Anda di halaman 1dari 34

MODUL 24: PERILAKU DAN JIWA

SKENARIO 2
(SYMPTOM DAN SIGN)

Disusun oleh

ELVINA DIANITHA
(71180811061)
SEMESTER VII
SGD 14

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITA ISLAM SUMATERA UTARA
TA 2021/2022
Lembar Penilaian Makalah

NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai

1 Cara Penulisan 0 – 40

2 Konten atau Isi 0 – 40

3 Daftar Pustaka 0 – 20

TOT AL

NB : LO = Learning Objective Medan, 18 Desember 2021

Dinilai Oleh :

Tutor

(dr. Agus Sumedi, Sp. An-KIC)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia – Nya saya dapat menyelesaikan makalah dari pelaksanaan
SGD (Small Group Discussion) kami. Makalah ini disusun berdasarkan
pengalaman dan pengamatan saya selama melakukan kegiatan berdasarkan
paradigma pembelajaran yang baru. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas saya
dalam bidang studi kedokteran yang menggunakan metode PBL (Problem Based
Learning). Makalah ini diharapkan dapat sebagai bahan acuan untuk mencapai
penggunaan metode baru tersebut secara berkelanjutan. Saya berusaha menyajikan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua kalangan untuk
mempermudah dalam penyampaian informasi metode pembelajaran ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Agus Sumedi, Sp.
An-KIC, selaku Dosen tutorial SGD 14 Fakultas Kedokteran UISU yang telah
membimbing kami selama proses pembelajaran dan SGD pada modul 24 Perilaku
dan Jiwa. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu saya menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari para pembaca
untuk memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberi manfaat pada kita semua.

Medan, 18 Desember 2021


Penulis

Elvina Dianitha
(71180811061)

i
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………….…………………………………………. ii
SKENARIO ………………………………………………………………… iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………..……………………………………..... 1
1.2 Rumusan Masalah……………...…………………………………………. 2
1.3 Tujuan ..……..…………………………………………………………...... 3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Gangguan Jiwa ………………………….…..………………. 4
2.2. Penyebab Gangguan Jiwa……………………….…..………………….. 4
2.3. Tanda dan Gejala Gangguan Psikiatri ………………………………….. 6
2.4. Aspek Pemeriksaan Psikiatri ……………………………………………. 10
2.4.1 Pemeriksaan Internus ……………………………………………… 10
2.4.2 Pemeriksaan Neurologis ………………………………………….. 11
2.4.3 Pemeriksaan Status Mental ……………………………………….. 14
2.5. Macam – macam Gangguan Jiwa ……………………………………….. 20
2.6. Penatalaksanaan Pasien Gangguan Jiwa ………………………………… 23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………….…..…………………………………… 27
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...... 28

ii
SKENARIO 2
Symptom dan Sign

Si A, laki – laki 27 tahun dibawa ke Puskesmas oleh ibunya untuk menjalani
pemeriksaan. Sejak 2 hari ini laki – laki ini marah – marah tanpa sebab dan telah
menghancurkan TV di rumahnya. Keadaan ini sebenarnya keadaan yang berulang
karena 6 bulan yang lalu sudah pernah berperilaku seperti itu. Pada wawancara
ditemukan, karena ia selalu diejek – ejek oleh saudaranya mengatakan bahwa ia
adalah orang gila.
Selama ini memang perilaku aneh sering ditunjukkan yang bersangkutan.
Sifatnya selama ini selalu mencurigai orang – orang disekitarnya yang
dikatakannya ingin membunuhnya. Setelah Dokter memeriksanya lalu diberi obat
dan selanjutnya di konsulkan ke Psikiater.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang unik dan menerapkan
sistem terbuka dan saling berinteraksi. Manusia sebagai sistem terbuka terdiri dari
berbagai sub sistem atau komponen yang saling berhubungan secara terintegrasi
untuk menjadi satu total sistem yaitu komponen biologik, komponen psikologik,
komponen sosial dan komponen spiritual. Manusia selalu berusaha
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh
setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan linkungannya. Keadaan individu
yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan disebut sehat, sebaliknya
dikatakan sakit apabila gagal dalam menyesuikan diri dengan lingkungannya.
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologi, perilaku, biologi dan gangguan itu tidak hanya terltak didalam hubungan
antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat penting
untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai kemampuan
untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang ditunjukkan oleh
penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,
gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan berpikir, serta tingkah laku
aneh ( Nasir, 2011).
Kesehatan jiwa bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijaga, dengan tekanan
kehidupan yang semakin berat untuk dihadapi. Seiring dengan berkembangnya
zaman dan kemajuan teknologi semakin banyak pula masalah yang mesti dihadapi,
baik menggunakan fisik ataupun psikologi untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Dengan keadaan seperti ini yang akan menuntut para individu untuk menyesuaikan
(adaptasi). Tidak setiap individu mampu beradaptasi dengan kemajuan, setiap
individu mempunyai hambatan masing – masing. Dan masalah yang datang tanpa

