Anda di halaman 1dari 25

Tugas Terstruktur 1 Keperawatan Jiwa

“Menganalisis Proses Terjadinya Gangguan Jiwa


dalam Perspektif Keperawatan Jiwa”

Program Studi : Program Sarjana Terapan dan Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa I
Penempatan : Semester III T.A. 2020/2021
Kelas / kelompok : 2 A / kelompok 3

Penanggung Jawab :
Endang Banon, S.Pd., M.Kep.Ns.Sp.Kep.J

Dosen Pembimbing :
Suliswati, S.Kp., M.Kes.

Disusun Oleh :
Anggota Kelompok 3

Fadhila Adzania Putri P3.73.20.2.19.017


Fauziah Yuliana Putri P3.73.20.2.19.018
Galuh Agniawati P3.73.20.2.19.019
Hariko Tiansa Putra P3.73.20.2.19.020
Indri Tri Octaviani P3.73.20.2.19.021
Jesika Meilany Sinaga P3.73.20.2.19.022
Jihan Shabrina Azis P3.73.20.2.19.023

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini kami susun
sebagai tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I dengan judul “Menganalisis Proses
Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa”. Terima kasih kami
sampaikan kepada Dosen Suliswati, S.Kp., M.Kes. selaku dosen pembimbing kami yang
telah membimbing dan memberikan kuliah demi kelancaran terselesaikannya makalah ini.

Demikian makalah ini disusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Kami juga
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif guna peningkatan pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Penyusun

3 Februari 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................................3
A. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa...........................3
1. Pengertian Gangguan Jiwa.....................................................................................................3
2. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa....................................................................................4
3. Ciri-ciri Gangguan Jiwa..........................................................................................................9
4. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa.......................................................................................10
5. Konsep Stress.........................................................................................................................14
6. Rentang Sehat-sakit jiwa.......................................................................................................16
7. Mekanisme Coping................................................................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................19
A. Kesimpulan............................................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah kondisi sehat emosional psikologis, konsep diri yang
positif, kestabilan emosional, sosial yang terlihat dari hubungan perilaku yang afektif
dan hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008). Kesehatan jiwa
masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk
pada Indonesia (Kemenkes RI, 2016). Word Health Organization (WHO)
memperkirakan pada tahun 2016, jumlah penderita depresi terdapat sekitar 35 juta, 21
juta terkena skizofrenia, 60 juta orang terkena bipolar (Kemenkes RI, 2016). Angka
tersebut menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat masih sangat
tinggi. Ada beberapa penyebab masalah kesehatan orang dengan gangguan jiwa
berupa kekerasan fisik dan emosional dikarenakan masyarakat kurang peduli terhadap
orang dengan gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2015).
Secara global, diperkirakan sebanyak 24 juta orang telah menderita
skizofrenia (WHO, 2009). Di Indonesia, menurut Riskesdas (2007) sebanyak 1 juta
orang atau sekitar 0,46% dari total pendududk Indonesia menderita skizofrenia.
Sedangkan yang mengalami gangguan mental emosiona (cemas dan depresi) adalah
11,6% atau sekitar 19 juta penduduk. Mengalami gangguan jiwa tidak hanya
berdampak pada individu tetapi juga pada keluarga dan negara. Kerugian ekonomi
minimal akibat masalah kesehan jiwa mencapai 20 Triliun rupiah. Karena itu masalah
gangguan jiwa ini perlu mendapatkan perhatioan yang serius dari pemerintah agar
pelayanan bagi penderita gangguan jiwa ini bisa lebih baik. Pelayanan bagi penderita
gangguan jiwa tidak terlepas dari peran para profesional kesehatan seperti psikiater,
psikolog, perawat psikiatri, occupational therapist dan pekerja sosial. Sehingga
diperlukan peningkatan pemahaman yang terus menerus tentang gangguan jiwa.

