengan udara pada temperatur ambien dan sumber nyala api,

dan lain-lain.

3. Korosif

Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan

tempat terjadi kontak (kulit, mata dan sistem pencernaan).

4. Iritatif

Bahan kimia yang menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat

kontak. Iritasi pada kulit bisa menyebabkan reaksi (eksim atau dermatitis),

7
sedangkan pada alat-alat pernapasan yang dapat menyebabkan sesak napas,

peradangan dan oedema (bengkak).

5. Alergen

Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi

misalnya pada kulit atau organ pernapasan.

6. Karsinogen

a. Karsinogen pada manusia merupakan bahan kimia yang secara

jelas telah terbukti menyebabkan kanker pada manusia:

benzene (leukaemia); vinylchloride (liver angiosarcoma); 2-

naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih); asbestos

(kanker paru-paru, mesothelioma);

b. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia

yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada

hewan: formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,

beryllium.

7. Racun

Racun merupakan bahan yang menyebabkan kerusakan pada organ atau

sistem tubuh:

a. Otak: pelarut, timbal, merkuri, mangan.

b. Sistem syaraf peripheral : n-hexane, timbal, arsenik, carbon

disulphide.

8
c. Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers.

d.  Ginjal : cadmium, timbal, mercury, chlorinated hydrocarbons.

e. Paru-paru: silica, asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).

f. Organ reproduksi, seksual dan hereditas: manganese,

carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene

glycol, mercury. organic mercury, carbonmonoxide, lead,

thalidomid.

g.  dan lain-lain.

2.2.3 Bahaya Biologik

Bahaya yang ditimbulkan oleh mikro organisme dan organisme, seperti: virus,

bakteri, jamur, racun binatang dll.3

2.2.4 Bahaya ergonomic

Bahaya yang ditimbulkan akibat interaksi pekerja dengan, mesin/alat, tugas kerja/task

dan daerah kerja, maka kemungkinan penyakit akibat kerja yang terjadi antara lain

ketidaknyamanan, kelelahan, CTD (Carpanal Tunnel Disorder), MSDs (Musculus

Sceletal Disorders) dan Low back Pain, dan lain-lain.3

2.2.5 Bahaya fisiologik (pembebanan kerja fisik)

9
Bahaya yang ditimbulkan akibat pembebanan kerja, sehingga fungsi anggota tubuh

pekerja terganggu. seperti: cara mengangkat yang tidak benar yang mengakibatkan

anggota tubuh tidak simetris, dll.3

2.2.6 Bahaya psikososial

Bahaya yang ditimbulkan akibat interaksi sosial antar sesama pegawai dan sistem

manajemen, sehingga menimbulkan gangguan perilaku dan kejiwaan seperti: stres,

cemas, gelisah, gangguan emosional, psikosomatis, dan lain-lain.3

2.3 Sekilas Mengenai Radiasi

Radiasi adalah pancaran energy melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk

panas, pastikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi.

Ada beberapa sumber radiasi yang dikenal di sekitar lingkungan hidup, contohnya

adalah televise, lampu penerangan, alat pemanas makanan, computer, dan

sebagainya. Radiasi terbagi atas dua, yaitu radiasi pengion dan non-pengion. Radiasi

pengion adalah jenis radiasi yang dapat mengionisasi atom-atom atau materi yang

dilaluinya. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa, partikel beta, sinar

gamma, sinar-X dan partikel neutron. Sedangkan radiasi non-pengion adalah jenis

radiasi yang tdiak menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi.

Radiasi non pengion tersebut berada dilingkungan makhluk hidup. Yang termasuk

10
dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (melalui radio

dan televisi), gelombang mikro (yang digunakan dalam transmisi seluler handphone),

siniar inframerah (yang memberikan energy dalam bentuk panas), dan cahaya tampak

(cahaya matahari).4

11
Gambar 1. Jenis radiasi pengion dan non-pengion

2.4 Sumber Paparan Radiasi Non-Pengion

Radiasi non-pengion berasal dari berbagai sumber, termasuk sumber alami

(seperti sinar matahari, petir, dll) dan buatan manusia yang terlihat dalam komunikasi

nirkabel, aplikasi industri, ilmiah, bahkan medis. Spekrum radiasi non pengion (non-

ionizing radiation) dibagi menjadi dua garis besar yaitu radiasi optic dan gelombang

elektromagnetik.5

a. Radiasi Optik

Radiasi optik berpusat di sekitar cahaya tampak. Radiasi optic terbagi atas 2 yaitu

