SKENARIO 3
(GEJALA PSIKOTIK)
Disusun oleh
ELVINA DIANITHA
(71180811061)
SEMESTER VII
SGD 14
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITA ISLAM SUMATERA UTARA
TA 2021/2022
Lembar Penilaian Makalah
1 Cara Penulisan 0 – 40
3 Daftar Pustaka 0 – 20
TOT AL
Dinilai Oleh :
Tutor
Puji dan syukur kita ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia – Nya saya dapat menyelesaikan makalah dari pelaksanaan
SGD (Small Group Discussion) kami. Makalah ini disusun berdasarkan
pengalaman dan pengamatan saya selama melakukan kegiatan berdasarkan
paradigma pembelajaran yang baru. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas saya
dalam bidang studi kedokteran yang menggunakan metode PBL (Problem Based
Learning). Makalah ini diharapkan dapat sebagai bahan acuan untuk mencapai
penggunaan metode baru tersebut secara berkelanjutan. Saya berusaha menyajikan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua kalangan untuk
mempermudah dalam penyampaian informasi metode pembelajaran ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Agus Sumedi, Sp.
An-KIC, selaku Dosen tutorial SGD 14 Fakultas Kedokteran UISU yang telah
membimbing kami selama proses pembelajaran dan SGD pada modul 24 Perilaku
dan Jiwa. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu saya menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari para pembaca
untuk memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberi manfaat pada kita semua.
Elvina Dianitha
(71180811061)
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………….…………………………………………. ii
SKENARIO ………………………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………..……………………………………..... 1
1.2 Rumusan Masalah……………...…………………………………………. 3
1.3 Tujuan ..……..…………………………………………………………...... 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gangguan Jiwa ………………………….…..…………………………... 4
2.1.1 Pengertian ………………………………………………………… 4
2.1.2 Penyebab …………………………………………………………. 5
2.1.3 Patogenesis ……………………………………………………….. 6
2.1.4 Patofisiologi ………………………………………………………. 8
2.1.5 Tanda dan Gejala …………………………………………………. 9
2.2. Aspek Pemeriksaan Psikiatri ……………………….…..………………. 13
2.2.1 Pemeriksaan Status Mental ……………………………………….. 14
2.3. Reality Test Ability (RTA) ……………………………………………… 20
2.4. Jenis – jenis Gangguan Jiwa yang Berkaitan dengan Terganggunya
Reality Test Ability (RTA) ……………………………………………… 21
2.4.1 Skizofrenia ……………………………………………………….. 21
2.4.2 Depresi …………………………………………………………… 23
2.4.3 Gangguan Bipolar ……………………………………………….. 24
2.4.4 Anxietas ………………………………………………………….. 25
ii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………….…..…………………………………… 27
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...... 28
iii
SKENARIO 3
Gejala Psikotik
Seorang mahasiswa laki – laki berusia 20 tahun datang dibawa oleh
orangtuanya ke IGD salah satu RS di Medan. Berdasarkan hasil wawancara yang
didapati dari orangtua pasien, didapati keluhan sering marah – marah hingga
merusak barang – barang. Pasien juga tampak gelisah dan tidak bisa tidur sejak 1
minggu belakangan. Sebelumnya dia mendapat surat peringatan dari kampusnya
karena banyak mengulang mata kuliah saat ujian semester. Pasien juga sering
berbicara sendiri dan mengaku selalu mendengar suara – suara yang berbisik di
telinganya yang mengejek dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, terkadang
suara tersebut terdengar seperti suara laki – laki namun terkadang juga berupa
perempuan. Pasien juga yakin ada komlotan yang ingin membunuhnya, jika dicoba
untuk disangkal dia tetap bersikeras dengan pendapatnya. Pasien selalu merasa
yakin dirinya sedang dibicarakan oleh orang lain. Dalam menjawab pertanyaan saat
wawancara pasien menjawab berbelit – belit, tidak langsung, mengemukakan hal –
hal yang tidak perlu dan tidak berkaitan dengan jawaban, namun akhirnya sampai
juga ke jawaban yang dikehendaki.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pasien, didapati hasil pemeriksaan
psikiatri khusus antara lain : halusinasi auditorik, waham paranoid, waham
persekutorik, waham referensi, sirkumstansialitas. Maka disarankan untuk
melakukan pemeriksaan Reality Test Ability (RTA) terhadap pasien dan dirujuk ke
dokter spesialis jiwa.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
diiringi dengan pemecahan – pemecahan masalah akan menimbulkan semacam
ancaman bagi perasaan individu yang dapat menimbulkan stress berkepanjangan
bahkan menyebabkan gangguan jiwa. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik
positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) jumlah penderita gangguan
jiwa didunia adalah 450 juta jiwa. Satu dari empat keluarga sedikitnya mempunya
seorang dari anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Setiap
empat orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan, seorang diantaranya
mengalami gangguan jiwa dan tidak terdiagnosa secara tepat sehingga kurang
mendapat pengobatan dan perawatan secara tepat. Di indonesia sendiri prevalensi
gangguan jiwa tertinggi terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu Kota jakarta
(24,3%), Diikuti Nagroe Aceh Darusalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatra Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%). (Depkes RI 2008).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukan prevalensi gangguan
jiwa nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk. Berdasar data tersebut bisa
disimpulkan bahwa penderita gangguan jiwa di Indonesia setiap tahunya selalu
meningkat.
Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab yang paling sering timbulnya
gangguan jiwa adalah dikarenakan himpitan masalah ekonomi dan kemiskinan.
Kemampuan dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebingungan, kecemasan,
frustasi, perilaku kekerasan, konflik batin dan gangguan emosional menjadi faktor
penyebab tumbuhnya penyakit mental.
Salah satu contoh gangguan jiwa adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah
gangguan kejiwaan yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk
menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan memiliki
pemahaman diri (self insight) yang buruk (Akbar et al, 2015). Skizofrenia
merupakan penyakit gangguan otak parah dimana penderitanya
menginterpretasikan realitas secara abnormal. Kemampuan orang dengan
skizofrenia untuk berfungsi normal dan merawat diri mereka sendiri cenderung
menurun dari waktu ke waktu. Penyakit ini merupakan kondisi kronis, yang
memerlukan pengobatan seumur hidup (Ikawati, 2014).
2
Gangguan skizofrenia terjadi sekitar 1% dari populasi di dunia. Tanda-tanda
terjadinya skizofrenia biasanya muncul pada masa remaja ataupun pada masa awal
dewasa (Deanna et al, 2016). Menurut data epidemiologi dari World Health
Organization lebih dari 21 juta penduduk di seluruh dunia menderita skizofrenia
meskipun tidak seperti gangguan mental lain yang lebih umum. Laki – laki lebih
sering terjadi skizofrenia yaitu sekitar 12 juta orang, sedangkan perempuan sekitar
9 juta orang. Skizofrenia juga biasanya dimulai lebih awal pada pria dibandingkan
wanita (WHO, 2016).
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah yaitu untuk mengetahui dan memahami
psikiatri yang meliputi dari pemeriksaan status mental pada penyakit psikiatri,
pemeriksaan Reality Test Ability (RTA) dan jenis – jenis gangguan jiwa yang
berhubungan dengan RTA terganggu.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.1.2 Penyebab
Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat
beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Menurut Maramis 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa, sumber
penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :
a. Faktor Somatik (Somatogenik), yaitu akibat gangguan pada neuro anato
mi, neurofisiologi, dan nerokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
b. Faktor Psikologik (Psikogenik), yaitu keterkaitan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor
intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi
juga akan mempengaruhikemampuan untuk menghadapi masalah.
Apabila keadaan tersebut kurang baik, maka dapat menyebabkan
kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
c. Faktor Sosial Budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh mengenai keagamaan
d. Faktor Psikososial, yaitu setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu
terpaksa melakukan adaptasi atau penyesuain diri untuk
menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu melakukan
adaptasi dan mengatasi faktor tersebut sehingga timbul keluhan –
keluhan, seperti stress, cemas, dan depresi. Adapun yang termasuk
kedalam faktor psikososial, yaitu:
ü Perkawinan : perceraian, pertunangan, kawin
paksa, kawin lari, kematian pasangan
ü Problem orang tua : mempunyai anak, anak yang sakit,
persoalan anak/mertua
5
ü Hubungan interpersonal : Teman yang sedang sakit
ü Pekerjaan : mulai bekerja / sekolah, pindah tugas
kerja, memasuki masa pensiun, PHK
ü Lingkungan hidup : pindah rumah/kota, transmigrasi
ü Keuangan : Keadaan ekonomi yang sulit
ü Perkembangan usia : pubertas, menopause
ü Hukum : tuntutan, penjara
ü Penyakit fisik/cedera : kecelakaan, penyakit kronik
ü Lain – lain :bencana alam, diskriminasi,
pemerkosaan
2.1.3 Patogenesis
Kondisi saat sebelum sakit pada pasien gangguan jiwa berlangsung kurang
lebih selama 1 bulan. Gangguan yang terjadi dapat berupa gejala psikotik,
antara lain halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara,
gangguan perilaku yang terkadang disertai dengan kelainan neurokimiawi.