1
diiringi dengan pemecahan – pemecahan masalah akan menimbulkan semacam
ancaman bagi perasaan individu yang dapat menimbulkan stres berkepanjangan
bahkan menyebabkan gangguan jiwa. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik
positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian (WHO, 2007)
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) jumlah penderita gangguan
jiwa didunia adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya mempunya
seorang dari anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Setiap
empat orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan, seorang diantaranya
mengalami gangguan jiwa dan tidak terdiagnosa secara tepat sehingga kurang
mendapat pengobatan dan perawatan secara tepat. Di indonesia sendiri prevalensi
gangguan jiwa tertinggi terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu Kota jakarta
(24,3%), Diikuti Nagroe Aceh Darusalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatra Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%). (Depkes RI 2008).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukan prevalensi gangguan
jiwa nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk. Berdasar data tersebut bisa
disimpulkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia setiap tahunya selalu
meningkat.
Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab yang paling sering timbulnya
gangguan jiwa adalah dikarenakan himpitan masalah ekonomi dan kemiskinan.
Kemampuan dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebingungan, kecemasan,
frustasi, perilaku kekerasan, konflik batin dan gangguan emosional menjadi faktor
penyebab tumbuhnya penyakit mental.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja symptom dan sign yang ditunjukkan pada pasien gangguan
psikiatri ?
2. Apa itu stressor psikososial ?
3. Bagaimana pemeriksaan status internus, status neurologis dan status mental
pada penyakit psikiatri ?

2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah yaitu untuk mengetahui dan memahami
psikiatri yang meliputi dari symptom dan sign pada pasien gangguan psikiatri,
stressor psikososial dan pemeriksaan status internus, status neurologis dan status
mental pada penyakit psikiatri.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku individu yang berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi
penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, gaangguan
tersebut mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan juga masyarakat
(Maramis, 2010).
Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan dimana seseorang
mengalami kesulitan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan
dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa
merupakan suatu gangguan yang sama halnya dengan gangguan jasmaniah
lainnya, tetapi gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan
seperti rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa (Budiono, 2010).
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia ( UU RI No.18, 2014).
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan
gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan
resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).

2.2 Penyebab Gangguan Jiwa


Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat

4
beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Menurut Maramis 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa, sumber
penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :
a. Faktor Somatik (Somatogenik), yaitu akibat gangguan pada neuro anato mi,
neurofisiologi, dan nerokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
b. Faktor Psikologik (Psikogenik), yaitu keterkaitan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan
mempengaruhikemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan
tersebut kurang baik, maka dapat menyebabkan kecemasan, depresi, rasa
malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
c. Faktor Sosial Budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh mengenai keagamaan
d. Faktor Psikososial, yaitu setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa
melakukan adaptasi atau penyesuain diri untuk menanggulanginya. Namun,
tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi faktor tersebut
sehingga timbul keluhan – keluhan, seperti stress, cemas, dan depresi.
Adapun yang termasuk kedalam faktor psikososial, yaitu:
ü Perkawinan : perceraian, pertunangan, kawin paksa,
kawin lari, kematian pasangan
ü Problem orang tua : mempunyai anak, anak yang sakit,
persoalan anak/mertua
ü Hubungan interpersonal : Teman yang sedang sakit
ü Pekerjaan : mulai bekerja / sekolah, pindah tugas kerja,
memasuki masa pensiun, PHK
ü Lingkungan hidup : pindah rumah/kota, transmigrasi

5
ü Keuangan : Keadaan ekonomi yang sulit
ü Perkembangan usia : pubertas, menopause
ü Hukum : tuntutan, penjara
ü Penyakit fisik/cedera : kecelakaan, penyakit kronik
ü Lain – lain : bencana alam , diskriminasi, pemerkosaan