radiasi UV (ultra violet) yang memiliki energy tinggi dan radiasi IR (infra merah)

yang memiliki energy rendah. Sumber radiasi UV adalah matahari, las busur, las oxy-

gas, lampu matahari, laser (UV), lampu sterilisasi (germicidal), lampu pelepasan gas

bertekanan rendah, lampu pelepasan tekanan tinggi. Sedangkan radiasi IR berasal dari

proses panas seperti pembuatan baja, pembuatan kaca, dan pengelasan. Aplikasi

medis termasuk UV dan fototerapi neonatal, laser bedah dan terapi, lampu panas

fisioterapi

b. Gelombang elektromagnetik

Gelombang mikro digunakan dalam telekomunikasi, tautan radar / satelit, telepon

seluler, oven microwave, pemancar TV. Aplikasi medis meliputi: gelombang mikro,

diatermi terapeutik dan bedah, dan pencitraan resonansi magnetik (MRI).

12
Radiofrequency (RF) dan Electric & Magnetic Fields (EMF) juga termasuk dalam

gelombang elektromagnetik. RF digunakan dalam komunikasi radio, unit tampilan

visual, dan pesawat televisi. Sedangkan EMF digunakan dalam mesin listrik,

peralatan rumah tangga (seperti micromave), kabel listrik, serta saluran dan saluran

dan transformator transmisi listrik tegangan tinggi.

2.5 Pekerjaan yang berisiko terpapar radiasi non-pengion

Beberapa pekerjaan membuat pekerja terpapar radiasi non-ionisasi lebih

banyak daripada yang lain. Pekerjaan yang memiliki eksposur lebih tinggi meliputi:5

- Pekerja yang bertugas sebagai pemeliharaan menara radio, seluler, atau televisi

- Pekerja yang bertugas sebagai petugas perawatan gedung

- Pekerja yang bertugas sebagai inspeksi bangunan

- Pekerja yang bertugas di pengelasan, pembuatan kaca

- Pekerja induksi

- Pekerja kereta api

- Tukang las busur

- Pekerja kantor

13
- Pekerja listrik

- Pekerja luar ruangan

2.6 Efek Radiasi Non-Pengion

2.6.1 Efek Radiasi Optik Pada Kulit

Penyerapan sinar UV-B/C pada kulit dibatasi oleh lapisan basal pada

epidermis, sedangkan UV-A dapat menembus lebih dalam. UV-C diserap stratum

korneum dan lapisan atas stratum Malpighi. UV-C hanya memberikan efek tidak

langsung pada lapisan hidup epidermis (melanosit dan keratinosit), mampu

menginduksi produksi sitkoin yang bertanggung jawab terhadap timbulnya eritema

dan mampu merubah fungsi imunitas sel Langerhans yang kemungkinan terlibat

dalam pembentukan kanker kulit.2

Selain itu, efek pada kulit juga berupa reaksi sunburn sebagai efek paling

umum yang terjadi akibat pajanan sinar matahari. Eritema atau memerahnya kulit

adalah aspek visual dari respon sunburn. Sunburn yang parah biasanya diikuti dengan

peningkatan ketebalan epidermis dan deskuamasi sel epidermis yang mati. Sunburn

yang sangat parah diikuti dengan blister pada 48 jam kemudian.2

14
Pigmentasi kulit merupakan proses adaptif sebagai konsekuensi langsung

akibat pajanan radiasi UV. Peningkatan pigmentasi terjadi karena terstimulasinya

melanogenesis secara langsung. Efek imunitas juga berpengaruhi akibat paparan sinar

UV karena dapat memodifikasi protein dan molekul organic dalam epidermis menjadi

molekul terubah yang dikenali sebagai molekul asing oleh sistem imun sehingga

memacu respon imunitas pada kulit, seperti alergi matahari atau fotodermatitis.2

2.6.2 Efek Radiasi Optik pada Mata

Pada mata, energy radiasi pada panjang gelombang < 280 nm (UV-C) dapat

diserap seluruhnya oleh kornea. Energi radiasi UV-B (280-315 nm) sebagian besar

diserap kornea dan dapat pula mencapai lensa. Sedangkan energy UV-A (315-400

nm) secara kuat diserap lensa dan hanya sebagian kecil energy saja (<1%) yang

dapat mencapai retina. Efek fototoksik akut radiasi UV pada mata adalah

keratokonjungtivitis. Ini merupakan keruskan akibat reaksi fotokimia pada koena dan

konjungtiva yang timbul beberapa jam setelah pajanan 200-400 nm dan umumnya

berlangsung hanya 24-48 jam. Gejala yang ditimbulkan adalah eritema pada mata

yang disertai rasa sakit dan pada beberapa kasus terjadi blepharospasm. Sedangkan

pajanan kronik radiasi UV pada mata dapat menimbulkan pterygium atau penebalan

konjungtiva dan kataraktogenesis atau proses pembentukan katarak. Pterygium adalah