Penderita gangguan jiwa biasanya mengalami minimal 2 gejala, yaitu
gangguan afek dan gangguan peran. Serangan yang terjadi pada gangguan
jiwa biasanya terjadi secara berulang (Yoseph, 2011).
Serangan yang terjadi pada gangguan jiwa biasanya berupa perasaan
khawatir berlebihan terhadap hampir semua aspek kehidupan, perasaan lelah
berlebihan yang tidak disebabkan karena faktor kelelahan fisik, iritable atau
mudah tersinggung, dan gejala fisik seperti kaku otot, pegal – pegal,
gangguan tidur atau sulit merasa santai. Ketika penderita mengalami
gangguan tersebut terkadang penderita mengabaikannya yang berakibat pada
bertambah parahnya gangguan yang dialami oleh penderita. Pada penderita
gangguan jiwa, biasanya mengalami gangguan terhadap tingkat kesadaran
dan kognisi, emosi atau perasaan, perilaku motorik, proses berpikir, persepsi
atau penginderaan, dan kemampuan bicara dan bahasa.
6
Pada proses pemulihan yang terjadi pada penderita gangguan jiwa terdapat
5 tahapan, antara lain:
(1) Tahap I
Perasaan terjebak (stuck) dimana penderita merasa tidak mau atau
tidak mampu dalam menerima bantuan ataupun menghadapi masalah.
(2) Tahap II
Bersedia menerima bantuan. Pada tahap ini penderita ingin menjauh
atau menghindar dari masalah dan berharap orang lain akan bisa
membantu dalam mengatasi masalah.
(3) Tahap III
Pada tahap ini penderita mulai percaya bahwa mereka dapat
membuat perubahan atau perbaikan dalam hidupnya. Penderita mulai
melihat ke masa depan tentang apa yang diinginkan serta menjauh dari
hal-hal yang tidak diinginkan. Penderita mulai melakukan hal-hal atas
keinginan sendiri untuk mencapai tujuan mereka dan tetap bersedia
menerima bantuan orang lain.
(4) Tahap IV
Belajar mengenai bagaimana membuat pemulihan diri penderita
dapat menjadi suatu kenyataan. Ini adalah proses trial and error dimana
dukungan dan semangat merupakan hal yang dibutuhkan dalam tahap
ini.
(5) Tahap V
Kemandirian yang dicapai secara bertahap dari proses belajar hingga
pada akhirnya mencapai suatu titik dimana mereka mampu mengelola
sesuatu tanpa bantuan dari orang lain (Tirtojiwo, 2012).
Ketika pada penderita gangguan jiwa yang telah melalui proses
pemulihan, mereka akan memasuki tahap recovery dimana mereka mampu
menerima dan mengakui dirinya sendiri sebagai mana adanya. Selain itu,
penderita gangguan jiwa juga sudah mampu untuk bersikap terbuka dan
sportif, memiliki semangat dan motivasi, percaya diri, mampu
mengendalikan emosi, mampu bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak
7
takut untuk menghadapi tantangan serta berusaha mencari jalan keluar untuk
mengatasi masalah yang dihadapi (Tirtojiwo, 2012).
2.1.4 Patofisiologi
Penderita yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri – ciri biologis
yang khas terutama pada susunan dan struktur saraf pusat, dimana penderita
biasanya mengalami pembesaran ventrikel ke III bagian kiri. Ciri lainnya
pada penderita yakni memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata – rata
orang yang normal. Penderita yang mengalami gangguan jiwa dengan gejala
takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah Amigdala sedangkan
pada penderita skizofrenia memiliki lesi pada area Wernick’s dan area
Brocha bahkan terkadang disertai dengan Aphasia serta disorganisasi dalam
proses berbicara.
