Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ADMINISTRASI TEST DENGAN PENEKANAN PADA ASPEK PSIKOLOGI

Dosen Pengampu:

ENNI HALIMATUSSA’DIYAH, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Melda Putri Ayu ( 1930106026 )


2. Sri Yanti Tarihoran ( 0310192055 )
3. Windi Arningsi Nainggolan ( 0310192043 )

TADRIS BIOLOGI 2

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA

UTARA

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Evaluasi
Pembelajaran Biologi dengan judul Administrasi Test dengan penekanan pada Aspek
Psikologi. Dalam penulisan dan penyusunan penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak. Penulis sadar bahwa penulisan ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis
banyak menghimbau agar pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami tentu saja tidak dapat menyelesaikan
sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada kedua Orang Tua kami yang selalu mendoakan. Kepada dosen pengampu Enni
Halimatussa’diyah, M.Pd.

Sarulla, 23 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................2


DAFTAR ISI ...........................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................5
BAB II .....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................6
2.1 Pengertian Tes Psikologi atau Psikodiagnostik ............................................................6
2.2 Sejarah Perkembangan Tes Psikologi ..........................................................................7
2.3 Ruang Lingkup Tes Psikologi .....................................................................................13
2.4 Klasifikasi Tes Psikologi..............................................................................................14
2.5 Dasar Pemikiran Test Psikologi ..................................................................................18
2.6 Fungsi Test Psikologi...................................................................................................20
2.7 Tujuan Pemeriksaan Test Psikologi ...........................................................................20
2.8 Integrasi Ayat Al-Qur’an ............................................................................................21
BAB III..................................................................................................................................22
PENUTUP .............................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................22
3.2 Saran............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah mencapai memilih tes yang paling cocok untuk kegiatan konseling
secara individu atau kelompok, kelas, dan di sekolah. Konselor setidaknya
melaksanakan administrasi tes. Terlepas dari kenyataan bahwa tes yang diberikan
kadang-kadang tidak efektif atau sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka tidak
perlu khawatir akan tetapi yang terpenting adalah mekanisme pemberian tes selalu
tepat. Ada hal-hal yang lebih kompleks dan yang memerlukan pertimbangan lebih luas.
Sebagai contoh, bagaimana kecemasan dan ketegangan mempengaruhi performa pada
pelaksanaan tes yang diberikan kepada siswa/ mahasiswa/ calon pencari kerja. Hal
tersebut dapat membuat perbedaan yang cukup besar dalam persiapan yang diberikan
kepada seseorang atau kelas, sehingga lebih baik diarahkan untuk bersantai agar
mengurangi ketegangan dan kecemasan.

Sebuah masalah tambahan adalah masalah berpura-pura atas kepribadian testee.


Banyaknya masalah dan banyak individu mendistorsi tanggapannya untuk hasil sesuai
dengan dirinya atau bertentangan. Memalsukan dan mendistorsi informasi akan sangat
penting dalam kelompok pengujian, contohnya pada setting sekolah. Karena hasilnya
adalah hasil palsu dalam menafsirkan dan menyarankan implikasi untuk administrasi
tes.

Hal lain yang menjadi perhatian untuk menguji testee adalah efek dari
pelatihan dan praktek. Dengan meningkatnya tekanan dari orang tua, khususnya
sehubungan dengan penerimaan mahasiswa perguruan tinggi, sekolah telah
menerapkan praktek yang dipertanyakan seperti mendirikan kelompok belajar untuk
ujian beasiswa. Kadang- kadang siswa didorong untuk mengambil les tambahan.
Meskipun dalam beberapa hal ini dilakukan untuk tujuan prediksi, pada kasus lainnya
tampaknya akan ditujukan terutama untuk nilai praktek. Sehingga dapat mengurangi
dan menambah kebermanfaatan hasil tes karena memberikan latihan khusus dan
persiapan untuk tes. Contohnya dari Tes Psikologi mengenai hasil nilai tes benar-benar
mewakili dalam hal kemampuan yang digunakan oleh individu tertentu untuk
memecahkan masalah, karena hasil skor merupakan isi pribadi dari test. Dari hal
tersebut, dapat diketahui bahwa ada hal-hal yang dibahas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari psikodiagnostik atau tes psikologi ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tes psikologi ?
3. Apa saja ruang lingkup tes psikologi ?
4. Apa saja klasifikasi tes psikologi ?
5. Apa dasar pemikiran tes psikologi ?
6. Apa fungsi dari tes psikologi ?
7. Apa tujuan pemeriksaan tes psikologi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari psikodiagnostik atau tes psikologi.
2. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan tes psikologi.
3. Mengetahui dan memahami ruang lingkup tes psikologi.
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi tes psikologi.
5. Mengetahui dan memahami dasar pemikiran tes psikologi.
6. Mengetahui dan memahami fungsi dari tes psikologi.
7. Mengetahui dan memahami tujuan pemeriksaan tes psikologi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tes Psikologi atau Psikodiagnostik


Penggunaan istilah psikodiagnostik secara eksplisit pertama kali diperkenalkan
oleh Hermann Roschach yang menerbitkan hasil penelitiannya dengan menggunakan
metode Roschach dalam lapangan psikiatri dengan judul psikodiagnostik pada
tahun
1921.

