Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem persarafan, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan adalah ketiga


sistem yang memungkinkan kehidupan seseorang dapat berlangsung. Ketiga sistem
utama tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Adanya gangguan pada salah
satu sistem akan menyebabkan terganggunya sistem yang lain. Kematian somatis
atau kematian klinis adalah suatu keadaan yang terjadi karena gangguan pada ketiga
sistem utama tersebut yang bersifat menetap.1

Pada saat seseorang dinyatakan mati somatis baik organ baik jaringan tubuh
tertentu masih dapat tetap berfungsi sendiri untuk beberapa saat. Pada suatu saat,
organ maupun jaringan tersebut akan kehilangan fungsinya, keadaan ini disebut
sebagai kematian seluler. Waktu kematian seluler bagi masing-masing organ dan
jaringan berbeda, bergantung dari pada daya tahan masing-masing.1

Untuk dapat memperkirakan saat kematian diperlukan pengamatan, pencatatan


dan penafsiran yang baik terutama dari perubahan lanjut yang terjadi pada mayat.
Perkiraan saat kematian dapat diketahui dari6 :

1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu dingat bahwa saksi adalah manusia
dengan segala keterbatasannya.
2. Petunjuk-petunjuk yang ada di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah,
tanggal yang tercantum pada surat kabar, dan sebagainya yang dapat
dilakukan baik oleh penyidik.
3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini termasuk penurunan suhu tubuh
mayat (algor mortis), lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis),
pemeriksaan isi lambung, dan pembusukan,
Untuk dapat memperkirakan saat kematian perlu diketahui berbagai perubahan
yang terjadi pada tubuh seseorang yang meninggal dunia, dan juga faktor apa saja
yang berperan dalam kejadian tersebut. 1

1
BAB II

PEMBAHASAN

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)


dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik
yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau
batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.1

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatic
(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak ( mati batang
otak). 1
Mati somatik (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular dan
sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan
reflex-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi. 1
Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga
sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana.
Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga
sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. 1
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian somatik. Daya tahan hidup masing-
masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam
transplantasi organ. 1
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. 1
Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intracranial yang ireversibel, termasuk batang otaak dan serebellum.

2
Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga aalat
bantu dapat dihentikan. 1
Penentuan waktu kematian, atau interval antara saat kematian dan ketika
tubuh ditemukan( interval postmortem), hanya dapat ditentukan dengan pasti
apabila terdapat saksi mata yang menyaksikan kematian tersebut. Semakin lama
waktu terjadinya kematian, semakin besar peluang terjadinya kesalahan dalam
menentukan interval postmortem. Ada banyak faktor yang digunakan dalam
menentukan kematian, antara lain livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku
mayat), algor mortis(penurunan suhu tubuh), dekomposisi. Pemeriksaan yang
menyeluruh merupakan hal yang sangat penting, hasil penemuan fisik dari tubuh
mayat disesuaikan dengan informasi dari saksi mata yang melihat atau
mendengar jika terdapat saksi mata. 2,3
Faktor lingkungan juga sangat penting diperhatikan dalam menentukan
waktu terjadinya kematian atau interval post mortem karena faktor lingkungan
sekitar mayat mempengaruhi cepat atau lamanya terjadinya perubahan post
mortem. Perubahan terjadi lebih cepat dalam pada suhu hangat/tinggi. Jenis
pakaian dapat membantu menunjukkan apa yang orang lakukan dan waktu ketika
kematian terjadi. Petunjuk tentang waktu kematian juga dapat ditemukan di
lokasi mayat sekitar baik jauh ataupun dekat, seperti sebagai jenis serangga dan
flora tubuh. 2,3
Tidak ada pemeriksaan tunggal pada mayat yang dapat menjadi
indikator akurat untuk menentukan waktu terjadinya kematian atau interval
postmortem. Perkiraan yang paling diandalkan adalah didasarkan pada kombinasi
dari berbagai pemeriksaan fisik, lingkungan dan informasi dari saksi mata jika
ada.3