Kelainan pada struktur otak atau kelainan yang terjadi pada sistem kerja
bagian tertentu dari otak juga dapat menimbulkan gangguan pada kejiwaan.
Sebagai contoh, masalah komunikasi di salah satu bagian kecil dari otak
dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi secara luas. Hal ini akan diikuti
oleh kontrol kognitif, tingkah laku, dan fungsi emosional yang diketahui
memiliki keterkaitan erat dengan masalah gangguan kejiwaan. Beberapa
jenis gangguan pada struktur otak yang berakibat pada gangguan jiwa, antara
lain:
- Gangguan pada cortex cerebral yang memiliki peranan penting dalam
pengambilan keputusan, pemikiran tinggi, dan penalaran dapat dilihat
pada penderita waham.
- Gangguan pada sistem limbik yang berfungsi mengatur perilaku
emosional, daya ingat, dan proses dalam belajar terlihat pada penderita
perilaku kekerasan dan depresi.
- Gangguan pada hipotalamus yang berperan dalam mengatur hormon
dalam tubuh dan perilaku seperti makan, minum, dan seks dapat terlihat
pada penderita bulimia, anoreksia, dan disfungsi seksual.
Kerusakan – kerusakan yang terjadi pada bagian otak tertentu juga
dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Kerusakan tersebut, antara lain:
8
§ Kerusakan pada lobus frontalis yang menyebabkan kesulitan dalam
proses pemecahan masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan,
berfikir abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan psikomotorik.
§ Kerusakan pada Basal Gangglia dapat menyebabkan distonia dan tremor.
§ Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan kewaspadaan,
distractibility, gangguan memori (short time).
b. Gangguan kognisi
Gangguan kognisi merupakan proses mental dimana seorang
menyadari, mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam
maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal) (Kusumawati, Farida &
Hartono, 2010). Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang
dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi
macam – macam rangsangan yang masuk.
Yang termasuk pada persepsi adalah:
ü Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu
dan kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
9
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetik.
ü Ilusi
Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang
salah dengan suatu benda.
ü Derealisi
Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai kenyataan.
ü Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri
sendiri, kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan
tidak sesuai kenyataan.
ü Gangguan sensasi
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa
raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan
kesehatan.
c. Gangguan kepribadian
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan
perasaan yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus
menerus dalam hidupnya. Gangguan kepribadian misalnya gangguan
kepribadian paranoid, disosial, emosional tak stabil. Gangguan kepribadian
masuk dalam klasifikasi diagnosa gangguan jiwa.
10
yang tidak realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa depan, pasien tidak
mempunyai rencana apapun.
e. Gangguan perhatian
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu
proses kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar.
f. Gangguan kemauan
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu
diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan
kemauan sebagai berikut:
ü Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat
ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
ü Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan
dalam mengubah tingkah laku.
ü Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan
jarang terjadi melaksanakan sugesti yang bertentangan.
ü Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional.
11
menunjukkan gangguan jiwa. Biasanya orang yang euforia percaya
diri, tegas dalam sikapnya dan optimis.
ü Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah
mudah tersinggung.
ü Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai,
aman dan tenang dengan perasaan keagamaan yang kuat.
ü Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap
kebesaran atau waham kebesaran.
ü Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku
yang sedih.
ü Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada
sama sekali tanda – tanda ekspresi afektif.
12
i. Gangguan psikomotor
Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan jiwa
sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi
perilaku motorik yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu
perilaku. Gangguan psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas
yang meningkat, kemudian yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam
aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa gerakan salah satu badan
berulang – ulang atau tidak bertujuan dan melawan atau menentang
terhadap apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
j. Gangguan ingatan
Ingatan merupakan kesangupan dalam menyimpan, mencatat atau
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ini terdiri dari
pencatatan, pemangilan data dan penyimpanan data.
k. Gangguan asosiasi
Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon atau
konsep lain yang memang sebelumnya berkaitan dengannya. Kejadian yang
terjadi, keadaan lingkungan pada saat itu, pelangaran atau pengalaman
sebelumnya dan kebutuhan riwayat emosionalnya.
l. Gangguan pertimbangan
Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam
membandingkan dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja
memberikan nilai dalam memutuskan aktivitas.
