Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEMESTER VI

MODUL 21 KEDOKTERAN KEHAKIMAN

CADAVERIC RIGIDITY

DISUSUN OLEH

Elvina Dianitha

(71180811061)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2020/2021
Lembar Penilaian Makalah

NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai


1 Ada Makalah 60
2 Kesesuaian dengan LO 0 – 10
3 Tata Cara Penulisan 0 – 10
4 Pembahasan Materi 0 – 10
5 Cover dan Penjilidan 0 – 10
TOTAL

NB : LO = Learning Objective Medan,


Dinilai Oleh :

Tutor

(Dr. dr. Casthry Meher, M.Kes,M.ked


(DV), Sp.DV)

i
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang atas kehadiratnya yang telah melimpahkan
rahmat,hidayat,dan innayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah skenario ke-1 kedokteran kehakiman. Penulis mengucapkan rasa
terimakasih kepada tutor SGD 14 yang telah mengarahkan dan membimbing
jalannya diskusi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum lah sempurna.Maka dari itu,
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari dosen-dosen sebagai
penyempurna makalah ini.

Medan, 6 Agustus 2021

Elvina Dianitha

ii
DAFTAR ISI

Lembar Penilaian......................................................................................................i

Prakata......................................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Skenario..............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan................................................................................................................2

BABII ISI

2.1 Penentuan Waktu Kematian Dari Kaku Mayat Pada Kasus Tenggelam...........3

2.2 Penentuan Waktu Kematian Dari Lebam Mayat Pada Kasus Tenggelam.........3

2.3 Penentuan Waktu Kematian Dari Penurunan Suhu Tubuh Pada Kasus
Tenggelam………………………………………………………………………....5

2.4 Penentuan Waktu Kematian Dari Pembusukan Pada Kasus Tenggelam...........6

BABIII PENUTUP

Simpulan................................................................................................................10

Daftar Pustaka......................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Drowning atau tenggelam adalah masuknya cairan yang cukup banyak


ke dalam saluran nafas atau paru-paru. Dalam kasus tenggelam,
terendamnya seluruh tubuh dalam cairan tidak diperlukan. Yang diperlukan
adalah adanya cukup cairan yang menutupi lubang hidung dan mulut
sehingga kasus tenggelam tidak hanya terbatas pada perairan yang dalam
seperti laut, sungai, danau, atau kolam renang, tetapi mungkin pula
terbenam dalam kubangan atau selokan di mana hanya bagian muka yang
berada di bawah permukaan air.

WHO menyatakan bahwa 0,7% penyebab kematian di dunia atau lebih


dari 500.000 kematian setiap tahunnya disebabkan oleh tenggelam.WHO
juga mencatat pada tahun 2004 di seluruh dunia terdapat 388.000 orang
meninggal karena tenggelam dan menempati urutan ketiga kematian di
dunia akibat cedera tidak disengaja.Menurut Global Burden of Disease,
angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibandingkan seluruh kasus kematian
akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air, dan
bencana lainnya.

1.2 Skenario
SKENARIO 1

Cadaveric Rigidity
Di jumpai sesosok mayat mengapung di sungai, masyarakat dan
pihak kepolisian membawa mayat tersebut ke Puskesmas terdekat. Pada saat
itu, Dokter yang memeriksa menjumpai Rigor mortis pada extremitas atas
dan bawah yang sukar dilawan. Livor mortis dijumpai pada daerah wajah,
leher, dan dada. Pada daerah perut kanan bawah (caecum) dijumpai bewarna
kehijauan karena sudah mengalami decomposition. Pada Kedua telapak

1
tangan dijumpai lumpur, rumput dan potongan kayu yang tergenggam kuat
(cadaveric spasme). Dijumpai keluarnya gelembung-gelembung udara dan
darah dari kedua lubang hidung dan mulut disertai kulit yang sudah
mengelupas.

Dokter menduga mayat tersebut sudah lebih dari 3 hari tenggelam


dan membuat kesimpulan sementara mayat tersebut telah mati batang otak
(brain death) karena tenggelam.

1.3 RumusanMasalah
1. Apakah rigor mortis hanya dijumpai pada bagian ekstremitas?
2. Apa penyebab terjadinya lebam mayat?
3. Apakah penyebab dari keluarnya gelembung-gelembung udara dan
darah dari kedua lobang hidung dan mulut?
4. Apa saja penyebab mati batang otak?
5. Apa saja tanda-tanda mayat mengalami pembusukan?