2.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Gejala – gejala gangguan jiwa adalah hasil interaksi yang kompleks antara
unsur somatik, psikologik, dan sosio-budaya. Gejala – gejala inilah sebenarnya
menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran,
perasaan dan perilaku (Maramis, 2010). Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah
sebagai berikut :
a. Ketegangan (Tension)
Ketegangan merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah,
rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak
mampu mencapai tujuan pikiran – pikiran buruk (Yosep, H. Iyus & Sutini,
2014).

b. Gangguan kognisi
Gangguan kognisi merupakan proses mental dimana seorang
menyadari, mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam
maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida &
Hartono, 2010). Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang
dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi
macam – macam rangsangan yang masuk.
Yang termasuk pada persepsi adalah:
ü Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu
dan kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,

6
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetik.
ü Ilusi
Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang
salah dengan suatu benda.
ü Derealisi
Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai kenyataan.
ü Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri
sendiri, kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan
tidak sesuai kenyataan.
ü Gangguan sensasi
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa
raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan
kesehatan.

c. Gangguan kepribadian
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan
perasaan yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus
menerus dalam hidupnya. Gangguan kepribadian misalnya gangguan
kepribadian paranoid, disosial, emosional tak stabil. Gangguan kepribadian
masuk dalam klasifikasi diagnosa gangguan jiwa.

d. Gangguan pola hidup


Gangguan pola hidup mencakup gangguan dalam hubungan
manusia dan sifat dalam keluarga, rekreasi, pekerjaan dan masyarakat.
Gangguan jiwa tersebut bisa masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa kode
V, dalam hubungan sosial lain misalnya merasa dirinya dirugikan atau
dialang-alangi secara terus menerus. Misalnya dalam pekerjaan harapan
yang tidak realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa depan, pasien tidak
mempunyai rencana apapun.

7
e. Gangguan perhatian
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu
proses kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar.

f. Gangguan kemauan
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu
diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan
kemauan sebagai berikut:
ü Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat
ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
ü Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan
dalam mengubah tingkah laku.
ü Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan
jarang terjadi melaksanakan sugesti yang bertentangan.
ü Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional.

g. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)


Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila
tidak diikuti perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsi seorang
terhadap disekelilingnya atau dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi
normal (adekuat) berupa perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum
dan senang). Perasaan emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih,
takut, depresi, kecewa, kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan
kesenangan. Bentuk gangguan afek dan emosi menurut Yosep, (2007) dapat
berupa:
ü Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan dan
tidak sesuai keadaan, senang gembira hal tersebut dapat menunjukkan
gangguan jiwa. Biasanya orang yang euforia percaya diri, tegas dalam
sikapnya dan optimis.
ü Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah mudah
tersinggung.

8
ü Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai,
aman dan tenang dengan perasaan keagamaan yang kuat.
ü Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap
kebesaran atau waham kebesaran.
ü Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku
yang sedih.
ü Emosiyangtumpuldandatarialahpenguranganatautidakada sama sekali
tanda – tanda ekspresi afektif.

h. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir)


Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari
pengetahuan seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide,
membentuk ide baru, dan membentuk pengertian untuk menarik
kesimpulan. Proses pikir normal ialah mengandung ide, simbol dan tujuan
asosiasi terarah atau koheren.
Menurut Prabowo, (2014) gangguan dalam bentuk atau proses
berfikir adalah sebagai berikut:
ü Gangguan mental merupakan perilaku secara klinis yang disertai
dengan ketidak mampuan dan terbatasnya pada hubungan seseorang
dan masyarakat.
ü Psikosis ialah ketidak mampuan membedakan kenyataan dari fantasi,
gangguan dalam kemampuan menilai kenyataan.
ü Gangguan pikiran formal merupakan gangguan dalam bentuk masalah
isi pikiran formal merupakan gangguan dalam bentuk masalah isi
pikiran, pikiran dan proses berpikir mengalami gangguan.

i. Gangguan psikomotor
Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan jiwa
sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi
perilaku motorik yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu
perilaku. Gangguan psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas
yang meningkat, kemudian yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam

9
aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa gerakan salah satu badan
berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan atau menentang terhadap
apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

j. Gangguan ingatan
Ingatan merupakan kesangupan dalam menyimpan, mencatat atau
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini terdiri dari
pencatatan, pemangilan data dan penyimpanan data.

k. Gangguan asosiasi
Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon atau
konsep lain yang memang sebelumnya berkaitan dengannya. Kejadian yang
terjadi, keadaan lingkungan pada saat itu, pelangaran atau pengalaman
sebelumnya dan kebutuhan riwayat emosionalnya.

l. Gangguan pertimbangan
Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam
membandingkan dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja
memberikan nilai dalam memutuskan aktivitas.

