Dosen Penguji :
dr. R.P. Uva Utomo, MH (Kes), SpKF
Residen pembimbing :
dr. Devi Novianti Santoso, SH, MH (Kes)
Penyusun :
Satri Syahreza
Winda Anggraeni
Wisnu Wahyu Nugroho
Muhamad Helmi H
Riris Rismawati
Lidya Dewi Rahayuningsih
Charisma Eris Aliffia
22010113220175
22010113220176
22010114210139
22010114210140
1061050197
1161050166
1161050170
FK UNDIP
FK UNDIP
FK UNDIP
FK UNDIP
FK UKI
FK UKI
FK UKI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat kelompok kami dengan judul
Thanatologi yang merupakan salah satu syarat dalam melaksan kepanitraan klinik
di bagian Ilmu Forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi.
Referat yang berjudul Thanatologi ini berisikan tentang definisi mati,
perubahan yang terjadi setelah mati, faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan
tersebut, serta manfaat dalam menentukan waktu terjadinya kematian.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan tercapai tanpa
bantuan dari semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan
referat. Oleh karenanya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr R.P Uva U, MH (Kes), Sp.KF selaku dosen pembimbing kelompok selama
di kepaniteraan klinik kedokteran forensik.
2. Dr Devi Novianti Santoso, SH, MH (Kes) yang telah berkenan memberikan
bimbingan dan ilmunya kepada kami.
3. Teman-teman dokter muda di bagian forensik Rumah Sakit Umum Pusat
Dokter Kariadi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu segala kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa
mendatang. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca.
Semarang,
Mei 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................
Kata Pengantar................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................
Daftar Gambar....................................................................................................
Daftar tabel........................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................................
1.4 Manfaat......................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................
2.1 Definisi Thanatologi....................................................................................
2.2 Jenis Kematian.............................................................................................
2.2.1 Mati Somatis.............................................................................................
2.2.2 Mati Suri....................................................................................................
2.2.3 Mati Seluler.................................................................................................
2.2.4 Mati Serebral.................................................................................................
2.2.5 Mati Otak...................................................................................................
2.3 Kegunaan Thanatologi....................................................................................
2.3.1 Penentu Diagnosis Kematian..........................................................................
2.3.2 Penentu Saat Kematian..................................................................................
2.3.3 Perkiraan Sebab Kematian.............................................................................
2.3.4 Perkiraan Cara Kematian................................................................................
2.4 Perubahan perubahan Postmortem...............................................................
2.4.1 Perubahan Kulit Muka...............................................................................
2.4.2 Relaksasi Otot..........................................................................................
2.4.2.1 Relaksasi Primer.....................................................................................
2.4.2.2 Relaksasi Sekunder...............................................................................
2.4.3 Perubahan Pada Mata.................................................................................
2.4.4 Perubahan Suhu Tubuh...............................................................................
2.4.5 Lebam Mayat..................................................................................................
2.4.6 Kaku Mayat
2.4.7 Pembusukan dan modifikasinya
2.4.8 Biokimiawi Darah
2.3.9 Cairan Serebrospinal
2.3.10 Perubahan Pada Lambung
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
i
ii
iii
v
vi
1
1
1
1
1
2
2
3
3
6
7
7
7
8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
11
11
13
16
18
23
31
31
31
32
32
33
iii
DAFTAR PUSTAKA
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. perubahan postmortem yang dapat menentukan waktu kematian
Gambar 2. Pemeriksaan Eksitasi Elektrik Muskulus Orbicularis Oculi (atas) dan
i
ii
iii
v
midriasis.
Gambar 5. Metabolism Glukosa
Gambar 6. Termometer digital rektal
Gambar 7. Pengukuran Suhu Rektal pada Tubuh Mayat
Gambar 8. Lebam Mayat yang belum menetap
Gambar 9. Lebam Mayat yang sudah menetap
Gambar 10. Fisiologi Kontraksi Otot
Gambar 11. Pemeriksaan Rigor Mortis pada Sendi Siku
Gambar 12. Pemeriksaan Rigor Mortis pada Sendi Lutut
Gambar 13. Kaku Mayat pada Lengan dan Leher.