3
PERUBAHAN POST MORTEM

Perubahan post mortem merupakan salah satu petunjuk dalam menentukan waktu
terjadinya kematian (interval postmortem), adapun perubahan post mortem
tersebut antara lain:
1. Livor Mortis
Livor mortis (lebam mayat) atau hipostasis post mortem merupakan
perubahan warna merah keunguan pada bagian tubuh mayat yang merupakan
kumpulan darah pada pembuluh darah yang dipengaruhi oleh gravitasi. Pada
bagian tubuh yang tertekan akan tampak pucat yang dikelilingi oleh lebam.
Hal ini disebabkan pembuluh darah pada bagian tersebut tertekan sehingga
mencegah terakumulasinya darah. Bagian tubuh tersebut biasanya bagian
yang menahan beban tubuh seperti bahu, bokong, dan betis. Bagian tubuh
tersebut tidak akan menggambarkan lebam mayat tetapi pucat. Seperti pada
pakaian yang ketat misalnya bra, korset, atau ikat pinggang yang menekan
jaringan lunak juga akan menekan pembuluh darah sehingga mengakibatkan
pucat. 1,2,4
Livor mortis atau lebam mayat akan muncul pada 30 menit sampai
dengan 2 jam post mortem. Dengan waktu maksimal 8 sampai 12 jam.
Setelah itu lebam akan menetap.2,4,5

Gambar 1. Pola Lebam Mayat2

4
2. Rigor Mortis
Rigor mortis atau kaku mayat merupakan hilangnya adenosis
triphospat (ATP) dari otot yang merupakan sumber energi bagi otot untuk
berkontraksi. Sehingga filamen aktin dan myosin menjadi kompleks secara
permanen sehingga kaku mayat terbentuk sampai proses dekomposisi terjadi.
Rigor mortis akan tampak 2 sampai 4 jam post mortem dan mencapai
puncaknya pada 6 sampai 12 jam. 2,4,5

Gambar 2. Rigor Mortis, Lutut mayat seorang pria yang tetap tertekuk
setelah ia dipindahkan dari tempat dia ditemukan.2

3. Algor Mortis
Algor mortis atau penurunan suhu tubuh pada korban yang telah
meninggal dapat ditempuh melalui 4 cara yaitu : radiasi, konveksi, evaporasi,
dan konduksi. Namun perkiraan kematian dengan menilai algor mortis tidak
dapat menentukan suatu kejadian kematian karena banyak hal yang dapat
mempengaruhi suhu tubuh sebelum seseorang meninggal. Misalnya penyakit
infeksi dapat meningkatkan suhu tubuh, cedera kepala dapat merusak bagian

5
otak yang mengatur termoregulasi, dan seseorang dapat meninggal karena
suhu yang sangat dingin. 2,4,5
4. Dekomposisi
Dekomposisi terdiri atas dua proses yaitu autolisis dan putrifikasi.
Autolisis merupakan rusaknya sel dan organ yang disebabkan oleh proses
kimiawi dari enzim intraseluler. Sedangkan putrifikasi merupakan
pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan fermentasi. 2,4,5
Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 - 48 jam
pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah,
lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung
lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. 2,4,5

Gambar 3. Salah satu tanda-tanda awal dari dekomposisi yaitu perubahan


warna kulit menjadi kehijauan, terutama di bagian perut.
Dekomposisi mungkin muncul lebih cepat (dalam beberapa jam)
jika suhu lingkungan tinggi.2

LIVOR MORTIS

DEFINISI
Livor mortis (lebam mayat/hipostasis post mortem) adalah warna ungu
kemerahan pada bagian tubuh terendah akibat akumulasi darah di pembuluh
darah kecil di bagian tubuh yang paling rendah akibat gravitasi. Apabila
seseorang meninggal, peredaran darahnya berhenti dan timbul stagnasi akibat

6
gravitasi maka darah mencari tempat yang terendah. Dari luar terlihat bintik-
bintik berwarna merah kebiruan, inilah yang disebut lebam mayat. 1,6

Gambar 4 : pada daerah yang tertekan menjadi pucat pada livor mortis yang telah
menetap6

PATOFISIOLOGI
Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi dalam
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakkan darah mencapai
capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil aferen dan eferen saling
berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan
mengalir ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat dicapai.
Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi
plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi
pada pembentukan gelembung-gelembung di kulit pada awal proses
pembusukan.7
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempat tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan
tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya
lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.7
Warna kebiruan pada hipostasis tidak mempunyai konotasi yang sama
seperti sianosis yang terjadi selama kehidupan. Konsep sianosis ini mempunyai
arti perubahan warna kebiruan pada kulit dan mukosa membran yang sebaiknya
diberi batasan tegas dalam diskripsi secara klinik dan tidak digunakan dalam

