Anda di halaman 1dari 7

Tanatologi

● Definisi : Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan- perubahan setelah


kematian.
● Perubahan pasca kematian
1. Lebam mayat
a. Lebam mayat disebut juga livor mortis atau postmortem
lividity, adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah pada bagian-bagian
tubuh yang terletak paling bawah namun bukan daerah yang tertekan akibat berhentinya
pompa jantung dan pengaruh gaya gravitasi.
b. Timbul antara 15 menit sampai 1 jam setelah kematian. Pada awalnya lebam mayat
pada penekanan akan menghilang. Seiring dengan bertambahnya waktu maka lebam
mayat berangsur-angsur semakin jelas dan merata. Dengan munculnya kaku mayat
termasuk pada tunika muskularis pembuluh darah maka lebam mayat akan menetap
walaupun pada bagian tersebut ditekan. Lebam mayat akan menetap sekitar 12 jam
setelah kematian.
c. Periksa bagian terbawah dari jenazah. Tampak sebagai bercak besar pada kulit
berwarna merah keunguan yang kemudian melebar dan merata pada bagian tubuh yang
rendah.
d. Tekan pada bagian yang terdapat bercak merah keunguan, saat dilepas tekanan
memucat atau tidak.
e. Foto untuk dokumentasi pemeriksaan.
f. Catat distribusi lebam mayat, warna, hilang atau tidak
pada penekanan.
2. Kaku mayat
a. Kaku mayat disebut juga rigor mortis atau postmortem
rigidity, adalah suatu keadaan dimana terjadi pemecahan ATP menjadi ADP dan
penumpukan asam laktat yang tidak bisa diresintesis kembali menjadi ATP karena tidak
adanya oksigen yang masuk ke tubuh. Hal ini mengakibatkan serat otot memendek dan
kaku. Kaku mayat muncul sekitar 2 jam setelah kematian dan setelah 12 jam menjadi
sempurna pada seluruh tubuh dan sukar dilawan.
b. Lakukan saat melepas pakaian (jika berpakaian)
c. Raba kekakuan otot mulai dari otot-otot kecil hingga
otot-otot besar.
d. Gerakkan persendian rahang, leher, anggota gerak atas
dan bawah sambil merasakan tahanan pada otot-otot di
sekitarnya.
e. Catat distribusi kaku mayat dan intensitas kekakuan.
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat
terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus- menerus.
Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara
3. Perubahan pada mata
a. Selain refleks mata menghilang, setelah kematian
akan terjadi kekeruhan kornea (selaput bening mata), segmentasi arteri sentralis retina,
dan penurunkan tekanan bola mata.
b. Kekeruhan kornea yang menetap terjadi sekitar 6 jam setelah kematian pada mata
yang terbuka dan sekitar 24 jam setelah kematian pada mata yang tertutup.
c. Kekeruhan selaput bening mata ditandai dengan warna putih keruh sehingga
pemeriksa tidak dapat memeriksa tirai mata dan teleng mata secara jelas.
d. Bila kornea keruh, mata ditetesi air bersih, tunggu beberapa saat, kemudian evaluasi
apakah menjadi jernih kembali atau tetap keruh.
e. Foto dan catat.
4. Pembusukan
a. Pembusukan terjadi karena proses autolisis dan aktifitas
mikroorganisme. Tanda pembusukan yang mulai terjadi 24-36 jam setelah kematian
adalah warna kehijauan pada kulit yang diawali dari perut samping kanan bagian bawah.
Selanjutnya, 36-48 jam setelah kematian, akan tampak pelebaran pembuluh darah di
bawah kulit berwarna hitam kehijauan (marbling sign). Kemudian,48-72 jam setelah
kematian, akan terjadi pembengkakan pada tubuh (bloating) yang memiliki jaringan ikat
longgar seperti kantung zakar, wajah membengkak, kedua bola mata menonjol, lidah
terjulur, mulut mencucu, serta perut menegang yang mengakibatkan keluarnya cairan
merah kehitaman dari hidung dan mulut yang disebut purging. Gelembung-gelembung
pembusukan yang disertai pengelupasan kulit dan menyebabkan rambut mudah dicabut
akan terjadi 72-96 jam setelah kematian. Beberapa minggu kemudian akan terjadi
skeletonisasi.
b. Foto dan catat distribusi dan kondisi pembusukan yang terjadi.
5. Adipocere (lilin mayat)
Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami
hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh
karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium welchii,
yang berpengaruh terhadap jaringan lemak.
Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya adipocere ini, tubuh korban akan
mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali, sampai
ratusan tahun (Idries, 1997).
6. Mummifikasi
Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan dengan cepat sehingga dapdapat menghentikan proses pembusukan.
Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering

● Kriteria
5. KRITERIA DIAGNOSTIK KEMATIAN
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando/perintah, taktil,
dan sebagainya).
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflex pupil
4. Tidak ada reflex kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf cranial terhadap rangsangan.
6. Tidak ada reflex menelan atau batuk ketika tuba endotrakeal didorong kedalam.
7. Tidak ada reflex vestibulookularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke
dalam lubang telinga.
8. Tidak ada nafas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui nilai ambang rangsangan nafas (50 torr). Idries AM.
Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997;

● Perkiraan waktu kematian


Visum et repertum
Definisi Visum Et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis
resmi dari penyidik yang berwenang mengenai fakta temuan hasil pemeriksaan medik dan
pendapat terhadap manusia, baik korban hidup atau korban mati ataupun bagian atau diduga
bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.

