Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Pengukuran Sikap
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Elisa Kurnidewi, M.SI., Psikolog

Kelompok 3
Disusun Oleh:
Dhea Nurhannisa 11200541000006

Rizqi Adisaputra 11200541000027

Adelia Meidina Herlambang 11200541000030

Ayunda Putri Permatasari 11200541000089

Putri Andayani 11200541000107

KELAS 3A

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga makalah dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Tak lupa shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda, Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang ini.

Penulisan makalah dengan judul “Pengukuran Sikap”. Dalam pembahasan ini


terdapat teori yang menjelaskan tentang Bagaimana proses yang dilakukan dalam pengukuran
sikap serta berbagai Pengetahuan yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Sosial. Penyusun menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Elisa
Kurniadewi M.SI.. Psikolog Selaku dosen mata kuliah Psikologi Sosial yang telah
membimbing kami untuk menyusun makalah ini. Serta banyak pihak yang telah mendukung
terciptanya makalah ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
makalah ini dan jauh dari kata sempurna, untuk itu kami terbuka atas semua kritik dan syarat
yang dapat membangun makalah ini supaya lebih baik lagi. Demikian makalah ini disusun,
semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan wawasan bagi para pembaca di bidang
Psikologi Sosial.

Jakarta, September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I ....................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembahasan ......................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3

2.1 Sejarah Pengukuran Sikap .............................................................................................. 3

2.2 Alat Ukur yang Baik ...................................................................................................... 3

2.3 Metode Pengukuran Sikap .............................................................................................. 4

2.4 Variasi Hasil Pengukuran .............................................................................................. 14

BAB III .................................................................................................................................. 17

PENUTUP ............................................................................................................................. 17

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 17

3.2 Saran ............................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia memiliki banyak sifat yang tumbuh di dalam
dirinya masing-masing dan sudah tumbuh sejak manusia dilahirkan ke bumi. Sikap yang
mereka miliki tentu beranekaragam jenis nya, hal ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar
untuk kita maupun seseorang yang ada disekitar lingkungan kita dapat menilai sikap diri
yang kita miliki maupun orang lain.

Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary mencantumkan bahwa sikap (attitude)


berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing or holding the body, dan way
of feeling, thinking or behaving”. sikap seringkali di gunakan untuk menunjuk status mental
seseorang. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu, dan selalu
di arahkan terhadap suatu hal atau objek tertentu dan sifatnya tertutup. Oleh sebab itu, sikap
tidak dapat langsung di lihat, namun hanya dapat di tafsirkan dari tingkah laku yang tertutup
tersebut. Namun demikian sikap juga dapat bersifat tertutup, dan bersifat sosial, dalam arti
bahwa kita hendaknya dapat beradaptasi dengan orang lain.

Sikap pun memiliki beberapa fungsi yang ada di dalamnya sikap berusaha
menerangkan mengapa kita mempertahankan sikap-sikap tertentu. Hal ini dilakukan dengan
meneliti dasar motivasi, yaitu kebutuhan apa yang terpenuhi bila sikap itu dipertahankan.
fungsi dasar sikap yaitu Fungsi penyusuaian, Fungsi pembela ego Yaitu sikap yang diambil
untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya, Fungsi expresi nilai, dan
Fungsi pengetahuan.

Sikap manusia perlu diukur dan diteliti untuk kita dapat mengenali sifat yang ada di
dalam diri kita masing-masing, maka dari itu pengukuran sikap dibagi menjadi beberapa
metode yaitu: Metode Self Report dan Pengukuran Involuntary Behavior observasi perilaku
untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya,
sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, penanyaan langsung individu
merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, ia akan mengungkapkan
secara terbuka apa yang dirasakannya, pengungkapan langsung pengungkapan secara
tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem tunggal yaitu memberi tanda
setuju atau tidak setuju, maupun menggunakan item ganda yang dirancang untuk
mengungkap perasaan yang berkaitan dengan suatu objek sikap, skala Sikap Skala sikap
1
berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. dari respon subjek
pada setiap pernyataan kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap
seseorang. Pengukuran Terselubung objek pengamatannya bukan lagi perilaku tampak yang
disadari atau sengaja dilakukan oleh seseoarang melainkan reaksireaksi fisiologis yang
terjadi di luar kendali orang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Pengukuran Sikap?
2. Bagaimana mendapatkan alat ukur yang baik?
3. Bagaimana metode yang digunakan dalam Pengukuran Sikap?
4. Apa saja alat ukur sikap yang digunakan?
5. Bagaimana penilaian hasil pengukuran?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui sejarah pengukuran sikap.