2.4 Aspek Pemeriksaan Psikiatri


Menurut Buku Ajar UI, ada 3 aspek pemeriksaan yaitu :
a. Pemeriksaan tidak langsung meliputi anamnesis, keterangan mengenai
pasien dari pihak lain (alloanamnesis).
b. Pemeriksaan langsung meliputi pemeriksaan fisik (status internus dan
neurologis), pemeriksaan khusus psikis.
c. Pemeriksaan tambahan jika diperlukan.
2.4.1 Pemeriksaan Internus
Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya
dilakukan oleh setiap dokter, dengan memerhatikan sistematika dan
ketelitian, sebagai berikut:

10
1) Nadi, meliputi frekuensi, isi dan irama denyut.
2) Tekanan darah, diukur pada lengan kanan dan lengan kiri;
perhatikanlah apakah tensimeter masih berfungsi dengan baik.
3) Suhu tubuh, pada umumnya termometer dipasang di ketiak; bila perlu
diperiksa secara rektal.
4) Respirasi, meliputi frekuensi, keteraturan, kedalaman, dan bau
pernapasan (aseton, amonia, alkohol, bahan kimia tertentu dll).
5) Kulit, meliputi turgor, warna dan permukaan kulit (dehidrasi, ikterus,
sianosis, bekas suntikan, luka karena trauma, dll).
6) Kepala, apakah ada luka dan fraktur.
7) Konjungtiva, apakah normal, pucat, atau ada perdarahan.
8) Mukosa mulut dan bibir, apakah ada perdarahan, perubahan warna.
9) Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah, termasuk bau
cairan perlu diperhatikan.
10) Hidung, apakah ada darah dan atau cairan yang keluar dari hidung.
11) Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus okuli, kelainan
pasangan bola mata (paresis N.III, IV, VI), pupil, celah palpebra,
ptosis.
12) Leher, apakah ada fraktur vertebra; bila yakin tidak ada fraktur maka
diperiksa apakah ada kaku kuduk.
13) Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara sistematik dan teliti.
14) Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau tidak, suara
peristaltik usus, nyeri tekan di daerah tertentu.

2.4.2 Pemeriksaan Neurologis


Di samping pemeriksaan neurologik yang rutin maka terdapat beberapa
pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa.
Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan
menggunakan GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses
patologik di batang otak.
1) Pemeriksaan dengan menggunakan GCS
ü Instrumen ini dapat diandalkan.

11
ü Mudah untuk diaplikasikan dan mudah untuk dinilai sehingga tidak
terdapat perbedaan antarpenilai.
ü Dengan sedikit latihan maka perawat juga dapat mengaplikasikan
instrumen GCS ini dengan mudah.
ü Yang diperiksa dan dicatat adalah nilai (prestasi) pasien yang terbaik .
ü Bila seseorang sadar maka ia mendapat nilai 15 dan nilai terendah
adalah 3.

Tabel 1. Glasgow Coma Scale


2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak
o Observasi umum, meliputi:
a. Gerakan otomatik misalnya menelan, menguap, membasahi
bibir.
b. Adanya gerakan otomatik ini menunjukkan bahwa fungsi
nukleus dibatang otak masih baik; hal ini berarti bahwa
prognosis relatif baik.
c. Adanya kejat mioklonik multifokal dan berulang kali; gejala ini
biasanya disebabkan oleh gangguan metabolisme sel hemisfer
otak

12
d. Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi
fleksi maka hal ini berarti gangguan terletak di hemsifer otak
(dekortikasi). Bila kedua lengan dan tungkai dalam keadaan
ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini menunjukkan adanya
gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius
o Pengamatan pola penapasan
a. Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathing
b. Central neurogenic breathing (istilah lama: pernapasan
Kussmaul/Biot)
c. Pernapasan apneustik
d. Pernapasan ataksik
o Kelainan pupil
a. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya
dengan pemeriksaan tanda vital lainnya.
b. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca
pembesar.
c. Sebelum diperiksa dengan teliti maka mata jangan ditetesi
midriatikum.
d. Yang harus diperiksa meliputi:
i. Besar / lebar pupil
ii. Perbandingan lebar pupil kanan dan kiri
iii. Bentuk pupil
iv. Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensi
v. Reaksi konsensual pupil
o Gerak dan / atau kedudukan bola mata
o Refleks sefalik batang otak
o Reaksi terhadap rangsang nyeri
o Fungsi traktus piramidalis