1.Jenis Visum Et Repertum


Jenis Visum et Repertum dapat dibagi berdasarkan korbannya adalah sebagai berikut :
a. Visum Et Repertum Korban Mati
b. Visum et Tepertum Korban Hidup, yang terdiri atas :
1) Visum et Repertum Kejahatan susila ;
2) Visum et Repertum Penganiyaan / Perlukaan ;
3) Visum et Repertum Psikiatri
Sedangkan berdasarkan waktunya,maka Visum et Repertum dapat dibagi
menjadi 1. Visum et Repertum Sementara dan 2. Visum et Repertum Definitif.
Jenis Visum et Repertum
VER merupakan hasil pemeriksaan ahli dalam
ini dokter yang dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk kepentingan peradilan. Hamdani (1992)
melaporkan bahwa adapun jenis-jenisnya sebagai berikut:
a)
VER untuk orang hidup yang terdiri dari:
1) VER biasa. VER ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak
memerlukan perawatan lebih lanjut.
2) VER sementara. VER sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih
lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila
sembuh dibuatkan VER lanjutan.
3) VER lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena
sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain,
atau meninggal dunia.
VER untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan VER ini, dalam hal korban mati maka
penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan
bedah mayat (outopsi).
VER Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan
pemeriksaan di TKP.
VER penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian
jenazah. VER psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
VER barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada
hubungannya dengan tindah pidana.
● Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum Korban Mati
Korban mati yang dimintakan Visum et Repertum adalah korban yang diduga akibat kematian
tidak wajar. Adapun kematian tidak wajar merupakan dugaan kematian akibat pembunuhan,
bunuh diri, keracunan, kecelakaan lalu lintas dan kematian di tempat yang tidak wajar.
Setiap kematian tidak wajar seharusnya dilakukan permintaan pemeriksaan mayat sehingga
mendapatkan kejelasan mengenai identitas mayat, penyebab kematian, mekanisme kematian,
perkiraan waktu kematian dan pendapat tentang cara kematianya.
● Adapun tata cara permintaan Visum et Repertum adalah sebagai berikut :
a. Dasar Hukum
Prosedur permintaan Visum et Repertum mayat (korban mati) telah diatur dalam Pasal 133 dan
134 KUHAP. Dengan merujuk kedua pasal dalam KUHAP tersebut dapat diartikan bahwa
Permintaan Visum et Repertum mayat berupa bedah jenazah, maka hukumnya ”mutlak” atau
tidak dapat ditolak.
Apabila diperlukan pemeriksaan bedah mayat dan keluarga keberatan, maka penyidik wajib
menjelaskan kepada keluarga korban hingga keluarga korban dapat memahami tujuan dan
kepentingan pemeriksaan. Penyidik juga masih dapat menerapkan Pasal 222 KUHP yang akan
memberikan sangsi pidana apabila keluarga menghalang- halangi guna pemeriksaan jenazah
untuk keadilan ;
b. Beritahu Keluarga Korban Bukan Meminta Persetujuan
Berdasarkan Pasal 134 KUHAP maka seorang penyidik hanya mempunyai kewajiban
menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan diadakannya pemeriksaan bedah
mayat tersebut. Dapat disimpulkan disini sekali lagi bahwa apabila penyidik sudah meminta
untuk dilakukan pemeriksaan bedah mayat maka bersifat ”mutlak” atau obligatory dan tidak
dapat ditolak.
Keluarga korban hanya diberitahu mengenai maksud dan tujuan bedah mayat sehingga tidak
meminta persetujuan dari keluarga korban ;
c. Buat Surat Permintaan Visum
1) surat Permintaan Visum (SPV) ini ditujukan kepada RS Bhayangkara di daerah setempat
atau RSUD atau RS Swasta jika tidak ada ;
2) SPV dituliskan dengan jelas jenis pemeriksaannya, apakah pemeriksaan mayat atau bedah
mayat. Pemeriksaan mayat saja tidak dapat menentukan penyebab kematiannya, sehingga
seharusnya perihal isi surat adalah permintaan pemeriksaan bedah mayat ;
3) SPV dituliskan jelas identitas mayat, atau jika belum diketahui identitasnya maka dapat ditulis
”Mr.X” atau Mrs. X” ;
4) SPV dituliskan pula keterangan singkat mengenai kejadian, waktu ditemukan, keterangan di
TKP, cara kematian sementara dan lain- lain. Namun apabila masih dalam penyidikan maka
lebih baik kolom keterangan singkat mengenai kejadian ini dikosongkan saja ;
5) SPV dicap dengan cap dinas dan pejabat yang menandatangani Visum et Repertum adalah
penyidik seperti diatur telah dalam undang-undang (Pasal 2 dan 3 PP No. 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan KUHAP).

d. Kirim Mayat ke Rumah Sakit


1) pengiriman mayat ini harus sesegara mungkin, oleh karena semakin lama maka proses
pembusukan juga berlangsung dan hasil pemeriksaan menjadi kurang optimal ;
2) pengirim mayat harus diantar oleh penyidik sendiri. Jangan lupa menyertakan label mayat
yang diikatkan pada ibu jari kaki kiri atau jika tidak ada maka pada bagian dari tubuh ;
3) mengikuti pemeriksaan mayat oleh dokter. Dengan penyidik ikut dalam mengantar mayat dan
turut serta selama dalam pemeriksaan akan memberikan keuntungan kepada penyidik oleh
karena penyidik dapat memberi keterangan terkait kasusnya dan mendapatkan informasi yang
terkini dari dokter pemeriksa. Hal tersebut juga sudah tertuang di dalam Instruksi Kapolri No.
20/E/INS/IX/75.

e. Pemeriksaan oleh Dokter

f.Pemeriksaan bedah jenazah oleh dokter membutuhkan waktu kurang lebih 1 – 3 jam
tergantung kesulitan kasusnya. Seorang dokter forensik akan melakukan pemeriksaan lebih
teliti dan relatif lebih cepat oleh karena lebih banyak memiliki pengalaman. Hasil dari
pemeriksaan dari seorang Dokter Forensik juga mempunyai nilai yang ”lebih” jika dibandingkan
dengan dokter lainnya, hal ini terkait dengan pendidikan, pengalaman dan kompetensinya.
Selama dalam pemeriksaan seorang dokter akan menemukan petunjuk-petunjuk berkaitan
dengan pemeriksaannya. Apabila perlu ia akan melakukan pemeriksaan penunjang dan atau
mengambil beberapa sampel dari mayat untuk pemeriksaan lebih lanjut, untuk itu kehadiran
dari penyidik memang diperlukan agar informasi terkini dapat diterima dan dapat segera
ditindaklanjuti.
Hasil Pemeriksaan Dokter
Hasil dari pemeriksaan dokter dapat seketika itu pula dikeluarkan setelah pemeriksaan selesai
dalam bentuk Visum et Repertum Sementara. Namun umum

3. Bentuk Umum Visum Et Repertum


Agar didapat keseragaman mengenai bentuk pokok visum et repertum, maka ditetapkan
ketentuan mengenai susunan visum et repertum sebagai berikut:7
1) Padasudutkiriatasdituliskan“PROYUSTISIA”,artinyabahwaisivisum et repertum hanya untuk
kepentingan peradilan;
2) Di tengah atas dituliskan Jenis visum et repertum serta nomor visum et repertum tersebut;
3) Bagian Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang berisikan :
a. Identitas peminta visum et repertum;
b. Identitas surat permintaan visum et repertum;
c. Saat penerimaan surat permintaan visum et repertum;
d. Identitas dokter pembuat visum et repertum;
e. Identitas korban/barang bukti yang dimintakan visum et repertum;
f. Keterangan kejadian di dalam surat permintaan visum et repertum.
4) Bagian Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan dokter terhadap apa yang dilihat dan
ditemukan pada barang bukti;
5) Bagian Kesimpulan, merupakan kesimpulan dokter atas analisa yang dilakukan terhadap
hasil pemeriksaan barang bukti;
6) Bagian Penutup, merupakan pernyataan dari dokter bahwavisum et repertum ini dibuat atas
sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan;
7) Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda Tangan serta Cap dinas dokter
pemeriksa.
Dari bagian visum et repertum sebagaimana tersebut diatas, keterangan
yang merupakan pengganti barang bukti yaitu pada Bagian Pemberitaan. Sedangkan pada
Bagian Kesimpulan dapat dikatakan merupakan pendapat subyektif dari dokter pemeriksa

Fungsi
Menurut H.M. Soedjatmiko, sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan
seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu perkara pidana, maka visum
et repertum mempunyai peran sebagai berikut:9
a. Sebagai alat bukti yang sah
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1) jo pasal 187 huruf c.
b. Bukti penahanan Tersangka
Didalam suatu perkara yang mengaharuskan penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku
tindak pidana, maka penyidik harus mempunyai bukti- bukti yang cukup untuk melakukan
tindakan tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka
terhadap korban. Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter dapat dipakai oleh penyidik
sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka.
c. Sebagai bahan pertimbangan hakim
Meskipun bagian kesimpulan Visum Et Repertum tidak mengikat hakim, namun apa yang
diuraikan di dalam bagian pemberitaan sebuah Visum Et Repertum adalah merupakan bukti
materiil dari sebuah akibat tindak pidana, disamping itu bagian pemberitaan ini adalah dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah dilihat dan ditemukan oleh dokter

Anda mungkin juga menyukai