2. Untuk mengetahui alat ukur yang baik dalam mengukur sikap.
3. Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam mengukur sikap.
4. Untuk mengetahui alat apa saja yang digunakan dalam mengukur sikap.
5. Untuk mengetahui bagaimana penilaian dalam pengukuran sikap.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pengukuran Sikap

Usaha yang dilakukan pertama dalam mengembangankan teknik pengukuran sikap


dilakukan oleh L.L Thurstone. Thurstone diberkahi oleh banyak keberhasilan –keberhasilan
cemerlang para peneliti dalam mengukur intelegensi pada Perang dunia I, dan dia
bermaksud mengikuti prestasi mereka dibidang kajian sikap. ia mengadaptasikan dua teknik
yang berbeda untuk menyusun skalanya. masing-masing teknik itu menggunakan juri yang
diberikan serangkaian pernyataan untuk dilihat tanda cek mengenai benar atau salahnya.
para juri memiliki tugas untuk menilai “jarak” antara dua pernyataan atau tingkat dimana
sikap tersebut diungkapkan pada tiap pernyataan.

Teknik thurstone sepenuhnya mengandalkan pendapat para juri yang mungkin bias.
Selain itu teknik ini juga membutuhkan usaha yang lebih untuk mendapatkan hasilnya. Dan
untuk menutupi kelemahan-kelemahan teknik tersebut Rensis Likert menciptakan teknik
pengukuran sikap, yang juga berbentuk skala. Likert juga menggunakan sejumlah
pernyataan untuk mengukur sikap yang mendasarkan pada rata-rata jawaban. Dan
pengukuran sikap sampai saat ini masih terus dilakukan dengan menggunakan berbagai
rangkaian metode dan alat-alat yang digunakan sesuai dengan kecanggihan teknologi pada
perkembangan saat ini dalam mengetahui sikap yang seseorang miliki di dalam dirinya.

2.2 Alat Ukur yang Baik

Alat ukur itu disebut baik, bila alat ukur itu valid dan reliable. Dalam hal validitas, alat
ukur mencakup kejituan dan ketelitian alat ukur yang bersangkutan. Alat ukur yang jitu,
yaitu bila alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang akan diukur, jadi alat ukur itu tidak
mengukur hal-hal yang lain. Jadi alat ukur untuk sikap tersebut benar-benar akan
mengungkap sikap bukan mengungkap hal yang lain. Bila hal itu dapat terpenuhi, maka
alat tersebut dianggap jitu atau valid.

Alat ukur itu juga harus teliti, artinya alat tersebut harus dapat memberikan
kecermatan dalam hasil pengukurannya. Alat tersebut harus mampu atau dapat
memberikan dengan cermat ukuran besar kecilnya yang diukur. Alat yang teliti yaitu alat
3
yang dapat memberikan hasil pengukuran sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal itu
harus dapat terpenuhi oleh suatu alat untuk dapat disebut alat ukur yang baik.

Suatu alat yang baik itu harus reliable atau andal, artinya alat itu harus dapat
memberikan hasil pengukuran yang tetap atau stabil. Bila mengukur sesuatu maka hasilnya
akan tetap sama bila diukur di waktu lainnya. Dalam psikologi yang menjadi subjek adalah
makhluk hidup, yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka akan sulit
untuk memperoleh hasil pengukuran yang teapt sama seratus persen. Karena itu dalam hal
ini ada batas-batas tertentu di mana hasil itu dapat dianggpa relatif sama. Jadi reliabilitas
alat ukur adalah kestabilan hasil pengukuran.