13
mental/manusia baik dalam keadaan sehat maupun sakit secara khusus meneliti
kausa (timbulnya penyakit), diagnosis, prognosis, terapi, prevensi segala
gangguan mental, emosional, juga tingkah laku manusia, dan rehabilitasinya,
serta berusaha menyembuhkan gangguan tersebut atau setidak – tidaknya
menaikkan taraf keadaan jiwanya.
Menurut Buku Ajar UI, ada 3 aspek pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan tidak langsung meliputi anamnesis, keterangan mengenai
pasien dari pihak lain (alloanamnesis).
2) Pemeriksaan langsung meliputi pemeriksaan fisik (status internus dan
neurologis), pemeriksaan khusus psikis.
3) Pemeriksaan tambahan jika diperlukan.
2.2.1 Pemeriksaan Status Mental
a. Pengertian
Pemeriksaan status mental meliputi penilaian status mental,
penilaian kesadaran, penilaian aktivitas psikomotorik, penilaian
orientasi, penilaian persepsi, penilaian bentuk dan isi pikir, penilaian
mood dan afek, penilaian pengendalian impuls, penilaian menilai
realitas, penilaian kemampuan tilikan (insight), penilaian kemampuan
fungsional.
b. Indikasi
Pemeriksaan status mental dilakukan untuk :
- Mengetahui diagnosis dari seorang pasien.
- Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada
pasien.
- Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien.
- Digunakan sebagai standar pelayanan dalam memberikan
pelayanan paripurna terhadap pasien.
14
Dilakukan penilaian pada posture, sikap, pakaian, perawatan diri,
rambut, kuku, sehat, sakit, marah, takut, apatis, bingung,
merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak lebih muda, bersifat
seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda kecemasan–
tangan basah, dahi berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang,
mata melebar, tingkat kecemasan berubah-ubah selama wawancara
atau dengan topik khusus.
2) Perilaku dan aktivitas psikomotorik
Cara berjalan, mannerisme, tics, gerak–isyarat, berkejang – kejang
(twitches), stereotipik, memetik, menyentuh pemeriksa, ekopraksia,
janggal / kikuk (clumsy), tangkas (agile), pincang (limp), kaku,
lamban, hiperaktif, agitasi, melawan (combative), bersikap seperti lilin
(waxy).
3) Sikap terhadap pemeriksa
Penilaian berupa kooperatif, penuh perhatian, menarik perhatian,
menantang (frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main, mengelak
(evasive), berhati – hati (guarded).
Bicara
Penilaian bicara melipuri cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu –
ragu (hesitant), emosional, monoton, keras, membisik (whispered),
mencerca (slurred), komat – kamit (mumble), gagap, ekolalia, intensitas,
puncak (pitch), berkurang (ease), spontan, bergaya (manner), bersajak
(prosody).
15
meluap – luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan
kagum (awed), sia – sia (futile), merendahkan diri sendiri (self–
contemptuous), anhedonia, alexithymic.
2) Afek
Afek adalah ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien),
Bagaimana pemeriksa menilai afek pasien–luas, terbatas, tumpul atau
datar, dangkal (shallow), jumlah dan kisaran dari ekspresi perasaan ;
sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau mengakhiri respons
emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan.
3) Keserasian
Keserasian yang dinilai adalah respon emosional pasien dapat
dinilai dalam hubungan dengan masalah yang sedang dibahas oleh
pasien. Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan waham
kejarnya harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang
terjadi pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons
yang ditemukan pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya inkongruen
dengan topik yang sedang mereka bicarakan. (contohnya : mereka
mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang impuls
membunuh). Ketidak serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari
pasien untuk mempertimbangkan atau pengendalian dalam hubungan
dengan respons emosional.
16
relevan, asosiasi longgar, hubungan sebab akibat yang kurang
dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial, sirkumstansial,
melantur (rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi,
pikiran terhambat (blocking) atau pikiran kacau (distractibility).
• Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan gangguan
mental seperti inkoheren, bicara yang tidak dimengerti (word
salad), asosiasi bunyi (clang association), neologisme.