Gambar 14. Gambaran Kaku Mayat pada Mayat Baru
Gambar 15. Cadaveric Spasme pada Korban Drowning
Gambar 16. Proses Awal Pembusukan Warna Kehijauan di Fosa Iliaca Kanan
vi
1
1
1
1
2
2
3
3
6
7
7
iv
8
8
8
8
8
9
9
9
i
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan tiap manusia. Menurut ilmu
kedokteran manusia memiliki dua dimensi, yaitu sebagai individu dan sebagai
kumpulan dari berbagai macam sel. Menurut PP No. 18 Tahun 1981 Bab I Pasal IG
menyebutkan bahwa meninggal dunia adalah keadaan insan yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung
seseorang telah terhenti. Definisi ini adalah merupakan definisi yang sah di
Indonesia, namun dikalangan dokter Indonesia mengguanakan acuan Dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117 : Seseorang dinyatakan
mati apabila fungsi jantng-sirkulasi dan system pernapasan terbukti telah berhenti
secara permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan..
Berdasarkan pengertian tersebut maka kematian dapat dilihat dari dua dimensi yaitu
kematian seluler (celluler death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah
kematian manusia sebagai individu (somatic death).1-2
Setelah terjadinya kematian, tubuh akan mengalami perubahan perubahan,
antara lain perubahan kulit muka sebagai akibat dari berhentinya sirkulasi darah,
relaksasi otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam mayat
karena adanya gaya gravitasi, kaku mayat karena penumpukkan ADP pada otot - otot,
pembusukan, perubahan pada darah yang dilanjutkan dengan kematian sel.
Segala aspek yang berkaitan dengan kematian manusia meliputi definisi, cara
- cara melakukan diagnosis, perubahan perubahan yang terjadi setelah mati serta
kegunaannya tersebt dipelajarai dalam ilmu yang disebut Thanatologi. Thanatologi
merupakan ilmu yang sangat penting dikuasai oleh tenaga medis terutama para
professional yang berkecimpung dalam dunia kedokteran kehakiman. Dalam ilmu
Thanatologi dipelajari suatu topic yang mempelajari perubahan perubahan yang
terjadi setelah kematian (Postmortem changes) yang sangat bermanfaat dalam
mendiagnosa terjadinya kematian maupun menentukan saat terjadinya kematian.
Salah satu manfaat Thanatologi adalah untuk mendiagnosis kematian pada
seseorang sebagai individu (somatic death). Oleh karena itu, diperlukan kriteria
diagnosis
yang
benar
dipertanggungjawabkan
berdasarkan
secara
ilmiah.
konsep
Mengingat
diagnostik
pentingnya
yang
dapat
mempelajari
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Thanatologi
Istilah Thanatologi berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari kata thanatos
(berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari
ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan
dengan mati, meliputi pengertian, tipe kematian, cara-cara melakukan diagnosis,
perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Kegunaannya
yaitu untuk memastikan kematian klinis, memperkirakan sebab kematian,
memperkirakan saat kematian dan memperkirakan cara kematian.1-4
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi saraf
pusat, sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan
respirasi secara buatan. Oleh karena itu, definisi kematian berkembang menjadi
kematian batang otak. Brain death is death (mati adalah kematian batang otak).1,3
Menurut ilmu kedokteran, kematian manusia dapat dilihat dalam dua dimensi
yaitu kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah
kematian manusia sebagai individu (somatic death). Selain kematian individu dan
kematian sel, terdapat jenis kematian lain yaitu mati suri (apparent death), mati
somatic, mati seluler, mati serebral dan mati otak. 1-3
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117 :
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi jantng-sirkulasi dan system pernapasan
terbukti telah berhenti secara permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat
dibuktikan. Untuk penentuan kematian seseorang para ahli membuat konsep kriteria
diagnostik yang dimana sekarang disebut konsep brain stem death is death. Hal
tersebut muncul berdasarkan pemikiran bahwa mustahil dapat mendiagnosa brain
death dengan memeriksa seluruh fungsi otak (melihat, mencium, mendengar, fungsi
serebelar dan beberapa fungsi korteks) dalam keadaan koma, proses brain death tidak
terjadi secara serentak, tetapi bertahap mengingat resistensi yang berbeda-beda dari
berbagai bagian otak terhadap ketiadaan oksigen, dan brain stem merupakan bagian
dari otak yang mengatur fungsi vital, terutama pernapasan. Berdasarkan konsep
tersebut, disusun kriteria diagnostik seperti berikut :1-5
a.
b.
sebagainya)
Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
c.
d.
e.
f.
g.
h.
serta apneu dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama.