2.3 Metode Pengukuran Sikap


1. Pengukuran sikap secara langsung
Subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah
atau hal yang dihadapkan kepadanya.
Terbagi dua yaitu, pengukuran secara langsung tidak berstruktur dan pengukuran sikap
secara langsung berstruktur.
A. Pengukuran sikap secara langsung tidak berstruktur, merupakan cara pengukuran
sikap yang cukup sederhana, dalam arti tidak diperlukan persiapan yang cukup
mendalam guna mengadakan pengukuran sikap tersebut dibandingkan dengan cara-cara
yang lain. Misalnya, untuk mengetahui sikap sementara penduduk terhadap masalah
kesehatan dengan cara mengadakan observasi di lapangan, ataupun dengan wawancara.
Dari hasil observasi atau pun wawancara tersebut kemudian ditarik kesimpulan tentang
bagaimana sikap penduduk terhadap kesehatan.

a) Observasi Perilaku
Observasi atau pengamatan langsung dilakukan terhadap tingkah laku
individu mengenai objek psikologis tertentu. Cara ini amat terbatas penggunaannya,
karena amat bergantung jumlah individu yang diamati dan berapa banyak aspek
yang diamati. Semakin banyak faktor-faktor yang harus diamati, maka makin sukar
serta makin kurang objektif pengamatan terhadap tingkah laku individu. Selain itu
juga apabila tingkah laku yang diinginkan terhadap objek psikologis tertentu
seringkali tidak terjadi sesuai dengan yang diinginkan, maka hasil pengamatan
belum dapat dikatakan menggambarkan keadaan yang objektif (Mar'at.1984).

4
Perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku hanya akan
konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan. Interpretasi sikap
harus sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku
yang ditampakkan oleh seseorang.

b) Wawancara Langsung
Untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap obyek psikologi yang
dipilihnya, maka cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan menanyakan
secara langsung melalui wawancara (direct questioning). Asumsi yang mendasar
metode ini yaitu:
- individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri,
- manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya (asumsi
keterusterangan).

Oleh karena itu dalam metode ini, jawaban yang diperoleh dapat pula dikategorikan
dimana individu memiliki sikap yang sesuai ataupun sikap yang tidak sesuai dengan
objek psikologis ataupun tidak dapat menentukan sikap sama sekali (ragu-ragu).
Kelemahan dari cara ini adalah apabila individu yang diberi pertanyaan tidak dapat
menjawab sama sekali sehingga kita tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya
(Mar’at.1984)

Orang akan mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka
hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Sikap merupakan variabel yang
terlalu kompleks untuk diungkap dengan pertanyaan tunggal. Sangat tergantung
pada kalimat yang digunakan dalam pertanyaan, konteks pertanyaannya, cara
menanyakannya, situasi dan kondisi yang merupakan faktor luar,dll.

B. Pengukuran sikap secara langsung berstruktur:


a. Pengukuran sikap model Bogardus
Disebut juga Bogardus Social Distance, dicetuskan oleh E.S Bogardus (1925).
Model skala ini mengukur keinginan individu dalam melakukan kontak sosial pada
berbagai kedekatan dengan individu lainnya. Skala ini berupaya untuk mengukur
jarak socialantar individu (kelompok) atau sikap penerimaan terhadap individu
(kelompok) lain. Jawaban positif terhadap suatu item dengan nilai skala yang lebih
tinggi mengimplikasikan jawaban yang positif pula terhadap item-item dengan nilai
5
skala yang lebih rendah. Bersifat kumulatifyaitu individu yang menunjukkan sikap
positif terhadap item yang menunjukkan jarak sosial yang sempit dengan sendirinya
juga akan memberi respon positif terhadap hubungan yang menunjukkan jarak sosial
yang lebih lebar. Disusun dengan menggunakan 7 kategori, yang bergerak mulai
dari yang ekstrim menerima sampai dengan yang ekstrim menolak.Skor 1-7, dimana
skor 1 menunjukkan tidak ada jarak sosial, tidak prejudice.

Contoh : Sikap terhadap individu bangsa lain

1) Keluarga dekat melalui pernikahan(1.00)


2) Sebagai teman dekat (2.00)
3) Sebagai tetangga (3.00)
4) Sebagai mitra kerja (4.00)
5) Sebagai Warga Negara Indonesia (5.00)
6) Sebagai pengunjung di Indonesia (6.00)
7) Ditolak masuk Indonesia (7.00)

Sebagai contoh dikutipkan suatu penelitian yang diadakan di Amrekia Serikat yang
ditujukan kepada orang-orang Yahudi (sebanyak 178) yang lahir di Amerika Serikat,
bagaimana sikapnya terhadap beberapa macam golongan ras dari bermacam-macam
bangsa. Dalam hal ini hanya disajikan pernyataan nomor 1, 3, dan 7, dan angka
dalam table yang menyatakan setuju disajikan dalam persen.