Adapun pengertian psikodiagnostik dalam arti sempit adalah metode yang


digunakan untuk menetapkan kelainan-kelainan psikologis dengan tujuan untuk dapat
memberikan pertolongan atau pengobatan yang lebih tepat. Sedangkan psikodiagnostik
dalam arti luas memiliki dua aspek, yaitu praktis dan teoritis. Praktis berarti
psikodiagnostik ini merupakan metode yang digunakan dalam mendiagnosis aspek
psikis seseorang dimana dalam mendiagnosis tersebut dilakukan oleh petugas pratik.
Sedangkan untuk aspek teoritis, psikodiagnostik berarti studi ilmiah tentang metode
untuk membuat diagnosis psikis seseorang dengan tujuan agar dapat memperlakukan
subjek dengan lebih bijak sesuai dengan yang seharusnya (Suryabrata, 1999).

Beberapa tokoh banyak yang berpendapat mengenai pengertian


psikodiagnostik, diantaranya :

Chaplin (2005) dalam Dictionary of Psychology menjelaskan bahwa yang dimaksud


dengan psikodiagnostik adalah studi mengenai kepribadian lewat penafsiran
terhadap tanda-tanda tingkah laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap,
penampilan wajah, suara, dan seterusnya.
Anastasi dan Urbina (2003) mengartikan psikodiagnostik sebagai suatu alat ukur yang
objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Jadi penyelenggaraan,
penilaian, dan interpretasi skor adalah bersifat objektif sejauh skor tidak tergantung
kepada penilaian subjektif penguji tertentu.
Stern (dalam Marnat, 2009) mengartikan psikodiagnostik sebagai keseluruhan cara,
metode, teknik untuk menentukan cirri atau struktur psikis dari individu atau
kelompok.

Kisker (dalam Markam, 1997) mengartikan psikodiagnostik sebagai suatu teknik


khusus dalam metode psikologi untuk mengungkapkan sifat dan luasnya
kerusakan psikis.

Levy (dalam Markam, 1997) mengartikan psikodiagnostik sebagai kegiatan deskripsi


yang bertujuan untuk meletakkan dasar bagi peramalan tingkah laku pasien dalam
berbagai situasi. Tujuan ini dicapai dengan menggunakan pendekatan
psikodiagnostik yang khusus.

Drever (dalam Sumintardja, 1991) mengartikan psikodiagnostik sebagai suatu media


bantu melalui pengamatan atau observasi atas tingkah laku atau gerak-gerik tubuh
seseorang untuk memberi penilaian terhadap individu. Namun, ternyata tidak
hanya sebatas pengamatan saja, karena meluas dengan psikotes lalu berubah istilah
menjadi pemeriksaan psikologis. Melalui pemeriksaan ini dapat diperoleh tentang
gambaran diri seseorang yang berguna untuk menegakkan diagnose mengenai
individu tersebut.
Dari beberapa pendapat mengenai pengertian psikodiagnostik menurut para
ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan psikodiagnostik adalah
keseluruhan cara, metode, dan teknik untuk struktur psikis individu atau kelompok.
Dimana tugas utama psikodiagnostik adalah mengembangkan pengetahuan tentang
variasi atau perbedaan-perbedaan psikis, serta mengembangkan metode penelitian
yang dapat dipercaya. Melalui pemeriksaan tersebut dapat diperoleh tentang gambaran
diri individu tersebut dan untuk mengungkapkan sifat dan luasnya gangguan psikis
individu.
2.2 Sejarah Perkembangan Tes Psikologi
Sejarah perkembangan tes psikologi berawal dari adanya berbagai uraian
tentang sistem ujian pegawai negeri yang muncul di Kekaisaran Cina selama 2000
tahun (Bowman, 1989). Di kalangan bangsa Yunani Kuno, tes merupakan pendamping
tetap proses pendidikan. Tes-tes digunakan untuk mengukur
penguasaan
keterampilanketerampilan fisik dan juga intelektual (Doyle, 1974). Pada abad
pertengahan, universitas- universitas Eropa mengandalkan ujian formal ketika
memberikan gelar dan penghargaan. Bagaimanapun juga untuk mengidentifikasi
perkembangan-perkembangan utama sampai menghasilkan tes dewasa ini, kita perlu
mempelajarinya pada abad ke-19. Abad ke-19 merupakan masa kebangkitan minat pada
pengobatan yang lebih manusiawi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan
jiwa dan mereka yang mengalami keterbelakangan mental. Sebelum itu orang-orang ini
lazimnya diabaikan, dicemooh, dan bahkan disiksa. Dengan munculnya kepedulian
akan perawatan yang lebih layak bagi orang-orang yang punya masalah mental,
semakin disadari perlunya kriteria untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kasus-
kasus ini.

Di Eropa dan Amerika banyak didirikan lembaga-lembaga sosial untuk


perawatan orang-orang yang bermentalitas terbelakang dan mereka harus
menetapkan standarstandar penerimaan dan system klasifikasi yang objektif. Pertama,
perlunya membedakan antara orang yang mengalami gangguan jiwa “gila” (insane)
dan orang dengan keterbelakangan mental (mentally retarded). Orang yang mengalami
gangguan jiwa atau “gila” menampilkan gangguan-gangguan emosi yang kadang kala
disertai oleh penurunan daya intelektual dari tingkat yang semula normal, sedangkan
orang dengan keterbelakangan mental pada dasarnya ditandai oleh adanya kerusakan
intelektual sejak lahir atau semasa kecil.