2) Isi Pikiran
• Preokupasi : Mengenai sakit, masalah lingkungan, obsesi,
kompulsi, fobia, rencana bunuh diri, membunuh, gejala-gejala
hipokondrik, dorongan atau impuls-impuls antisosial.
3) Gangguan Pikiran :
• Waham : Isi dari setiap sistim waham, organisasinya, pasien
yakin akan kebenarannya, bagaimana waham ini mempengaruhi
kehidupannya. Waham penyiksaan–isolasi atau berhubungan
dengan kecurigaan yang menetap, serasi mood (congruent) atau
tak serasi mood (incongruent).
• Ideas of Reference dan Ideas of influence : Bagaimana ide mulai,
dan arti / makna yang menghubungkan pasien dengan diri
mereka.
4) Gangguan Persepsi
• Halusinasi dan Ilusi : Apakah pasien mendengar suara atau
melihat bayangan, isi, sistim sensori yang terlibat, keadaan yang
terjadi, halusinasi hipnogogik atau hipnopompik.
• Depersonalisasi dan Derealisasi : Perasaan yang sangat berbeda
terhadap diri dan lingkungan.
5) Mimpi dan Fantasi
• Mimpi : satu yang menonjol, jika ia iingin menceritakan, mimpi
buruk.
• Fantasi : berulang, kesukaan, lamunan yang tak tergoyahkan.
17
Sensorium dan Fungsi Kognitif
1) Kesadaran
Kesadaran dinilain terhadap lingkungan, jangka waktu perhatian,
kesadaran berkabut, fluktuasi tingkat kesadaran, somnolen, stupor,
kelelahan, keadaan fugue.
2) Orientasi, meliputi:
- Waktu : Apakah pasien mengenal hari secara benar,
tanggal, waktu dari hari, jika dirawat di rumah sakit dia
mengetahui sudah berapa lama ia dia berbaring disana.
- Tempat : Apakah pasien tahu dimana dia berada.
- Orang : Apakah pasien mengetahui siapa yang
memeriksa dan apa peran dari orang-orang yang bertemu
denganya.
3) Konsentrasi dan Perhitungan
Dilakukan dengan cara pengurangan 7 dari 100 dan hasilnya tetap
dikurangi 7. jika pasien tidak dapar dengan pengurangan 7. pasien
dapat tugas lebih mudah – 4 x 9; 4 x 5 ; Apakah cemas atau beberap
gangguan mood atau konsentrasi yg bertanggung jawab terhadap
kesulitan ini.
4) Daya ingat
Gangguan, usaha yang membuat menguasai gangguan itu –
penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastropik, sirkumstansialitas yang
digunakan untuk menyembunyikan kekurangannya, apakah proses
registrasi, retensi, rekoleksi material terlibat.
- Daya ingat jangka panjang (remote memory): data masa kanak-
kanak, peristiwa penting yang terjadi ketika masih muda atau
bebas dari penyakit, persoalan – persoalan pribadi.
- Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory):
beberapa bulan atau beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan
pasien kemarin, sehari sebelumnya, sudah sarapan, makan siang,
makan malam.
18
- Daya ingat segera (immediate retention and recall) : kemampuan
untuk mengulangi enam angka setelah pemeriksa mendiktekannya
– pertama maju, kemudian mundur, sedudah beberapa menit
interupsi, tes pertanyaan yang lain, pertanyaan yang sama, jika
diulang, sebutkan empat perbedaan jawaban pada empat waktu.
- Pengaruh atau kecacatan pada pasien : mekanime pasien
mengembangkan kemampuan menguasai kecacatan.
5) Tingkat Pengetahuan
Tingkat pendidikan formal, perkiraan kemampuan intelektual pasien
dan apakah mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan, seperti
jumlah, perhitungan, pengetahuan umum, pertanyaan harus relevan
dengan latar belakang pendidikan dan kebudayaan pasien.
6) Pikiran Abstrak
Gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien
mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnya
membedakan antara apel dan pear, abnormalitas dalam mengartikan
peribahasa yang sederhana, misalnya ; “Batu-batu berguling tidak
dikerumuni lumut”; jawabannya mungkin konkrit. Memberikan
contoh- contoh yang spesipik terhadap ilustrasi atau arti) atau sangat
abstrak (memberikan penjelasan yang umum) ; kesesuaian dengan
jawaban.