Ras 1 3 7
% % %
Yahudi, Jerman 94,3 91,1 1,4
Yahudi,Rusia 84,3 91,4 0
Inggris 80,0 98,5 0
Yunani 2,1 34,3 1,4
Tiongha 1,4 21,4 32,8
Jepang 2,8 21,4 28,5
Philipina 0 27,1 7,1
Negro 0 27,1 10

6
Dari hasil di atas dapat dilihat bagaimana sikap orang Yahudi yang lahir di
Amerika Serikat terhadap beberapa golongan ras di atas. Dari hasil di atas dapat
dilihat bahwa jarak antara orang Yahudi dengan orang Negro cukup jauh, dan
merupakan jarak yang paling jauh di antara bermacam-macam ras tersebut, kecuali
bangsa Philipina mempunyai kedudukan yang sama (jawaban atas pertanyaan
nomor 1). Sebaliknya ada jarak yang begitu dekat antara orang Yunani dengan orang
Inggris, di antara mereka 80% bersedia kawin dengan mereka. Sedangkan pada
pernyataan nomor 7, jarak yang terjauh adalah antara orang Yahudi dengan bangsa
Tiongha dan kemudian disusul bangsa Jepang, yang kemungkinan kedua bangsa itu
merupakan saingan dalam hal perdagangan.

Bogardus menyusun pernytaan-pernyataan tersebut sedemikian rupa sehingga bila


seseorang menerima suatu pernyataan, orang tersebut juga akan menerima
pernyataan-pernyataan berikutnya.

Bogardus menyusun pernyataan-pernyataannya mendasarkan diri atas jarak sosial.


jarak sosial yang paling dekat adalah kesediaan seseorang dari suatu golongan untuk
kawin dengan golongan lain. Pernyataan-pernyataan yang makin lama makin jauh
menunjukkan jarak sosial yang makin jauh.

b. Pengukuran Sikap Mode Thrustone


Skala thrustone sering disebut sebagai metode interval tampak setara. Metode
penskalaan dalam pendekatan ini ditujukan untuk meletakkan stimulus atau
pernyataan sikap pada suatu kontinum psikologis yang akan menunjukkan derajat
favourable atau tak favourable pernyataan yang bersangkutan.
Dengan metode ini perlu ditetapkan adanya sekelompok orang yang akan
bertindak sebagai panel penilai (judging group). Tugasnya adalah menilai satu
penyataan per satu dan kemudian menilai atau memperkirakan derajat favourable
atau tak favourablenya menurut suatu kontinum yang bergerak dari 1 sampai dengan
11 titik. Anggota panel tidak boleh dipengaruhi oleh oleh rasa setuju atau tidak
setujunya pada isi pernyataan melainkan semata-mata berdasarkan penilaiannya
pada sifat favourablenya.

7
Dalam menentukan penilaian derajat favourable atau tak favourable setiap
pernyataan sikap, kepada kelompok penilai disajikan suatu kontinum psikologis
dalam bentuk deretan kotak-kotak yang diberi huruf A sampai dengan K.

Kotak berhuruf A yang berasa paling kiri merupakan tempat untuk meletakkan
pernyataan sikap yang berisi afek paling tidak favourable. Sebaliknya kotak
berhuruf K adalah tempat meletakkan pernyataan yang paling tidak favourable serta
kotak F merupakan tempat meletakkan sikap yang dianggap netral.

Langkah-langkah dalam pengukuran sikap metode Thurstone,


 Langkah pertama Thurstone memilih dan mendefinisikan setepat mungkin
“sikap” yang akan diukur.
 Kemudian merumuskan sejumlah pernyataan-pernyataan tentang obyek
sikap
 Thurstone membagikan daftar pernyataan-pernyataan kepada sejumlah
responden yang secara obyektif dan bebas akan menyatakan pendapatnya
baik positif maupun negatif.