Pernyataan eksplisit pertama tentang pembedaan ini mungkin ditemukan dalam


karya Esquirol, dokter asal Perancis, yang diterbitkan tahun1838 dalam jilid dua.
Esquirol menunjukkan bahwa ada banyak tingkat keterbelakangan mental yang
bervariasi dari normal sampai idiot. Dalam usaha mengembangkan system untuk
mengklasifikasikan tingkat dan jenis keterbelakangan mental yang berbeda-beda,
Esquirol mencoba berbagai prosedur dan menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa
seseorang merupakan kriteria yang paling dapat diandalkan tentang tingkat
intelektualnya.

Seguin, yang juga seorang dokter Perancis juga memberikan sumbangan


terhadap perkembangan psikodiagnostik dengan merintis pelatihan orang-orang dengan
keterbelakangan mental. Setelah menolak pandangan umum yang menyatakan bahwa
keterbelakangan mental tidak dapat disembuhkan, Seguin (1866/1907) melakukan
eksperimen bertahun-tahun dengan apa yang disebutnya metode pelatihan fisiologis
dan
pada tahun 1837 dia mendirikan sekolah pertama pendidikan anak-anak dengan
keterbelakangan mental. Pada tahun 1848 dia beremigrasi ke Amerika Serikat dan
disana gagasannya diterima orang. Seguin banyak menciptakan teknik pelatihan panca
indera dan pelatihan otot yang selanjutnya diterapkan dalam lembaga-lembaga untuk
orangorang dengan keterbelakangan mental. Dengan metode-metode ini, anak-anak
dengan keterbelakangan mental diberikan latihan intensif dalam pembedaan inderawi
dan dalam pengembangan kendali motorik.

Lebih dari setengah abad setelah karya Esquirol dan Seguin, psikolog Perancis
yaitu Alfred Binet mendesak agar anak-anak yang gagal memberikan respon pada
sekolah yang normal diperiksa sebelum pulang sekolah dan jika dianggap bisa dididik
anak itu ditempatkan pada kelas-kelas khusus(T.H. Wolf, 1973). Bersama rekannya
yang anggota Society for the Psychological Study of the Child, Binet mendorong
Ministry of Public Instruction untuk mengambil langkah memperbaiki kondisi anak-
anak terbelakang. Hasilnya adalah terbentuknya komisi pada tingkat kementrian untuk
studi atas anak-anak terbelakang, tempat Binet ditugaskan. Penugasan ini adalah
peristiwa besar dalam sejarah tes psikologi.

Pada umumnya ssikolog-psikolog eksperimental sejak abad ke-19 tidak peduli


dengan pengukuran perbedaan-perbedaan individu. Tujuan utama para psikolog pada
masa itu adalah perumusan deskripsi umum tentang perilaku manusia. Fokus perhatian
mereka adalah keseragaman, bukannya perbedaan- perbedaan perilaku.
Perbedaanperbedaan individu diabaikan atau diterima sebagai sesuatu yang pasti buruk,
yang membatasi penerapan generalisasi. Jadi, fakta bahwa tiap individu bereaksi
secara berbeda dari orang lain ketika diamati dalam kondisi-kondisi serupa, dianggap
sebagai bentuk kesalahan. Adanya kesalahan atau variabilitas individu seperti itu
membuat generalisasi bersifat mendekati dan bukan eksak. Inilah sikap terhadap
perbedaanperbedaan individu yang dominan dalam laboratorium seperti yang didirikan
oleh Wilhelm Wundt di Leipzig pada tahun 1879.

Masalah-masalah yang ditelaah dalam laboratorium mereka pada umumnya


menyangkut kepekaan stimuli visual, pendengaran, dan indera-indera lainnya dan
menyangkut waktu reaksi. Eksperimen psikologis awal menunjukkan kebutuhan akan
kendali yang ketat atas kondisi observasi. Contoh, pemakaian kata-kata dalam
petunjuk
yang diberikan kepada peserta dalam eksperimen waktu reaksi bisa cukup
meningkatkan atau menurunkan kecepatan tanggapan peserta. Selain itu, kecerahan
atau warna lingkungan sekeliling bisa benar-benar mengubah tampilan stimulus
visual. Dengan begitu, pentingnya membuat observasi terhadap semua peserta
eksperimental senantiasa di bawah kondisi-kondisi standar tampak dengan jelas.
Standarisasi prosedur seperti ini pada akhirnya menjadi salah satu cirri khusus tes
psikologi.

Selanjutnya, pakar biologi Inggris, Francis Galton adalah orang yang


bertanggung jawab atas peluncuran gerakan tes. Minat Galton dalam penelitian
adalah hereditas manusia. Dalam rangka penelitiannya atas hereditas, Galton
menyadari perlunya mengukur ciri-ciri orang yang masih memiliki hubungan keluarga
dan yang tidak punya hubungan keluarga. Ia mendirikan laboratorium anthropometris
pada International Exposition 1884, para pengunjung bisa diukur ciri-ciri fisik tentunya
dan bisa menjalani tes ketajaman penglihatan dan pendengaran, kekuatan otot, waktu
reaksi, dan fungsifungsi motor inderawi sederhana lainnya. Galton yakin bahwa tes-tes
pembedaan inderawi bisa berfungsi sebagai sarana untuk mengukur kecerdasan
seseorang. Galton juga mencatat bahwa orang-orang dengan keterbelakangan mental
ekstrem cenderung rusak kemampuannya membedakan antara panas, dingin, dan rasa
sakit. Observasi lanjutan memperkuat keyakinan bahwa kemampuan pembedaan
inderawi merupakan komponen penting dalam konteks intelektualitas.