15
patalogis pada kornea yang berhubungan dengan mata yang umum dijumpai pada

lingkungan yang kaya akan pajanan radiasi UV.2

Peneterasi radiasi cahaya tampak dan IR-A (400-1400 nm) dapat mencapai

retina dan menimbulkan fotoretinitis, peradangan pada retina. Diketahui bahwa

fotoretinitis yang biasanya disertai dengan scotoma (blind spot), terjadi akibat

menatap sumber cahaya yang sangat tajam dan terang seperti matahari dalam waktu

yang sangat singkat ataupun cahaya terang dari laser untuk waktu yang lebih lama.

Pajanan IR-A juga memberikan kontribusi dalam pembentukan katarak pada lensa

akibat panas.2

Radiasi IR-B (1,4-3 um) dapat menembus lebih jauh dan diserap lensa dan

memberikan kontribusi pembentukan katarak dan juga menimbulkan luka bakar pada

kornea dan konjungtiva. Sedangkan radiasi IR-C (3 um – 1 m) diserap kornea yang

dapat menyebabkan terjadinya fotokeratitis atau yang lebih parah lagi luka bakar pada

korna dan juga konjungtiva. Dengan demikian, radiasi laser yang menggunakan

radiasi cahaya tampak dan juga infra merah dapat menyebabkan kerusakan pada

kornea, lensa atau retina, tergantung panjang gelombang cahya dan karakterisitk

penyerapan energy dari struktur mata.2

2.6.3 Efek Radiasi Gelombang Mikro

Efek kesehatan yang terjadi pada umumnya sebagai akibat dari panas yang

timbul pada saat terjadi interaksi antara energy gelombang mikro dengan materi

16
biologic. Efek biologic yang terjadi karena pemanasan disebut efek thermal dan yang

terjadi bukan karena proses pemanasan disebut efek non-thermal. Efek yang

berbahaya akibat pajanan gelombang mikro adalah efek thermal atau hipertermia

yang terutama merusak mata dan testis. Kedua jaringan relative sangat sensitive

terhadap kenaikan suhu jaringan.2

Lensa mata tidak berpembuluh darah dan terselubung dalam kapsul, sehingga

mudah terbakar akibat penambahan/penimbunan panas yang mengakibatkan

peningkatan suhu dari pajanan radiasi dengan intensitas yang tinggi. Selain itu

melalui efek thermal dan mungkin melalui efek non thermal juga gelombang ini dapat

menginisiasi serangkaian perubahan pada permukaan posterior kapsul lensa yang

mengarah pada pembentukan katarak. Kataraktogenesis ini sama halnya dengan

akibat radiasi pengion. Kondisi pajanan, waktu dan intensitas yang menyebabkan

suhu pada jaringan mata mencapai 45 C bersifat kataraktogenik.2

Fungsi testis sangat bergantung pada suhu. Secara normal, suhu testi 2C

lebih rendah dari suhu tubuh 37C. Peningkatan suhu testis walaupun hanya sampai

37C sudah dapat menganggu spermatogenesis. Dengan demikian pajanan radiasi

gelombang mikro juga berisiko menganggu spermatogenesis melalui mekanisme efek

thermal.2

Efek non thermal yang ditemukan pada para pekerja yang secara kronik

terpajan microwave adalah berupa peningkatan kelelahan, sakit kepala periodic dan

17
konstan, iritasi parah, ketiduran selama bekerja, dan penurunan sensitivitas olfactory.