Contoh : Minat siswa terhadap pelajaran PAI

No Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7
1 Saya senang belajar PAI
2 Pelajaran PAI sangat bemanfaat
3 Saya berusaha hadir setiap ada jam pelajaran PAI
4 Saya berusaha memiliki buku pelajaran PAI
5 Pelajaran PAI sangat membosankan

Catatan:
Skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1
Dengan 5 butir pertanyaan tentang skor adalah 5 - 35
8
Apabila terdapat penilai yang meletakkan lebih dari 30 pernyataan ke dalam satu
kotak yang sama, maka penilai dianggap tidak melakukan penilaian dengan cara yang
semestinya dan hasil penilaiannya harus tidak ikut dianalisis.

Huruf f berarti frekuensi, yaitu banyaknya anggota kelompok penilai yang


menempatkan pernyataan nomor 1 ke dalam kotak tertentu. Selanjutnya kotak p
berarti proporsi yang merupakan perbandingan antara frekuensi pada setiap huruf
dan banyaknya subyek kelompok penilai seluruhnya. Jadi p= f/N. Huruf pk berarti
proporsi kumulatif, yaitu jumlah proporsi pada interval atau angka tertentu
ditambah semua proporsi di bawahnya.

Bila angka dalam tabel semuanya sudah terisi, selanjutnya menghitung nilai
mediannya yang diberi lambang S yaitu :

Nilai S merupakan nilai yang menunjukkan bobot favourable suatu


pernyataan. Semakin besar angka yang diperoleh seseorang berarti sikapnya
semakin positif karena untuk memperoleh angka yang besar tentulah ia menyetujui
pernyataan-pernyataan yang nilai skalanya besar yang letaknya pada kontinum
berada pada daerah favourable.

9
Selain menghitung nilai S, harus dicari juga nilai Q. Nilai Q merupakan
indikator penyebaran penilaian dari 50% anggota kelompok penilai. Dengan kata
lain nilai Q merupakan ukuran variasi distribusi penilaian dari 50% kelompok
penilai terhadap suatupernyataan. Nilai Q dihitung dengan rumus :

Setelah semua pernyataan memiliki nilai S dan Q, maka sudah siap itu dipilih
mana pernyataan yang diinginkan. Kriteria aitem yang baik adalah pernyataan
yang mempunyai nilai Q kecil dan mempunyai nilai S yang bermacam-macam
sehingga di dalam skala sikap itu terdiri atas berbagai tingkatan nilai S yang
selisih besarnya kurang lebih sama diantara satu pernyataan dengan pernyataan
lainnya.

Untuk menentukan skor sikap responden, pemeriksa hanya memperhatikan


pernyataan-pernyataan yang disetujui oleh responden saja. Nilai skala seluruh
pernyataan yang disetujui oleh responden kemudian dijadikan dasar pemberian
skor, melalui perhitunganmedian atau mean nilai-nilai skala tersebut.

Skor responden yang telah dihitung lewat cara komputasi mean atau
komputasi median merupakan representasi sikap responden yang angkanya dapat
dikembalikan letaknya pada kontinum yang terdiri atas 11 tingkatan. Jadi, suatu
skor sikap responden yang mendekati angka 11 menunjukkan adanya
kecenderungan bersikap positif, sedangkan skor yang mendekati angka 1
mengindikasikan adanya sikap yang negatif dan skor yang berada di sekitar angka
6 menunjukkan adanya sikap yang netral.

c. Skala Pengukuran Model Likert


Skala model ini pertama kali diperkenalkan oleh Rensis Likert pada tahun 1932,
sehingga lebih dikenal sebagai Skala Likert1. Skala Likert dikenal sebagai summoned
rating method, sedangkan skala Thurstone di kenal dengan judgement metodh.
Dalam menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan,
dengan menggunakan lima alternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-

1
Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Pinus, 2009), Hlm. 57
10
pernyataan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari lima
alternatif jawaban yang disediakan. lima jawaban alternatif yang dikemukakan oleh
Likert adalah:
- Sangat setuju (strongly approve)
- Setuju (approve)
- Tidak mempunyai pendapat (undecided)
- Tidak setuju (disapprove)
- Sangat tidak setuju (strongly disapprove)

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh 2


asumsi (Azwar S, 2011, p 139), yaitu:

a) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai


pernyataan yang favorable atau pernyataan yang tidak favourable.
b) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif
harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh
responden yang mempunyai pernyataan negatif

Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh
seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif terhadap
objek sikap, demikian sebaliknya.