Galton juga merintis penerapan metode skala pemeringkatan kuisioner dan juga
penggunaan teknik asosiasi bebas yang selanjutnya diterapkan ke beragam tujuan.
Sumbangan lain Galton adalah pada pengembangan metode statistic untuk
menganalisis data tentang perbedaan-perbedaan individu. Galton menyeleksi dan
mengadaptasi sejumlah teknik yang sebelumnya diturunkan oleh pada matematikawan.
Teknik-teknik ini disesuaikan ke dalam bentuk tertentu sedemikian rupa sehingga bisa
digunakan oleh penyelidik yang tidak terlatih secara matematis yang mungkin ingin
memperlakukan hasil-hasil tes secara kuantitatif. Dengan cara itu, dia memperluas
aplikasi prosedur statistik ke analisis data tes. Fase penelitian Galton ini telah
dirangkum oleh banyak mahasiswanya, diantaranya yang paling menonjol adalah Karl
Pearson.

James McKeen Cattel, psikolog Amerika, menduduki tempat penting


dalam perkembangan tes psikologi. Karya Cattel mempertemukan ilmu psikologi
eksperimental
yang baru didirikan dan gerakan tes yang lebih baru. Untuk meraih doktornya di
Leipzig, ia menyelesaikan disertasi tentang waktu reaksi, dibawah pengarahan Wundt.
Selama memberikan kuliah di Cambridge pada tahun 1888, minat Cattel dalam
pengukuran perbedaan individu dikuatkan lagi lewat kontaknya dengan Galton.
Sekembalinya ke Amerika, Cattel aktif mendirikan laboratorium psikologi eksperimen
dan menyebarkan gerakan tes.

Dalam artikel yang ditulis Catteltahun 1890, istilah “tes mental” digunakan
untuk pertama kalinya dalam literatur psikologi. Artikel ini memaparkan rangkaian tes
yang diselenggarakan tiap tahun bagi para mahasiswa dalam upaya menentukan tingkat
intelektual. Tes-tes ini yang diselenggarakan secara individu, meliputi ukuran-ukuran
kekuatan otot, kecepatan gerakan, sensitivitas terhadap rasasakit, ketajaman
penglihatan dan pendengara, pembedaan berat, waktu reaksi, ingatan, dan sebagainya.
Dalam pilihan tes-tesnya, Cattel punya pandangan sama dengan Galton bahwa ukuran
fungsi-fungsi intelektual bisa diperoleh melalui tes-tes pembedaan inderawi dan waktu
reaksi.

Tes-tes Cattel lazim ditemukan dalam sejumlah rangkaian tes yang


dikembangkan selama dasawarsa terakhir abad ke-19. Rangkaian tes semacam itu
diselenggarakan bagi anak-anak sekolah, mahasiswa, dan berbagai orang dewasa. Pada
Columbian Exposition yang diadakan di Chicago pada tahun 1893, Jastrow membuka
anjungan tempat pengunjung diundang untuk mengikuti tes sederhana atas proses-
proses inderawi, motorik, dan persepsi, serta untuk membandingkan keterampilan
mereka dengan normanorma yang ada (J. Peterson, 1926; Philippe, 1894). Beberapa
usaha yang dilakukan untuk mengevaluasi tes-tes awal seperti itu, memberikan hasil
yang tidak menggembirakan. Kinerja individu menunjukkan sedikit hubungan antara
satu tes dengan tes lainnya (Sharp, 1898-1899; Wissler, 1901).

Sejumlah rangkaian tes yang disusun oleh psikolog Amerika pada masa
itu cenderung mencakup fungsi-fungsi yang agak kompleks. Kraepelin (1895) sangat
berminat pada pemeriksaan klinis atas pasien-pasien psikiatris, mempersiapkan
serangkaian tes untuk mengukur apa yang dianggap sebagai faktor-faktor dasar dalam
pencirian individu. Tes-tes ini yang hanya memanfaatkan operasi-operasi
aritmatika sederhana, dirancang untuk mengukur dampak latihan, memori, dan
kerentanan terhadap kelelahan, dan penurunan perhatian. Psikolog Jerman lainnya,
Ebbinghaus (1897),
menyelenggarakan tes-tes komputasi aritmatika, rentang memori, dan melengkapi
kalimat bagi anak-anak sekolah. Diantara tiga tes ini, tes yang paling kompleks adalah
tes melengkapi kalimat, merupakan satu-satunya tes yang menunjukka hubungan yang
jelas dengan prestasi skolastik anak-anak.

Pada tahun 1904, Menteri Pengajaran Umum Perancis menugaskan Binet ke


komisi guna mempelajari prosedur-prosedur untuk pendidikan anak-anak yang
terbelakang. Dalam kaitan dengan sasaran-sasaran komisi inilah, Binet bekerja sama
dengan Simon, menyiapkan Skala Binet-Simon yang pertama (Binet & Simon, 1905).
Skala ini dikenal dengan skala 1905, terdiri dari 30 masalah atau tes yang diatur dalam
urutan tingkat kesulitan yang makin tinggi. Tingkat kesulitan ditentukan secara
empiris dengan menyelenggarakan tes pada 50 anak normal berusia 3 sampai 11 tahun
dan pada sejumlah anak dengan keterbelakangan mental serta orang dewasa. Tes-tes ini
dirancang sehingga mencakup rentang fungsi-fungsi yang luas, dengan penekanan
khusus pada penilaian, pemahaman, dan penalaran yang dianggap Binet sebagai
komponen hakiki inteligensi. Meskipun disini termasuk tes-tes inderawi dan persepsi,
proporsi muatan verbal sebenarnya jauh lebih banyak ditemukan pada skala ini
ketimbang rangkaian testes lain waktu itu. Skala 1905 disajikan sebagai instrumen
permulaan dan tentatif dan tak satupun metode objektif yang akurat untuk menghitung
skor total yang dirumuskan.

