Anda di halaman 1dari 47

DAFTAR ISI

Skenario…………………………………………………………………………….... 2
Kata sulit.......……………………………………………………………………….... 3
Pertanyaan...………………………………………………………………………...... 3
Jawaban……………………………………………………………………………..... 3
Hipotesis........................................................................................................................ 5
Sasaran belajar…………………………………………………………………..…..... 6
Daftar pustaka……………………………………………………………………........ 47

1
I. SKENARIO

BENGKAK LUTUT KANAN


Seorang laki-laki berusia 45 tahun, masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan bengkak dan
nyeri pada lutut kanan sejak 6 hari yang lalu. Keluhan yang sama hilang timbul sejak 5 tahun
yang lalu. Keluhan lainnya kadang-kadang timbul demam dan nafsu makan menurun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan oedem dan calor pada patella joint dextra. Pemeriksaan fisik lain
tidak didapatkan kelainan. Dokter mendiagnosis pasien menerima Artritis Rheumatoid yang
merupakan salah satu penyakit autoimun. Kemudian dokter menyarankan pemeriksaan
laboratorium hematologi dan dirawat untuk follow up pemeriksaan serta terapi. Dokter
menyarankan agar pasien bersabar dalam menghadapi penyakit karena membutuhkan
penanganan seumur hidup.

2
II. BRAINSTORMING

KATA SULIT
1. Artritis Rheumatoid : Penyakit yang menyebabkan radang dan kemudian
mengakibatkan rasa nyeri, kaku, dan bengkak pada sendi.

2. Autoimun : Respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh
kegagalan mekanisme mempertahankan self tolerance sel B, Sel T atau keduanya.

3. Calor : Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh adanya


penggumpalan darah dan dapat juga karena adanya pirogen yang mengganggu
hipotalamus.

4. Oedem : Pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interstitial tubuh.

5. Pemeriksaan hematologi : Pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui


kelainan, kuantitas dan kualitas sel darah merah, sel darah putih, trombosit serta
menguji perubahan yang terjadi pada plasma yang terutama berperan pada proses
pembekuan darah.

6. Patella Joint Dextra : Sendi tempurung lutut kanan.

PERTANYAAN
1. Mengapa pasien membutuhkan penanganan seumur hidup?
2. Mengapa terjadi oedem dan calor pada patella joint dextra?
3. Mengapa pasien disarankan dokter melakukan pemeriksaan hematologi?
4. Bagaimana gejala Artritis Rheumatoid?
5. Bagaimana mendiagnosis Artritis Rheumatoid?
6. Apa penyebab penyakit autoimun?
7. Apa saja pemeriksaan hematologi?
8. Apa komplikasi yang ditimbulkan jika tidak dilakukan penanganan secara cepat?
9. Bagaimana pandangan islam dalam menghadapi penyakit seumur hidup?
10. Terapi apa yang dilakukan?

JAWABAN
1. Penyakit autoimun sudah terjadi  mekanisme amplifikasi  limfosit
autoreaktif aktif  melepas sel antigen dari sel dan jaringan yang rusak 
penyebaran epitope dan pelepasan & perubahan antigen (penyebab penanganan
harus seumur hidup)
2. Karena pada Artritis Rheumatoid terjadi inflamasi pada synovial membran yang
dapat menyebabkan sakit dan pembengkakan serta bone erosion.

3
3. Untuk menegakkan dengan pasti diagnosis pasien karena gambaran klinis AR
sangat luas dan terkadang menyerupai penyakit autoimun lainnya.
4. Udem, kerusakan tulang, inflamasi, demam, nafsu makan menurun, pergelangan
kaki nyeri pada pagi hari, kesemutan, mati rasa, kaku sendi, dan sakit.
5. Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (tes darah),
pemindaian x-ray ; Rheumatoid Factor (antibody yang digunakan dalam
diagnosis AR). 75% AR  RF (+), Anti CCP Antibodi.
6. Lingkungan (pengaruh kimia), genetik, hormon, kebiasaan merokok, usia, jenis
kelamin.
7. Pemeriksaan darah lengkap, Hb, eritrosit, leukosit, pemeriksaan serologi, LED.
8. Dapat menimbulkan peradangan di dalam pembuluh darah, mata, jantung.
9. Bersabar, tawakkal, ikhlas karena Allah menggugurkan dosa-dosa orang yang
sakit.
10. Dengan terapi okupasi, podiatry, fisioterapi dan dengan pemberian analgesik,
antipiretik, dan antiinflamasi.

4
III. HIPOTESIS

Autoimun adalah Respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh
kegagalan mekanisme mempertahankan self tolerance sel B, Sel T atau keduanya.
Autoimun disebabkan oleh Lingkungan (pengaruh kimia), genetik, hormon, kebiasaan
merokok, usia, jenis kelamin. Salah satu penyakit autoimun adalah Artritis Rheumatoid
(AR) yang ditandai dengan gejala Udem, kerusakan tulang, inflamasi, demam, nafsu makan
menurun, pergelangan kaki nyeri pada pagi hari, kesemutan, mati rasa, kaku sendi, dan
sakit. Untuk mengetahui AR dapat dilakukan Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium (tes darah), pemindaian x-ray. AR dapat ditangani dengan terapi okupasi,
podiatry, fisioterapi dan dengan pemberian analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Dalam
menghadapi suatu penyakit kita harus Bersabar, tawakkal, dan ikhlas.

5
IV. SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun
LI 1.1 Definisi
LI 1.2 Etiologi
LI 1.3 Klasifikasi
LI 1.4 Mekanisme
LI 1.5 Jenis Penyakit

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Artritis Rheumatoid


LI 2.1 Definisi
LI 2.2 Etiologi
LI 2.3 Epidemiologi
LI 2.4 Patofisiologi
LI 2.5 Manifestasi klinis
LI 2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LI 2.7 Komplikasi
LI 2.8 Penanganan
LI 2.9 Prognosis

LO 3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Autoimun


LI 3.1 Pemeriksaan Autoantibodi

LO 4. Pandangan Islam Dalam Menghadapi Musibah


LI 4.1 Sabar
LI 4.2 Ikhlas
LI 4.3 Ridho

6
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Autoimun
LI 1.1 Definisi
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh
mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B dan sel T
atau keduanya.
Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang
ditimbulkan oleh respon autoimun.

LI 1.2 Etiologi
1. Peran genetik
i. Alele gen Human Leucocyt Antigen (HLA)
Penyakit autoimun adalah poligenik dan individu yang menderitanya
menunjukkan polimorfisme genetik multiple. Risiko banyaknya
penyakit AI berhubungan dengan gen HLA (Tabel 1.2.1i)
Tabel 1.2.1i Hubungan antara HLA dan penyakit autoimun
HLA yang
Penyakit HLA Risiko Relatif
terlibat
Kelas II Penyakit
DR5 3.2
Hashimoto
Miksedema
DR3 5.7
primer
Penyakit DR3 3.7
Graves DQ8 14
DM insulin DQ2+DQ8 20
dependen DQ6 0.2
Penyakit
DR3 6.3
Addison
Sindrom
DR2 13.1
Goodpasture
LES DR2/DR3 5
Pemfigus
DR4 14
vulgaris
Artritis
DR4 5.8
Rheumatoid
Sindrom
DR3 9.7
Sjorgen
Hepatitis
DR3 13.9
autoimun
Sklerosis DR2 3
multiple

7
Nakrolepsi DR2 130
Dermatitis
DR3 17
herpetiformis
Penyakit
DR3+DR7 7
Seliak
Spondilitis
B27 87.4
ankilosa
Uveitis
B27 14.6
anterior
Amiloidosis
Kelas I B27 8.2
pada AR
Psoriasis
Cw6 8
vulgaris
Miastenia
B8 3
gravis

ii. Gen non Major Histocompatibility Complex (MHC)


Beberapa gen non-MHC beperan pada autoimunitas. (tabel 1.2.1ii)
Table 1.2.1ii hubungan antara gen non-MHC dan
autoimunitas
Gen Penyakit Mekanisme
AIRE Sindrom Gangguan ekspresi
poliendokrin AI Ag jaringan dan
eiminasi sel T self
reactive dalam
timus
Protein Komplemen Penyakit serupa Gangguan klirens
(C2, C4) LES kompleks imun?
Gangguan tolransi
sel B
Fas, FasL Galur mencit Lpr, Gangguan eliminasi
gld; ALPS manusia limfosit self reaktif
FcᵞRIIb Penyakit serupa Gangguan inhibisi
LES feedback aktifasi sel
B
Foxp3 X-linked poly Defisiensi sel Tr
endokcrinopathy
and enteropathy
IL-2 ;IL2Rα/β Beberapa penyakit Defisiensi sel Tr
AI (risiko
peningkatan
polimorfisme)
NOD-2 Penyakit Crohn Ganggaun resistensi
atau respons
abnormal terhadap

8
mikroba usus
PTPN22 Beberapa penyakit Pengaturan
AI fosfatase tirosin
dari aktivasi
limfosit tidak
normal

iii. Clustering dalam keluarga


Penyakit autoimun cenderung menunjukkan clustering dalam keluarga
Tabel 1.2.1iii peran genetik pada penyakit AI – risiko meningkat pada saudara
kandung
Prevelen Frekuen Risiko Frekuen Risiko Risiko
si (% si meningk si meningk meningk
pada penyakit at bila penyakit at pada at
populasi) pada sibling pada kembar dengan
subyek sakit subyek identik kembar
dengan dengan sakit identik
sibling kembar dibandin sakit
sakit identik g sibling dibandin
(%) sakit bukan g
kembar populasi
umum
AR 1 8 8x 30 3.5x 10x
IDDM 0.4 6 15x 34 5.7x 85.5x
Spondilit 0.13 7 54x 50 7.1x 383x
is
ankilosa
Sklerosis 0.1 2 20x 26 13x 260x
multipel
LES 0.1 3 20x 24 12x 240x

2. Faktor imun
i. Sequestered antigen
Sequestered antigen adalah antigen yang karena letak anatominya,
pada keadaan normal tidak terpajan dengan sel B atau sel T. Inflamasi
(sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia,atau trauma) dapat
menjadikan autoantigen-sequestered antigen terpajan dengan sistem
imun. Misal protein lensa intraokular, sperma, myelin basic protein
(MBP) dapat memacu terjadinya uveitis pasxa trauma dan orchitis
pasca vasektomi. MBP yang dilepas oleh infeksi virus dan meningkat
pada kerusakan sawar darah-otak akan menaktifkan sel B dan T yang
imunokompeten dan menimbulkan ensefalomielitis. Inflamasi jaringan
dapat pula mengubah struktur self antigen yang membentuk
determinan baru dan memicu reaksi AI.