Penentuan fungsi paru-paru telah berhenti bernapas perlu dilakukan pemeriksaan :1
1.
Auskultasi
Auskultasi dilakukan secara hati-hati dan lama, jika perlu dilakukan pada laring
2.
juga.
Tes Winslow
Dengan meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dadanya. Bila permukaan
3.
4.
masih bernapas.
Tes Bulu Burung
Dengan meletakkan bulu burung di depan hidung. Bila bergetar berarti masih
bernapas.
Auskultasi
Auskultasi dilakukan di daerah prekardial selama 10 menit terus-menerus.
Tes Magnus
Dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran dara vena
saja yang terhenti. Bila terjadi bendungan berwarna sianotik berarti masih ada
3.
sirkulasi.
Tes Icard
Dengan cara menyuntikkan larutan dari campuran 1 gram zat fluoroscen dan 1
gram natrium bicarbonate di dalam 8 ml air secara subkutan. Bila terjadi
4.
Mati Somatis
Mati somatis (mati klinis) adalah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu
sebab terjadi gangguan atau penghentian permanen pada ketiga sistem utama tersebut
yang mengakibatkan kehilangan sensibilitas dan kemampuan menggerakkan tubuh
secara komplit, namun beberapa bagian tubuh seperti otot masih dapat memberi
respon terhadap stimulus elektrik, thermal atau kimia. Kematian somatik dapat dilihat
dari adanya penghentian detak jantung, penghentian pernafasan, dan penghentian
aktivitas otak.1,4
2.2.2
Mati Suri
Mati suri (apparent death) adalah merupakan suatu keadaan dimana proses
cepat dan tepat atau kadang-kadang secara spontan kondisinya dapat pulih kembali
seperti sebelumnya.. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat
tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1,5
2.2.3
Mati Seluler
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian seluruh elemen seluler, dimana
cadangan oksigen pada sel mengalami deplesi, kematian sel atau kematian molekuler
terjadi. Kematian timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Kematian seluler
dapat dilihat dengan ketidakadaan segala respon terhadap stimulus elektrik, thermal,
maupun kimia pada jaringan. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak
bersamaan.1,4
2.2.4
Mati Serebral
Mati serebral adalah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak
yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya
yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi debfab bantuan alat.
2.2.5
Mati Otak
Mati otak (mati batang otak) adalah kematian dimana bila telah terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible, termasuk batang otak
dan serebelum. Dangan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga
alat bantu dapat dihentikan.1,5
(termasuk penegak hukum) dapat melakukannya, tetapi juga tidak selalu mudah
sehingga kadang-kadang dokter pun dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu,
ilmu ini perlu dipahami sungguh-sungguh agar tidak terjadi kesalahan dalam
menegakkan diagnosis kematian.
Thanatologi juga perlu dipelajari oleh penegak hukum sebab dalam
pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) tidak tertutup kemungkinan menemukan
korban yang ada masih dalam keadaan hidup meskipun terlihat tidak bergerak seperti
mati.
Dalam situasi seperti ini penentuan kematian dapat dilakukan dengan
menggunakan tanda-tanda pasti kematian, antara lain :
10
Lebam mayat
Kaku mayat
Pembusukan
Jika tanda-tanda pasti kematian tidak ditemukan maka korban harus dianggap
saat kematian korban menjadi sangat penting sebab dapat tidaknya seseorang
diperhitungkan sebagai pelaku pembunuhan tergantung dari keberadaannya ketika
tindak pidana itu terjadi. Tidaklah logis seseorang dituduh membunuh jika pada saat
dilakukannya tindak pidana berada di tempat yang sangat jauh.
Perubahan eksternal maupun internal yang terjadi pada tubuh seseorang yang
sudah meninggal dunia dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk memperkirakan
saat terjadinya kematian meskipun sebenarnya interval dari variasi terjadinya
perubahan-perubahan itu sangat luas.
Perubahan-perubahan yang dapat dijadikan bahan kajian tersebut terdiri atas :
a.
Pembusukan
Timbulnya larva
Menurut penelitian Madea dan Henbge (2004) metode yang digunakan untuk
menentukan saat kematian dapat berdasarkan dari tanda-tanda kematian seperti livor
mortis dan rigor mortis.
b. Perubahan internal, antara lain :
- Kenaikan Potasium pada cairan bola mata
- Kenaikan non protein nitrogen dalam darah
- Kenaikan ureum darah
- Penurunan kadar gula darah
- Kenaikan kadar dekstrose pada vena cava inferior
2.3.3 Perkiraan Sebab Kematian1-2
Perubahan tidak lazim yang ditemukan pada tubuh mayat sering dapat
memberi petunjuk tentang sebab kematiannya.