Pada skala kedua, atau skala 1908, jumlah tes ditingkatkan, sejumlah tes yang
tidak memuaskan dari skala terdahulu dihapus dan semua tes dikelompokkan ke dalam
tingkatan umur atas dasar kinerja dari 300 anak normal berusia antara 3 sampai 13
tahun. Dengan demikian, pada level 3 tahun ditempatkan semua tes yang sudah dilalui
dan berhasil dikerjakan oleh 80-90% anak-anak normal berusia 3 tahun, pada level 4
tahun, semua tes yang dilalui oleh anak-anak normal 4 tahun; dan seterusnya sampai
usia 13 tahun. Skor anak pada seluruh tes bisa dirumuskan sebagai tingkatan
mental yang berhubungan dengan usia anak-anak normal yang kinerjanya ia samakan.
Dalam berbagai terjemahan dan adaptasi skala Binet, istilah usia mental (mental age)
umumnya digunakan untuk menggantikan tingkatan mental (mental level). Karena usia
mental adalah konsep yang sederhana sehingga mudah dipahami pengenalan istilah
ini tak diragukan lagi amat berjasa mempopulerkan tes inteligensi. Bagaimanapun juga
Binet menghindari istilah “usia mental” karena implikasi perkembangannya tak
terverifikasi dan lebih menyukai istilah “tingkatan mental” yang lebih netral (T.H. Eolf,
1973).
Revisi ketiga atas skala Binet-Simon muncul pada tahun 1991. Dalam sakala
ini, tidak dilakukan perubahan fundamental, hanya ada revisi kecil dan relokasi atas
tes-tes khusus. Lebih banyak tes ditambahkan ke beberapa tingkatan usia dan skala ini
diperluas sampai pada level orang dewasa.

Bahkan sebelum revisi 1908, tes-tes Binet-Simon menarik perhatian luas para
psikolog di seluruh dunia. Terjemahan dan adaptasi muncul di berbagai negara
termasuk di Amerika Serikat. Pertama kali dilakukan oleh H.H. Goddard, kemudian
oleh psikolog riset di Vineland Training School (untuk anak-anak dengan
keterbelakangan mental). Revisi Goddard amat berpengaruh dalam penerimaan tes
inteligensi oleh kalangan profesi medis (Zenderland, 1987). Revisi muncul pada saat
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak akan ukuran terstandardisasi
yang digunakan dalam rangka mendiagnosis dan mengklasifikasikan orang-orang
dengan keterbelakangan mental. Akan tetapi sebagai alat tes, revisi ini segera didahului
oleh instrumen Stanford-Binet yang lebih luas dan lebih baik secara psikometris yang
dikembangkan oleh L.M Terman dan rekan-rekannya di Stanford University (Terman,
1916). Dalam tes inilah, istilah IQ pertama kali digunakan.

2.3 Ruang Lingkup Tes Psikologi


Ruang lingkup penggunaan psikodiagnostik dalam berbagai setting, diantaranya
(Janis dalam Sumintardja , 1991) :

Clinical Setting

Berfokus untuk mendeteksi gangguan psikis individu, mengukur kemampuan


atau kekuatan pribadi individu, lalu menetapkan pola terapi. Misalnya di rumah sakit,
pusat kesehatan mental, atau klinik-klinik konsultasi psikologi.

Legal Setting

Legal setting dimaksudkan untuk membantu proses peradilan supaya


permasalahan psikologis yang dialami seseorang dapat menjadi bahan pertimbangan
untuk mengambil keputusan. Misalnya di pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan
tempat rehabilitasi lainnya yang berhubungan dengan masalah kriminal; seperti
penderita narkoba, anak-anak nakal, dan lain-lain.

Educational and Vocational Guidance


Berfokus pada advice di bidang pengembangan studi dan kerja atau karier.
Misalnya di sekolah, universitas-universitas, pusat pelatihan, pusat bimbingan karier,
dan lain-lain.

Educational and Vocational Selection

Banyak digunakan untuk rekrutmen, promosi, mutasi, dan demosi para pegawai
instansi, karyawan perusahaan, atau anggota organisasi. Misalnya di instansi,
perusahaan, dan organisasi.

Research Setting

Digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu, teknik, dan metode


psikodiagnostik. Biasanya digunakan dilingkup akademik dan perguruan tinggi.