9
ii. Gangguan presentasi
Setelah infeksi dapat terjadi gangguan presentasi antigen, peningkatan
respon Major Histocompability Complex (MHC), kadar sitokin yang
rendah (misal TGF-β) dan gangguan respn terhadap IL-2. Kegagalan
sel Ts/Tr dapat mengaktifkan sel Th sehingga autoimun timbul.
iii. Ekspresi MHC-II yang tidak benar
Sel β pankreas pada penderita dengan IDDM (Insulin dependent
diabetes miletus) menghasilkan MHC-I dan MHC-II yang tinggi,
sementara pada keadaan normal sel β yang dihasilkan sedikit (MHC-I)
bahan MHC-II tidak dihasilkan sama sekali. Pada kasus penderita
Graves, sel kelenjar tiroid menghasilkan MHC-II pada membran yang
seharuskan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) sehingga
mensintesis sel Th terhadap peptida dari sel β/tiroid yang akan
mengaktifkan sel B/ sel Tc/ sel Th1 terhadap self-antigen.
iv. Aktifasi sel B poliklonal
Virus EBV, Lipopolisakarida, parasit mamalia akan merangangsang
sel B untuk membentuk berbagai jenis auto antibodi yang akan
menyebabkan autoimunitas. Sel B tersebut akan membentuk berbagai
jenis AA.
v. Peran CD4 dan respon MHC
CD4 adalah efektor penyakit autoimun. Pada tikus, EAE timbul oleh
Th1 CD4 yang spesifik untuk antigen. Sel T diimunisasi dengan MBP/
PLP / sel lain dari sel T untuk memindahkan penyakit. Penyakit dapat
dicegah oleh antibodi anti-CD4 sel T kenal dengan antigen lewat TCR
dan MHC dan peptida antigenik, jadi untuk menjadi rentan terhadap
autoimunitas butuh MHC yang dapat mengikat antigen sel sendiri.
vi. Keseimbangan Th1-Th2
Th1 : peran pada autoimunitas
Th2 : melindungi terhadap induksi penyakit, progres penyakit
Misal pada EAE, sitokin Th1(IL2, TNF α, dan IFN ᵞ) ditemukan dalam
SSP dengan kadar tertinggi pada penyakit.
vii. Sitokin
Beberapa mekanisme berupa ekspresi sitokin sementara atau reseptor
dan produksi antagnis sitokin dan inhibitornya melindungi efek sitokin
patogenik. Jika efek sitokin berlebihan akan meyebabkan penyakit
autoimun. (tabel 1.2.2vii)
Tabel 1.2.2vii defek produksi sitokin atau sinyal yang dapat
menimbulkan autoimunitas
Sitokin atau Defek Dampak
protein
TNF-α Ekspresi berlebihan IBD, artritis,
vaskulitis
TNF-α Ekspresi yang LES

10
kurang
Antagonis IL-1R Ekspresi yang Artritis
kurang
IL-2 Ekspresi berlebihan IBD
IL-7 Ekspresi berlebihan IBD
IL-10 Ekspresi berlebihan IBD
IL-2R Ekspresi berlebihan IBD
IL-10R Ekspresi berlebihan IBD
IL-3 Ekspresi berlebihan Sindrom
demieliminasi
IFN-ᵞ Ekspresi berlebihan LES
di kulit
TGF-β Ekspresi yang Syntemic Wasting
kurang Syndrome dan IBD
TGF-βR pada sel T Ekspresi berlebihan LES

3. Faktor lingkungan
i. Virus
Virus adeno dan koksaki A9, B2, B4, B6 sering berhubungan dengan
poliartritis, pleuritis, mialgia, ruam kulit, faringitis, miokarditis, dan
leukositosis.
- Respon autoimun terhadap virus HCV (Hepatitits C Virus) adalah
multi faktorial
- Resolusi HCV terjadi pada penderita dengan respon antibodi yang
cepat dan infeksi cenerung menjadi kronis pada penderita dengan
respon antibodi lambat
- Autoimun yang ditemukan pada penderita HCV : krioglobulin, RF,
ANA, ACA, ANCA, Antibodi antitiroid, dan SNIA atau anti
mikrosom ginjal.
ii. Bakteri
Antigen patogen tertentu punya determinan (perbedaan) dengan
kemiripan yang bereaksi silang dengan antigen self, sehingga respon
imun terhadap determinan dapat menimbulkan sel efektor atau
antibodi yang aktif terhadapnya.
Tabel 1.2.3iia kemiripan molekular antigen mikrobial dan
auto antigen yang terlibat
Penyakit yang
Self antigen
terjadi oleh
Antigen mikroba dengan struktur
kemiripan
mirip
molekular*
M protein Ag pada otot polos Demam reuma
Streptokok grup A
HSP Bakteri Protein self-heat Ada pada beberapa
shock penyakit AI, belum

11
terbukti
Protein nuklear B4 Dekarboksilasi IDDM
Koksaki glutamat sel pulau-
pulau pankreas
Glikobakter Ganglioside dan Sindrom Guillain-
Kampilobakter glikolipid Barre
jejuni berhubungan
dengan mielin
Protein E1 HCV Sitokrom P4502D6 Hepatitis AI tipe 2
Antigen B13 Miosin kardial Penyakit Chagas
Tripanosoma kruzi dengan
kardiomiopati yang
berhubungan
Asetat kinase H+K+ATPase Gastritis AI
Helikobakter pilori (pompa proton
gaster)
Kompleks Kompleks Sirosis bilier primer
dehidrogenase dehidrogenase
piruvat E2 bakteri piruvat E2 dari
bakteri
*pada umumnya, lebih mudah untuk membuktikan adanya kesamaan
molekular antara mikroba dan self-antigen dibanding membuktikan
kesamaan dalam patogenesis penyakit.
Tabel 1.2.3iib Kemiripan molekul homolog antara mikroba
dan komponen tubuh yang dianggap menimbulkan reaksi
silang
Molekul mikroba Komponen tubuh
Sigela fleksneri HLA-B27
artiritogenik
Nitrogenase klebsiela HLA-B27
Urease protease mirabilis HLA-DR4
65 kDa hsp M. Sendi (artritis
Bakeri
Tuberkulosis ajuvan)
Grup A streptokok Demam reuma
Borellia burgdorferi Artitis Lyme (ok.
Borellia reaktif
dengan LFA-1)
Virus Koksaki B Miokard
Koksaki B Dekarboksilase
asam glutamat
EBV gp 110 RA dengan epitop
sel T Dw4
Oktamer HBV Protein dasar mielin
Glikoprotein HSV Reseptor asetilkolin
Hemaglutinin campak Subset sel T

12
Gag p32 retrovirus RNA U-1
Herpes simpleks Tipe I Keratitis stromal

Mekanisme :
- Self tolerance : APC (Antigen Presenting Cell ) jaringan yang
“istirahat” sef antigennya bertemu dengan sel T menyebabkan self
tolerance
- Aktivasi APC : antigen mikroba berhadapan dengan APC sehingga
APC aktif akan menstimulasi sel T reaktif sehingga terjadi
Autoimunitas (jaringan rusak)
- Mimikrasi molekular : antigen mikroba bertemu dengan APC, sel
T self reactive mengenali peptida ikroba sehingga menyebabkan
autoimunitas (jaringan rusak)
1. Karditis rheumatik - demam reuma akut
Demam reuma pasca infeksi Streptokokus A timbul oleh antibodi
terhadap streptokokus yang diikat jantung dan menimbulkan
miokarditis. Antigen streptokokus memiliki epitop yang mirip
dengan jaringan miokard jantung dan antibodi bereaksi silang
dengan antigen otot jantung dan menyerang jantung.
2. Sindrom Reiter dan Artritis Reaktif
Infeksi saluran cerna oleh Salmonela, Shigela, atau kampilobakter
dan saluran kencing oleh Clamidia trakomatis atau Ureaplasma
urealitikum dapat memicu Sindrom Reiter berupa triad uretritis,
artritis dan uveitis.
Inflamasi insersi tendon dan ligamen pada tulang mrupakan ciri
Sindrom Reiter dan Artritis reaktif.
Sel-sel inflamasi juga dapat ditemukan dalam cairan sinovia.
3. Eritema nodosum
Eritema nodosum biasanya terjadi pada orang dewasa usia 18
tahun – 33 tahun. Infeksi streptokok ditemukan pada 28%,
klamidia pada 1.5% dan kadang ditemukan infkesi spresies
mikoplasma yersnia, HBV dan tuberkulosis. Nodulus ditemukan
terutama pada ekstremitas bawah di permukaan ekstensor, namun
lesi dapat pula ditemukan di kaki atau lengah bawah. Dapat pula
ditemukan sindrom Lofgren berupa eritema nodosum,
limfadenopati hilus bilateral dan poliartritis terutama di
pergelangan kaki seperti terlihat pada tabel 1.2.3ii.3
Tabel 1.2.3ii.3infeksi yang berhubungan dengan eritema
nodosum
Virus Bakteri
Epstein-Barr Streptokobeta hemolitikus
Hepatitis B Bruselosis
Paravaksinia Demam cakaran kucing

13
(bartonela hensel)
Klamidia psitasi
Jamur Klamidia trakomatis
Blastomises Moraksela kataralis
Koksidiodes imitis Mikobakterium lepra
Histoplasma kapsulatum Mikrobakterium tuberkulosis
Trikofiton mentagrofita Mikoplasma pneumonia
Demam Q (koksiela burneti)
Salmonela eneritidis
Tularemia (fransisela
tularensis)
Yersenia enterokolitika

4. Bakteri lain
- Dua protein envelope Yersnia enterokolitis yang sama dengan
domain Ekstraseluler reseptor TSH (Tiroid Stimulation Hormone)
- Sindrom Guillain-Barre, antibodi terhadap gangliosid penderit
bereaksi silang dengan endotoksin C. jejuni
- Antibodi kolon di kolitis ulseratif bereaksi silang dengan E. coli
- Antigen T. cruzi bereaksi silang dengan antigen otot jantung dan
susunan saraf perifer dan memicu beberapa lesi imunopatologik.
Jenis-jenis penyakit AI yang diketahui berhubunagn dengan infeksi
terlihat pada tabel 1.2.3ii.4
Tabel 1.2.3ii.4 jenis-jenis infeksi yang berhubungan
dengan autoimunitas
penyakit infeksi
Sklerosis Multiple EBV, campak
Lyme artritis Borrellia burgdoferi
Diabetes Tipe I Virus koksaki B4, rubella,
CMV, mumps
Artritis Rheumatoid E. coli, mikobakteri, EBV,
HCV, P.mirabilis
LES EBV, CMV
Miokarditis CB3, CMV, klamidia
Demam reuma/miokarditis Streptokok
Penyakit Chagas/miokarditis T. cruzi
Miastenia gravis Herpes simpleks, HCV
Sindrom Guillain-Barre CMV, EBV, sp.
Kampilobakter, C.jejuni,
Helikobakter pilori
IBD Yersnia enterokolitika, CMV
Aterosklerosis CMV, Klamidia pneumonia
ITP Helikobakter pilori