Gejala klinik yang timbul antara lain bradikardi, hipotensi, hipertiroid, dan

peningkatan tingkat histamine darah. Pada kelompok pekerja yang berada di medan

gelombang mikro dijumpai pula efek subyektif seperti sakit kepala, lelah, pusing,

tidur yang tidak nyenyak, perasaan takut, tegang, depresi mental, daya ingat kurang

baik, nyeri pada otot, dan susah bernafas.2

2.6.4 Efek Radiasi Gelombang Radiofrekuensi

Studi pada pekerja industry yang terpajan radiasi radiofrekuensi

elektromagnetik menunjukkan tidak adanya peningkatan risiko kanker. Gelombang

RF tidak memiliki cukup energi untuk merusak DNA secara langsung. Karena itu,

tidak jelas bagaimana radiasi RF dapat menyebabkan kanker. Beberapa penelitian

telah menemukan kemungkinan peningkatan tingkat jenis tumor tertentu pada hewan

laboratorium yang terpapar radiasi RF, tetapi secara keseluruhan, hasil dari jenis

penelitian tersebut sejauh ini belum memberikan jawaban yang jelas.2,6

Studi terhadap orang-orang yang mungkin telah terpapar radiasi RF di tempat

kerja mereka (seperti orang yang bekerja di sekitar atau dengan peralatan radar,

mereka yang melayani antena komunikasi, dan operator radio) tidak menemukan

peningkatan risiko kanker yang jelas.6

18
Gambar 2. Efek radiasi non-pengion terhadap kesehatan

2.7 Diagnosis

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu

dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan

dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7

langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:7

a. Menentukan diagnosis klinis

19
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan

memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan

untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat

dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau

tidak.

b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah

esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini

perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti,

yang mencakup:

- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh

penderita secara kronologis

- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Jumlah pajanannya

- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

- Pola waktu terjadinya gejala

- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala

serupa)

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan

(MSDS, label, dan sebagainya)

20
c. Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung

pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika

dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal

tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja.

d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat

mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi

pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja

menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan

kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat

mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya pajanan

serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai

riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih

rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.

f. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit?

Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk

menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

g. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

21
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah

disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu

penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada

sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit

apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak

akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan

memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama tanpa

tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat

timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan

diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya

berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan

lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan), dan data epidemiologis.

Untuk menegakkan diagnosis seorang pekerja mengalami penyakit akibat

kerja yang disebabkan radiasi non pengion, maka perlu dilakukan anamnesis terhadap

jenis pekerjaan yang berisiko terpapar radiasi non-pengion, lama paparan, dan efek

yang ditimbulkan pada kesehatan. Kemudian pemeriksaan fisik pada area yang sering

terpapar misalnya kulit ataupun mata. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan

apabila dibutuhkan.1

22
2.8 Tatalaksana

Tatalaksana penyakit akibat kerja dimulai dari tatalaksana medis. Tatalaksana

medis dilakukan setelah diagnosis klinis pada langkah pertama diagnosis penyakit

akibat kerja ditegakkan. Terapi yang diberikan berupa medikamentosa/dan atau non-

medikamentosa seperti edukasi, exercise, fisioterapi, konseling, dan nutrisi.7 Pada

kasus PAK akibat radiasi non-pengion, tatalaksana medis yang dapat diberikan

tergantung pada kondisi klinis yang ditampilkan pasien. Apabila pasien mengalami

efek kesehatan pada kulit akibat paparan UV, tatalaksana awal yang dapat dilakukan

yaitu, mendinginkan kulit. Mandi dingin atau air suhu ruangan selama 10-20 menit

akan meringankan rasa sakit dan air aka menghentikan kulit iritasi. Penatalaksanaan

selanjutnya adalah aplikasi obat topical untuk mencegah iritasi kulit semakin parah

seperti penggunaan aloe vera, krim kortison untuk mengurangi peradangan, dan

menjaga keseimbangan cairan kulit dengan minum banyak air serta menggunakan

tabir surya.8 Selanjutnya efek yang ditimbulkan pada mata dapat berupa pterigium.

Pterigium dapat diatasi dengan pemberian artificial tears dan operasi pengangkatan

pterigium.9 Begitu pula pada efek radiasi non-pengion yang menyebabkan katarak.

Hal ini dapat diatasi dengan tindakan definitive yaitu pembedahan.10

2.9 Pencegahan

23
Pencegahan pada efek dari radiasi non-pengion dapat dilakukan dengan

mengurangi pajanan. Cara terbaik untuk mengurangi risiko paparan radiasi non-

ionisasi adalah dengan mengurangi atau menghilangkan sumber paparan. Jika tidak

memungkinkan, lakukan risiko kontrol dalam rencana pengendalian eksposur. Risiko

kontrol dapat dilakukan dengan cara:5

1. Engineering Control, dengan melakukan modifikasi fisik pada fasilitas,

peralatan, dan proses yang dapat mengurangi paparan.