1.4 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penentuan waktu kematian
dari kaku mayat pada kasus tenggelam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penentuan waktu kematian
dari lebam mayat pada kasus tenggelam
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penentuan waktu kematian
dari pembusukan pada kasus tenggelam

2
Bab II

ISI

2.1 Penentuan Waktu Kematian Dari Kaku Mayat Pada Kasus


Tenggelam
Rigor mortis merupakan tanda kematian yang disebabkan oleh
perubahan kimia pada otot setelah terjadinya kematian, dimana tanda ini
susah digerakkan dan dimanipulasi. Awalnya ketika rigor mortis terjadi otot
berkontraksi secara acak dan tidak jelas bahkan setelah kematian somatis.
Rigor mortis adalah tanda kematian yang dapat dikenali berupa kekakuan
otot yang irreversible yang terjadi pada mayat. Kelenturan otot dapat terjadi
selama masih terdapat ATP yang menyebabkan serabut aktin dan miosin
tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak
terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti
kematian. Faktor yang mempengaruhi rigor mortis antara lain :
1. Suhu lingkungan
2. Derajat aktifitas otot sebelum mati
3. Umur
4. Kelembapan
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian
berangsur-angsur akan menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12
jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) rigor mortis
menghilang. Penentuan kematian dengan rigor mortis sangat berpengaruh
dengan kondisi lingkungannya.

2.2 Penentuan Waktu Kematian Dari Lebam Mayat Pada Kasus


Tenggelam
Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru
kemerahan akibat terkumpulnya darah di dalam vena kapiler yang

3
dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih rendah di
sepanjang penghentian sirkulasi.
Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi dalam
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menyebabkan darah mencapai
capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen
salung berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami
stagnansi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan
dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ketempat-tempat terendah
yang dapat dicapai. Mula-mula darah mengumpul di vena-vena besar dan
kemudian pada cabang-cabangnya sehingga mengakibatkan perubahan
warna kulit menjadi merah kebiruan.
Lebam mayat berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak warna keunguan dalam waktu kurang dari
setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya
menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa
jam kemudian yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi
gelap. Kadang-kadang cabang darah vena pecah sehingga terlihat
bintikbintik perdarahan yang disebut tardieu spot.
Lebam mayat mulai terbentuk 30 menit sampai 1 jam setelah
kematian somatis dan intensitas maksimal setelah 8-12 jam postmortem.
Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah jika posisi
mayat diubah. Setelah 8-12 jam postmortem lebam mayaat tidak akan
menghilang dan dalam waktu 3-4 hari lebam masih dapat berubah. Secara
medikolegal yang terpenting dari lebam mayat ini adalah letak dari warna
lebam itu sendiri dan distribusinya. Perkembangan dari lebam mayat ini
terlalu besar variasinya untuk digunakan sebagai indikator penentu saat
kematian. sehingga lebih banyak digunakan untuk menentukan apakah
sudah terjadi manipulasi pada posisi mayat.

4
2.3 Penentuan Waktu Kematian Dari Penurunan Suhu Tubuh Pada
Kasus Tenggelam
Panas tubuh diatur dan dikendalikan oleh kulit. Jika seseorang
mengalami kematian, maka produksi panas serta pengaturan panas di dalam
tubuhnya tidak berhenti. Dengan demikian sejak saat kematiannya manusia
tidak lagi memiliki suhuh tubuh tetap, oleh karena suhu badannya
mengalami penurunan (decreasing proses). Setelah korban mati,
metabolisme yang memproduksi panas terhenti, sedangkan pengeluaran
panas berlangsung terus sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara
atau medium disketiranya. Penurunan suhu pada saat-saat pertama kematian
sangat lamban karena masih adanya proses gilogenolisis, tetapi beberapa
saat kemudian suhu tubuh menurun dengan cepat. Setelah mendekati suhu
lingkungan penurunan suhu tubuh lambat lagi.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi dan
pancaran panas. Hilangnya panas melalui konduksi bukan merupakan faktor
penting selama hidup, tetapi setelah mati perlu dipertimbangkan jika tubuh
berbaring pada permukaan yang dingin. Meskipun penurunan suhu tubuh
setelah kematian tergantung pada hilangnya panas melalui radiasi dan
konveksi, tetapi evaporasi dapat menjadi faktor yang signifikan jika tubuh
dan pakaian kering. Penurunan suhu mayat akan terjadi setelah kematian
dan berlanjut sampai tercapainya suatu keadaan di mana suhu mayat sama
dengan suhu lingkungan.
Panas yang dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit,
adalah secara radiasi dan oleh karena tubuh terdiri dari berbagai lapisan
yang tidak homogen, maka lapisan yang berada di bawah kulit akan
menyalurkan panasnya ke arah kulit, sedangkan lapisan tersebur juga
menerima panas dari lapisan dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana
terjadi pelepasan atau penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya
membutuhkan waktu. Metode ini tidak dianjurkan karena kesalahan sering
terjadi apabila orang yang melakukan tidak ahli dalam bidangnya.
Pemeriksaan suhu sering tidak akurat karena banyak faktor yang
mempengaruhi seperti suhu lingkungan.