14
Sklerosis sistemik Parvovirus B19, CMV
Sindrom Sjorgen EBV
Gastritis, Sindrom Sjorgen,
aterosklerosis, purpura
trombositopenia imun, IBD, Helikobakter pilori
pankreatitis AI, Penyakit
Crohn
Mixed cryglobulinemia
Hepatitis kronik aktif
Poliarteritis nodosa
Vaskulitis leukositoklasik
Penyakit tiroid AI
Hepatitis C
Glomerulonefritis
Polimiositis + anti-Jo-1Ab
Pembentukan AA dan
kompleks imun dalam
sirkulasi

iii. Hormon
- Penyakit autoimun lebih sering ditemukan pada wanita daripada
lelaki

Peningkatan insiden penyakit autoimun pada wanita


tirosikosis graves
miastenia gravis
trombositopenia autoimun
sindrom sjorgen
RA
polimiositis
Skeloderma
LES
0 2 4 6 8 10 12

rasio wanita Column1


- Estrogen diduga sebagai pemicu
- Kadar prolaktin setelah kehamilan cenderung menimbulkan AR
- Pada hewan, mengangkat ovarim dapat mencegah AI (terutama
LES) tetapi jika diberikan estrogen AI bisa terjadi
- Hormon pituitari prolaktin akan memberikan efek imunostimulasi
terhadap sel T yang meningkat cepat saat hamil sehingga efek
stimulasi sel T mengakibatkan terjadinya AI misalnya AR

iv. Obat
Beberapa obat dapat menginduksi produksi AntiNuclear Antibody
(ANR) dan anti-DNA. Tetapi, jarang menyebabkan LES klinis.
Sejumlah obat dihubungkan dengan ANCA (Anti Neutrophil
15
Cytoplasmic Antibody). Kebanyakan kasus ringan, membaik dan
antibodi hilang jika obat yang menibulkan diberhentikan.
Autoimun akibat obat
Gejala Obat
Hepatitis kronis aktif Halotan (anastesi umum)
Anemia hemolitik Metildopa (antihipertensi)
Anti membran basal
D-Penisilamin
glomerular
Miastenia gravis D-Penisilamin
Pemfigus D-Penisilamin
Hidralazin (antihipertensi)
LES Prokalnamid (antiaritmia)
D-Penisilamin
Glomerulonefritis D-Penisilamin
Sindrom mirip sklerodema Triptofan cantidepresan

v. Sinar UV
Sinar UV dapat memicu inflamasi kulit dan memperburuk LES.
Fotosensitizer dapat berikatan dengan sinar UV yang menginisiasi
respon imun. Oksigen radikal bebas yang diproduksi pada inflamasi
juga dapat menimbulkan kerusakan fisis yang dapat mengubah
imunogenisitas self antigen.

Gambar Mekanisme induksi imunosupresi oleh sinar UV

radiasi sinar UV merusak fungsi sel Langerhans melalui induksi


apoptosis, mengubah fenotip permukaan atau meningkatkan
migrasinya ke kelenjar limfoid. Sel langerhans yang berubah dapat
menginduksi energi atau deletion sel Th1. asam urosanik ditemukan
dalam jumlah besar di epidermis. Radiasi sinar UV dapat menginduksi
isomerasi asam trans-uroanic menjadi cis-isomer denegan sifat

16
imunosupresi. akhirnya, makrofag yang menginfilrasi melepas IL-10,
sitokin anti-inflamasi

vi. Oksigen radikal bebas


Kerusakan self molekul oleh radikal bebas oksigen ang enimbulkan
sebagian proses inflamasi dapat mengubah imunogenisitas self antigen

vii. Logam
Berbagai logam dapat menimbulkan ekspresi AA dan penyakit AI
terlihat pada tabel dibawah ini
Berbagai logam yang berhubungan dengan autoimunitas
pada manusia
Jenis logam Jenis respons penyakit
autoimun
Kedmium AA terhadap laminin 1 Tidak dilaporkan
Krom Antibodi antinuklear Sindrom serupa
LES, pemfigus
Tembaga AI terhadap SDM Tidak dilaporkan
Emas AA anti-Ro, AA Penyakit gnjal AI,
terhadap trombosit, trombositopenia AI,
ANA sindrom serupa
LES, pemfigus
Timah AA IgM terhadap NF- tidak dilaporkan
160 dan MBP
Litium AA IgG terhadap NF-68 Penyakit AI tiroid,
dan GFAP sindrom serupa
LES
Merkuri AA terhadap Penyakit ginjal AI,
tiroglobulin/ liken planus,
peroksidase tiroid/ sel penyakit serupa
parietal gaster skleroderma
Platinum ANA Tidak dilaporkan
Silikon ANA Penyakit serupa
skleroderma
Perak AA terhadap fibrilarin Tidak dilaporkan
Seng Sampai sekarang tidak Gerombolan
dilaporkan sklerosis multiple

viii. Rokok
Rokok berperan pada kanker, penyakit paru, kardiovaskular dan
diduga memacu produksi antibodi yang mengenal CCP pada artritis
reumatoid atau meningkatan titer anti ds-DNA pada SLE

4. Faktor lain

17
i. Kanker
Gejala paraneoplastik oleh keganasan tidak berhubungan langsung
dengan invasi tumor atau metastatis, tetapi disebabkan sejumlah bahan
biologis asal tumor seperti hormon, peptida, antibodi, limfosit
sitotoksik, mediator autokrin dan parakrin. Obat sitotoksik digunakan
pada pengobatan reumatik seperti metotreksat, siflofosfamid,
azatioprin atau anti-TNF juga dapat memacu perkembangan tumor.
Antigen yang berhubungan dengan tumor dapat pula diproduksi sel
inflamasi.
ii. Stress
Faktor psikis berperan dala timbulnya penyakit AI dan sebaliknya,
penyakit AI sendiri juga menimbulkan stress. Hormon yang dipacu
oleh faktor psikoneuroendokrin diduga menimbulkan disregulasi imun
yang akhirnya memacu penyakit AI melalui perubahan peningkatan
produksi sitokin.

5. Imunisasi dan autoimun


Mekanisme terjadinya AI setelah vaksinasi masih elum jelas tapi salah satu
kemungkinannya karena kemiripan infeksi bakteri, virus, parasi yang
menyebabkan ekstrabasasi AI. Contoh kasus:
Kasus Vaksin
GBS (Guillan Barre Syndrome) Difteri, tetanus toksoid, polio dan
campak
Trombositopenia MMR
MS HBV
Silikonosis, Gulf War Syndrome, Pasca vaksinasi
Macrophagicmyofacilitis syndrome
ASIA (Autoimmune/Autoinflamantory Pasca vaksinasi yang
Syndrome Induced by Adjuvants) berhubungan dengan pajanan
ajuvan

LI 1.3 Klasifikasi
 Penyakit aoutoimun berdasarkan organ

1. Penyakit autoimun organ spesifik


Terbentuknya antibodi terhadap jaringan alat tubuh.Contoh alat tubuh yang menjadi
sasaranya itu kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas.Yang termasuk penyakit
autoimun spesifik :
 Tiroiditis Hashimoto
 Tirotoksikosis
 Anemia pernisiosa

18
 Gastritis atrofiautoimun
 Penyakit addison

2. Penyakit autoimun organ non-spesifik


Penyakit autoimun yang non-organ spesifik terjadi karena dibentuknya antibody terhadap
autoantigen yang tersebarluas di dalamtubuh, misalnya DNA.Pada penyakit autoimun yang
non-organ spesifik sering jugadibentuk kompleks imun yang di endapkan pada dinding
pembuluh darah, kulit, sendi dan ginjal serta menimbulkan kerusakan.
Perbedaan antara penyakit imun organ spesifik dan non-spesifik :
Organ Spesifik Non-organ spesifik
Antigen Terdapat di dalam alat tubuh Tersebar di seluruh tubuh
tertentu
Kerusakan Antigen dalamtubuh Penimbunan kompleks sistemik
dalam ginjal, sendiaan kulit

Tumpang tindih Denganantibodi organ Dengan antibodi non-organ spesifik


spesifik dan penyakit lain dan penyakit lain.

 Penyakit autoimun berdasarkan mekanisme

Penyakit autoimun melalui antibody

1. anemia hemolitika autoimun


Salah satu penyebab menurunnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi ialah destruksi
oleh anti bodi terhadap antigen pada permukaan sel tersebut. Destruksi sel dapat terjadi
akibat aktivasi komplemen dan opsonisasi oleh antibody dan komponen komplemen.
Antibodi yang dapat menimbulkan anemia hemolitik auto imun dibagi dalam 2 golongan
berdasarkan sifat fisiknya yaitu antibody panas dan dingin.

2. Miastenia gravis
Timbulny amiastenia gravis berhubungan dengan timus.Pada umumnya penderita
menunjukkan timoma atau hipertrofitimus dan bila kelenjar timus di angkat, penyakit
kadang-kadang dapat menghilang.

3. Tirotoksikosis
Pada tirotokosis, autoanti bodi dibentuk terhadap reseptor hormon. Disini dibentuk
antibody terhadap reseptor thyroid stimulating hormon (TSH).

 Penyakit autoimun melalui kompleks imun

1. Lupus erimatosus sistemik


Agrerat kompleks imun akan disaring di ginjal dan mengendap di membran basal
glomerulus. Kompleks lainnya mungkin mengendap di dinding arteri dan sendi dan
membentuk endapan lumpy-bumpy. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen dan

19
menarik granulosit dan menimbulkan reflex inflamasi sebagai glomerulonefritis. Derajat
gejala penyakit dapat berubah-ubah sesuai dengan kadar kompleks imun.

2. Artritis Rheumatoid
Pada penyakit inidibentuk imunoglobin yang berupa IgM (disebutreumatoid factor), yang
spesifik terhadap fraksi Fc dari molekul IgG. Kompleks RF dan IgG ditimbun di sinovia
sendi dan mengaktifkan komplemen yang melepas mediator dengan sifat kemotaktik
terhadap granulosit. Respon inflamasi dan peningkatan permeabilitas vaskule rmenimbulkan
pembengkakan sendi.