2.4 Klasifikasi Tes Psikologi


a. Tes psikologi ditinjau dari segi aspek mental individu yang dites:
 Tes intelegensi
 Tes bakat
 Tes prestasi belajar
 Tes kepribadian seperti tes Rorschach, Wartegg dan sebagainya
b. Tes psikologi ditinjau dari segi pembuatnya:
 Tes Kraepelin
 Tes Binet-Simon
 Tes Rorschach
 Tes Wechsler
 Tes Kuder dan lain-lain
c. Tes psikologi ditinjau dari banyaknya peserta yang mengikuti tes
 Tes individual: Merupakan jenis tes yang hanya dapat melayani untuk
seseorang individu saja dalam satu waktu, contohnya test WISC dan tes WAIS.
 Tes kelompok: Merupakan jenis tes yang dapat melayani sekelompok
testi dalam suatu waktu. Dari segi biaya, tes kelompok lebih ekonomis
jika dibandingkan dengan tes individual.
d. Tes Psikologi ditinjau dari segi waktu yang disediakan:
 Tes kecepatan (speed test): Merupakan tes yang mengutamakan
kecepatan (waktu) dalam mengerjakan sebuah tes. Contoh jenis tes ini
arithemitical reasoning, tes klerikal dan sejenisnya.
 Tes kemampuan (power test): Merupakan jenis tes untuk mengetahui sampai
dimana kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes. Lamanya pengerjaan
(waktu) tidak dituntut terlalu ketat. Jenis tes ini misalnya general
comprehension test, tes SPM dan sejenisnya.
e. Tes Psikologi ditinjau dari segi materi tes:
 Tes verbal: Merupakan tes yang menggunakan bahasa (baik bahasa lisan
maupun bahasa tulisan). Oleh karena itu testi harus bisa membaca dan
menulis dengan baik.
 Tes non verbal: Merupakan tes yang item-item soalnya tidak terdiri dari
bahasa, akan tetapi terdiri dari gambar-gambar, garis-garis, bentuk-bentuk dan
sejenisnyanya. Jenis tes ini misalnya adalah tes CFIT, Tes SPM, tes Army Beta
dan sejenisnya.
f. Tes Psikologi ditinjau dari segi aspek manusia yang dites (Testi):
 Tes fisik: Merupakan alat tes untuk mengetahui kemampuan & keadaan
fisik testi misalnya: tes aerobik.
 Tes psikis: Merupakan alat tes yang digunakan untuk mengetahui keadaan
atau kemampuan mental individu (testi), misalnya tes intelegensi, tes bakat dan
sejenisnya.

Klasifi kasi yang banyak digunakan adalah: Berdasarkan atas banyaknya


tes, dibedakan menjadi;

1. Tes individual (individual test), maksudnya adalah pada suatu waktu


tertentu tester hanya menghadapi satu testee, contohnya tes kepribadian
Rorschach, TAT (Thematic Ap perception Test), tes in teligensi WAIS
(Wechsler Adult Intellegence Scale), tes inteligensi Stanford Binet, dan lain-
lain
2. Tes kelompok (Group test), maksudnya adalah pada suatu waktu tertentu
tester menghadapi sekelompok testee, contohnya tes inteligensi SPM (Standart
Progressive Matrices), tes inteligensi APM (Advance Progressive Matrices) tes
Krae - pelin, CFIT dll.
Berdasarkan atas cara menyelesaikannya:

1. Tes verbal (verbal test), maksudnya adalah testee di dalam menyelesaikan


atau mengerjakan tes tersebut harus menggunakan kata-kata, misalnya
memberikan keterangan, memberikan hasil perhitungan, memberikan lawan
kata, mengatakan kekurangan pada suatu gambar, contohnya sub tes informasi
pada tes WAIS
2. Tes non verbal, pada tes ini atau sering juga disebut performance test.
Maksudnya adalah testee tidak harus menggunakan respon berwujud bahasa
melainkan dengan melakukan sesuatu, contohnya sub tes menyusun balok
dan sub tes menyusun gambar pada pada tes WAIS

Berdasarkan atas caranya menilai tes:

Dibedakan menjadi : Tes alternative, penilaian pada tes ini berdasar atas benar salah,
jadi hanya ada dua alternative benar atau salah. Tes gradual, pada tes ini penilaian
bersifat gradual, jadi ada be berapa tingkatan misalnya diberi nilai 5, 4, 3, 2, 1.

Berdasarkan atas tipe tes yang berhubungan dengan isi tes dan waktu yang
disediakan:

1. Speed test maksudnya adalah yang diutamakan dalam tes ini yaitu kecepatan
dan ketepatan kerja. Pada tes tipe ini wak tu untuk menyelesaikan tes
dibatasi, contohnya tes kraepelin, tes cepat dan teliti, tes SPM, tes APM, Tes
Kemampuan Dasar (TKD) dan lain-lain.
2. Power test maksudnya adalah tipe tes yang mengutamakan kemampuan
bukan kecepatan atau ketepatan. Untuk tes tipe ini waktu mengerjakan tes pada
dasarnya tidak dibatasi, contohnya Tes kepribadian (Grafis, Wartegg, EPPS).

Tes Berdasarkan atas bentuknya:

1. Tes benar salah


2. Tes pilihan ganda
3. Tes isian
4. Tes mencari pasangan
5. Tes penyempurnaan
6. Tes mengatur obyek
7. Tes deret angka
8. Tes rancangan balok

Tes Berdasarkan atas penciptanya:

1. Tes Rorschach
2. Binet Simon
3. Tes Kraepelin
4. Tes Wechsler (WPPSI, WISC, WAIS)
5. Tes Raven (SPM, APM, CPM)

Tes Berdasarkan aspek yang diukur:

1. Tes kecerdasan
2. tes inteligensi (general intelligence test)
3. Tes bakat (aptitude test) • Tes kepribadian (personality test)
4. Tes minat

Klasifikasi Tes Psikologi

1. Tes Intelegensi Tes yang mengungkapkan intelegensi untuk mengetahui


sejauh mana kemampuan umum seseorang untuk memperkirakan apakah suatu
pendidikan atau pelatihan tertentu dapat diberikan kepadanya. Nilai tes
intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur dan menghasilkan IQ untuk
mengetahui bagaimana kedudukan relative orang yang bersangkutan dengan
kelompok orang sebayanya.
2. Tes Bakat atau sering disebut pula sebagai tes bakat khusus mencoba
untuk mengetahui kecenderungan kemampuan khusus pada bidang-bidang
tertentu.
3. Tes Kepribadian Mencoba untuk mengungkapkan berbagai ciri
kepribadian tertentu seperti introversi, penyesuaian sosial dan sebagainya yang
terkait dengan kepribadian
4. Tes Minat Tes minat mengungkapkan reaksi seseorang terhadap berbagai
situasi yang secara keseluruhan akan mencerminkan minatnya. Minat yang
terungkap melalui tes minat ini seringkali menunjukkan minat yang lebih
mewakili daripada minat yang sekedar dinyatakan yang biasanya bukan
merupakan minat yang sesungguhnya.
5. Inteligensi adalah perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia, yang
mempengaruhi kemampuan seseorang di berbagai bidang. Spearman membuat
suatu rumusan yang dinamai ”general ability” yang berperan dalam menyimpan
dan mengikat kembali suatu informasi, menyusun konsep-konsep, menangkap
adanya hubungan-hubungan dan membuat kesimpulan, mengolah bahan bahan
dan menyusun suatu kombinasi baru dari bahan tersebut.

2.5 Dasar Pemikiran Test Psikologi


Di dalam lapangan psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J. M. Cattel
pada tahun 1890. Dan sejak itu makin popular sebagai nama metode psikologi yang
dipergunakan untuk menentukan (mengukur) aspek-aspek tertentu dari kepribadian

Perkembangan Lain dalam Tes Psikologi

Standar pengujian dalam latar pendidikan

1. Standardized testing achievement test diprakarsai oleh Thorndike yang


memprakarasai tentang tulisan tangan terhadap kemampuan kinerja subjek yang dapat
dibandingkan. Kemudian standar tes digunakan untuk mengevaluasi bidang aritamatika
maupun kemampuan membaca , saat ini tidak hanya untuk seting pendidikan tapi
untuk sertifikat murid yang sudah mengikuti pelatihan.

2. Scholastic Aptitude test 1920, Army Alpha mulai digunakan sebagai tes
dalam menentukan uji masuk universitas. Perkembangan ini memunculkan adalah
SAT. Contoh tes lainnya yaitu GRE, MCAT ataupun LSAT.

Personnel Testing and Vocational Guidance. Pemanfaatan secara optimal bakat


- bakat yang dimiliki oleh masing-masing individu, merupakan salah satu tujuan utama
tes psikologi. Keputusan dalam menentukan jurusan yang dimiliki dari bakat individu
ditentukan oleh individu sendiri pada berbagai tahapan dalam hidup mereka.

1. Measurement of interest , tests of special skills and aptitudes arose in


industry and later found some use in vocational counseling, measures of interests
originated for the purpose of vocational guidance and later found some use in
personnel selection. M.J.Ream develop technique known as empirical criterion keying
(Urbina, 2014).
2. Test of special skills and aptitudes interest in developing tests to select
workers for different occupations. Basically, the procedures involved (a) identifying the
skills needed for a given occupational role by means of a job analysis, (b)
administering tests designed to assess those skills, and (c) correlating the test results
with measures of job performance.

3. Multiple Aptitude Batteries penggunaan tes pada kemampuan yang terpisah


pada konseling kejuruan. Beberapa bakat dikembangkan melalui faktor analisis yang
dikembangkan oleh Spearman . Yang dimana tes ini dihubungkan dengan format
umum dan penilaian dasar berupa kelebihan dan kekurangan individu.

Pada clinical testing terdapat 3 hal yaitu:

1. Personality Inventories, first device was the Woodworth Personal Data Sheet
(P-D Sheet), a questionnaire develop during World War I to screen recruits who might
suffer from mental illnesses. The most successful personality inventory of that era was
the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

2. Projective Techniques . Had roots in the free association methods pioneered


by Galton and used clinically by Kraepelin, Jung and Freud. Rorschach published
test consisting of ten inkblots to be presented for interpretation, one at a time, to the
examinee.

3. Neuropsychological tests came from Kurt Goldstein’s who observed brain


injuries in soldiers. Soldiers showed problem in thinking and memory. Test had been
developed to assess general intellectual ability in individual who couldn’t be examined
in english or who had hearing or speech impairments.

Saat ini Penggunaan Tes Psikologi digunakan untuk:

1. The pragmatic process of making decisions about people, either as


individuals or as a groups

2. In terms of frequency and longevity is in scientific research on


psychological phenomena and individual differenc.

3. Use of tests is in the therapeutic process of promoting self-understanding and


psychological adjustment.
2.6 Fungsi Test Psikologi
Memahami individu lebih baik dan memberikan perlakuan yang sesuai dengan
mendeskripsikan kepribadiannya.
Dengan psikodiagnostik, para penguji akan dapat mendeskripsikan kepribadian
individu dengan teknik-teknik tertentu dan prosedur-prosedur yang sistematis dari
data yang objektif.
Teknik-teknik tersebut diantaranya observasi, wawancara, self-report (analisa
dokumen pribadi, seperti : otobiografi, biografi, buku harian, dan surat pribadi),
dan pemeriksaan psikologi.

2.7 Tujuan Pemeriksaan Test Psikologi


Tes Psikologi sebagai salah satu Metode dari Psikodiagnostik, mempunyai tujuan
untuk mengadakan Klasifikasi, Deskripsi, Interpretasi dan Prediksi.

Psikotes (Tes psikologi) untuk tujuan riset

Tujuan tes psikologi untuk keperluan riset (penelitian) itu ada bermacam-macam.
misalnyanya riset untuk penyusunan alat tes, riset untuk mengenal sifat -sifat
psikologis tertentu pada sekelompok individu, riset untuk pengabdian pada
masyarakat, riset untuk pemecahan persoalan-persoalan sosial masyarakat tertentu dan
lain sebagainya.

Psikotes (Tes psikologi) untuk tujuan diagnosis

Pada umumnya tujuan tes psikologi atau psikotes adalah untuk membuat
diagnosis psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan maksud-maksud tertentu
sesuai kebutuhan. Misalnya untuk tujuan pengembangan prestasi siswa di sekolah,
tujuan penelusuran minat dan bakat, tujuan mendiaknosis kecenderungan bawaan dan
kepribadian individu siswa yang bersangkutan, dll.

tujuan diagnosis psikologi:

1. Diagnosis untuk seleksi: Misal untuk seleksi penerimaan siswa / mahasiswa


baru, tes untuk membantu pegambilan keputusan saat kegiatan penjurusan
siswa/ mahasiswa. Dengan alat tes tertentu akan dapat di diagnosis potensi
calon siswa untuk mengikuti materi mata pelajaran tertentu.
2. Diagnosis untuk keperluan bimbingan & konseling: Misal dalam dalam
institusi pendidikan, seringkali dihadapkan dengan berbagai permasalahan
siswa sepert i kasus; gangguan belajar, keluarga broken home, kenakalan
siswa, dsb.
3. Diagnosis untuk keperluan terapi: Problematik di lembaga pendidikan,
terkadang dihadapkan pada khasus-khasus tertentu yang menuntut pihak
konselor/ psikolog mendapatkan informasi diagnosis untuk keperluan
terapi. Misalnya kasus klinis seperti depresi dan sejenisnya.
4. Diagnosis untuk pemilihan jabatan: Misalnya untuk tujuan seleksi
pemilihan manajer atau rekruitmen pegawai di dalam organisasi pemerintah
atau organisasi bisnis. Dengan metode tes psikologi tertentu atau dengan alat-
alat tertentu akan diperoleh informasi tentang potensi calon pegawai yang
memenuhi persyaratan/kriteria tertentu.

2.8 Integrasi Ayat Al-Qur’an

1. QS Al-Fusilat : 53 :

Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di


segenap penjuru & pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahawa Al-
Quran itu adalah benar”.

2. QS : Al-Dzariyat : 56

“Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang- orang yang
yakin, dan (juga) pada dirimu
sendiri”

Hujah ini menguatkan keperluan untuk mengintegrasikan kandungan al-


Quran dengan ilmu psikologi moden bagi memberikan roh kepada bidang ini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tes psikologi atau psikodiagnostik dalam arti sempit adalah metode yang
digunakan untuk menetapkan kelainan-kelainan psikologis dengan tujuan untuk dapat
memberikan pertolongan atau pengobatan yang lebih tepat. Sedangkan psikodiagnostik
dalam arti luas memiliki dua aspek, yaitu praktis dan teoritis. Praktis berarti
psikodiagnostik ini merupakan metode yang digunakan dalam mendiagnosis aspek
psikis seseorang dimana dalam mendiagnosis tersebut dilakukan oleh petugas pratik.
Sedangkan untuk aspek teoritis, psikodiagnostik berarti studi ilmiah tentang metode
untuk membuat diagnosis psikis seseorang dengan tujuan agar dapat memperlakukan
subjek dengan lebih bijak sesuai dengan yang seharusnya.

Tes Psikologi sebagai salah satu Metode dari Psikodiagnostik, mempunyai


tujuan untuk mengadakan Klasifikasi, Deskripsi, Interpretasi dan Prediksi.

1. Psikotes (Tes psikologi) untuk tujuan riset


2. Psikotes (Tes psikologi) untuk tujuan diagnosis

3.2 Saran
Semoga dengan makalah ini kita sebagai calon pendidik nantinya dapat
mengambil inti sari dari pembahasan diatas, agar kita dapat memaknai hal-hal yang
dapat mempengaruhi pendidikan. Agar nantinya kita dapat mengantisipasi hal-hal yang
nantinya bisa terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

E.G. Guba, and Y.S. Lincoln,Effective Evaluation, San Francisco: JosseyBass Pub,

1985. G. Sax, Principles of Educational and Psychological Measurement and

Evaluation,

Belmont California: Wads Worth Pub.Co, 1980

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,

2005. Sudijono, Anas. (1995). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja

Grafindo

Persada

Stufflebeam, D.L. et.al. (1977). Educational Evaluation and Decision Making.

Illinois:F.E. Peachock Publisher. Inc

T. Raka Joni, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Surabaya: Karya Anda,

1984. Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2011). Kurikulum

dan

Pembelajaran.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Willeiam A. Mohrens, dkk, Measurement and

Evaluation in Education and Psychology, New York: Rinchart and Wionston, 1984.

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung:

Remaja
Rosdakarya, 2013.

Anda mungkin juga menyukai