- Perubahan warna lebam mayat menjadi :
o Merah cerah (cherry-red) memberi petunjuk keracunan Carbo
Monoksida (CO).
o Coklat memberi petunjuk keracunan Potasium Chlorate.
o Lebih gelap, memberi petunjuk kekurangan oksigen.
Keluarnya urine, faeces atau vomitus memberi petunjuk adanya relaksasi
sphincter akibat kerusakan otak, anoksia atau kejang-kejang.
2.3.4
kematiaannya seperti distribusi lebam mayat dapat memberi petunjuk apakah yang
bersangkutan mati bunuh diri atau karena pembunuhan.
12
Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri dengan cara
menggantung) biasanya didapati lebam mayat pada ujung kaki, ujung tangan atau alat
kelamin laki-laki. Jika disamping itu juga ditemukan lebam mayat di tempat lain
maka hal itu dapat dipakai sebagai petunjuk cara kematiannya karena akibat
13
pembunuhan
14
2.4.1
mortis.
Late changes of death : Pembusukan dan modifikasinya, skeletonisasi
Perubahan Kulit Muka3
Perubahan paska kematian yang dapat terlihat adalah perubahan yang terjadi
pada kulit muka. Perubahan kulit muka terjadi akibat berhentinya sirkulasi darah
maka darah yang berada pada kapiler dan venula di bawah kulit muka akan mengalir
ke bagian yang lebih rendah sehingga warna raut muka menjadi lebih pucat. Pada
mayat dari orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat zat
tertentu (misalnya keracunan karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan
bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
15
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada
stadium
rahang
bawah
akan
melorot
menyebabkan mulut terbuka, dada kolap dan bila tidak ada yang menyangga
anggota tubuh akan jatuh kebawah. Relaksasi yang terjadi pada otot-otot muka
akan mengesankan lebih muda dari umur yang sebenarnya, sedang relaksasi pada
otot polos akan mengakibatkan iris dan spingter ani mengalami dilatasi. Oleh sebab
itu jika ditemukan dilatasi pada anus, harus hati-hati untuk menyimpulkan sebagai
akibat hubungan seksual per ani. Pada fase ini kematian sel belum terjadi sempurna.
Korban masih dalam pengertian mati somatik.3,6
16
17
proses
pembusukan. Hancurnya sel otot, jaringan otot membuat tulang-tulang tidak lagi
dipertahankan posisinya, kecuali akan dijatuhkan posisinya karena adanya gaya
berat otot dan tulang akibat daya tarik grafitasi.3,6
2.4.3
kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga
dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotique). Kekeruhan kornea terjadi
lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan
meneteskan air, tetapi kekeruhan yang yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak
dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kirakira 6 jam pasca mati.3,8
18
Gambar 4. Pemeriksaan stimulus kimia pada pupil mata, kanan miosis, kiri
midriasis.7
Perubahan pada mata juga meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya.
Hilangnya reflek cahaya bersamaan dengan proses terjadinya iskemia pada batang
otak. Dalam hal ini iris masih dapat bereaksi terhadap rangsang (dalam waktu 4 jam
setelah kematian), namun reflek sudah negatif. Hilangnya reflek kornea berhubungan
dengan kegagalan proses lakrimasi.1,8
Pada pemeriksaan mata juga akan didapatkan midriasis akibat adanya proses
relaksasi. Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk melihat fungsi jaringan pada
mata pada awal kematian. Walaupun beberapa refleks menghilang, namun sel-sel
dalam jaringan mata masih hidup dan dapat distimulus dengan rangsang listrik
maupun kimia. Pada pemeriksaan kimia dapat digunakan zat carbahol untuk miosis
dan adrenalin HCl untuk midriasis pupil.1,3
2.4.4
20
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor
dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa,
lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu
molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya
digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi
otot dan lain lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total
energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa. sisanya sebesar 62% energi yang
dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.1-3
21
Masih adanya sisa metabolism dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya
2.
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar.
Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Pada jam jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu
penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika
dirata rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 Celcius atau sekitar
1,5 Fahrenheit setiap jam, dengan catatan perubahan suhu dimulai dari 37 Celcius
atau 98,4 Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk memperkirakan
berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,6 F suhu rectalF): 1,5F.
pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long
chemical thermometer).3,6,7
22
23
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:1,3
1.
Faktor internal
a.
Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan
suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan
mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan,
b.
2.
c.
Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap
d.
24
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin
cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu
medium atau lingkungan lebih mudah.
Dalam
mengestimasi
waktu
lamanya
kematian
dapat
menggunakan
25
2.4.5
Lebam Mayat
26
Lebab mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan dara
mencapai capillary bed di mana pembuluh-pembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir
ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa
gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembung-gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.1-3
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempat-tempat di mana mendapatkan tekanan local akan menyebabkan
tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya
lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.6
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, di mana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10-12 jam
ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan
reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).6
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah
jam sesudah kematian di manana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat
27
dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, di mana
fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8-12 jam, pada waktu ini
dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat
rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang
banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan
setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan
ibu jari dapat memberikan indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara
sempurna. Setelah 4 jam, kapirer-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir
darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar
dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan
warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung atau
jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari
kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena
darah sudah mengalami koagulasi.1-5
28
29
Lebam mayat
Epidermal, karena pelebaran
pembuluh darah yang tampak
sampai ke permukaan kulit
Memar
Subepidermal, karena rupture pembuluh
darah yang letaknya bisa superficial atau
lebih dalam
Kutikula
Lokasi
Rusak
Terdapat di sekitar, bisa tampak di mana
saja pada bagian tubuh dan tidak meluas
Gambaran
Tidak rusak
Terdapat pada daerah yang luas,
terutama luka pada bagian tubuh
letak rendah
Tidak ada elevasi dari kulit
Pinggiran
Warna
jelas
sama
Tidak jelas
Memar yang lama warnanya bervariasi,
memar yang baru warna lebih tegas
daripada
warnal
lebam
mayat
disekitarnya
Pada
pemotongan
Dampak
setelah
penekanan
Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja bila diberi
diberi penekanan yang ringan
penekanan
Biasanya membengkak,
resapan darah dan edema
karena
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relative.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila
telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi
lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang
ganda ini adalah penting untuk menunjukan terlah terjadi manipulasi posisi pada
30
ada
tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah
tidak pasti, Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu
8 sampai 12 jam, sedangkan Camps memberikan patokan kurang lebih 10 jam.1-3,6
Akan tetapi pada kematian wajar pun darah dapat menjadi permanen
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas ke dalam aliran
darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi
kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari
pleura. Aktifitas fibrinolosin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah.
Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung
jawab terhadap lebam mayat.3
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan
purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu
sampai beberapa millimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena
ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat. 1,3
2.4.6
Kaku Mayat
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan atau relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya
31
perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut
Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting.
Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan
myosin, di mana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu
massa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan
terjadi perubahan pada akto-myosin, di mana sifat lentur dan kemampuan untuk
berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan
tidak dapat berkontraksi.9
32
33
gizinya jelek akan lebuh cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan korban yang
mempunyai tubuh yang baik6,9
sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan. 6
Kaku mayat terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos dan
bila terjadi pada oto rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau
menyeruoai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan
tersebut, bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin
lagi terjadi kaku mayat. 8-11
35
pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk
menutupu sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.3,6,9
Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi
tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga
pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, makan kaku
mayat akan lambat.
-
Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat
terjadi.
36
Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terajadi lebih cepat.3,17
b.
c.
d.
Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi
cukup bulan.
Keadaan lingkunan
- Keadaan kering lebih lambat daripada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
-
lama
Pada udara suhu tinggi, kaku mayat akan terjadi lebih cepat dan singkat,
tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius kekakuan
dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi
yang hebat sesaat sebelum meninggal. Kepentingan medikolegalnya adalah
menunjukan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggeggam
erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tamgam yang menggenggam
pada kasus bunuh diri.3,6,9
Kaku mayat
Spasme cadaver
Mulai timbul
Segera
Factor predisposisi
negatif
38
Kaku otot
Kepentingan
medikolegal
Suhu mayat
dingin
Hangat
Kematian sel
ada
Tidak ada
Rangsangan listrik
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.
Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut
ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut,
membentuk sikap petinju atau (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, itravitalitas, penyebab atau
cara kematian.
Clod stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5 C
atau 40 F), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi,
pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku
menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi dibengkokkan secara paksa
maka akan terdengar suara es pecah dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas
39
kembali bila diletakan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi
dalam waktu yang sangat singkat.3,6
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) :1-6
o Kurang dari 3-4 jam post mortem: belum terjadi rigor mortis
o Lebih dari 3-4 ja post mortem: mulai terjadi rigor mortis
o Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
o Rogor mortis di pertahankan selama 12 jam
o Rigor mortis menghilang 24-36 jam post mortem
2.4.7 Pembusukan atau Modifikasinya
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan
adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses
autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium welchii yang banyak
terdapat di kolon.3
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler,
sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses
autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang
tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih
cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme
oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses
autolisis ini tetap terjadi. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
40
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang
terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan
mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu
yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi
enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini
akan terhambat.1-3,6,11
Fase pembusukan pada manusia terbagi menjadi 5 fase yaitu fase fresh,
bloating, decay, postdecay, dan skeletal atau remain stage. Beberapa ahli membagi
fase decay menjadi active dan advance decay. Fase fresh dimulai segera setelah
meninggal duni sampai terjadinya bloating. Perubahan yang terjadi pada fase fresh
adalah munculnya warna kehijauan di perut kanan bawah, terjadinya livor mortis,
munculnya retak pada kulit, taches noires sclerotiques pada sclera mata, dan
hinggapnya lalat dan serangga pada lubang-lubang tubuh dan luka pada tubuh. Fase
bloating mulai proses dekomposisi dan puterifikasi tubuh oleh mikroorganisme.
Bakteri anaerob di intestinal mencerna jaringan yang mengakibatnya terbentuknya
gas H2S. gas tersebut menekan rongga abdomen sehingga menggembung dan tubuh
berubah menjadi balloon-like appearance. Pada fase ini juga mulai terjadi
metabolism oleh maggot yang menimbulkan peningkatan suhu internl tubuh hingga
jauh di atas suhu lingkungan. Pada fase ini tercium bau amoniak yang kuat. Selain itu
gas dalam tubuh juga mendorong isi tubuh keluar seperti urin, feses, cairan
41
pembusukan yang bercampur darah dan hasil konsepsi melaui lubang-lubang tubuh.
Pada fase decay terjadi perubahan berupa skin slippage atau mengelupasmya lapisan
terluar kulit, keluarnya gas dari abdomen, tubuh mayat juga berbau pembusukan yang
sangat menyengat, mulai terinvasi larva dipteral. Pada fase ini semua jaringan lunak
terdekomposisi oleh larva hingga menyisakan kulit, kartilago dan tulang. Proses
dekomposisi selanjutnya oleh larva diptera hingga hanya menyisakan tulang yang
bersih terjadi pada fase postdecay. Pada fase ini mulai investasi larva calliphoride dan
sacnophagidae. Sedangkan yang terakhir fase skeletal tersisa tulang, gigi, dan rambut
yang dapat terdekomposisi setelah bertahun-tahun lamanya tergantung faktor
lingkungan tempat mayat berada.11,13
Gambar 16. Proses Awal Pembusukan Warna Kehijauan di Fosa Iliaca Kanan7
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan
hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk
ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang
terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa,
42
pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan thrombus
atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri
yang sering menyebabkan destruktif ini sebgaian besar berasal dari usus dan yang
paling utama adalah Clostridium welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat
sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna.
Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang
terjadi dalam usus besar) dengan Hb dan Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan
baru dapat dilihat kira-kira 24 - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya
lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial.
Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai
ke dada dan bau busuknya mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ uang langsung
kontak dengan kolon transversum. Pada saat Clostridium welchii mulai tumbuh pada
satu organ parenkim, maka sitoplsama dari organ sel itu akan mengalami disintergrasi
dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel
menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.3,11,12
43
44
45
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh
karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut
kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya
disintegrasi pada akar rambut. 11,12
47
uterus yang sedang hamil sedangkan pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam
tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi muda terlepas.11
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda.
Jaringan intestinal, medulla adrenal dan pankreas akan mengalami autolisis dalam
beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa
merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding
lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian.