LI 1.4 Mekanisme
Dalam pendekatan untuk mengetahui berbagai mekanisme penyakit autoimun. Beberapa
penyakit autoimun seperti penyakit tiroid autoimun mengenai satu organ saja, sedang LES dan
beberapa penyakit autoimun lainnya mengenai berbagai organ.
I. KRONISITAS PENYAKIT AUTOIMUN
Bila reaksi autoimun sudah terjadi, mekanisme amplifikasi (antara lain sitokin) akan
mengaktifkan limfosit autoreaktif dan melepas self antigen dari self antigen jaringan yang rusak
dan menyebarkan epitop. Disamping itu, respons awal terhadap self antigen yang merusak
jaringan dapat menimbulkan penglepasan dan pembahan Antigen jaringan lain, mengaktifkan
limfosit spesifik , terhadap Antigen lain tadi dan menimbulkan eksaserbasi penyakit. Fenomena
tersebut dikenal sebagai epitope spreading. yang dapat menerangkan mengapa penyakit
autoimun yang dicetuskan dapat berkembang menjadi lama dan berlangsung terus dengan
sendirinya.
II. HIPERSENSITIVITAS GELL DAN COOMBS
Penyakit autoimun dapat terjadi melalui reaksi hipersensitivitas Gell dan Coombs tipe 2,
3 dan 4 yang dapat terlihat pada Tabel 20.1
Tabel 20.1 Mekanisme hipersensitivitas yang predominan pada penyakit autoimun
Hipersensitivitas Penyakit
Tipe II A Trombositopenis idiopatik purpura
AHA
Miastenia gravis
Penyakit membran basal glomerulus
Tipe II B Penyakit Graves
Sindrom Ab reseptor insulin
Miastenia gravis
Tipe III LES Krioglobulinemia campuran
Beberapa bentuk vaskulitis (vaskulitis rheumatoid)
Tipe IV IDDM
Tiroiditis Hashimoto
AR

20
Sklerosis multipel

III. MEKANISME HUMORAL DAN SELULAR


A. Humoral
Penyakit autoimun dapat ditimbulkan oleh antibodi terhadap sel tertentu atau oleh
kompleks antigen-antibodi yang terbentuk dalam sirkulasi dan diendapkan di dinding pembuluh
darah.
1. Efek humoral melalui awal patogenik
Efek patogenik antibodi humoral dapat terjadi langsung yang terlihat pada Tabel
20.2
Tabel 20.2 Efek patogenik antibodi humoral yang langsung
Penyakit Autoantigen Lesi
Akantosis nigrikans Reseptor insulin Mencegah reseptor
(Tipe B) dan ataksia
telengalektasis dengan
resistensi insulin
Alergi atopi (beberapa Reseptor β-adrenergik Mencegah reseptor
kasus)
Anemia hemolitik AI Protein membran sel darah Destruksi SDM
merah (golongan resus, Ag I) Berbeda dari bentuk anemia lain
Anemia pemisiosa H+/K+-ATPase, reseptor gaster Mencegah produksi asam
Faktor intrinsik gaster Mencegah penyerapan vitamin
B12
Membantu dalam diagnosis
banding anemia non AI
megaloblastik dan pada dugaan
kombinasi degenerasi subakut tali
pusat
APS Kardiolipin/kompleks β2- Fenomena tromboembotik rekuren
glikoprotein 1
AR IgG (faktor reuma) Inflamasi sendi, kerusakan tulang
Deposisi kompleks imun pada rawan dan tulang
sinovium sendi dan tempat
lainnya. Sel T autoreaktif dalam
sinovium.
Atrofi adrenal idiopatik Adrenal Berbeda dari bentuk tuberculosis
Complete congenital RNP Ro (SSA), La (SSB) Penyakit kardiovaskular
heart block
Demam reuma akut Ag dinding sel streptokok, Ab Inflamasi, aktivasi makrofag
bereaksi silang dengan Ag Miokarditis, artritis
21
miokard
Darah SDM AHA
Limfosit Limfopenia (padaLES dan AR)
Proteinase intraselular III Granulomatosis Wegener
(ANCA)
Trombosit Trombositopeni purpura idiopatik
(Ab dapat melewati plasenta)
Sindrom antifosfolipid primer
Ab terhadap kardiolipin

Hepatitis kronis aktif Antinuklear otot polos dan 20% Ab otot polos dapat dibedakan dari
mitokondria LES
Tipe 1 klasik pada wanita dengan
Ab terhadap nucleus, otot polos,
aktin dan reseptor
sialoglikoprotein
Tipe 2 pada adak perempuan dan
wanita muda dengan anti LKM-1
(sitokrom P450)
Infertilitas pria (beberapa Sperma Aglutinasi sperma
kasus)
LES DNA, nukleoprotein, lain Nefritis, artritis,vaskulitis
Limfopeni (beberapa Limfosit Destruksi limfosit
kasus)
Miastenia Gravis Reseptor asetilkolin Kelemahan otot, paralisis
Otot Sistem saraf
Reseptor asetilkolin Ab Mencegah dan merusak reseptor
mencegah ikatan asetilkolin, Bila positif diduga berhubungan
menurunkan modulasi reseptor dengan timoma, lebih mungkin
bila HLA-B12 positif pada > 80%
Miksedema primer Reseptor TSH Mencegah sel tiroid
Mixed cryoglobulinemia Kadang berhubungan dengan Purpura, nefritis, neuritis
infeksi hepatitis C
Neutropenia AI Neutrofil Sitopenia
Pemfigus vulgaris dan Protein junction interselular sel Protease yang diaktifkan atau
pemfigoid epidermis (kaderin, desmoglein) pengaruh Ab, disrupsi adhesi
intraselular
Dermatosis akantolitik, lepuh kulit
Berbagai gambaran fluoresens
pada kedua penyakit
Penyakit graves Rangsangan reseptor TSH oleh Merangsang sel tiroid
Ab Hipertiroidism
Merangsang sel tiroid
Titer tinggi = tiroiditis aktif,
cenderung menjadi miksedema
pasca operasi

22
Penyakit Hashimoto Ag permukaan peroksidase Efek sitotoksik terhadap sel tiroid
tiroid, Ab dan sel T autoreaktif dalam biakan
terhadap tiroglobulin dan Ag
mikrosom tiroid
Penyakit Seliak Endomisium Inflamasi usus halus
Sindrom antifosfolipid Kardiolipin/kompleks β2 Fenomena tromboembolik rekuren
Glikoprotein 1
Sindrom bilier primer Mitokondria Berbeda dari bentuk lain icterus
obstruktif dan tes jarang positif
Mengenai subgroup dalam sirosis
kriptogenik yang berhubungan
dengan PBC dan Ab mitokondria
positif
Sindrom Goodpasture Protein nonkolagen dalam Nefritis, pendarahan paru
membrane basal glomerulus
ginjal dan alveol paru
Sindrom Lambert-Eaton Jalur kalsium presinaps Defek neuromuscular
Sindrom Sjogren Sel duktus kelenjar liur,
lakrimal
SS-A, SS-B
Skleroderma Nukleolar Ciri penyakit
Sklerosis multipel Respons sel T terhadap MBP Demielinisasi, ditandai dengan
plak-pak jaringan yang mengeras
di otak atau korda spinalis,
paralisis parsial atau komplit dan
kejutan otot
Trombositopenia purpura Protein membrane trombodit Destruksi trombosit, perdarahan
idiopatik Trombosit
Urtikaria kronis Subunit alfa reseptor IgE Degranulasi sel mast
Vaskulitis yang Ab granul protein diduga Degranulasi neutrophil dan
berhubungan dengan dilepas dari neutrophil yang inflamasi
ANCA diaktifkan

2. Efek humoral melalui reseptor


Reaksi imun humoral dapat terjadi melalui reseptor (Tabel 20.3)
Tabel 20.3 Reaksi imun humoral melalui reseptor
Reaksi imun humoral melalui reseptor
Penyakit Reseptor sasaran mekanisme Gejala penyakit
Anemia pernisiosa Faktor intrinsik sel Neutralisasi faktor Eritropoiesis
parietal lambung intrinsik, penurunan abnormal, anemia
absorpsi vitamin
B12
Miksedema primer Reseptor TSH Mencegah sel tiroid
Tes positif pada 99%

23
kasus
Akantosis nigrikans Reseptor insulin Mencegah reseptor
(tipe B) dan ataksia
telengalektaksis
dengan resistensi
insulin
Mistenia gravis Reseptor asetilkolin Ab mencegah ikatan Kelemahan otot,
asetilkolin, paralisis
menurunkan
modulasi reseptor
Penyakit Graves reseptor TSH Rangsangan resptor hipertiroidsm
TSH oleh Ab
Diabetes insulin Reseptor insulin Ab mencegah ikatan Hiperglikemia
resisten insulin ketoasidosis
Anemia persiosa Faktor instrinsik sel Netralisasi faktor Eritropolesis
parital lambung intrinsik, penurunan abnormal, anemia
absorbsi vitamin
B12
AHA Protein membran sel Opsonisasi dan Hemolisis, anemia
darah merah fagositosis sel darah
merah
Purpura Protein membran Opsonisasi dan Perdarahan
trombositopenia AI trombosit fagositosis trombosit
Pemfigus vulgaris Protein dalam Aktivasi protease Bula
junction intraselular atas pengaruh AB,
se epidermis kerusakan adhesi
intrase;
Vaskulitis Protein granul Degranulasi Vaskulitis
(disebabkan ANCA) neutrofil, diduga neutrofil dan
dilepaskan oleh inflamasi
neutrofil yang
diaktifkaqn
Sindrom Protein nonkolagen Inflamasi atas Nefritis, perdarahan
Goodpasture di membran basal penaruh komplemen paru
glomerolus ginjal dan Fc-R
dan alvol paru
Demam reuma akut Ag dinding sel Inflamasi, akivasi Miokarditis, artritis
streptokok : antibodi makrofag
bereaksi silang
dengan antigen
miokard

3. Efek humoral inelalui transfer plasenta

24
Bukti terbaik mengenai peran antibodi pada penyakit autoimun adalah transfer
IgG melalui plasenta yang dapat menimbulkan. penyakit autoimun sernentara pada
janin dan neonatus. (Tabel 20.4)
Tabel 20.4 Penyakit antibodi IgG yang dapat di transfer melalui plasenta
Thyroid Stimulating Hormon Penyakit Graves neonatal
Sel molekul adhesi membran epidermis Pemfigoid neonatal
SDM Anemia hemolitik
Trombosit Trombositopenia
Reseptor asetilkolin Miastenia gravis neonatal
Ro dan La Lupus kutaneus dan complete heart block
neonatal

Antibodi yang mengawali timbulnya penyakit biasanya adalah isotip IgG, meskipun IgM
juga dapat berperan.
B. Kompleks Imun dan Aktivasi dan Komplemen
Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi dapat menimbulkan penyakit autoimun
sistemik seperti LES. Sebaliknya, AA atau respons sel T terhadap self antigen menimbulkan
penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas, organ spesifik seperti miastenia gravis, DM
tipe I dan sklerosis multipel. Kompleks imun yang terbentuk dalnin sirkulasi dapat mengendap di
berbagai sistem dan menimbulkan penyakit sistemik seperti LES, AR dan lainnya (Tabel 20.5).
Tabel 20.5 Penyakit kompleks imun
Penyakit Spesifisitas antibodi Mekanisme Manifestasi
klinikopatologis
LES DNA, nukleoprotein, Inflamasi melalui Nefritis, artritis,
lainnya komplemen dan Fc-R vaskulitis
Poliarteritis nodosa Ag permukaan virus Inflamasi melalui Vaskulitis
hepatitis B komplemen dan Fc-R
Glomerulonefritis Ag dinding sel Inflamasi melalui Nefritis
pasca-streptokok streptokok komplemen dan Fc-R
Sindrom Protein nonkolagen di Inflamasi melalui Nefritis,
Goodpasture membran basal komplemen dan Fc-R perdarahan paru
glomerulus ginjal dan
alveol paru

C. Defisiensi komplemen
Defisiensi komplemen dapat menimbulkan penyakit autoimun seperti LES. Di samping
itu beberapa alotine dari komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas diduga bahwa
kompleks imun yang terbentuk dalam tubuh tidak dapat disingkirkan oleh sistem imun yang
komplemen dependen.