7
mayat. Secara klinik untuk terjadinya sianosis memerlukan sekurangnya 5
persen dari hemoglobin yang tereduksi dalam darah kapiler. Pada mayat
disosiasi oksigen ini akan berlangsung terus dan mungkin terjadi reflux dari
darah vena yang mengalami deoskigenasi masuk kedalam pembuluh darah
kapiler. Alasan ini dapat menjelaskan mengapa darah dari kadaver berwarna
ungu kebiruan, akan tetapi ini bukan sebagai akibat dari perubahan patofisiologi
yang terjadi dalam kehidupan misalnya pada strangulasi. Beberapa buku
mengatakan variasi lebam ini sangat besar tergantung dari oksigenasi saat
kematian seperti kematian oleh karena congesti dan hypoxia dimana darah
menjadi lebih gelap sebagai akibat dari hemoglobin yang tereduksi dalam
pembuluh darah kulit, akan tetapi ini merupakan indikator yang tidak dapat
dipercaya dan tidak pasti yang mengatakan bahwa warna yang lebih gelap dari
hipostasis ini merupakan indikasi bahwa kematian disebabkan oleh asfiksia.8
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, akan tetapi pada individu yang mengalami proses kematian yang lama
dimana terjadi gagal jantung dan venous return yang terhambat oleh immobilitas
dan coma yang dalam maka lebam mayat dapat terjadi pada antemortem. Hal ini
berlawanan dengan apa yang terjadi pada anemia kronis atau perdarahan masif.
Dimana setelah terbentuk hipostasis yang menetap dalam waktu 10 12 jam
ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah
dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi. 8
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari
setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi
meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam
kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8
12 jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap.
Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan
darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat
tertimbunnya sel sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian

8
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8 12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. 8
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian,
bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka
akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam
mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi
posisi pada tubuh. 8
Pada kasus kematian tidak wajar seperti banyaknya darah yang keluar
sehingga mengakibatkan banyaknya fibrinogen darah yang hilang darah akan
tetap mencair dan ini memberi pengaruh terhadap pembentukan lebam mayat.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam
aliran darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui
tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan
serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler
yang berisi darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini
yang bertanggung jawab terhadap lebam mayat. 8
Pembekuan darah dapat ditemukan pada pembuluh darah besar dan jantung
pada seseorang dimana stadium terminalnya terdapat aktifitas fibrinolisin yang
terdepresi, seperti pada penyakit infeksi dan cahexia sehingga dapat dijumpai
banyaknya bekuan darah pada daerah tersebut akan tetapi pengaruhnya terhadap
fiksasi lebam pada kulit sangat sedikit oleh karena pada kasus-kasus kematian
mendadak yang disertai pembentukan bekuan darah yang terjadi secara spontan
ini hanya terjadi dalam periode singkat yang segera mengikuti proses kematian,
dan kemudian darah menjadi bebas dari fibrinogen dan tidak akan pernah
membeku kembali. Darah yang tetap mencair ini biasanya akan terlihat pada
waktu autopsi. Mencairnya darah ini bukanlah tanda yang karakteristik pada
beberapa kematian yang disebabkan oleh asfiksia seperti banyak dijelaskan
dalam beberapa buku. Dalam kenyataannya lebam mayat yang terfiksasi adalah

9
hanya sesuatu yang relatif, oleh karena kapanpun tubuh dibalik maka hipostasis
yang terjadi sebelumnya akan menghilang. 8
Secara tipikal lebam mayat mempunyai warna ungu atau ungu
kemerahan. Lebam mayat yang terjadi pada tubuh yang terekspose dengan udara
dapat berwarna pink pada sisi-sisinya, pada bagian belakang atau tempat-tempat
yang berdekatan dengan tanah akan tetapi hal ini tidak dapat dijadikan patokan.
Pada kematian yang disebabkan oleh keracunan karbon monoksida,
secara klasik digambarkan berwarna cherry red, pada kasus-kasus dimana
methhaemoglobin dibentuk dalam darah sewaktu masih hidup seperti potassium
chlorate, nitrate, dan keracunan aniline memperlihatkan warna lebam sebagai
chocolate brown dan pada kematian yang disebabkan terekspose suhu yang
dingin memperlihatkan warna bright pink atau merah terang. Ini sama dengan
warna yang terlihat pada mayat yang diletakkan di dalam lemari pendingin
segera setelah mati. Keracunan sianida menyebabkan lebam berwarna yang
digambarkan oleh penulis yang berbeda sebagai pink, bright scarlet, dan
violet.1,8
Pada kematian yang disebabkan abortus septik dimana Clostridium
perfringens merupakan bekteri penyebabnya, maka akan terlihat warna perunggu
pucat bergaris-garis pada kulit dan ini tidak terbatas pada area lebam. 8
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi peteki
(tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang disebut
dengan tete de negre appearance yang mempunyai diameter dari satu sampai
beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi.
Fenomena ini sering terjadi pada asfiksia atau kematian yang terjadinya lambat.
Sayangnya dengan berlalunya waktu purpura ini tidak selalu dapat ditentukan
dengan pasti apakah terjadinya antemortem atau postmortem. 8
Secara medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak
dari warna lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat

10
ini terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator dari penentuan
saat mati. Sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah sudah
terjadi manipulasi posisi pada mayat. 8

Gambar 5 : Livor Mortis(Lebam Mayat).. Darah berkumpul karena gravitasi setelah seseorang
meninggal. Darah menjadi menetap pada daerah yang lebih dibawah sekitar 8 10 jam. Sebelum
menetap, darah akan terdistribusi kembali pada lokasi dependent jika tubuh mayat dipindahkan.
Warna normal livor mortis adalah ungu. Lebam berwarna kemerahan disebabkan karena lingkungan
yang dingin,sianida, dan karbonmonoksida. Warna pada foto ini ungu dengan warna merah dipinggir
karena pendinginan8

Gambar 6 : Distribusi normal dari hipostasis post mortem di tubuh yang terbaring setelah kematian.
Area putih diakibatkan tekanan pada lanta

INTERPRETASI
Ada beberapa macam interpretasi livor mortis, yaitu: 8
1. Tanda pasti kematian.
2. Menaksir perkiraan waktu saat kematian.
3. Menaksir lama kematian.
4. Menaksir penyebab kematian.

11
5. Posisi terakhir mayat.

PERBEDAAN LEBAM MAYAT DAN MEMAR


Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20
menit setelah orang meninggal. Lebam mayat ini mirip dengan luka memar,
oleh karena itu lebam mayat harus dibedakan dengan luka memar.1

Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian


biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan
sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayat
kulit. Pada lebam mayat (hipostasis pasca mati) darah akan mengalir keluar dari
pembuluh darah yang tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan
tampak bersih, sedangkan pada hematom penampang sayatan tetap berwarna
merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi
ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini. 1

Hematom antemortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian


biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan
sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan
kulit. Pada lebam mayat darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang
tersayat sehingga bila dialiri air penampang sayatan akan bersih, sedangkan pada
hematom penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman.

Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dengan Memar1

Sifat Lebam mayat Memar


Letak Epidermal, karena pelebaran Subepidermal, karena rupture pembuluh
pembuluh darah yang tampak darah yang letaknya bisa superficial atau
sampai ke permukaan kulit lebih dalam

Kutikula Tidak rusak Rusak


Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, Terdapat di sekitar, bisa tampak di mana
terutama luka pada bagian tubuh saja pada bagian tubuh dan tidak meluas
letak rendah

12
Gambaran Tidak ada elevasi dari kulit Biasanya membengkak, karena ada
resapan darah dan edema

Pinggiran Jelas Tidak jelas


Warna sama Memar yang lama warnanya bervariasi,
memar yang baru warna lebih tegas
daripada warnal lebam mayat
disekitarnya

Pada Darah tampak pembuluh darah Menunjukkan resapan darah ke jaringan


pemotongan dan mudah dibersihkan, jaringan sekitar, susah dibersihkan jika hanya
subkutan tampak pucat dengan air mengalir, jaringan subkutan
berwarna merah kehitaman

Dampak Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja bila diberi
setelah diberi penekanan yang ringan penekanan
penekanan

Livor mortis harus kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang
tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan kita
siram dengan air.1

13
Gambar 7. Kadang-kadang, mortis livor mungkin muncul sebagai biasa pola
atau terlihat seperti cedera. Pria ini ditemukan di bagian bawah
beberapa anak tangga. Patologi dapat dipotong menjadi daerah
untuk membedakan antara mortis livor dan cedera.2

Gambar 8. Sebuah sayatan ke daerah tersebut hanya memperlihatkan lemak


berwarna kuning dan tidak ada darah. Hal ini menunjukkan
daerah tersebut kebiruan dan bukan cedera.2

Gambar 9 : Memar dilengan akibat cetakan jari2

14
Gambar 10 : Lebam Mayat2

LOKALISASI

Lokalisasi lebam mayat pada bagian tubuh yang rendah, kecuali pada bagian
tubuh yang tertekan dasar atau tertekan pakaian. Pada jenazah dengan posisi
terlentang, lebam mayat ditemukan pada bagian kuduk, punggung, pantat, dan
bagian flexor tungkai. Di samping itu kadang-kadang ditemukan juga lebam
mayat pada bagian depan samping leher, hal ini disebabkan pengosongan yang
kurang sempurna daripada vena-vena superfisialis, seperti vena jugularis externa
dan vena colli superfisialis. Pada korban dengan posisi telungkup, lebam mayat
ditemukan pada dahi, pipi, dagu, dada, perut dan bagian ekstensor tungkai.
Kadang-kadang stagnasi darah demikian hebat, sehingga pembuluh darah dalam
rongga hidung pecah, dan keluarlah darah dari hidung. Pada korban yang
menggantung, lebam mayat terdapat pada ujung extremitas dan genitalia
eksterna.1