1
B. Tujuan

1. Memahami Pengertian Gangguan Jiwa


2. Mengetahui Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa
3. Mengetahui Ciri-ciri Gangguan Jiwa
4. Mengetahui Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa


1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin,
2001). Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Gangguan jiwa
menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social.
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon maladaptive
terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan,
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan
mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu. Konsep gangguan jiwa dari
PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau pola perilaku, atau
psikologi seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia
(Maslim, 2002).
Menurut American Psychiatric Association (1994), gangguan mental adalah
gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi
pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distress (gejala yang
menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari
fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon
tersebut dapat diterima pada kondisi tertentu.

3
2. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa

Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari


berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak
adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa
yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran social.
Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi
perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak
terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan
mengantarkan orang pada gangguan jiwa. Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan
orang tidak memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh
dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu
kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok.
Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain.
Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses
mengerjakan sesuatu dan lain-lain.
Ada lagi pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan bahwa terjadinya
gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (infioryty
complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah
kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-
menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.
J.P Caplin dalam Kartini Kartono (2000) mengartikan bahwa kebutuhan
ialah alat substansi sekuler. Dorongan hewani atau motif fisiologis dan psikologis
yang harus dipenuhi atau dipuaskan oleh organisme, binatang atau manusia, supaya
mereka bias sehat sejahtera dan mampu melakukan fungsinya.
Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa
seperti yang dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan
oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak

4
terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan (kurang dicintai) dan
perasaan rendah diri. (Djamaludin dan Kartini, 2001). Menurut Sigmund Freud
dalam Santrock (1999) adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak
terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi,
konflik, dan perasaan takut, respon orang tua yang mal adaptif pada anak akan
meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung
terus menerus dapat menyebabkan regresi dan withdral. Di samping hal tersebut di
atas banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan
perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang meliputi Biologis,
psikologis, sosial, lingkungan.
Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebab-sebab gangguan jiwa adalah
kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan
biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab-sebab gangguan jiwa penting
untuk mencegah dan mengobatinya.
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa menurut Santrock (1999) dibedakan atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam
mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal
tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak
sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan
dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk /
endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang
kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan
dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan
sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian
pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

5
b. Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami
akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup
seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat
mendukung terjadinya gangguan jiwa.
1) Masa bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun, dasar
perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan
pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/
aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang
hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh
tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian
yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan. Sebaiknya
dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa aman dan
terlindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa
akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
2) Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan
otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan,
akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara
penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah
menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang
tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan
keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak
aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan
tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari.
3) Masa Anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang
pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya.
Keluar dari batas-batas keluarga. Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat
menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap

6
lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau
sebaliknya melakukan kompensasi yang positif atau kompensasi negatif.
Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan
kemampuan bergaul dan memperluas sosialisasi, menguji kemampuan,
dituntut prestasi, mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun
tak disukai oleh si anak.
4) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan yang
penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan
atau kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi
pergolakan- pergolakan yang hebat. pada masa ini, seorang remaja mulai
dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa
(hak-hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan
belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.
Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok,
idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik
dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan
kepribadian di usia remaja.
5) Masa Dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia
akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya
ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya
yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila
mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan
jiwa.
6) Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial
seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini
sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis. Keluhan psikomatik
sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai
kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.

7
7) Masa Tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini
Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar,
kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan
rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah
pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya.
Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak
dapat menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.
c. Sebab Sosio Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab
langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan
“warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
Menurut Santrock (1999) Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut :
1) Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter , hubungan orang
tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah dewasa
mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul
atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
2) Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu
dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan
masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan
di rumah / sekolah dengan yang dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.
3) Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain-lain menimbulkan
bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern yang
mungkin jauh dari kenyataan hidup seharihari. Akibat rasa kecewa yang
timbul, seseorang mencoba mengatasinya dengan khayalan atau
melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.

8
4) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern kebutuhan dan persaingan makin meningkat
dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi
modern. Memacu orang untuk bekerja lebih keras agar dapat
memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari
kebutuhan sehingga pengangguran meningkat, demikian pula urbanisasi
meningkat, mengakibatkan upah menjadi rendah.
Faktor-faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat
dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya
merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang
abnormal.
5) Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannya,
perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat
cukup mengganggu.
6) Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungan
dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil
dalam bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan orang banyak.