25
Mekanisme inflamasi vaskular diduga terjadi melalui aktivasi komplemen jalur alternatif.
Neutrofil diaktifkan sitokin untuk mengekspresikan antigen ANCA pada permukaan sel sehingga
memudahkannya untuk menempel pada endotel. ANCA yang berinteraksi dengan antigen
ANCA mengaktifkan neutrofil, melepas faktor yang merusak endotel secara direk, dan juga
mengaidifkan komplemen melalui jalur alternatif yang melepas C5a, kemoatraktan neutrofil
yang sanga kuat. Hal ini meningkatkan aktivasi jalur aktivasi neutrofil oleh ANCA. Akhirnya
terjadi inflamasi di dinding vaskular yang menimbulkan nekrosis seperti terlihat pada penyakit
ANCA.

IV. MEKANISME SELULAR


Kerusakan jaringan yang ditimbulkan set T, dapat terjadi melalui reaksi DTH yang terjadi
atas bantuan sel T CD4+ atau subset Thl (sudah dibahas di atas) dan CD8+ atau melalui
pembunuhan sel sasaran langsung. Kedua sel tersebut melepas sitokin yang mengaktifkan
makrofag (IFN-γ) dan menginduksi inflamasi (TNF). Inflamasi yang terjadi melalui sel T adalah
khan kronis. Pada beberapa penyakit autoimun, CD8+ membunuh sel sasaran/antigen yang
berhubungan dengan HLA-1 (Tabel 20.6).
Tabel 20.6 Contoh-contoh penyakit AI yang terjadi melalui sel T
Penyakit Spesifisitas sel T T Penyakit pada Model hewan
patogenik manusia
DM tipe I insulin Ag sel pulau Ya, spesifisitas sel T Tikus NOD, BB
dependen pankreas, tidak diketahui transgenik
dekarboksilase asam
glutamat, lainnya
AR Ag tidak dikena Ya, spesifisitas sel TArtritis yang
dalam sinovium dan peran Ab tidak diinduksi kolagen,
sendi diketahui lainnya
Sklerosis multipel, MBP, proteolipid Ya, sel T mengenal EAE yang diinduksi
Ensefalomielitis AI protein Ag mielin oleh imunisasi
Eksperimental dengan Ag mielin
(EAE) SSP; TCR
transgenic model
IBD (Crohn’s, Tidak diketahui Ya Kolitis yang
Ulcerative colitis) diinduksi oleh
penurunan sel Tr;
knockout IL-10
Neuritis perifer Protein P2 dari Sindrom Guillain- Diinduksi oleh
mielin saraf perifer Barre imunisasi dengan Ag
mielin saraf perifer
Miokarditis AI Protein miokardium Diinduksi oleh
imunisasi dengan
miosin atau infeksi
oleh virus Koksaki

26
A. Penyakit CD 4
Banyak penyakit autoimun organ spesifik yang diinduksi oleh sel autoreaktif. Pada
IDDM, infiltrasi limfosit dan makrofag ditemukan sekitar pulau Langerhans pankreas. Sel-sel
tersebut merusak sel B yang memproduksi insulin dan menimbulkan defisiensi produksi insulin.
Banyak penyakit autoimn yang organ spesifik ditimbulkan reaksi DTII yang diinduksi T
autoreaktif. Pada sklerosis multipel ditemukan subset CD4+ Thl yang bereaksi terhadap mielin
yang merupakan antigen sendi Sel CD4+ dapat meningkatkan serangan sasaran dengan
mengerahkan sel inflamasi dan penglepasan mediator.

B. Penyakit CD 8
Respons CD8+ atau CTL terhadap infeksi virus dapat menimbulkan kerusakan jaringan
oleh karena dibunuhnya seI terinfeksi, meskipun efek sitopatik. prinsip fungsi fisiologik CTL
adalah eliminasi mikroba intraseluler terutama virus yaitu dengan membunuh sel yang terinfeksi.
Beberapa virus segera merusak sel terinfeksi (sitopatik), sedang lainnya tidak. Oleh
karena CTL tidak dapat membedakan antara virus yang sitopatik dan yang tidak, CTL akan
membunuh sel tanpa membedakan jenis virus, apa virus tersebut menimbulkan kerusakan atau
tidak terhadap pejamu. Sel CD8+ dapat menimbulkan sitoiisis melalui perforin dan granzim B
(contohnya hepatitis virus). Respons CD8+ atau CTL terhadap infeksi virus terjadi karena
dibunuhnya sel terinfeksi, meskipun virusnya sendiri tidak menunjukkan efek sitopatik. Prinsip
fungsi fisiologik CTL adaiah eliminasi mikroba intraselular terutama virus. Sel CD8+
menimbulkan sitolisis melalui perforin dan granzim B. Penyakit-penyakit autoimun yang terjadi
melalui sel T terlihat pada Tabel 20.7 dan 20.8.
Tabel 20.7 Penyakit autoimun selular
Penyakit Spesifikasi sel T Penyakit Model hewan
patogenik
IDMM Ag sel Langerhans Spesifisitas sel T Model tikus NOD,
(insulin, tidak terbukti BB-rat, transgenik
karboksilase asam
glutamat, dll)
AR Ag yang belum Spesifisitas sel T dan Artritis yang
diketahui di peran Ab tidakdiinduksi kolagen
sinovium sendi terbukti lainnya
Ensefalomielitis MBP, protein Postulasi; sklerosis Diinduksi oleh
eksperimental proteolipid multipel imunisasi dengan Ag
mielin SSP; model
tikus transgenik
IBD Tidak diketahui? Spesifisitas sel T Gene knockout
Peran mikroba tidak terbukti diinduksi IL-2 atau
intestinal IL-10 atau tidak ada

27
sel Tr

Tabel 20.8 Autoimunitas sel T


Ensefalomielitis diseminata akut Sistem saraf
Sindrom Guillain-Barre Sistem saraf
Sklerosis multipel Demielinisasi, ditandai dengan plak-plak
jaringan yang mengeras di otak atau korda
spinalis, paralisis parsial atau komplit dan
kejutan otot
Limfopeni (beberapa kasus) Destruksi limfosit

V. MEKANISNIE HUMORAL DAN SELULAR


Contoh-conton penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme humoral (H) selular (T)
terlihat pada Tabel 20.9
Tabel 20.9 Peran humoral dan selular pada penyakit autoimun
Penyakit Mekanisme efektor Jaringan terlibat
Sistemik
AR H, T Sendi dan Anyaman vaskuler
IgG (faktor reuma) Inflamasi pada sendi, kerusakan
Endapan kompleks imun tulang rawan dan tulang, jaring
pada sinovium sendi dan vaskular
tempat lainnya. Sel T Titer tinggi menunjukkan prognosis
autoreaktif dalam sinovium buruk
Antiglobulin misalnya Prognosis AR
SCAT dan fiksasi lateks
Antiglobulin dan
peningkatan
agalaktoimunoglobulin

VI. MEKANISME MULTIPEL


Ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa setiap mekanisme yang menimbulkan
autoimunitas, tidak timbul dari kejadian tunggal, tetapi berasal dari sejumlah kejadian yang
berbeda.
Penyakit autoimun multipel adalah keadaan dengan sedikitnya ditemukan jenis penyakit
autoimun pada satu penderita. Ada banyak kasus autoimun multipel, vitiligo merupakan penyakit
autoimun pertama tersering, biasanya bilateral, simetris di tempat sama. Di samping itu sering
pula ditemukan penyakit autoimun tiroid.
Ada tiga jenis sindrorn autoimun multipel sebagai berikut:

28
a. Tipe 1: terdiri atas miastenia gravis, timoma, polimiositis (penyakit inflamasi otot) dan
radiokarditis sel datia (inflammatory Heart Muscle Diseases)
b. Tipe 2: Sindrom Sjogren, AR, sirosis bilier primer, skleroderma dan penyakit tiroid autoimun
(tiroiditis Hashimoto, tiroiditis atrofis, penyakit Graves)
c. Tipe 3: miastenia gravis dan/atau timoma, sindrom Sjogren, anemia pernisiosa, trombositopeni
purpura idiopati, penyakit Addison, 1DDM, vitiligo AHA, LES, dermatitis herpetiformi.

LI 1.5 Jenis Penyakit

Beberapa Gangguan Autoimun


Jaringan yang
Gangguan Konsekwensi
terkena
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi,
Anemia
menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala
hemolitik Sel darah merah
ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat
autoimun
dan bahkan fatal.
Lepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang
Bullous
Kulit merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan
pemphigoid
pengobatan, prognosis baik.
Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan,
Sindrom Paru-paru dan bengkak, dan gatal, mungkin berkembang. Prognosis baik
Goodpasture ginjal jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru
atau ginjal hebat terjadi.
Kelenjar gondok dirangsang dan membesar,
menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid
Penyakit
Kelenjar thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak
Graves
jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan,
dan kecemasan. Dengan pengobatan, prognosis baik.
Thyroiditis Kelenjar thyroid Kelenjar gondok meradang dan rusak,menghasilkan kadar
Hashimoto hormon thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala seperti
berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin,

29
dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan
hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala
secara sempurna.
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel
tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya.
Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal,
Multiple Otak dan spinal
kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan
sclerosis cord
otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah
tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis
berubah-ubah.
Koneksi antara Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah
Myasthenia saraf dan otot dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal
gravis (neuromuscular intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat
junction) biasanya bisa mengontrol gejala.
Lepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa
Pemphigus Kulit
mengancam hidup.
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan
menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk
produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).
Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan
Pernicious Sel tertentu di kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf
anemia sepanjang perut bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan
sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin
rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi,
kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut
bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik.
Sendi atau
Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam,
jaringan lain
kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak
Rheumatoid seperti jaringan
bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi,
arthritis paru-paru, saraf,
kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di bawah
kulit dan
kulit. Progonosis bervariasi
jantung
Sendi walau tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti
Sendi, ginjal, kepenatan, kelemahan, sakit kepala, pendek nafas,
Systemic lupus
kulit, paru-paru, gangguan ginjal, paru-paru atau jantung, gatal dan rasa
erythematosus
jantung, otak sakit dada mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul.
(lupus)
dan sel darah Kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun
ada keluhan ataupun serangan.
Diabetes Sel beta dari Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang air
mellitus tipe 1 pankreas (yang kecil dan selera makan seperti komplikasi bervariasi
memproduksi dengan jangka panjang.
insulin)
Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan,
sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak
cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks insulin

30
yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung
menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan
hingga waktu yang lama.
Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu
bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-
paru atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa
macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal,
kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa
Vasculitis Pembuluh darah
sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala
kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada
bagian badan mana yang dipengaruhi. Prognosis
bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak.
Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan.

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Artritis Rheumatoid


LI 2.1 Definisi
Artritis Rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik
dan progresif, dimana sendi merupakan target utama.

31
LI 2.2 Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan past, kejadiannya dikorelasikan dengan interaksi
yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan ( suarjana 2009 )
a. Genetik : berupa hubungan dengan gen HLA – DRBI dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit 60%
b. Hormon sex : perubahan profil hormon berupa stimulasi dari placental corticoliaonin
releasing hormon yang mensekresi ( DHEA ) yang merupakan substrat penting dalam
sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi estrogen dan progesteron pada respon imun
humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih
dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini.
c. Faktor infeksi : beberapa agen infeksi di duga bisa menginfeksi sel induk semang (host)
dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA.
d. Heat shock protein (HSP) : merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap
stress. Protein in mengandung untaian (squence) asam amino homolog. Diduga terjadi
fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen
infeksi dan sel host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang limfosit dengan
sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis.
e. Faktor lingkungan : salah satu contohnya adalah merokok.
f. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non hemolitikus
g. Endokrin
h. Autoimun
i. Metabolik

LI 2.3 Epidemiologi
Deskriptif epidemiologi AR menunjukkan prevalensi populasi 0,5% - 1% dan insiden
tahunan yang sangat variasi (12-1,200 per 100,000 per populasi) tergantung jenis kelamin, ras,
etnik dan tahun. Prevalensinya antara 0,3% dan 1% dan lebih sering pada wanita di sesebuah
negara membangun. Dalam jangka masa 10 tahun belakangan, kurang lebih 50% pasien di
negara-negara membangun tidak bisa memenuhi tanggungjawab sosial seperti bekerja sepenuh
masa.
Di Indonesia, prevalensi AR dikaji secara survey rumah-ke-rumah dengan nyeri
muskuloskeletal dalam total populasi pedalaman 4683 dan kota 1071 subjek, umur 15 tahun dan
ke atas di Jawa Tengah. Subjek-subjek yang diidentifikasi mengalami nyeri sendi periferal lebih
dari 6 minggu durasi (82 pria dan 129 wanita) di periksa oleh rheumatologis dan tes serologi dan
x-ray di lakukan. Prevalensi untuk AR definit mengikuti kriteria American Rheumatism
Association (ARA) adalah 0,2% di pedalaman dan 0,3% di kawasan kota ( Darmawan J.,2002).
Tingkat keparahan dari kasus-kasus yang di diagnosa di indikasi oleh klasifikasi
fungsional Steinbroker dari gred dua dan tiga, dan arthritis erosif pada x-ray tangan, gred 2-4.
Kadar prevalensi penyakit AR yang rendah dibanding dengan yang dijumpai di negara-negara
membangun adalah karena perbedaan struktur umur dari populasi dan ekspetansi hidup yang
lebih rendah. Selain itu, dijumpai juga Evidence of High Mortality pada penyakit ini. Ini
disebabkan oleh dampak dari kemerosotan sosio-ekonomi, penggunaan kortikosteroid dosis
tinggi yang intermiten dan infeksi kronis dalam komunitas yang sering wujud. Faktor-faktor ini
32
harus di ambil kira saat menilai prevalensi AR yang rendah dalam survey di negara-negara
membangun lainnya ( Darmawan J., 2002).

LI 2.4 Patogenesis & Patofisiologi


PATOGENESIS
Kerusakan sendi AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial setelah
adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi limfosit menginfiltrasi daerah erivaskular
dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah
pada sendi yang terlibat mengalami okulasi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.
Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga
mebentutk jaringan pannu. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.

Gambar destruksi sendi oleh

jaringan

Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga
mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.

33
Pada AR, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Panus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.

LI 2.5 Manifestasi klinis


AR dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di tangan.
AR juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung
tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang
disekitar sendi.
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada AR yaitu :
a. Stadium Sinovitis.
Artritis yang terjadi pada AR disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada membran
sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat umumnya simetris, meski pada
awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga
terjadi deformitas dan kehilangan fungsi . Sendi pergelangan tangan hampir selalu
terlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal .

b. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial .

c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap .

Manifestasi klinis AR terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan


manifestasi ekstraartikular .

1. Manfestasi artikular AR terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan
sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta
hidrops ringan . Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan
teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun
kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik. Sendi-
sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap,
meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-
tahun dari onset terjadinya.

2. Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada AR. Secara umum, manifestasi


RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi ekstraartikular pada AR,
meliputi:

34
a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa AR. Tanda dan
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3°C, kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang
secara umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului
terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi .

b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level


tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak
lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa
terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya
benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren .

c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary


sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan
keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia.

d. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti


dengan penyakit paru interstitial.

e. Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung


yang disebabkan oleh AR adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis,
penyakti arteri koreoner atau disfungsi diastol .

f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan


penyakit AR yang sudah kronis.

g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune


mediatedtrombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa neutropenia,
splenomegaly,dan nodular AR sering disebut dengan felty syndrome.
Sindrom ini terjadi pada penderita AR tahap akhir.

h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita AR sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell
lymphoma sercara luas.

LI 2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


DIAGNOSIS
Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk artritis rheumatoid:
1) C-Reaktive protein (CRP) : umumnya meningkat sampai > 0.7 picogram/ml, bisa
digunakan untuk monitor perjalanan penyakit.

2) Laju endap darah (LED) : sering meningkat > 30 mm/jam bisa digunakan untuk monitor
perjalanan penyakit.
35
3) Hemoglobin/hematokrit : sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dl. Anemia
normokromik, mungkin juga normositik ddan mikrositik.

4) Jumlah leukosit : mungkin meningkat.

5) Jumlahh trombosit : biasanya meningkat.

6) Fungsi hati : normal / fosfatase alkali sedikit meningkat.

7) Faktor reumatoid : hasilnya (-) pada 30% penderita AR stadium dini jika pemeriksaan
awal (-) dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil (+)
pada beberapa penyakit seperti SLE. Sklerodema syndrom sjogrens, penyakit keganasan,
salkoidosis, infeksi (virus parasit/bakteri).

8) Foto polos sendi : mungkin normal/tampak adanya osteopenia / erosi dekat celah sendi
pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk
data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya.

9) MRI ; mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos,
tampilan struktur sendi lebih rinci.

10) ( anti-CCP ) : berkolerasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila


dikombinasi dengan pemeriksan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak
semua laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan ( anti-CCP).

11) Anti RA33 : merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti CCP (-).

12) Antinuclear antibodi ( ANA ) : tidak bermakna unuk penilaian AR.

13) Konsentrasi komplemen : normal atau meningkat.

14) Imunoglobulin (Ig) : ig alfa-1 dan alfa-2 mungkin meningkat.

15) Pemeriksaan cairan sendi : diperlukan bila diagnosis meragukan, pada R tidak ditemukan
kristal, kultur, dan kadar glukosa rendah.

16) Fungsi ginjal ; tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk monitor efek
samping terapi.

17) Urinalis : hematuria mikroskopik / proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit
jaringan ikat.

Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan autoantibodi pada artritit reumaoid.

36
Autoantibodi Sensitifitas Spesifitas Ppv (%)
RF titer > 20 u/ml 35 89 84
RF titer tinggi (>/ 50 u/ml) 46 96 92
Anti-CCP 41 98 96
Anti-RA33 28 90 74

DIAGNOSIS BANDING
AR harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti artropati reaktif yang
berhubungan dengan infeksi, spondiloartropati seronegatif dan penyakit jaringan ikat lainnya,
seperti lupus eritematosus sistemik (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai AR.
Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Artritis gout jarang bersama-sama dengan
AR, bila dicurigai ada artritis gout maka pemeriksaan cairan sendi perlu dilakukan.

LI 2.7 Komplikasi
Dokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya komplikasi yang terjadi pada
penderita AR. Adapun komplikasi nya sebagai berikut :
1. Anemia : Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit; 75% penderita AR mengalami
anemia karaena penyakit kronik dan 25% penderita tersebut memberika respon terhadap
terapibesi.

2. Kanker : Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian limfoma dan
leukemia 2-3 kali lebih sering terjadi pada penderita AR; Peningkatan resiko terjadinya
berbagai tumor solid; penurunan resiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan karena
pengunaan OAINS.

3. Komplikasi kardiak : 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi perikardial asimptomatik


saat diagnosis ditegakan; miokarditis bisa terjadi baik dengan atau tanpa gejala.

4. Cervical spine disease : bila melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilang nya
lordosis servikal dan berkurangnya lingkup gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6,
penyempitan celah sendi pada foto sevikal lateral.

5. Gangguan mata : Episkleritis jarang terjadi.

6. Pembentukan fistula : Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubung nya
bursa dengan kulit.

7. Peningkatan infeksi : Umumnya merupakan efek dari terapi AR.

8. Deformitas sendi tangan : Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal; deformitas


boutonniere; defomitas swan neck; hiperekstensi dari ibu jari; peningkatan risiko ruptur
tendon.
37
9. Deformitas sendi lainya : Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain; frozen
shoulder, kista popliteal, dindrom terowongan karpal dan tarsal.