15
Gambar 11. Lokalisasi lebam mayat pada bagian tubuh yang rendah, kecuali
pada bagian tubuh yang tertekan dasar atau tertekan pakaian.9

Gambar 12. Pria ini ditemukan tewas di tempat tidur. Pola dari livor mortis
menunjukkan orang itu telah dipindahkan setelah livor mortis
telah diperbaiki.2

16
Gambar 13. Pola kebiruan konsisten dengan wajah pria berada di tempat
tidur. Cairan dalam hidung sesuai dengan daerah bernoda di
tempat tidur.2

Gambar 14. Pola tidur pada kaki menunjukkan orang yg meninggal sedang
berbaring di tempat tidur setelah kematian.2

Gambar 15. Kebiruan dan kongesti (penumpukan darah) di kepala, leher,


dan dada bagian atas dapat memberikan pola bercak.2

17
Empat jam setelah orang meninggal akan terjadi hemolisa, sehingga
pigmen darah keluar dan masuk ke dalam jaringan di sekitarnya. Akibatnya
lebam mayat tidak akan hilang bila posisi jenazah diubah. 1
Di samping ditemukan pada kulit, lebam mayat juga dapat ditemukan
pada alat tubuh, seperti bagian belakang otak, bagian belakang paru, dan bagian
belakang hati, serta bagian belakang lambung. Keadaan ini perlu dibedakan
dengan keadaan patologis seperti pneumonia atau lambung yang mengalami
keracunan. 1

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Ada 3 faktor yang mempengaruhi livor mortis, yaitu:1
1. Volume darah yang beredar
Volume darah yang banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat
terbentuk dan lebih luas, sebaliknya volume darah sedikit menyebabkan
lebam mayat lebih lambat terbentuk dan terbatas.
2. Lamanya darah dalam keadaan cepat cair
Lamanya darah dalam keadaan cepat cair tergantung dari fibrinolisin dan
kecepatan koagulasi post-mortem.
3. Warna lebam
Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan
penyebab kematian, yaitu:
Merah kebiruan merupakan warna lebam normal
Merah terang atau cherry-red menandakan keracunan CO,
keracunan CN, atau suhu dingin
Merah gelap menunjukkan asfiksia
Biru menunjukkan keracunan nitrit
Coklat menandakan keracunan aniline

18
WAKTU / LAMANYA TERJADI
Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca
kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya
menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis. Sebelum lebam mayat
menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira
kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah
sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita
hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira
lebih dari 6-10 jam. 1

Gambar 16. Livor mortis tempak pada tangan orang yang meninggal itu.
Pola ini tidak akan hilang karena kebiruan sudah menetap.2

19
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Hariadi, Mutahal. Tanatologi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik


dan Medikolegal Edisi Ketujuh. Editor: Hoediyanto, A. Hariadi. Surabaya:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Hal. 115-118.
2. Dix, Jay. Color atlas of Forensic Pathology. New York : CRC Press Boca Raton
London New York Washington, D.C. 2000. p8
3. Dix J and Michael Graham. Time of Death,DecompositionandIdentification.
New York : CRC Press Boca Raton London New York Washington, D.C. 2000.
P20.
4. Dolinak D, Evan WM, and Emma OL. Forensic Pathology Principles and
practice. New York : Elsevier. 2005. p527-542
5. Schmitt A, etc. Forensic Anthropology And Medicine:Complementary Sciences
From Recovery ToCause Of Death. New Jersey : Humana Press. 2004.p97.
6. DiMaio VJ, DiMaio D. Time of Death. In: Forensic Pathology Second Edition
(Practical aspects of criminal and forensic investigation). Florida : CRC Press
LLC. 2001
7. Cox, WA. Early Postmortem Changes and Time of Death. In: Forensic
Pathologist/Neuropathologist. 2009.
8. Gordon, Shapiro, Berson, Forensic Medicine: A Guide to Principles, 3rd edition.
Churchill Livingstone, Edinburgh. 1988.
9. Harle, L. Postmortem Changes. [online]. 2012. [Cited 13 Januari 2013].
Available from URL:
http://www.pathologyoutlines.com/topic/forensicspostmortem.html

20

Anda mungkin juga menyukai