Contoh, salah satu pernyataan untuk mengukur sikap terhadap kulit hitam
berbunyi : “Saya tidak akan pernah menikah dengan orang kulit hitam,” skala Likert :

sangat setuju setuju netral tidak setuju sangat tidak setuju

5 4 3 2 1
Demikianlah, skor 5 diberikan kepada yang menjawab sangat setuju, skor 1
diberikan kepada yang sangat tidak setuju. Dengan cara ini setiap pernyataan
memberikan nilai skala dari 1 sampai dengan 5. Pernyataan semacam ini
dimaksudkan untuk menghilangkan pernyataan yang terasa membosankan atau
diinterprestasikan dengan lebih satu macam.

Misalnya, mendapatkan 100 orang responden. Jawaban dari 100 responden


tersebut akan kita analisis dengan melakukan perhitungan seperti contoh di bawah
ini:

11
30 responden menjawab SS (Sangat Setuju)
30 responden menjawab S (Setuju)
5 responden menjawab RG (Ragu-ragu)
20 responden menjawab TS (Tidak Setuju)
15 responden menjawab STS (Sangat Tidak Setuju)

Berdasarkan data tersebut, terdapat 60 responden atau 60% yang menjawab


setuju (30 responden) dan sangat setuju (30 responden). Dengan hasil tersebut, dapat
diambil keseimpulan bahwa mayoritas responden setuju dengan pernyataan tidak
akan menikahi orang kulit hitam.

Cara kedua untuk menterjemahkan hasil skala likert ini adalah dengan analisis
interval. Agar dapat dihitung dalam bentuk kuantitatif, jawaban-jawaban dari
Responden tersebut dapat diberi bobot nilai atau skor likert seperti dibawah ini :

SS = Sangat Setuju, diberi nilai 5


S = Setuju, diberi nilai 4
RG = Ragu-ragu, diberi nilai 3
TS = Tidak Setuju, diberi nilai 2
STS = Sangat Tidak Setuju, diberi nilai 1

Total Skor Likert dapat dilihat dari perhitungan dibawah ini :

Jawaban Sangat Setuju (SS) = 30 responden x 5 = 150


Jawaban Setuju (S) = 30 responden x 4 = 120
Ragu-ragu (RG) = 5 responden x 3 = 15
Tidak Setuju (TS) = 20 responden x 2 = 60
Sangat Tidak Setuju = 15 responden x 1 = 15
Total Skor = 360

Skor Maksimum = 100 x 5 = 500 (jumlah responden x skor tertinggi likert)


Skor Minimum = 100 x 1 = 100 (jumlah responden x skor terendah likert)

Indeks (%) = (Total Skor / Skor Maksimum) x 100


Indeks (%) = (360 / 500) x 100
Indeks (%) = 72%

Interval Penilaian

12
Indeks 0% – 19,99% : Sangat Tidak Setuju
Indeks 20% – 39,99% : Tidak Setuju
Indeks 40% – 59,99% : Ragu-ragu
Indeks 60% – 79,99% : Setuju
Indeks 80% – 100% : Sangat Setuju

Karena nilai Indeks yang kita dapatkan dari perhitungan adalah 72%, maka dapat
disimpulkan bahwa responden “SETUJU” akan dengan pernyataan tidak akan
menikahi orang kulit hitam.

d. Skala Pengukuran Semantic (The Semantic Difference Scale)

Semantic Differential

Merupakan skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda
maupun ceklis, tetapi tersusun dalam satu garis kontinu di mana jawaban yang
sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui
pengukuran dengan skala semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini
biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki
seseorang.

Contoh Skala Semantic Differential

13
Responden yang memberi penilaian angka 7, berart i persepsi
terhadap kualitas sistem informasi adalah sangat posit if, sedangkan
responden yang memberikan penilaian angka 1 persepsi terhadap
kualitas sistem informasi adalah sangat negatif.

2.4 Variasi Hasil Pengukuran

Variasi hasil pengukuran disebabkan karena alat ukur yang digunakan berbeda, karena
alat ukurnya belum distandarisasi, selain itu juga ada faktor-faktor lain yang menyebabkan
variasi hasil pengukuran, yaitu:

1) keadaan objek yang diukur

merupakan hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh itu benar-benar
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang diukur, hal ini berkaitan
dengan soal validitas alat ukur.
Dalam ilmu sosial- demikian juga dalam psikologi- dapat dikatakan bahwa belum
terdapat alat ukur yang dapat dengan sempurna mengungkap atau mengukur secra murni

14
hanya kepada apa yang ingin diukur semata-mata, sedangkan faktor lain tidak turut
terungkap dengannya.
Misalnya mengukur sikap prasangka dari sesuatu golongan ke golongan yang lain.
Apa yang terungkap tidaklah melulu hanya prasangka melulu, tetapi faktor-faktor lain
yang bersifat momental seperti misalnya suasana hati, kesehatan, kepentingan individu
pada suatu waktu juga ikut bicara dalam hasil pengukuran tersebut.

2) Situasi pengukuran

Pengukuran sesuatu dalam situasi yang berbeda, juga dapat menimbulkan hasil
pengukuran yang berbeda. Demikian pula mengukur sikap seseorang dalam situasi yang
berbeda, dapat menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda pula.
Misal dalam mewawancarai seseorang, bila ada orang lainy ang menyertai,
lebih-lebih kalau pertanyaannya mengenai orang yang menyertainya, hasilnya akan
berbeda bila tidak ada orang lain yang menyertai dalam wawancara tersebut. Oleh
karena itu dalam pengukuran, situasi pengukuran perlu mendapatkan perhatian agar
pengukuran dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya.

3) Alat ukur yang digunakan

Variasi hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang digunakan. Misal
bila alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda, kemungkinan hasil pengukuran juga akan
berbeda. Demikian pula dengan alat ukur mengenai sikap. Bila butir-butir dalam alat
ukur itu kurang baik atau tidak baik, maka hasil pengukurannya juga kurang baik.
Karena itu untuk mendapatkan alat ukur yang baik, maka dalam menyusun butir-butir
dalam alat ukur tersebut harus dipilih butir-butir yang baik pula.

4) Penyelenggaraan pengukuran

Cara penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan pengukuran yang


berbeda. Misal administrasi pengukuran yang tidak tetap dapat merupakan sumber hasil
pengukuran yang berbeda. Karena itu dalam pengukuran administrasi pengukuran juga
telah dibakukan. Demikian juga bila seorang pengukur kurang menguasai alat ukur yang
digunakan, maka hal ini dapat menimbulkan hasil pengukuran ynag berbeda-beda,
karena kemungkinan cara penyelenggaraannya berbeda-beda.

5) Pembacaan dan atau penilaian hasil pengukuran

15
“seorang pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca. Seorang
tester yang sudah terlalu lelah mungkin melakukan salah periksa. Seorang coder hasil
angket-angket mungkin salah letak dalam memberikan kode-kode. Semua keadaan itu
akan menaikkan atau menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang
sesungguhnya.” (Hadi, 1971:106)
Dengan demikian dapat dikemukakan keadaan fisik maupun psikis pengukur, dapat
mempengaruhi variasi hasil pengukuran.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sikap adalah keadaan diri seseorang yang bergerak untuk bertindak dengan perasaan
tertentu sebagai tanggapan terhadap objek situasi atau keadaan di lingkungan atau untuk
bertindak dalam kegiatan sosial. Selain itu, sikap juga menawarkan kesediaan untuk
bereaksi secara positif atau negatif terhadap objek atau situasi.

Pengukuran sikap bukanlah hal yang mudah karena objek yang diperiksa tidak memiliki
pengaruh, tidak dapat dilihat secara langsung, tidak dapat dipegang secara langsung. Untuk
alasan ini, psikolog sosial telah mencoba mengukur sikap dengan berbagai cara.

3.2 Saran

Dengan adanya pengukuran sikap ini kita dapat lebih mengontrol sikap-sikap yang ada
dalam diri kita dan lebih memahami karakter diri kita sendiri untuk menjadi diri yang lebih
baik dari sebelumnya dan dalam kehidupan sehari-hari kita harus terus menjaga sikap dan
perilaku yang baik agar diterima di lingkungan kita dimana kita berada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Faturochman, Pengantar Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Pinus, 2009), Hlm. 57.

18

Anda mungkin juga menyukai