5
Indikator pemeriksaan yang digunakan pada temperatur rata – rata:
• Jika tubuh terasa hangat dan lemas, kematian terjadi kurang dari 3 jam.
• Jika tubuh terasa hangat dan kaku, kematian terjadi 3 hingga 8 jam.
• Jika tubuh terasa dingin dan kaku, kematian terjadi 8 hingga 36 jam.
• Jika tubuh terasa dingin dan lemas, kematian terjadi lebih dari 36 jam.

2.4 Penentuan Waktu Kematian Dari Pembusukan Pada Kasus


Tenggelam
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat
autolisis dan kerja bakteri. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari
pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang sudah mati. Mula-mula
yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah
itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami kehancuran dan
akibatnya jaringan akan menjadi lunak atau mencair.
Banyak variasi dari laju dan onset pembusukan. Media mayat
memiliki peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Menurut
Casper mayat yang dikubur ditanah umunya membusuk 8x lebih lama dari
pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Hal ini disebabkan suhu didalam
tanah yang lebih rendah terutama dikubur ditempat yang lebih dalam,
terlindung dari binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat
berkembang biaknya organisme aerobik.
Kecepatan pembusukan bergantung pada suhu. Rumus yang
digunakan untuk menghitung waktu pembusukan tubuh menjadi tulang
berdasarkan suhu adalah:

Y=1285/X

Keterangan:

Y : jumlah hari dalam mumifikasi atau skeletonisasi

X : rata – rata suhu sebelum mayat ditemukan

6
Pembusukan di air

Pada jenazah yang tenggelam di air, pembusukan yang terjadi


berkecepatan setengah dari pembusukan di udara karena suhu yang lebih
dingin sehingga terjadi penghambatan aktivitas serangga. Di air, terjadi
lima tahap pembusukan dengan tambahan tahap floating decay. Tahap ini
terjadi ketika jenazah muncul di permukaan air, sehingga tanda tahap ini
sangat khas. Tidak hanya serangga akuatik saja yang berperan dalam
tahap ini, namun ada juga serangga darat yang berkoloni di tubuh
jenazah.

Berdasarkan penelitian pada babi (Sus scrofa) yang tenggelam pada


bulan Juni hingga November, Payne and King (1972) mengelompokkan
pembusukan di lingkungan air menjadi enam tahap, yakni submerged
fresh, early floating, floating decay, bloated deterioration, floating
remains, dan sunken remains.

1. Tahap 1: Submerged Fresh


Tahap ini dimulai saat bangkai mulai tenggelam hingga
menggembung dan muncul ke permukaan. Bangkai mulai muncul
ke permukaan dalam waktu 2 hingga 13 hari. Serangga akuatik
seperti hydropsychid caddisflies (Trichoptera: Hydropsychidae),
chironomid midges (Diptera: Chironomidae), dan heptageniid
mayflies (Ephemeroptera: Heptageniidae) ditemukan pada bangkai
saat tahap ini berlangsung.
2. Tahap 2: Early Floating
Akibat dorongan yang berasal dari pertambahan jumlah gas yang
diproduksi bakteri di abdomen, bangkai mengapung dipermukaan
air. Bangkai yang muncul di permukaan air akan di datangi oleh
serangga-serangga darat, seperti lalat dari famili Calliphoridae,
Muscidae, dan Sarcophagidae yang menaruh telur-telur mereka.
Predator seperti kumbang dari famili Silphidae dan Staphylinidae
akan datang unuk memangsa telur dan larva lalat. Famili