3. Ciri-ciri Gangguan Jiwa

Ciri-ciri Gangguan Jiwa Menurut Keliat (2012) adalah:


a. Sedih berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Mengurung diri
e. Tidak mengenali orang
f. Bicara kacau
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri

9
4. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
a. Ketegangan (Tension) merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah,
rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak
mampu mencapai tujuan pikiranpikiran buruk (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi. Merupakan proses mental dimana seorang menyadari,
mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam maupun
lingkungan luarnya (Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida & Hartono,
2010).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang
dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi
macam-macam rangsangan yang masuk. Yang termasuk pada persepsi
adalah
a) Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan
kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetic.
b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah
dengan suatu benda.
c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai kenyataan.
d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri,
kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan tidak
sesuai kenyataan (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
2) Gangguan Sensasi. Seorang mengalami gangguan kesadaran akan
rangsangan yaitu rasa raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa
pendengaran dan kesehatan (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).

10
3) Gangguan kepribadian. Kepribadian merupakan pola pikiran
keseluruhan, perilaku dan perasaan yang sering digunakan oleh
seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus dalam hidupnya.
Gangguan kepribadian misalnya gangguan kepribadian paranoid,
disosial, emosional tak stabil. Gangguan kepribadian masuk dalam
klasifikasi diagnosa gangguan jiwa (Maramis, 2009).
4) Gangguan pola hidup. Mencakup gangguan dalam hubungan manusia
dan sifat dalam keluarga, rekreasi, pekerjaan dan masyarakat. Gangguan
jiwa tersebut bisa masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa kode V, dalam
hubungan sosial lain misalnya merasa dirinya dirugikan atau dialang-
alangi secara terus menerus. Misalnya dalam pekerjaan harapan yang
tidak realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa depan, pasien tidak
mempunyai rencana apapun (Maramis, 2009).
5) Gangguan perhatian. Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan,
menilai suatu proses kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari
luar (Direja, 2011).
6) Gangguan kemauan. Kemauan merupakan dimana proses keinginan
dipertimbangkan lalu diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan.
Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut :
a) Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas
akibat ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu
tingkah laku.
b) Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam
memutuskan dalam mengubah tingkah laku.
c) Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti
dan jarang terjadi melaksanakan sugesti yang bertentangan.
d) Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional (Yosep, H. Iyus
& Sutini, 2014).
7) Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood). Perasaan dan emosi
merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak diikuti perilaku maka
tidak menetap mewarnai persepsi seorang terhadap disekelilingnya atau
dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal (adekuat) berupa
perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan

11
emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi,
kecewa, kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan kesenangan
(Maramis, 2009).

8) Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir). Pikiran merupakan


hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang. Berfikir
ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan membentuk
pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah
mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren
(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
9) Gangguan psikomotor. Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi
oleh keadaan jiwa sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan
jiwa, juga meliputi perilaku motorik yang meliputi kondisi atau aspek
motorik dari suatu perilaku. Gangguan psikomotor berupa, aktivitas yang
menurun, aktivitas yang meningkat, kemudian yang tidak dikuasai,
berulang-ulang dalam aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa
gerakan salah satu badan berulang-ulang atau tidak bertujuan dan
melawan atau menentang terhadap apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus &
Sutini, 2014).
10) Gangguan ingatan. Ingatan merupakan kesangupan dalam menyimpan,
mencatat atau memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini
terdiri dari pencatatan, pemangilan data dan penyimpanan data
(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
11) Gangguan asosiasi. Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan,
kesan atau gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau
ingatan respon atau konsep lain yang memang sebelumnya berkaitan
dengannya. Kejadian yang terjadi, keadaan lingkungan pada saatitu,
pelangaran atau pengalaman sebelumnya dan kebutuhan riwayat
emosionalnya (Yosep, 2007).
12) Gangguan pertimbangan. Gangguan pertimbangan merupakan proses
mental dalam membandingkan dan menilai beberapa pilihan dalam suatu
kerangka kerja memberikan nilai dalam memutuskan aktivitas (Yosep,
2007).