13
2.4.3 Pemeriksaan Status Mental
a. Pengertian
Pemeriksaan status mental meliputi penilaian status mental,
penilaian kesadaran, penilaian aktivitas psikomotorik, penilaian
orientasi, penilaian persepsi, penilaian bentuk dan isi pikir, penilaian
mood dan afek, penilaian pengendalian impuls, penilaian menilai
realitas, penilaian kemampuan tilikan (insight), penilaian kemampuan
fungsional.

b. Indikasi
Pemeriksaan status mental dilakukan untuk :
- Mengetahui diagnosis dari seorang pasien.
- Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada
pasien.
- Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien.
- Digunakan sebagai standar pelayanan dalam memberikan
pelayanan paripurna terhadap pasien.

c. Penilaian Status Mental


™ Deskripsi Umum, meliputi:
1) Penampilan
Dilakukan penilaian pada posture, sikap, pakaian, perawatan diri,
rambut, kuku, sehat, sakit, marah, takut, apatis, bingung,
merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda, bersifat
seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda kecemasan–
tangan basah, dahi berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang,
mata melebar, tingkat kecemasan berubah-ubah selama wawancara
atau dengan topik khusus.
2) Perilaku dan aktivitas psikomotorik
Cara berjalan, mannerisme, tics, gerak–isyarat, berkejang – kejang
(twitches), stereotipik, memetik, menyentuh pemeriksa, ekopraksia,
janggal / kikuk (clumsy), tangkas (agile), pincang (limp), kaku,

14
lamban, hiperaktif, agitasi, melawan (combative), bersikap seperti lilin
(waxy).
3) Sikap terhadap pemeriksa
Penilaian berupa kooperatif, penuh perhatian, menarik perhatian,
menantang (frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main, mengelak
(evasive), berhati – hati (guarded).

™ Bicara
Penilaian bicara melipuri cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu –
ragu (hesitant), emosional, monoton, keras, membisik (whispered),
mencerca (slurred), komat – kamit (mumble), gagap, ekolalia, intensitas,
puncak (pitch), berkurang (ease), spontan, bergaya (manner), bersajak
(prosody).

™ Mood dan Afek


1) Mood
Mood adalah suatu emosi yang meresap dan bertahan yang
mewarnai persepsi seseorang terhadap dunianya), yang meliputi
bagaimana pasien menyatakan perasaannya, kedalaman, intensitas,
durasi, fluktuasi suasana perasaan– depresi, berputus asa (despairing),
mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify), marah,
meluap – luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan
kagum (awed), sia – sia (futile), merendahkan diri sendiri (self–
contemptuous), anhedonia, alexithymic.
2) Afek
Afek adalah ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien),
Bagaimana pemeriksa menilai afek pasien–luas, terbatas, tumpul atau
datar, dangkal (shallow), jumlah dan kisaran dari ekspresi perasaan ;
sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau mengakhiri respons
emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan.

15
3) Keserasian
Keserasian yang dinilai adalah respon emosional pasien dapat
dinilai dalam hubungan dengan masalah yang sedang dibahas oleh
pasien. Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan waham
kejarnya harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang
terjadi pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons
yang ditemukan pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya inkongruen
dengan topik yang sedang mereka bicarakan. (contohnya : mereka
mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang impuls
membunuh). Ketidak serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari
pasien untuk mempertimbangkan atau pengendalian dalam hubungan
dengan respons emosional.

™ Pikiran dan Persepsi


1) Bentuk Pikiran
• Produktivitas : Ide yang meluap – luap (overabundance of
ideas), kekurangan ide (paucity of ideas), ide yang melompat –
lompat (flight of ideas), berpikir cepat, berpikir lambat, berpikir
ragu – ragu (hesitant thinking), apakah pasien bicara secara
spontan ataukah menjawab hanya bila ditanya, pikiran mengalir
(stream of thought), kutipan dari pasien (quotation from patient).
• Arus pikiran : Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan
sungguh – sungguh dan langsung pada tujuan, relevan atau tidak
relevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat yang kurang
dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial, sirkumstansial,
melantur (rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi,
pikiran terhambat (blocking) atau pikiran kacau (distractibility).
• Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan gangguan
mental seperti inkoheren, bicara yang tidak dimengerti (word
salad), asosiasi bunyi (clang association), neologisme.