7
Vespidae umumnya memangsa larva dan lalat dewasa. Beberapa
serangga akuatik juga dapat ditemukan pada bangkai.
Tahap ini terjadi selama 6 hingga 8 hari. Pada tahap ini bau busuk
sangat tercium dan menyebar. Jaringan berubah dari warna merah
muda menjadi hijau kebiruan. Cairan kuning dan gas keluar dari
anus. Alga dan periphyton tumbuh secara signifikan pada
bangkai.
3. Tahap 3: Floating Decay
Aktivitas makan yang besar dari larva Calliphoridae pada bangkai
yang mengapung menyebabkan banyak kulit terbuka. Beberapa
koloni kumbang silphid, staphylinid, dan histerid banyak
berdatangan untuk memangsa. Dapat ditemukan juga beberapa
serangga akuatik pada tahap ini. Tahap ini berlangsung 8 hari pada
habitat kolam dan 24 hari pada habitat sungai.
4. Tahap 4: Bloated Deterioration
Pada tahap ini jaringan yang terekspos di permukaan air telah hilang
akibat aktivitas makan larva blow fly. Sebaliknya, bangkai yang
tenggelam banyak didatangi oleh koloni serangga akuatik seperti
chironomid dan larva black fly. Terjadi disartikulasi pada kaki
belakang, darah dan cairan lain keluar dari lubang tubuh, sebagian
besar belahan daging terlepas, dan terjadi ulserasi berat pada dinding
abdomen. Tahap ini berlangsung selama 8 hingga 12 hari.
5. Tahap 5: Floating Remains
Pada tahap ini, bagian bangkai yang terapung di permukaan air
terlihat aktivitas larva lalat famili Calliphoridae. Hal ini mungkin
disebabkan oleh migrasi larva, kematian karena tenggelam,
pemangsaan larva lalat dari organisme air atau serangga darat yang
lain. Pada bangkai terlihat pengelupasan total jaringan dan
disartikulasi jari dan tulang anggota gerak. Organisme akuatik yang
terdapat dalam tahap ini antara lain larva chironomid midge,
beberapa larva black fly, dan beberapa predator vertebrata seperti
sunfish (Centrarchidae), dace (Cyprinidae), dan sculpin (Cottidae),

8
yang memakan bangkai atau macroinvertebrata disekitar bangkai.
Beberapa organisme lain seperti amfibi, ikan dan cerpelai (Mustela
vison) juga terlihat memangsa bangkai. Tahap ini berlangsung
selama 4 hingga 20 hari.
6. Tahap 6: Sunken Remains
Lama tahap ini cukup variatif, namun dapat diidentifikasi dari
penampilan yang hanya menyisakan tulang dan sedikit kulit.
Pembusukan dilanjutkan oleh bakteri dan jamur, serta ditemukan
tengkorak yang telah terdisartikulasi. Beberapa organisme akuatik
juga terlihat disekitar bangkai

9
Bab III

PENUTUP
SIMPULAN
Rigor mortis merupakan tanda kematian yang disebabkan oleh
perubahan kimia pada otot setelah terjadinya kematian, dimana tanda ini
susah digerakkan dan dimanipulasi.
Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru
kemerahan akibat terkumpulnya darah di dalam vena kapiler yang
dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih rendah di
sepanjang penghentian sirkulasi.Lebam mayat berkembang secara bertahap
dan dimulai dengan timbulnya bercak-bercak warna keunguan dalam waktu
kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini
intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu
dalam beberapa jam kemudian yang pada akhirnya akan membuat warna
kulit menjadi gelap.
Manusia memiliki panas badan yang tetap sepanjang ia dalam
keadaan sehat dan tidak dipengaruhi oleh iklim sekitarnya, hal ini
disebabkan oleh karena mekanisme isologi alat-alat tubuh manusia melalui
proses oksidasi memproduksi panas tubuh.Meskipun penurunan suhu tubuh
setelah kematian tergantung pada hilangnya panas melalui radiasi dan
konveksi, tetapi evaporasi dapat menjadi faktor yang signifikan jika tubuh
dan pakaian kering.Penurunan suhu mayat akan terjadi setelah kematian dan
berlanjut sampai tercapainya suatu keadaan di mana suhu mayat sama
dengan suhu lingkungan.
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat
autolisis dan kerja bakteri. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari
pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang sudah mati. Mula-mula
yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah
itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami kehancuran dan
akibatnya jaringan akan menjadi lunak atau mencair.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir,Amri.2007.Ilmu Kedokteran Forensik.Medan:Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.
2. Cantwell, GP. Drowning. Medscape. 2017. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview. Tanggal
04 agustus 2021.
3. Putra, A. A. G. A. (2014) ‘Death By Drowning : a Case Report’, E-
Jurnal Medika Udayana, 3(5), pp. 542–551. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8857.
4. World Health Organization. Drowning. Fact sheet No347; Okt 2012
[diakses Desember 2013]; Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs347en
5. Gunn, A. (2009) Essential Forensic Biology 2nd Edition, Wiley-
Blackwell.
6. Shepherd, R. 리튬 이차 전지용 음극소재 개발No Title. (2013).

11

Anda mungkin juga menyukai