12
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa merupakan bagian integral pelayanan
kesehatan secara holistik dan komprehensif. Manusia yang sehat merupakan
manusia yang sejahtera baik fisik, psikis, dan sosial tidak hanya terbatas dari
penyakit dan kecacatan saja. Praktik keperawatan jiwa meliputi pemberian asuhan
keperawatan baik pada kelompok sehat, risiko atau orang dengan masalah kejiwaan
(ODMK) atau psikososial, dan kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Masalah – masalah kesehatan jiwa di masyarakat merupakan permasalahan


yang kompleks dan memerlukan penanganan yang strategis dan berkelanjutan. The
Holmes & Rahe Life Stress Inventory menyebutkan terdapat 43 peristiwa kehidupan
yang dinilai sebagai stressor atau tekanan hidup. Seseorang yang mengalami
peristiwa – peristiwa tersebut cenderung memiliki kerentanan terhadap stress dan
jika tidak bisa mengatasinya maka seseorang tersebut akan megalami gangguan
jiwa. Berikut beberapa stresor tersebut meliputi :

1. Kematian pasangan
2. Perceraian
3. Pisah ranjang
4. Dipenjara
5. Kematian anggota keluarga dekat
6. Putus hubungan kerja
7. Pensiun
8. Utang piutang
9. Perubahan status finansial
10. Bermasalah dengan hukum

Proses terjadinya gangguan jiwa diawali ketika individu mengalami suatu


stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan
gejala yang muncul. Kondisi yang dapat memicu klien mengalami masalah
psikososial tergantung pada penilaian klien terhadap stressor yang diterima, bagaima

13
klien berespon, apakah klien melihat stressor itu sebagai tantangan yang harus
dihadapi atau sebagai ancaman yang harus dihindari.

Jumlah pengalaman stress yang dialami individu dalam satu waktu tertentu
juga menjadi stressor pencetus terjadinya malasah keperawatan. Jumlah stressor
lebih dari satu yang dialami oleh individu dalam satu waktu akan lebih sulit
diselesaikan dibandingkan dengan stressor yang hanya berjumlah satu.

Individu tersebut menunjukkan perubahan seperti perasaan tidak nyaman


(inadequacy), perasaan tidak aman (insecurity), kurang percaya diri, kurang
memahami diri, kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan social,
ketidakmatangan emosi, kepribadiannya terganggu, mengalami patologi dalam
struktur sistem saraf (thorpe).

Individu tersebut juga menunjukkan perubahan perasaan, pikiran , dan


perilaku yang berdampak pada penderitaan seperti halusinasi, waham, gangguan
perawatan diri, menarik diri atau isolasi social, ide atau percobaan bunuh diri,
perilaku kekerasan yang diakibatkan dari respon terhadap halusinasi. Ketika individu
tersebut tidak bisa mengatasi stressor yang dihadapi maka seseorang tersebut akan
megalami gangguan jiwa.

Berdasarkan fenomena tersebut, tenaga kesehatan memiliki peran penting


dalam pencegahan dan penanganan masalah kesehatan di masyarakat. Perawat
diharapkan mampu mengembangkan keilmuan yang inovatif, kreatif, kemampuan
berpikir kritis untuk meningkatkan kesehatan jiwa di masyarakat.

5. Konsep Stress
a. Pengertian Stress
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalam Jenita DT Donsu, 2017). Menurut
Charles D. Speilberger, menyebutkan stres adalah tuntutan- tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang misalnya objek dalam lingkungan atau sesuatu stimulus yang
secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga bias diartikan sebagai tekanan,

14
ketegangan, gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang
(Jenita DT Donsu, 2017).
Cofer & Appley (1964) menyatakan bahwa stres adalah kondisi organik seseorang
pada saat ia menyadari bahwa keberadaan atau integritas diri dalam keadaan bahaya,
dan ia harus meningkatkan seluruh energy untuk melindungi diri (Jenita DT Donsu,
2017). Cranwell-Ward (1987) menyebutkan stres sebagai reaksi-reaksi fisiologik dan
psikologik yang terjadi jika orang mempersepsi suatu ketidakseimbangan antara
tingkat tuntutan yang dibebankan kepadanya dan kemampuannya untuk memenuhi
tuntutan itu (Jenita DT Donsu, 2017).
Anggota IKAPI (2007) menyatakan stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap
rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif,
bersifat sanga individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama
tanggapannya bagi orang lain (Jenita DT Donsu, 2017). Stres adalah segala sesuatu di
mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau
melakukan tindakan (Potter dan Perry, dalam Jenita DT Donsu, 2017). Menurut
Hawari (2008) bahwa Hans Selve menyatakan stres adalah respon tubuh yang sifatnya
non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya (Jenita DT Donsu, 2017).
b. Jenis Stres

Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan sumbernya memiliki banyak
keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang dihasilkan beragam pula. Menurut Sri
Kusmiati dan Desminiarti, berdasarkan penyebabnya stress dapat digolongkan menjadi

1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau
rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,
hormone, atau gas. Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau
parasit yang menimbulkan penyakit.
3) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ,
atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.Stres proses
pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada masa bayi hingga tua
c. Faktor yang mempengaruhi stress

1. Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu:

15
a. Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu memiliki nilai
negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman
kelompok dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat
individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan pandangan
masyarakat di lingkungan tersebut.
b. Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai dengan
keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-
lain yang bertolak belakang dengan keinginannya dan menimbulkan tekanan pada
individu tersebut.
c. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan untuk selalu
update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian individu berlomba
untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal yang baru, tuntutan tersebut
juga terjadi karena rasa malu yang tinggi jika disebut gaptek.
2. Diri sendiri, terdiri dari
a. Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai
b. Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus menyerap
sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.

3. Pikiran
a. Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada
diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
b. Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa
dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
6. Rentang Sehat-sakit jiwa
Townsend (2009) yang mendefinisikan kondisi sehat jiwa ialah kondisi
dimana individu dapat beradaptasi terhadap stresor internal dan eksternal yang
dibuktikann dengan pikiran, perasaan, dan perilaku yang sesuai dengan norma budaya
lokal. Sedangkan sakit/gangguan jiwa ialah respon maladaptif terhadap stresor dari
lingkungan internal dan eksternal yang dibuktikan dengan pikiran, perasaan, dan
perilaku yang tidak sesuai dengan norma budaya lokal berpengaruh terhadap
sosialisasi, pekerjaan maupun fisik seseorang.
Rentang sehat/sakit jiwa merupakan suatu range/rangkaian kondisi kejiwaan
seseorang yang dimulai dari kondisi sehat secara jiwa, kemudian sedang dalam
masalah yang berpengaruh terhadap kejiwaan, sampai dengan gangguan jiwa

16
(University of Michigan, 2013). Perubahan kondisi kejiwaan seseorang dari sehat
menjadi sakit atau sebaliknya, dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam
beradaptasi dengan masalah yang dihadapinya. Secara psikologis, masalah tersebut
dapat berupa ansietas dan kehilangan. Ketika seseorang dapat melalui setiap tahap
dalam proses kehilangan maka dia akan dapat kembali ke dalam kondisi jiwa yang
sehat. Apabila tidak maka respon akan berlanjut kepada respon maladaptif dan
berujung kepada gangguan jiwa.
Begitu pula dengan kecemasan. Apabila seseorang berhasil beradaptasi dengan masal
ah yang dihadapi maka dia akan dapat menekan kecemasan pada level yang paling
rendah sehingga akan dapat terhindar dari masalah gangguan jiwa. Akan tetapi,
apabila tidak maka ansietas akan berlanjut ke level yang lebih tinggi dan berujung
pada kepanikan yang ditandai dengan adanya psikosis/gangguan jiwa (Townsend,
2009).