Difusi cairan kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna
pada jaringan sekitarnya menjadi cokelat kehijuan. Pada hati dapat dilihat gambaran
honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek dan otak
menjadi lunak.6,11
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula
milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang
terdapat pada pemukaan serosa yang terletak pada endothelial dari tubuh seperti
pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.11
48
Early: Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,
medulla adrenal, pancreas, otak, lien, usus, uterus gravidarum, uterus post partum
2.
dan darah
Moderate: Organ dalam yang lamabat membusuk antara lain paru-paru, jantung,
3.
omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent
yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsy lebih
suliti dilakukan. Pada mayat dari orang tua, proses pembusukannya lebih lambat
49
disebabkan lemak tubuhnya relative lebih sedikit. Pembusukkan yang lambat juga
terjadi pada mayat bayi yang baru lahir dan belum pernah diberi makan sebab pada
mayat tersebut kemasukan bakteri pembusuk3,6
Mayat dari orang yang keracunan kronis dari zat asam karbol, arsen, dan zink
klorida mengalami pembusukan lebih lambat. Mayat dari orang yang mati mendadak
lebih lambat mengalami pembusukan disbanding mayat dari orang yang meninggal
karena penyakit kronis. Badan berbaring di permukaan tanah cenderung membusuk
jauh lebih cepat dibandng mayat yang dikuburkan.3
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting
dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan
hinggap di badan dan meletakan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, mulut dan
telinga. Biasanya jarang pada daerah genianal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih
sering melatakan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva
lalat di daerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adalanya kekerasan seksual
sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24
jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat
penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kirakira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan
cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita
ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.1,3,6,11,12
50
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi mereka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan
bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan
toksikologi bila jaringan untuk spesimen standart juga sudah mengalami
pembusukan.11,12
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70
100F (21,1-37,8C ) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C)
atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu
hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Bila
mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka
proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses
pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan
berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas
tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang
merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.6,11
51
Wajah membengkak
Bibir membengkak
Mata menonjol
Lidah terjulur
Lubang hidung keluar cairan pembusukan
Lubang mulut keluar cairan pembusukan
Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
8.
(gravid)
Badan gembung
52
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana
mayat berada. Semakin lembab udara disekeliling mayat maka pembusukan lebih
cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara lebih cepat
dibandingkan pada medium tanah. Mayat yang tercelup dalam air akan lebih lambat
proses pembusukkannya. Berdasarkan hukum atau rasio Caspers apabila semua
faktor sama dan akses ke udara bebas sama, tubuh terdekomposisi dua kali lebih
cepat dari pada mayat yang tercelup di air dan delapan kali lebih cepat dari pada yang
terpendam atau terkubur.3,6,11
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai,
namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifiksi
pembusukan antara lain :11
a.
Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Proses mumifikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering,
53
kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri.
Terjadinya beberapa bulan sesudah mati tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit
melekat erat dengan tulang dibawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya
masih utuh.3,6,11
6,11,12
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada didalam suasana hangat,
lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam
lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi
menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun
yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada letak superfisial bentuk bercak, di
pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponifikasi
memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh
yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau seperti
minyak kelapa.
54
Biokimiawi Darah
Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis
darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa
hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta
gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh
selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum
kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang
dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih cepat.2,3,12
2.4.9
Cairan Serebrospinal
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14% menunjukkan kematian belum
lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian
belum 24 jam, kadar protein kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing masing
menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.2
55
digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat
mati. Namun, keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat
keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam
lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal
telah makan makanan tersebut.2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang
mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati, meliputi
pengertian, tipe kematian, cara-cara melakukan diagnosis, perubahanperubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Kegunaannya
yaitu untuk memastikan kematian klinis, memperkirakan sebab kematian,
memperkirakan saat kematian dan memperkirakan cara kematian.
56
a.
Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik.pedoman Bagi Dokter dan
Penegak hukum. Cetakan V. Semarang : Badan Penerbut Universitas
Diponegoro, 2007; p.47-65.
2. NN. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1997; p.25-35.
3. Vij, Krishan. Forensic Medicine and Toxicology.5 th Ed. Death and Its
Medicolegal (Forensic Thanatology). New Delhi : Elsevier, 2011; p.74-99.
4. Idris, MA Dr. Saat Kematian. Edisi Pertama. Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta : Bina Rupa Aksara, 1997; p.53-77.
5. Yu X, Wang H, Feng L, Zhu J. Quantitative Research in Modern Forensic
Analysis of Death Cause : New Classification of Death Cause, Degree of
Contribution, and Determination of Manner of Death. J Forensic Res 5:221.
58
59