16
2) Isi Pikiran
• Preokupasi : Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi,
kompulsi, fobia, rencana bunuh diri, membunuh, gejala-gejala
hipokondrik, dorongan atau impuls-impuls antisosial.
3) Gangguan Pikiran :
• Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien
yakin akan kebenarannya, bagaimana waham ini mempengaruhi
kehidupannya. Waham penyiksaan–isolasi atau berhubungan
dengan kecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau
tak serasi mood (incongruent).
• Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide mulai,
dan arti / makna yang menghubungkan pasien dengan diri
mereka.
4) Gangguan Persepsi
• Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau
melihat bayangan, isi, sistim sensori yang terlibat, keadaan yang
terjadi, halusinasi hipnogogik atau hipnopompik.
• Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat berbeda
terhadap diri dan lingkungan.
5) Mimpi dan Fantasi
• Mimpi : satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan, mimpi
buruk.
• Fantasi : berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan.

™ Sensorium dan Fungsi Kognitif


1) Kesadaran
Kesadaran dinilain terhadap lingkungan, jangka waktu perhatian,
kesadaran berkabut, fluktuasi tingkat kesadaran, somnolen, stupor,
kelelahan, keadaan fugue.

17
2) Orientasi, meliputi:
- Waktu : Apakah pasien mengenal hari secara benar,
tanggal, waktu dari hari, jika dirawat di rumah sakit dia
mengetahui sudah berapa lama ia dia berbaring disana.
- Tempat : Apakah pasien tahu dimana dia berada.
- Orang : Apakah pasien mengetahui siapa yang
memeriksa dan apa peran dari orang-orang yang bertemu
denganya.
3) Konsentrasi dan Perhitungan
Dilakukan dengan cara pengurangan 7 dari 100 dan hasilnya tetap
dikurangi 7. jika pasien tidak dapar dengan pengurangan 7. pasien
dapat tugas lebih mudah – 4 x 9; 4 x 5 ; Apakah cemas atau beberap
gangguan mood atau konsentrasi yg bertanggung jawab terhadap
kesulitan ini.
4) Daya ingat
Gangguan, usaha yang membuat menguasai gangguan itu –
penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastropik, sirkumstansialitas yang
digunakan untuk menyembunyikan kekurangannya, apakah proses
registrasi, retensi, rekoleksi material terlibat.
- Daya ingat jangka panjang (remote memory): data masa kanak-
kanak, peristiwa penting yang terjadi ketika masih muda atau
bebas dari penyakit, persoalan – persoalan pribadi.
- Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory):
beberapa bulan atau beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan
pasien kemarin, sehari sebelumnya, sudah sarapan, makan siang,
makan malam.
- Daya ingat segera (immediate retention and recall) : kemampuan
untuk mengulangi enam angka setelah pemeriksa mendiktekannya
– pertama maju, kemudian mundur, sedudah beberapa menit
interupsi, tes pertanyaan yang lain, pertanyaan yang sama, jika
diulang, sebutkan empat perbedaan jawaban pada empat waktu.

18
- Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasien
mengembangkan kemampuan menguasai kecacatan.
5) Tingkat Pengetahuan
Tingkat pendidikan formal, perkiraan kemampuan intelektual pasien
dan apakah mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan, seperti
jumlah, perhitungan, pengetahuan umum, pertanyaan harus relevan
dengan latar belakang pendidikan dan kebudayaan pasien.
6) Pikiran Abstrak
Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien
mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnya
membedakan antara apel dan pear, abnormalitas dalam mengartikan
peribahasa yang sederhana, misalnya ; “Batu-batu berguling tidak
dikerumuni lumut”; jawabannya mungkin konkrit. Memberikan
contoh- contoh yang spesipik terhadap ilustrasi atau arti) atau sangat
abstrak (memberikan penjelasan yang umum) ; kesesuaian dengan
jawaban.