7. Mekanisme Coping
Setiap orang yang mengalami stres dalam menghadapi stresor yang
mengancam kondisinya, memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari
lingkungan, agar dapat mengurangi stres, cara yang digunakan individu untuk
mengurangi stres disebut dengan koping. Keefektifan sebuah koping dinilai apabila
koping mampu menurunkan yang dialami seseorang. Menurut Stuart dan Sundeen
(2006), menyatakan individu yang menggunakan mekanisme koping adaptif
merupakan individu yang memiliki keyakinan atau pandangan positif, terampil dalam
memecahkan masalah dan dapat menerima dukungan sosial dari orang lain. Sehingga
orang yang menggunakan mekanisme koping adaptif tidak mudah mengalami stres
dalam menghadapi stresor yang datang pada dirinya, karena individu yang memiliki
mekanisme koping adaptif mampu memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya.
Koping maladaptif adalah koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, cenderung menguasai lingkungan dan
perilakunya cendrung merusak (Stuart & Sundeen 2006). Perilaku koping maladaptif
seperti terjadinya respon panik dapat disebabkan oleh salah satu faktor yaitu penilaian
individu terhadap masalah. Menurut Bart Smet, coping mempunyai dua macam fungsi
yaitu
1. Emotional-focused coping

17
Emotional focused coping dipergunakan untuk mengatur respon emosional terhadap
stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan
minuman keras, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dst
2. Problem-focused coping
Problem-focused coping dilakukan dengan mempelajari keterampilan-keterampilan
atau cara-cara baru mengatsi stres. Menurut Bart Smet, individu akan cenderung
menggunakan cara ini bila dirinya yakin dapat merubah situasi, dan metoda ini sering
dipergunakan oleh orang dewasa.
Ada banyak metode atau strategi koping yang berbeda, salah satunya seperti yang
dijabarkan oleh Folkman (dalam Fei, 2006), yakni sebagai berikut in
1. Koping konfrontatif (confrontative coping), dimana individu berpegang teguh
pada pendiriannya dan memperjuangkan apa yang diinginkannya; menggambarkan
usaha-usaha agresif untuk mengubah situasi.
2. Mencari dukungan sosial (seeking social support), dimana individu berpaling
pada orang lain untuk kenyamanan dan saran mengenai bagaimana mengatasi
masalah, menunjuk-kan usaha-usaha individu untuk mencari dukungan.
3. Pemecahan masalah yang terencana (planful problem solving), artinya
individu memikirkan suatu rencana tindakan untuk memecahkan situasi,
menggambarkanusaha-usaha problem-focused yang sengaja untuk mengubah situasi.
4. Kontrol diri (self control), menabahkan hati dan tidak membiarkan perasaan
terlihat, menunjukkan usaha-usaha individu untuk mengatur perasaan-perasaan.
5. Menjauhkan (distancing), menggambarkan usaha-usaha individu untuk
melepaskan diri.
6. Penilaian positif (Positive reappraisal), menunjukkan usaha-usaha individu
untuk menciptakan arti positif dengan memfokuskan pada pertumbuhan pribadi.
7. Menerima tanggung jawab (accepting responsibility), pengakuan individu
bahwa dirinya sendirilah yang mengakibatkan masalah, dan mencoba belajar dari
pengalaman. Lebih jelasnya, bentuk koping ini menekankan aspek pengenalan peran
diri sendiri dalam suatu masalah.
8. Menghindari penghindaran (escape-avoidance), koping ini terkait dengan
wishful thinking dan menunjukkan perilaku-perilaku melarikan diri atau menghindar
bisa dengan cara merokok, mengkonsumsi obat-obatan maupun minuman keras,
ataupun makan berlebihan.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Orang ingin berbuat
sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat
celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan
masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada gangguan jiwa. Terjadinya
gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa
mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan
untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam
kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain.
Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses
mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Tanda dan gejala jiwa meliputi Ketegangan (Tension)
merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa lemah, histeris, perbuatan
yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak mampu mencapai tujuan pikiranpikiran
buruk.

stres sebagai segala peristiwa/kejadian baik berupa tuntutan-tuntutan lingkungan


maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/psikologis) yang menuntut, membebani,
atau melebihi kapasitas sumber daya adaptif individu. Stres dapat juga didefinisikan
sebagai keseluruhan proses yang meliputi stimulasi, kejadian, peristiwa dan respon,
interpretasi individu yang menyebabkan timbulnya ketegangan di luar kemampuan
individu untuk mengatasinya (Rice, 1992).