Tilikan
Tilikan (insight) adalah kesadaran dan pemahaman pasien terhadap
keadaan sakitnya. Tilikan terbagi atas 6 derajat, yaitu :
1) Dejarat I : Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit.
2) Dejarat II : Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan
meminta pertolongan tetapi menyangkalinya pada saat yang
bersamaan.
3) Dejarat III : Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan
orang lain, faktor luar, medis atau faktor organik yang tidak diketahui.
19
4) Dejarat IV : Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu
yang tidak diketahui pada dirinya.
5) Derajat V : merupakan tilikan intelektual, yaitu pengakuan sakit dan
mengetahui gejala dan kegagalan dalam penyesuaian sosial oleh
karena perasaan irrasional atau terganggu, tanpa menerapkan
pengetahuannya untuk pengalaman dimasa mendatang
6) Derajat VI : merupakan tilikan Emosional yang sebenarnya,
yaitu kesadaran emosional terhadap motif-motif perasaan dalam, yang
mendasari arti dari gejala; ada kesadaran yang menyebabkan
perubahan kepribadian dan tingkah laku dimasa mendatang;
keterbukaan terhadap ide dan konsep yang baru mengenai diri sendiri
dan orang-orang penting dalam kehidupannya.
Daya nilai
1) Daya nilai Sosial
Manifestasi perilaku yang tidak kentara yang membahayakan pasien
dan berlawanan dengan tingkah laku yang dapat diterima budayanya.
Adanya pengertian pasien sebagai hasil yang tak mungkin dari tingkah
laku pribadi dan pasien dipengaruhi oleh pengertian itu.
2) Uji daya nilai
Pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam
bayangan situasi tersebut. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien
dengan perangko, alamat surat yang dia temukan dijalan.
3) Penilaian Realitas
Penilaian realitas adalah kemampuan membedakan kenyataan
dengan fantasi.
20
perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan. Kekacauan perilaku,
waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran gangguan berat
dalam kemampuan menilai realitas.
b. Cara Pemeriksaan
• Daya Nilai
(1) Daya nilai sosial adalah kemampuan seseorang untuk menilai situasi
secara benar dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut.
(2) Uji daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan.
• Tilikan
Tilikan adalah pemahaman seseorang terhadap kondisi dan situasi
dirinya dalam konteks realitas sekitarnya. Adapun jenis – jenis tilikan, yaitu:
1) Derajat 1 : penyangkalan total terhadap penyakitnya.
2) Derajat 2 : ambivalensi terhadap penyakitnya.
3) Derajat 3 : menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya.
4) Derajat 4 : menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyakitnya.
5) Derajat 5 : menyadari penyakitnya dan faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya.
6) Derajat 6 : menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya, disertai
motivasi untuk mencapai perbaikan.
2.4 Jenis – jenis Gangguan Jiwa yang Berkaitan dengan Terganggunya Reality Test
Ability (RTA)
2.4.1 Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan
berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan
21
menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang dapat di terima
secara sosial. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak
mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan
pemahaman diri (self insight) buruk.
Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
gejala positif dan negatif.
• Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak
mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan
yang datang. Pasien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu
sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala
yang biasanya timbul, yaitu pasien merasakan ada suara dari dalam
dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi
kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang
sangat berbahaya, seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan
kenyataan. Misalnya, para penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan
raya yang berwarna merah, kuning, hijau, dianggap sebagai suatu isyarat
dari luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi
paranoid, mereka selalu merasa sedang di amat-amati, diintai, atau
hendak diserang.
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana pasien
skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya.
Kebanyakan pasien tidak mampu memahami hubungan antara
kenyataan dan logika. Karena pasien skizofrenia tidak mampu mengatur
pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak
bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir
mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan.
Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri
dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.
22
Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami
siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia,
juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan
sebagainya.
• Gejala Negatif
Pasien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan
energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang
malas. Karena pasien kizofrenia hanya memilki energi yang sedikit,
mereka tidak bisa melakukan hal – hal yang lain selain tidur dan makan.
Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar.
Pasien skizofrenia tidak memilki ekspresi baik dari raut muka
maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi
apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang
lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap,
selalu menjadi bagian dari hidup pasien skizofrenia, mereka tidak
merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina
hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta.Perasaan
depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping itu,
perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik
diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian.