10. Komplikasi pernafasan : Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi
kavitas; bisa ditemukan inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak dan
nyeri pada laring; pleuritis ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai
dengan adanya ronki pada pemeriksaan fisik.

11. Nodul reumatoid : Ditemukan pada 20-35% penderita AR; biasanya ditemukan pada
permukaan ekstensor pada ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisa juga
ditemukan padda daerah sklera, pita suara, sakrum dan vertebra.

12. Vaskulitis : Bentuk kelaianan nya seperti arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi
kutaneus, arteritis organ viscera dan arteritis koroner; terjadi peningkatan resiko pada :
penderita perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa
macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan risiko terjadi nya infark miokard.

LI 2.8 Penanganan
Terapi AR harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa
penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010).
Terapi AR harus dimulai sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan penyakit.
Penderita harus dirujuk dalam 3 bulansejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan
inisiasi terapi DMARD(Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs)
Terapi AR bertujuan untuk:
a. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
b. Mempertahakan status fungsionalnya
c. Mengurangi inflamasi
d. Mengendalikan keterlibatan sistemik
e. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
f. Mengendalikan progresivitas penyakit
g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

1. Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid


Terapi non- farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi
komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya dengan suplementasi
minyak ikan cod) , kompres panas dan dingin serta massage untuk mengurangi rasa
nyeri, olahraga dan istirahat, dan penyinaran menggunakan sinar inframerah.
Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi
progressive. Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat dengan
kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang bermakna, dan terjadi ruptur tendo.
Metode bedah yang digunakan berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas
dilakukan artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan untuk
menunjang kehidupan sehari- hari.

38
2. Terapi Farmakologik
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya adalah :
a. Anti inflamasi non steroid (OAINS) : untuk mengendalikan nyeri
b. Glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular
c. DMRAD
d. Analgetik : acetaminophen, opiate, diproqualone, lidokain topical.
e.
 Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal bisa di mulai dengan
terapi : terapi hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfalazin/minoskilin
 Penderita dengan penyakit berat atau ada perubahan radiologis dimulai dengan terapi MTX, jika
gejala tidak bisa dii kendalikan secara adekuat maka pemerian leflunomide, azathioprine, atau
terapi kombinasi ( MTX di tambah satu DMARD)

1. OAINS : Terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan


2. GLUKOKORTIKOID
 Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg perhari cukup efektif
untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi.
 Dosis steroid harus di berikan dengan minimal karena memiliki efek samping yaitu
osteoporosis,katarak, gangguan kadar gua darah dll.
 Dalam terapi glukokortikoid harus di sertai dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vit D 400-
800 IU per hari.

3. DMRAD
 DMRAD yang paling umum di gunakan adalah MTX, Hidroksikllorokuin,
sulfalazin,leflunomide infliximab, etanerecept.
 Sulfalazin atau hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat di gunakan untuk terapi awal tetapi pada
kasus berat MTX atau kombinasi terapi di gunakan sebagai lini pertama.
 Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraseluller yang di perlukan
untuk sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi. Leflunomide memperlambat perburukan
kerudakan sendi yang di ukur secara radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru.
 Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor interleukin1. Anakira lebih efekif di bandingkan
placebo.

 Terapi kombinasi:
1. MTX + Hidroksiklorokuin
2. MTX + Hidroksiklorokuin + Sulfalazine
3. MTX + Sulfalazine + prednisolone
4. MTX+ Leflunomide
5. MTX+infliximab
6. MTX+ etanercept
7. MTX+ adalimumab
8. MTX+anakinra
9. MTX+ rituximab
10. MTX+ inhibitor TNF (lebih efektif dan lebih mahal)

39
Rekomendasi praktek klinik untuk terapi AR dengan bukti evidence paling baik
adalah penderita AR harus di terapi sedini mungkin dengan DMARD untuk mengontrol
gejala dan menghambat perburukan penyakit, NSAID diberikan dengan dosis rendah dan
harus diturunkan setelah DMARD mencapai respon yang baik, krotikosteroid diberikan
dalam dosis rendah dan pemberian dalam waktu pendek, terapi kombinasi lebih baik dibanding
dengan monoterapi.
NSAID yang diberikan pada AR digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi
nyeri dan pembengkakan. Obat ini tidak merubah perjalanan penyakit. Penggunaan
NSAID pada AR mempunyai resiko komplikasi serius yang dua kali lebih besar daripada
penderita OA. Penggunaan obat ini harus dipantau dengan ketat (Suarjana, 2009).Penggunaan
glukokortikoid kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat
memperlambat kerusakan sendi. Pemberiannya harus diimbangi dengan pemberian kalsium
dan vitamin D. Pemberian secara injeksi cukup aman bila hanya mengenai satu sendi
dan AR mengakibatkan disabilitas yang bermakna (Suarjana, 2009).

LI 2.9 Prognosis
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini AR, antara lain : skor fungsional yang
rendah, status sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat
menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit, RF
atau anti-CCP positif, ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul
rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi
penyakit berat tidak berhasilmemenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah mendapat berbagai
macam terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan memberikan respons yang
lebih baik dengan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Lindqvist dkk pada penderita AR yang
mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka mortalitas pada 8 tahun
pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhan penyebab kematian pada
penderita AR dibandingkan dengan populasi umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini mungkin akan
menurun setelah penggunaan jangka panjang DMARD terbaru.

LO 3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Autoimun


LI 3.1 Pemeriksaan Autoantibodi
Autoantibodi dibagi menjadi organ non spesifik dan organ spesifik serta primer dan
sekunder. Penemuan AA dalam serum digunakan untuk didagnosis dan klasifikasi
penyakit AI. AA jua memiliki nilai prediksi diagnostik, dapat ditemukan dalam fase
preklinis sebelum gejala penyakit ditemukan dan digunakan sebagai petanda aktivitas
dan pemantauan penyakit.
A. Autoantibodi primer dan sekunder
Autoantibodi dapat dibagi dalam AA patogenik primer yang merusak jarinan
secara langsung, mengganggu fungsi sel normal, menimbulkan penyakit dan
dapat digunakan sebagai petanda diagnosis.
Ditemukannya AA pada penderita, tidak mutlaka menunjukkan penyakit AI. Hasil
AA positif yang disertai dengan petanda dan gejala khas akan membantuk dalam
40
diagnosis. AA juga ditemukan pada individu sehat dan penderita lain tanpa
penyakit AI.
B. Autoantibodi organ nonspesifik dan organ spesifik
Pada AA organ non spesifik, antigen sasaran ditemukan secara luas dalam tubuh,
biasanya berupa komponen nukleus semua jenis sel (contohnya ANA), sedang
pada AA organ spesifik, antigen sasaran ditemukan dalam satu organ ata satu
jenis sel.
i. Autoantibodi organ non spesifik
Pada penyakit tertentu seperti AR dan LES ditemukan AA organ
nonspesifik. ANA merupakan kumpulan AA terhadap antigen berbagai
kompoknen nuklear utuh
ii. Autoantibodi organ spesifik
Autoantibodi organ spesifik ditemukan pada anemia hemolitik berupa
antibodi panas yang mengikat sel darah merah pada suhu tubuh (IgG) dan
antibodi dingin yang mengaglutinasikan sel darah merah pada suhu 4℃
(IgM) yang ditemukan dengan uji Coombs. AA orfan spesifik ditemukan
juga pada tiroiditis, penyakit adrenal, anemia pernisiosa dan sindrom
sjorgen. AA terhadap leukosit dan trombosit ditemukan pada beberapa
penyakit AI yang diinduksi obat.
C. Jenis-jenis autoantibodi
1. Antinuclear Antibody
Autoantibodi terhadap antigen nuklear-ANA terdiri atas berbagai golongan
antibodi yang bereaksi dengan antigen nuklear, nukleolar atau antigen
perinuklear. ANA merupakan nama kolektif untuk semua AA terhadap
antigen nuklear utuh yang ditemukan dalam kromatin, nukleolus,
nukleoplasma, matrikx nuklear atau membran nuklear. Scara klasik, ANA
merupakan peanda serologis diagnosis LES tetapi ANA sering ditemukan
pada kebanyakan penyakit AI. Pada awalnya pemeriksaan ANA dilakukan
dengan cara IPT yang menggunakan sel Hep2 (cell-line kanker epitel larings
manusia) karena memberikan keuntungan gambaran flouresen nuklear yang
baik. Imunoflouresen digunakan terutama sebagai skrining awal untuk
individu yang diduga menderita penyakit AI seperti LES, sindrom Sjorgen,
RA, MCTD, skleroderma, PM, DM. Gambaran flouresennya (homogen, difus,
speckled, periferal atau rim) menunjukkan hubungan dengan penyakit AI
tertentu. Namun, karena waktu dan biaya yang mahal untuk mengerjakannya,
esai dilakukan untuk sebagian besar dengan cara ELISA. Hasilnya dilaporkan
dalam pengenceran serumyang menunjukkan tes positif.
ANA adalah AA nonorgan spesifik penting yang dapat ditemukan papda
berbagai penyakit AI, infeksi dan keganasan. Dalam titer rendah dapat juga
ditemukan pada populasi usia lanjut. Nomenklatur ANA berasal dari
singkatan nama penderita untuk pertama kali antibodi di temukan atau
oenyakiti yang sangat berhubungan dengan antibodi atau struktur kimiawinya
yang erupakan antigen.

41
2. Anti-double stranded DNA
Autoantibodi terhadap dsDNA sangat spesifik untuk LES dan merupakan
petanda penting dalam diagnosis dan pemantuan LES. Namun beberapa
penderita dengan penyakit reumatik lain atau hepatitis kronis atif juga
menunjukkan peningkatan titernya yang sedang. Sensitivitas dan spesifitas
ANA dan dsDNA pada berbagai penyakit AI terlihat pada tabel dibawah ini.
Sensitivitasdan spesifitas ANA dan dsDNA pada berbagai penyakit AI
ANA dsDNA Histon Nukleoprotei Sm
n (ribonuklear)
LES
Sensitivitas >95% 70% ~50% 60% 25%
Spesifisitas 60 95 50 medium 99
RA
Sensitivitas 45 1 rendah 25 1
Spesifisitas 60 rendah
Skleroderma
Sensitivitas 60 <1 <1 <1 <1
Spesifisitas 50
PM/DM
Sensitivitas 60 <1 <1 <1 <1
Spesifisitas 60
Sjorgen
Sensitivitas 50 <5 Rendah Medium <5
Spesifisitas 50 Rendah Medium

3. Rheumatoid Factor
Rheumatoid factor adalah AA yang bereaksi dengan Fc dari IgGpoliklonal
yang dapat berupa tiap kelas Ig (paling banyak IgM)
- RF berfungsi untuk evaluasi penderita AR (sensivitas dan
spesifitasnya 70%)
- Penderita denga RF (+) cenderung menunjukkan artritis progresif,
erosif dengan kehilangan mobilitasi ekstrafaskular seperti nodul
rheumatoid, vaskulitis, sindrom felty dan sindrom sjorgen
sekunder.
- RF juga ditemukan pada penyakit sindrom sjorgen, LES,
krioglobulinemia, penyakit paru (fibrosis intestitial dan
silikosis)dan penyakit infeksi
4. Anti-Cyclic Citrullinated Peptide
- Pada artritis rheumatoid autoantibodi dibentuk terhadap anti-CCP
yang spesifik 95% terhadap AR dimana sensitifitasnya sama
dengan RF.
- Pemeriksaan anti CCP dan RF berfungsi untuk menyingkirkan
diagnosis AR dibandingkan tes RF saja.