19
Rentang sehat/sakit jiwa merupakan suatu range/rangkaian kondisi kejiwaan
seseorang yang dimulai dari kondisi sehat secara jiwa, kemudian sedang dalam masalah
yang berpengaruh terhadap kejiwaan, sampai dengan gangguan jiwa (University of
Michigan, 2013). Perubahan kondisi kejiwaan seseorang dari sehat menjadi sakit atau
sebaliknya, dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan masalah
yang dihadapinya.
Koping maladaptif adalah koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi, cenderung menguasai lingkungan dan perilakunya
cendrung merusak (Stuart & Sundeen 2006).

B. Saran
Sebagai mahasiswa perlu mngetahui dan mempelajari proses terjadinya
gangguan jiwa, stress dan mekanisme koping yang perlu diatasi. Kami menyadari
banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka kami mengharapkan
masukan dan kritikan yang membangun dari Ibu dosen dan teman-teman
demikesempurnaan makalah ini. Atas masukan kritikan dan sarannya, kami
mengucapkan terima kasih dan harapan kami makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembacanya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Compas, B. E., Jaser, S. S., Dunbar, J. P., Watson, K. H., Bettis, A. H., Gruhn, M. A., &
Williams, E. K. (2014). Coping and emotion regulation from childhood to early
adulthood: Points of convergence and divergence. Australian journal of psychology,
66(2), 71-81.

Deris Yulia, Defananda (2018) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Dalam


Menjalankan Program Rawat Jalan Pada Pasien Dengan Gangguan Jiwa Di Dusun
Bendorejo Desa Sumberagung Kecamatan Ngantang. Diploma (D3) thesis,
University of Muhammadiyah Malang. Tersedia dalam
http://eprints.umm.ac.id/41478/3/BAB%20II.pdf. (Diakses pada 2 Februari 2021).
Evans, G. W., & Kim, P. (2013). Childhood poverty, chronic stress, self ‐regulation, and
coping. Child Development Perspectives, 7(1), 43-48.

Huraini, Emil. 2014. Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat Stres Pada Pasien
Fraktur. http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/view/31 Diakses tanggal 2
Februari 2021 pukul 10.45 WIB

Lumban Gaol, Nasib. 2016. Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.
https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11224 Diakses tanggal 2
Februari 2021 pukul 09.50 WIB

Masyharudin, 2017. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa.
Fakultas Ilmu Kesehatan UMP. Tersedia dalam
http://repository.ump.ac.id/4187/3/MASYHARUDIN%20BAB%20II.pdf (diakses
pada 2 Februari 2021)

Matappa Andi,. (2017). Jurnal Strategi Coping: Teori dan Sumberdayanya. Volume 1 Nomor
2 (2017)

Permatasari, Yulia & Utami Muhana. 2018. Koping Stres dan Stres pada Perawat di Rumah
Sakit Jiwa “X”. https://journal.uii.ac.id/Psikologika/article/download/13305/9365
Diakses tanggal 2 Februari 2021 pukul 11.20 WIB

SARI, NOVIA DEWI PERMATA, G2A216019 (2018) TINGKAT PENGETAHUAN,


PERSEPSI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP ORANG DENGAN
GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI KELURAHAN ROWOSARI KOTA
SEMARANG. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang. Tersedia

21
dalam http://repository.unimus.ac.id/2001/4/BAB%20II.pdf. (Diakses Pada 02
Februari 2021).
VAllen, J. O., Zebrack, B., Wittman, D., Hammelef, K., & Morris, A. M. (2014). Expanding
the NCCN guidelines for distress management: a model of barriers to the use of
coping resources. The Journal of community and supportive oncology, 12(8), 271-
277.

Wuryaningsih, Emi Wuri. 2018. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa 1. Jember: UNEJ
Press

http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/cobaBK/article/download/815/632 Diakses
tanggal 2 Februari 2021 pukul 11.00 WIB

Wahyuningsih, Nila. 2017. Rentang Sehat-Sakit Jiwa.


https://www.academia.edu/35052307/Rentang_sehat_sakit_jiwa Diakses tanggal 2
Februari 2021 pukul 12.16 WIB.

22

Anda mungkin juga menyukai