2.4.2 Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh
diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan,
keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan
lain sebagainya. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan
23
dengan penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri
atau perasaan marah yang mendalam (Sutejo, 2017).
Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai
karakteristik berupa bermacam – macam perasaan, sikap dan kepercayaan
bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan,
harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya
yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan
normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian
orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan
seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan
tanda depresi. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang
depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan
berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya
aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan dan
abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan
terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih
(Fajar, 2016).
24
berat), dimana perubahan suasana hati hanya di satu kutub saja namun
dibandingkan dengan bipolar adalah perubahan suasana hati terjadi diantara
dua kutub yang tinggi dan rendah (Parks, 2014).
Episode mania berlangsung secara tiba – tiba dan dalam jangka waktu 2
minggu sampai 4 – 5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata – rata sekitar 6 bulan) namun tidak sampai satu
tahun kecuali pada orang usia lanjut (Depkes RI, 2012).
Gangguan bipolar terbagi atas beberapa klasifikasi. Bipolar tipe I
ditandai dengan episode mania berat dan depresi berat (Ahuja, 2011).
Gangguan bipolar tipe I ini ketika kondisi mania, penderita ini sering dalam
kondisi “berat” dan berbahaya. Bipolar tipe II, pada kondisi ini penderita
masih bisa berfungsi melaksanakan kegiatan harian rutin. Tidak separah tipe
I. Penderita mudah tersinggung. Kondisi depresinya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan kondisi hipomania-nya. Kondisi hipomania muncul
ketika terjadi kenaikan emosi. Syclothymic disorder ialah bentuk ringan dari
Gangguan jiwa bipolar (Jiwo, 2012). Syclothymic disorder (disebut juga
cyclothymia) didefinisikan dengan banyak periode gejala hipomania dan
periode gejala depresi yang berlangsung minimal selama 2 tahun (1 tahun
pada anak – anak dan remaja) (NIMH, 2015). Kondisi mania dan depresi
bisa mengganggu, tetapi tidak seberat pada gangguan bipolar tipe I dan II
(Jiwo, 2012).
2.4.4 Anxietas
Anxietas adalah perasaan yang tidak menyenangkan, cemas/khawatir
tanpa sebab yang jelas, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti
nyeri kepala, berkeringat, jantung berdebar, sesak nafas, seperti tercekik,
mual, muntah, diare, kesemutan, gelisah, dan sebagainya. Faktor
predisposisi anxietas meliputi faktor – faktor genetik, trauma emosional,
dan faktor lain yang dimediasi secara psikologis. Terjadinya anxietas
melibatkan beberapa daerah otak (amigdala, lokus seruleus, dan korteks
frontal) dan beberapa transmitter yang mengatur tingkat keparahan
kecemasan (asam gamma aminobutyric, serotonin, dan dopamin, serta
25
neuropeptida, termasuk corticotrophin-releasing hormone, substansi P,
neuropeptida Y, cholecystokinin, dan vasopresin).
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia ( UU RI No.18, 2014).
Menurut American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan
gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik terjadi pada
individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya gejala menyakitkan,
ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih penting dengan peningkatan
resiko kematian, penderitaan, nyeri, kehilangan kebebasan yang penting dan
ketunadayaan (O’Brien, 2013).
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologi, perilaku, biologi dan gangguan itu tidak hanya
terltak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim, 2002 ; Maramis, 2010).
Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat
beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.
Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat
penting untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai
kemampuan untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang
ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif,
gangguan proses pikir, gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh.
27
DAFTAR PUSTAKA
Publikasi.
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2013. “Buku Ajar Psikiatri”. Jakarta :
Lesmana, Cokorda Bagus Jaya. 2017. “Buku Panduan Koas: Ilmu Penyakit Jiwa”.
28
Maslim, Rusdi. 2013. “Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III
Puri B. K., Laking P. J., dan Treasaden I. H. 2011. “Buku Ajar Psikiatri Edisi 2”.
Jakarta : EGC.
Pers.
UNJANI.
Susilawati, Luh K. P., dkk. 2017. “Buku Ajar: Materi Kuliah Psikoterapi I”.
Yusuf, A, H,. P, K, Rizky, Fitryasari & Nihayati, Hanik, Endang. 2015. “Buku Ajar
29