42
- Jika ditemukan anti CCP pada penyakit dini yang belum
erdiferensiasi berarti penyakit cenderung berlanjut menjadi lebih
berat, erosif dan agresif.
5. Anti-Extractable Nuclear Antigen
Anti-Extractable Nuclear Antigen dapat ditemukan pada anak artritis jenuvile
idiopatik, artritis psoriatik, lupus, sindrom sjorgen, miopati inflamasi dan
tuberkulosis pasif.
6. Anti-signal Recognition Particle, anti-JO-1, anti-Mi2 dan anti-PM/Scl
a. Anti-SRP, anti-JO1, anti-MI-2 dan anti PM/Scl
Anti-SRP, anti-JO1, anti-MI-2 dan anti PM/Scl adalah antibodi spesifik
miositis karena spesifitasnya tinggi untuk AIM
- Anti SRP merupakan antibodi terhadap kompleks RNA-protein.
Penderita AA akan menunjukkan AIM ditandai kelemahan otot,
awitan akut, biopsi otot tanpa inflamasi dan penderita yang
menunjukkan respons buruk terhadap pengobatan.
b. Anti-Jo-1
c. Anti-Jo-1 merupakan autoantibodi yang sering ditemukan pada miopati
inflamation (disebut sindrom anti-sintase) akan menunjukkan ciri-ciri
yang sangat beda dengan anti-SRP dan sering disertai kelelahan otot,
penyakit paru interstisial, artritis dan demam. Respons Anti-Jo-1
merupakan self antigen driven dengan isotype switching dan affinity
naturation.
d. Anti-Mi2
Spesifik untuk DM dan berhubungan dengan awitan akut
e. Anti PM/Scl
Autoantibodi terhadap komponen granular nuklear sering terlihat pada
miositis dengan sklerodema (overlap).
7. Antineutrophil Cytoplasmic Antibody (ANCA), Myeloperoxidase, Proteinase-
3
a. ANCA
- Bereaksi dengan granul sitoplasma neutrofil
- Pada pemeriksaan IFT menunjukkan gambaran sitoplasmik
(cANCA) dan perinuklear (pANCA)
- Gambaran IFT untuk membedakan ANCA yang berhubungan
dengan sindrom vaskulitis:
i. cANCA
sering ditemukan pada WG, MPA, dan sindrom Churg-
Strauss
ii. pANCA
awalnya ditemukan pada MPH namun kemudian ditemukan
pada jenis vaskulatis lain, IBD, SLE, RA, Juvenille
idiopatic arritis.
b. Mieloperoxidase PO dan proteinase-3

43
- MPO dan PR3 merupakan determinan antigenik ANCA untuk
menemukan vaskulitis, menentukan jenis, aktivitas penyakit
- Jika hasil vaskulitis (+) maka disebut PR3-ANCA (+) atau MPO-
ANCA (+)
- Antibodi terhadap MPO/PR3 adalah prediktif untuk sindrom
vaskulitis
- cANCA dan PR3 dapat meningkatkan positive predictive value
untuk vskulitis yang disertai ANCA terutama WG
- ANCA, MPO, dan PR3 digunakan untuk diagnosis Churg-Strauss
- ANCA jangan digunakan untuk nilai efekasi pengobatan karena
titer ANCA bisa jadi normal untuk pengobatan
- ANCA (+) bisa ditemukan pada penyakit infeksi, obat
tiroid,terutama profil tiourasil dan penyakit autoimun lain

LO 4. Pandangan Islam Dalam Menghadapi Musibah


LI 4.1 Sabar
Secara etimologi, sabar (ash-shabr) berarti: al-habs atau al-kaff (menahan), Allah
berfirman:
‫واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي‬
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan
senja hari.” (Al-Kahfi: 28) Maksudnya: tahanlah dirimu bersama mereka.

Secara istilah, definisi sabar adalah: menahan diri dalam melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu untuk mencari keridhaan Allah, Allah berfirman:
‫والذين صبروا ابتغاء وجه ربهم‬
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya” (Ar-Ra’d: 22).

Sabar terdiri dari 3 macam, yaitu:


1. sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah
2. sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat terhadap Allah
3. sabar dalam menerima taqdir yang menyakitkan.

Ayat-Ayat Al-Quran

Al-Baqarah 152-156

152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

44
153. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

154. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa
mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.

155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.

156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa
innaa ilaihi raaji'uun".

Mengenai sabar, Allah SWT berfirman, “wahai sekalian orang-orang yang beriman, bersabarlah
kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu dan tetaplah bersiap siaga” (QS.Ali imran : 200)
Ayat ini memerintahkan untuk bersabar dalam menjalani ketaatan ketika mengalami musibah,
menahan diri dari maksiat dengan jalan beribadah dan berjuang melawan kekufuran, serta
bersiap siaga penuh untuk berjihad di jalan Allah SWT. Tentang ayat ini, Sahl bin Sa’ad
meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW bahwa, “Satu hari berjihad di jalan Allah itu
lebih baik ketimbang dunia dengan segala isinya” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi).

LI 4.2 Ikhlas
Kita sebagai seorang hamba harus memahami bahwa segala hal yang terjadi dan setiap
kejadian yang menimpa makhluknya sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Pemahaman terhadap
kedua hal di atas akan mengantarkan kita kepada sikap ridha terhadap ketentuan-ketentuan Allah
SWT. Ada beberapa keutamaan sakit dalam kajian agama islam antara lain :

45
1. Dihapus dosa-dosanya oleh Allah
Allah akan menghapuskan kesalahan (dosa-dosa) hamba-Nya, sebagaimana hadist rasullulloh
SAW : Ketika Rasulullah menjenguk orang Badui saat dia sakit, Rasulullah mengatakan "Laa
baa'sa thahurun insya Allah." ""Tidak apa-apa dengan sakitmu, mudah-mudahan penyakit ini
menjadi pencuci dosa insya Allah." (HR. Bukhari dari lbnu Abbas ) "Tidak ada satu musibah
pun yang menimpa diri seorang muslim, baik berupa kesusahan dan penderitaan, kesedihan dan
kedukaan, maupun penyakit, bahkan sepotong duri yang menusuk kecuali Allah menghapuskan
sebagian kesalahan-kesalahannya." (HR. Bukhari-Muslim) "Tidaklah seorang muslim yang
ditimpa kesakitan kecuali Allah hapuskan dengannya kesalahan kesalahannya seperti ranting
yang menggugurkan daun-daunnya."' (HR. Bukhari dari lbnu Mas'ud)
“Tidak ada seorang muslim yg tertimpa suatu musibah/penyakit/kegundahan/kesedihan /
marabahaya, hingga duri mengenai dirinya kecuali Allah pasti akan mengampuni sebagian
kesalahan-kesalahannya”. “Tidak ada seorang muslim yang tertimpa penderitaan melainkan
Allah akan mengugurkan dosadosanya seperti gugurnya dedaunan dari pohon
2. Di kasih sayangi oleh Allah
Tatkala seorang pasien dan keluarganya memaknai sakit ini sebagai rasa sayang dari Allah, tentu
sikapnya berupaya mengikuti tuntunan sesuai sunnah. Mereka dapat mengoptimalkan
peluangpeluang yang Allah berikan kepadanya dengan menyesuaikan perilakunya dengan
perilaku para penghuni surga. Mereka mensyukuri dengan ikhlas terhadap sakit yang dialaminya.
Sabda nabi : “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah jadi orang yang baik, selalu diuji
dengan macammacam cobaan” Sungguh bagi seorang muslim adalah kedudukan yang paling
amat mulia ketika ia sedang dicoba sakit oleh Allah, kalau saja mereka tahu hal itu, tentu
mereka ingin sakit sepanjang masa”
3. Orang yang sakit doanya diterima
“Apabila anda menjenguk orang sakit, maka mintahlah ia mendoakanmu, karena doa orang yang
sakit itu seperti doanya para malaikat”.
4. Seorang yang sakit Amal Ibadahnya tetap dicatat
“Bagiku janjiku untuk memberikan pahala atas cobaan sakitnya, dan bginya semua pahala amal-
amal yang biasa mereka lakukan ketika sehat dahulu.

LI 4.3 Ridho
Kita sebagai seorang hamba harus memahami bahwa segala hal yang terjadi dan setiap
kejadian yang menimpa makhluknya sudah ditetapkan oleh Allah. Pemahaman terhadap hal ini
akan mengantarkan kita kepada sikap ridha terhadap ketentuan-ketentuan Allah dan dengan
keridhaan itu, Allah akan menghapuskan kesalahan (dosa-dosa) hamba-Nya, sebagaimana hadits
Rasulullah, Ketika Rasulullah menjenguk orang Badui saat dia sakit, Rasulullah mengatakan
"Laa baa'sa thahurun insya Allah." ""Tidak apa-apa dengan sakitmu, mudah-mudahan penyakit
ini menjadi pencuci dosa insya Allah." (HR. Bukhari dari lbnu Abbas ) Rosullulloh bersabda :
"sungguh ajaib keadaan orang beriman itu, bagaimana pun keadaannya, semuanya itu meniadi
kebaikan' Keadaan seperti ini tidak akan ditemukan kecuali pada orang yang beriman. Jika
46
mendapatkan kegembiraan, ia bersyukur dan itu merupakan kebaikan. Jika ia ditimpa
kemalangan, ia akan bersabar dan itu iuga merupakan kebaikan baginya." (HR. Muslim dari
Syu'aib bin Sana).

DAFTAR PUSTAKA

Isbagio H, Kasjmir Y.I, Setyohadi B, Suarjana N. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, vol III
Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Sudoyo, A. W., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Interna
Publishing.

Sudoyo, A. W., et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21607/4/Chapter%20II.pdf

47

Anda mungkin juga menyukai