2. Administrative Control, dengan mengubah praktik kerja dan kebijakan kerja,

dan menggunakan alat pengaman, dan pelatihan, dapat membatasi risiko

paparan radiasi non-pengion

3. Personal Protective Equipment (alat pelindung diri), dengan memastikan

pakaian pelindung telah sesuai, telah diverifikasi, dan memiliki tabir surya.

Saat paparan dihindarkan, maka risiko terkena efek radiasi non-pengion akan

ikut berkurang. Jika paparan tidak bisa dihindari maka dapat dilakukan cara dengan

menggunakan alat pelindung diri. Untuk pekerja yang berisiko terpajan sinar UV, ada

baiknya untuk menggunakan kacamata pengaman atau goggle, pakaian lengan

panjang untuk melindung lengan, tangan dan leher, serta sarung tangan.5

Untuk memperkecil efek yang timbul akibat pajanan radiasi matahari dapat

digunakan sunscreens dengan SPF sekitar 20-40, baju dengan tenunan rapat lebih

bersifat protektif, kacamata dan topi yang lebar untuk melindungi wajah dan leher.

24
Sedangkan pencegahan terjadinya efek kesehatan akibat pajanan radiasi non-pengion

buatan manusia salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan informasi secara

jelas dan sederhana terutama kepada operator, selain pasien dan juga masyrakat

mengenai konsekuensi yang mungkin timbul bila tidak memperhatikan prosedur

keselamatan kerja dan proteksi serta batas pajanan terhadap radiasi non pengion yang

telah ditetapkan oleh ICNIRP (International Commission on Non-Ioniziing Radiation

Protection).2

BAB III

KESIMPULAN

25
Radiasi adalah pancaran energy melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk

panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi.

Radiasi terbagi atas radiasi pengion dan non pengion. . Yang termasuk dalam jenis

radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (melalui radio dan televisi),

gelombang mikro (yang digunakan dalam transmisi seluler handphone), sinar

inframerah (yang memberikan energy dalam bentuk panas), dan cahaya tampak

(cahaya matahari). Penyakit Akibat Kerja yang disebabkan oleh radiasi non pengion

dapat menyebabkan beberapa efek pada kondisi kesehatan seperti efek pada kulit,

mata, bahkan dapat menyebabkan kanker. Perlu dilakukan penilaian risiko kontrol

terhadap pajanan agar menghindarkan seorang pekerja dari bahaya radiasi non-

pengion.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. Yudistira, Sianipar. Bahaya Fisik-Radiasi Bagi Tenaga Medis dan Upaya

Pencegahannya. OSF Preprints. 2020.

2. Alatas,Zubaidah, et al. Efek Kesehatan Radiasi Non Pengion Pada Manusia.

Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan. 2001. [Disitasi

tanggal 15 Februari 2021]. Tersedia di

https://inis.iaea.org/collection/NCLCollectionStore/_Public/39/057/39057175.

pdf

3. Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Indonesia. Pedoman Penilaian

Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2012. [Disitasi tanggal 15 Februari 2021].

Tersedia di https://jdihn.go.id/files/145/9620870992012-01-020.pdf

4. Sutapa, Gusti, et al. Mendalami Respon Adaptasi Sel Terhadap Paparan

Radiasi Pengion. Buletin Alara Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi

Radiasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2013;15(1).

5. Kwan-Hoong, et al. Non-ionizing Radiations- Sources, Biological Effects,

Emissions, and Exposures. 2003. [Disitasi 16 Februari 2021]. Tersedia di

https://www.who.int/peh-emf/meetings/archive/en/keynote3ng.pdf

6. American Cancer Society. Radiofrequency (RF) Radiation. 2020. [Disitasi 16

Februari 2021]. Tersedia di

https://www.cancer.org/content/dam/CRC/PDF/Public/8060.00.pdf

7. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia. Penyelengraan

Pelayanan Penyakit Akibat Kerja. 2016.

27
8. Roy, Rena, et al. Tatalaksana dan Pencegahan Komplikasi Sunburn pada

Orang-orang dengan Risiko Pajanan Matahari Lama.

9. M Marcella. Manajemen Pterigium. 2019. [Disitasi 16 Februari 2021].

Tersedia di http://www.cdkjournal.com/

10. P Astari. Katarak- Cermin Dunia Kedokteran. 2018. [Disitasi 16 Februari

2021]. Tersedia di http://www.cdkjournal.com/

28

Anda mungkin juga menyukai