™ Tilikan
Tilikan (insight) adalah kesadaran dan pemahaman pasien terhadap
keadaan sakitnya. Tilikan terbagi atas 6 derajat, yaitu :
1) Dejarat I : Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit.
2) Dejarat II : Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan
meminta pertolongan tetapi menyangkalinya pada saat yang
bersamaan.
3) Dejarat III : Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan
orang lain, faktor luar, medis atau faktor organik yang tidak diketahui.
4) Dejarat IV : Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu
yang tidak diketahui pada dirinya.
5) Derajat V : merupakan tilikan intelektual, yaitu pengakuan sakit dan
mengetahui gejala dan kegagalan dalam penyesuaian sosial oleh
karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman dimasa mendatang

19
6) Derajat VI : merupakan tilikan Emosional yang sebenarnya,
yaitu kesadaran emosional terhadap motif-motif perasaan dalam, yang
mendasari arti dari gejala; ada kesadaran yang menyebabkan
perubahan kepribadian dan tingkah laku dimasa mendatang;
keterbukaan terhadap ide dan konsep yang baru mengenai diri sendiri
dan orang-orang penting dalam kehidupannya.

™ Daya nilai
1) Daya nilai Sosial
Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya.
Adanya pengertian pasien sebagai hasil yang tak mungkin dari tingkah
laku pribadi dan pasien dipengaruhi oleh pengertian itu.
2) Uji daya nilai
Pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam
bayangan situasi tersebut. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien
dengan perangko, alamat surat yang dia temukan dijalan.
3) Penilaian Realitas
Penilaian realitas adalah kemampuan membedakan kenyataan
dengan fantasi.

2.5 Macam – macam Gangguan Jiwa


Sistem yang paling banyak digunakan untuk mengelompokkan gangguan
jiwa dan menyediakan kriteria diagnosa standar, Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM) pada 2013 merilis beberapa kategori
gangguan mental umum, termasuk gangguan kecemasan, bipolar, gangguan
disosiatif, gangguan makan, gangguan neurokognitif, gangguan perkembangan
saraf, gangguan kepribadian, gangguan tidur bangun, gejala somatis, gangguan
adiktif dan yang terkait substansi, serta trauma dan gangguan terkait stresor
(Sutejo, 2017).

20
a. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak
dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab- musabab
dan patogenisanya sangat kurang (Maramis 2010). Dalam kasus berat, klien
tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju
kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi
pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya
berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat” (Sutejo, 2017).

b. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh
diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan,
keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan
lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan
dengan penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri
atau perasaan marah yang mendalam (Sutejo, 2017).
Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai
karakteristik berupa bermacam – macam perasaan, sikap dan kepercayaan
bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan,
harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya
yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan
normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian
orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan
seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan
tanda depresi. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang

21
depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya
aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan
abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan
terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih
(Fajar, 2016).

c. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatis) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-
orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagian besar
tidak tergantung pada satu dan yang lain atau tidak berkorelasi (Fajar,
2016).

d. Gangguan mental organik


Gangguan mental organik merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau
non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak
(Maramis, 2010). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh
penyakit badaniah yang terutama mengeni otak atau yang terutama diluar
otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar
mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang
menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang
terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan
penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak
psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu
penyakit tertentu dari pada pembagian akut dan menahun (Fajar, 2016).

e. Gangguan psikomatik
Gangguan psikomatik merupakan komponen psikologik yang diikuti
gangguan fungsi badaniah (Maramis 2010). Sering terjadi perkembangan
neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata – mata karena

22
gangguan fungsi alat – alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik (Sutejo
2017).

f. Gangguan Intelektual
Gangguan intelektual merupakan keadaan dengan intelegensi kurang
(abnormal) atau dibawah rata – rata sejak masa perkembanga (sejak lahir
atau sejak masa kanak – kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya
keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

g. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja


Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak
sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma – norma masyarakat
(Maramis 2010). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan
kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin
berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya
kedua faktor ini saling memengaruhi.
Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian
yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada
gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat
mengakibatkan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat
mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena
lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu
dapat dipengaruhi atau dicegah (Sutejo 2017).

2.6 Penatalaksaan Pasien Gangguan Jiwa


Pada pasien dengan gangguan jiwa dibutuhkan beberapa pengobatan untuk
memulihkan kondisi jiwanya dan mencegah terjadinya kekambuhan, beberapa
terapi pengobatan pada pasien gangguan jiwa menurut buku Ajar Keperawatan
Jiwa tahun 2015, diantaranya :

23
a. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan
saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang
biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Terdapat
banyak jenis obat psikofarmaka dengan farmakokinetik khusus untuk
mengontrol dan mengendalikan perilaku pasien gangguan jiwa. Golongan
dan jenis psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat
mengembangkan upaya kolaborasi pemberian psikofarmaka,
mengidentifikasi dan mengantisipasi terjadinya efek samping, serta
memadukan dengan berbagai alternatif terapi lainnya.

b. Kejang Listrik
Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan
pada pasien gangguan jiwa, menggunakan aliran listrik untuk
menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung sekitar 25–150 detik
dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien. Pada
prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak melalui dua
elektroda dan ditempatkan pada bagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan) dengan kekuatan aliran terapeutik untuk menimbulkan kejang.
Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik tonik-klonik umum.
Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang
ditampilkan secara motorik, melainkan respons bangkitan listriknya di otak
yang menyebabkan terjadinya perubahan faali dan biokimia otak

c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi satu
dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan terjalin satu
persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga terbentuk suatu sistem
sosial yang khas yang di dalamnya terdapat interaksi, interelasi, dan
interdependensi. Terapi aktivitas kelompok bertujuan memberikan fungsi

24
terapi bagi anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk
menerima dan memberikan umpan balik terhadap anggota yang lain,
mencoba cara baru untuk meningkatkan respons sosial, serta harga diri.
Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan
pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan
meningkatkan hubungan interpersonal.

d. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara
teratur, yang memberikan dasar berpikir pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya, mampu
mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan masalah
tersebut.

e. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi
yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan anggota
keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga diberi kesempatan yang
sama untuk berperan serta dalam menyelesaikan masalah. Keluarga
sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri
atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan
saling bergantung, serta d iorganisasi dalam satu unit tunggal dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.

f. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata
agar dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien. Milleu
berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris diartikan
surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti
suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan terapi suasana
lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep lingkungan
yang terapeutik berkembang karena adanya efek negatif perawatan di

25
rumah sakit berupa penurunan kemampuan berpikir, adopsi nilai-nilai dan
kondisi rumah sakit yang tidak baik atau kurang sesuai, serta pasien akan
kehilangan kontak dengan dunia luar.

g. Terapi Perilaku
Perilaku akan dianggap sebagai hal yang maladaptif saat perilaku
tersebut dirasa kurang tepat, mengganggu fungsi adaptif, atau suatu
perilaku tidak dapat diterima oleh budaya setempat karena bertentangan
dengan norma yang berlaku. Terapi dengan pendekatan perilaku adalah
suatu terapi yang dapat membuat seseorang berperilaku sesuai dengan
proses belajar yang telah dilaluinya saat dia berinteraksi dengan lingkungan
yang mendukung.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia ( UU RI No.18, 2014).
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan
gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan
resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologi, perilaku, biologi dan gangguan itu tidak hanya
terltak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim, 2002 ; Maramis, 2010).
Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat
beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat
penting untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai
kemampuan untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang
ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif,
gangguan proses pikir, gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh.

27
DAFTAR PUSTAKA

Andri, A. dkk. 2015. “Psychiatric-Mental Health Nursing”. Jakarta: Naskah

Publikasi.

Ardiyanti, D.M. 2016. “Kategori Pasien Gangguan Jiwa Berdasarkan Triage di

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”. Doctoral

dissertation. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. “Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Kedua”. Jakarta :

Dapaertemen Kesehatan R.I.

Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2013. “Buku Ajar Psikiatri”. Jakarta :

Badan Penerbit FK UI.

Goysal, Yudy. 2016, “Buku Ajar Kesadaran Menurun”. Makassar: Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Maslim, Rusdi. 2013. “Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III

dan DSM-V Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

Kedokteran Unika Atma Jaya”. Jakarta : PT. Nuh Jaya.

Puri B. K., Laking P. J., dan Treasaden I. H. 2011. “Buku Ajar Psikiatri Edisi 2”.

Jakarta : EGC.

Saam. Zulfan, Wahyuni. Sri. 2012. “Psikologi Keperawatan”. Jakarta: Rajawali

28
Pers.

Suryani. 2013. "Mengenal Gejala dan Penyebab Gangguan Jiwa". Seminar

Nasional: Stigma Terhadap Orang Gangguan Jiwa. BEM Psikologi

UNJANI.

Susilawati, Luh K. P., dkk. 2017. “Buku Ajar: Materi Kuliah Psikoterapi I”.

Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana.

Skill Lab Sistem Neuropsikiatri. 2018. “Buku Panduan Mahasiswa Tehnik

Keterampilan Pemeriksaan Status Mental”. Makassar : Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Yusuf, A, H,. P, K, Rizky, Fitryasari & Nihayati, Hanik, Endang. 2015. “Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa”. Jakarta: Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai