Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F 20.0)

IDENTITAS PASIEN
No. Reg / No. Status : 00-15-30-26
Tanggal masuk RS : 20 Juli 2016
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tgl Lahir : Segeri / 01 07 1976
Umur : 40 tahun
Status Perkahwinan : Belum Menikah
Warga Negara/Suku : Indonesia/Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan/Pendidikan : Tidak bekerja/SD
Alamat : Polewali Segeri, Pangkep
Dikirim Oleh : Daiantar oleh keluarga
LAPORAN PSIKIATRI
Diperoleh Alloanamnesis dari :
Nama : Nn. AA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan/Pendidikan : Mahasiswa / S1
Alamat : Polewali Segeri, Pangkep
Hubungan dgn pasien : Keponakan

LAPORAN PSIKIATRIK
1 Riwayat Penyakit
a Keluhan utama dan alasan MRSJ / terapi:
Gelisah
b Riwayat gangguan sekarang, perhatikan:
- Keluhan dan gejala
Seorang perempuan 40 tahun datang ke UGD Jiwa RSKD untuk yang pertama
kalinya bersama keluarganya dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 2 tahun
terakhir, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien sering memukul keluarganya
tanpa alasan yang jelas dan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien sering
menghadang anak sekolah yang lewat depan rumahnya dan tampak akan memukul anak
sekolah tersebut. Pasien tampak gelisah, mudah marah, suka mengomel sendiri, sering
mondar-mandir, berbicara dan ketawa sendiri, dan tidak mau mandi. Pasien juga merasa

21
sulit tidur. Pasien merasa ada orang-orang yang mau mengambil barang-barang milik
pribadi di rumahnya. Pasien mengaku sering melihat dan mendengar suara-suara dari
orang-orang yang telah meninggal datang ke rumahnya Pasien juga mengaku sering
mendengar bisikan-bisikan dari makhluk halus (iblis) yang mengatakan kepada pasien
bahwa pasien tidak bisa menikah sampai sekarang karena pasien sudah dinikahkan
dengan anak iblis. Pasien sering merasa curiga keluarganya ingin mencelakainya.
Awal perubahan perilaku dialami sejak 2 tahun yang lalu, saat itu pasien
dijodohkan dan sudah akan menikah, namun tiba-tiba pihak calon mempelai pria
membatalkan rencana pernikahan tersebut secara sepihak. Sejak saat itu pasien mulai
mengurung diri, bicara sendiri, tidak nyambung bila diajak bicara, dan selalu menolak
orang yang datang melamarnya. Pasien merasa jengkel setiap mendengar ada kerabat atau
keluarganya yang akan menikah. Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang
sama tidak ada. Riwayat berobat sebelumnya tidak ada. Riwayat keluarga dengan
gangguan yang sama tidak ada.
- Hendaya / disfungsi
o Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
o Hendaya dalam bidang sosial (+)
o Hendaya dalam waktu senggang (+)
- Faktor stressor psikososial
Stressor psikososial yaitu masalah pernikahan (batalnya rencana pernikahan pasien 2
tahun yang lalu.
- Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya
o Riwayat infeksi tidak ada (-)
o Riwayat trauma tidak ada (-)
o Riwayat kejang tidak ada (-)
o Riwayat penggunaan NAPZA tidak ada (-)
c. Riwayat gangguan sebelumnya
- Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada
- Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya : Tidak ada
d. Riwayat kehidupan peribadi
- Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong dokter di RS, ASI (+), pertumbuhan dan
perkembangan awal baik

- Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)


Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya, pertumbuhan dan perkembangan pasien baik.
Pasien bermain dengan teman seusiannya. Kebiasaan makan pasien baik. Pola tidur
baik.
- Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (4 11 tahun)
22
Pasien mulai masuk SD saat umur 6 tahun. Perkembangan di sekolah kurang baik,
pasien seorang yang pendiam, prestasi tidak menonjol, teman tidak terlalu banyak,
pasien malas belajar.
- Riwayat masa remaja (12-17 tahun)
Setelah tamat SD, pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya karena
pasien masalah finansial keluarga. Pasien tinggal dirumah bersama orang tua dan
saudara kandung, dan membantu pekerjaan ibunya di rumah. Saat remaja pasien
tidak memiliki hubungan khusus dengan lawan jenis. Pasien cenderung pendiam dan
mudah tersinggung.
- Riwayat masa dewasa (18 tahun sekarang)
a. Riwayat Pekerjaan : Pasien tidak bekerja, sehari-hari hanya membantu pekerjaan
rumah,
b. Riwayat Pernikahan : Pasien tidak memiliki hubungan khusus dengan lawan
jenis, dan belum menikah. Pasien pernah dilamar beberapa kali, ditolak oleh
pasien karena pasien sangat memilih-milih dalam hal pasangan.
c. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban
agama dengan baik.
d. Aktivitas Sosial : Pasien dikenal sebagai orang yang pendiam, dan mudah
tersinggung, namun ulet dalam melakukan pekerjaan rumah. Sejak sakit pasien
menjadi jarang bersosialisasi.
e. Riwayat kehidupan keluarga
- Pasien anak keempat dari empat bersaudara (,,,)
- Hubungan dengan saudara baik, tidak ada masalah
- Hubungan dengan orang tua baik, pasien seorang anak yang penurut kepada
orang tua
f. Situasi sekarang
Sebelum dirawat di RSKD, pasien tinggal dengan kakak perempuan, suami kakaknya,
dan dua orang keponakannya (,). Pasien tidak bekerja dan belum menikah.
g. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya baik-baik saja, tidak sedang sakit, tidak memerlukan
pengobatan apa-apa, dan ingin kembali ke rumahnya setelah pulang dari RSKD
Makassar.
II. Status Mental
a. Deskripsi umum
1. Penampilan : Seorang perempuan memakai baju lengan pendek berwarna kream, dan
celana pendek pink. Wajah pasien tampak sesuai dengan umurnya, perawakan gemuk,
dan perawatan diri kurang.
2. Kesadaran : Berubah
3. Aktivitas psikomotor : Tenang
4. Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif
b. Keadaan Afektif (mood) perasaan, dan empati, perhatian:
1 Mood : Sulit dinilai
23
2 Afek : Tumpul
3 Empati : Tidak dapat dirabarasakan
c. Fungsi intelektual (kognitif) :
1 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : SD, Sesuai dengan tingkat
pendidikan
2 Daya konsentrasi : Baik
3 Orientasi :
Tempat : Baik
Waktu : Baik
Orang : Baik
4 Daya ingat : Daya ingat segera, jangka pendek,jangka panjang baik
5 Pikiran abstrak : Terganggu
6 Bakat kreatif : Membuat kue
7 Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang
d. Gangguan persepsi :
1. Halusinasi : Halusinasi visual (+) : pasien melihat orang-orang yang
sudah meninggal datang ke rumahnya dan ingin mengambil barang-
barangnya.
Halusinasi auditorik (+) : pasien mendengar suaru laki-laki yang
mengatakan bahwa alasan pasien tidak menikah sampai saat ini karena
telah dinikahkan dengan anak iblis.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
e. Proses berfikir
1 Arus pikiran :
- Produktivitas : Cukup
- Kontinuitas : Relevan, kadang asosiasi longgar
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2 Isi pikiran :
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikir : Waham curiga (+) : pasien meyakini bahwa ada orang-
orang yang mau mengambil barang-barang milik pribadi di rumahnya, dan juga
meyakini bahwa pasien ingin dicelakai, diguna-gunai oleh keluarganya, dan selalu
menolah orang-orang yang melamarnya karena pasien curiga akan ditipu dan
dipermainkan lagi.
f. Pengendalian impuls : Terganggu
g. Daya nilai
1 Norma sosial : Terganggu
2 Uji daya nilai : Terganggu
3 Penilaian realitas : Terganggu
h. Tilikan (insight) : Pasien tidak merasa sakit dan tidak merasa memerlukan
pengobatan (Tilikan derajat 1)
i. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
III. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut :

24
Pemeriksaan Fisik
- Status internus : TD:110/70 mmHG N:80x/Menit S:36.5C P: 20x/Menit
- Tuliskan pula hal-hal bermakna lainnya yang anda temukan pada pemeriksaan fisik,
pem. Lab dan penunjang lainnya :
- Tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik dan tidak ada hasil laboratorium
IV. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Seorang perempuan 40 tahun datang ke UGD Jiwa RSKD untuk yang pertama
kalinya bersama keluarganya dengan keluhan mengamuk yang dialami sejak 2 tahun
terakhir, namun memberat dalam 1 minggu terakhir. Pasien sering memukul keluarganya
tanpa alasan yang jelas dan merusak barang-barang di sekitarnya. Pasien sering
menghadang anak sekolah yang lewat depan rumahnya dan tampak akan memukul anak
sekolah tersebut. Pasien tampak gelisah, mudah marah, suka mengomel sendiri, sering
mondar-mandir, berbicara dan ketawa sendiri, dan tidak mau mandi. Pasien juga merasa
sulit tidur.
Awal perubahan perilaku dialami sejak 2 tahun yang lalu, saat itu pasien
dijodohkan dan sudah akan menikah, namun tiba-tiba pihak calon mempelai pria
membatalkan rencana pernikahan tersebut secara sepihak. Sejak saat itu pasien mulai
mengurung diri, bicara sendiri, tidak nyambung bila diajak bicara, dan selalu menolak
orang yang datang melamarnya.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang perempuan memakai baju lengan
pendek berwarna kream, dan celana pendek pink, wajah pasien tampak sesuai dengan
umurnya, perawakan gemuk, dan perawatan diri kurang. Pasien cukup kooperatif,
kesadaran berubah, aktivitas psikomotor tenang, verbalisasi spontan, lancar, intonasi
biasa, mood sulit dinilai, afek tumpul, empati tidak dapat dirabarasakan, pikiran abstrak
terganggu, kemampuan menolong diri sendiri berkurang, terdapat gangguan persepsi
berupa halusinasi visual & halusinasi auditorik, arus pikiran relevan, kadang asosiasi
longgar, gangguan isi pikiran berupa waham curiga, pengendalian impuls terganggu, dan
daya nilai terganggu. Tilikan pada pasien ini adalah tilikan 1 yaitu Pasien tidak merasa
sakit dan tidak merasa memerlukan pengobatan .Taraf kepercayaan dapat dipercayai.

V. Evaluasi Multiaksial
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna yaitu berupa pola perilaku yaitu mengamuk, memukul keluarganya, merusak
barang, mudah marah, sering mengomel sendiri, gelisah, mondar-mandir, susah tidur, dan
bicara sendiri. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga
serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa.

25
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai
realitas dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dan auditorik serta waham curiga
maka dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik.
Berdasarkan status internus dan status neurologis tidak ditemukan adanya kelainan
yang mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan otak sehingga
pasien didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik non-organik.
Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan auditorik. :
halusinasi visual (+) pasien melihat orang-orang yang sudah meninggal datang ke
rumahnya dan ingin mengambil barang-barangnya, halusinasi auditorik (+), pasien
mendengar suaru laki-laki yang mengatakan bahwa alasan pasien tidak menikah sampai
saat ini karena telah dinikahkan dengan anak iblis. Terdapat gangguan isi pikiran berupa
waham curiga, dimana pasien meyakini bahwa ada orang-orang yang mau mengambil
barang-barang milik pribadi di rumahnya, dan juga meyakini bahwa pasien ingin dicelakai,
diguna-gunai oleh keluarganya, dan selalu menolak orang-orang yang melamarnya karena
pasien curiga akan ditipu dan dipermainkan lagi. Terdapat afek yang menumpul, arus pikir
yang irelevan, dan asosiasi longgar. Perlangsungan gejala sejak 2 tahun yang lalu.
Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis diarahkan pada skizofrenia.
Adanya waham curiga yang khas didapatkan pada pasien maka berdasarkan PPDGJ
III diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0)
Aksis II : Dari data yang diperoleh, belum cukup untuk memasukkan
pasien ke satu ciri kepribadian
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Faktor stressor psikososial yaitu masalah pernikahan
Aksis : GAF Scale 50-41, gejala berat (serious), disabilitas berat
VI. Daftar Problem
Organobiologik : Tidak ditemukan adanya kelainan fisis yang bermakna tetapi diduga
adanya ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakologi.
Psikologik : Ditemukan adanya hendaya menilai realitas maka pasien
memerlukan psikoterapi.
Sosiologik : Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan, dan hendaya
waktu senggang sehingga pasien butuh sosioterapi.
VII. Prognosis
Faktor pendukung: - Dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien baik
- Tidak terdapat kelainan organik
- Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
- Pertama kalinya menderita gangguan seperti ini
- Stressor psikososial yang jelas
Faktor Penghambat : - Stressor yang masih berlangsung
- Tingkat pendidikan pasien rendah
- Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid buruk

26
Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien:
- Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
- Quo Ad Functionam : dubia ad malam
- Quo Ad Sanationam : Dubia Ad malam
VIII. Rencana Terapi
1. Psikofarmakoterapi :
Haloperidol 5 mg / 1 tab / 8 jam / oral
Chlorpromazine 100 mg / 1 tab / 24 jam / oral / malam
Awasi tanda-tanda EPS bila ada EPS R/ Trihexyphenidyl 2 mg / 12 jam / oral
2. Psikoterapi Supportif
Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi
hati sehingga pasien menjadi lega
Konseling memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan memahami
kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur
3. Sosioterapi : memberikan penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien
untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkungan yang kondusif
IX. Follow up
Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya
Pantau efektivitas terapi dan efek samping yang mungkin terjadi
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan
psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan
perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
II. Fase Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan
klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai
dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual.1
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam
pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses
berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
27
III. Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui secara pasti.
Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan
dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar
satu telur. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh
beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Hal ini
juga menjelaskan mengapa terdapat gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang
mengalami gangguan skizofrenia (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk
mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga
yang memiliki penyakit ini. 1, 2
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmiter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu
sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmiter
dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang
abnormal terhadap dopamin. Neuron dopaminergik di dalam jalur tersebut berjalan dari badan
selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral. Banyak
ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamin yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmiter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga memainkan
peranan penting dalam terjadinya skizofrenia.2
c. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan adalah
model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diathesis) yang bila dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stres sehingga muncul gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap stress yang paling umum
dapat didapatkan secara biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan dapat
berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun psikologis (contoh situasi keluarga yang penuh
ketegangan atau kematian teman dekat). Dasar biologis untuk suatu kerentanan dibentuk lebih
lanjut oleh pengaruh genetik, penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan trauma.1
d. Neurologikal
Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan dengan abnormalitas
sruktur dari otak atau aktivitas berlebihan di lokasi spesifik yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi dalam gangguan jiwa. Sebagai contoh masalah komunikasi adalah salah satu
bagian dari disfungsi secara luas. Hal ini juga diketahui bahwa hubungan antara nukleus yang
28
mengontrol kognitif, perilaku, dan emosi terutama terlibat dalam gangguan psikiatri. Serebral
korteks, merupakan daerah di otak yang sangat penting dalam membuat keputusan dan
berfikir tingkat tinggi, seperti pemikiran abstrak.1 Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur
perilaku emosional, memori, dan pembelajaran. :
- Ganglia basal : mengkoordinasi gerakan.
- Hipotalamus : meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan, minum dan seks.
- Locus ceruleus : membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat dalam perilaku
dan mood.
- Substantia nigra : sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam mengontrol
pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi. 3

29
IV. Psikopatologi
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter
dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan
serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam
bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.8
Gejala Negatif Gejala Positif
-Alogia -Halusinasi
-Afek datar -Delusi
-Avolition apatis -Tingkah laku aneh
-Anhedonia associality -Gangguan berpikir positif formal
-Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian
dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak
pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel,
atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).8
V. Klasifikasi
Subtipe skizofrenia menurut DSM-IV :
1. Tipe paranoid (F 20.0)
DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan (preokupasi) pada
satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada perilaku spesifik lain
yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe
paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kejar atau waham kebesaran. Pasien
skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua dari pada pasien skizofrenik terdisorganisasi
atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pada pasien skizofrenik.1
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
berfungsi secara baik.1

30
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi yang nyata
ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak teratur, serta tidak adanya
gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset biasanya terjadi awal, sebelum usia
25 tahun. Pasien terdisorganisasi biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak bertujuan dan
tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah hal yang paling menonjol dan kontaknya
buruk terhadap kenyataan. Penampilan pribadinya dan perilaku sosialnya rusak. Respon
emosionalnya sesuai dan mereka sering kali meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah yang
meringis dan menyeringai paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku tersebut
paling baik digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.1
3. Tipe Katatonik (F 20.3)
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik yang
mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau posturing. Kadang-kadang
pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta
adalah stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas lilin. Mutisme adalah yang paling sering
ditemukan. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain.
Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau
cidera yang disebabkan oleh diri sendiri.1
4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)
Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya jika :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama
12 bulan terakhir ini
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode
Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu
dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 F 20.3).4
5. Tipe Residual (F 20.5)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan sosial, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis dan asosiasi longgar ringan adalah gejala yang sering
ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.1
6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)
a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:

31
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara social
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya. 4
7. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk skizofrenia memerlukan onset gangguan, satu
atau lebih bidang fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri
sendiri.1
8. Tipe I dan tipe II
Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke dalam tipe
I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara bermakna mempengaruhi
penelitian psikiatrik. Gejala negatif yang timbul yaitu afek datar atau tumpul, kemiskinan
pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), penampilan yang buruk, tidak
adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif dan defisit perhatian. Gejala
positif adalah asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh dan bertambah banyaknya
pembicaraan. Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar gejala positif, struktur otak
yang normal pada CT, dan respons yang relatif baik terhadap pengobatan. Pada pasien tipe II
cenderung memiliki sebagian besar gejala negatif, kelainan struktural otak pada pemeriksaan
CT dan respon yang buruk terhadap pengobatan.
9. Sub tipe Lain
Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri (self-
explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak dan proses. Skizofrenia
onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia yang mempunyai onset setelah usia 45
tahun. Skizofrenia dengan onset yang terjadi pada masa anak-anak (childhood schizophrenia).
Skizofrenia proses yang berarti skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan
dan keruntuhan.1
VI. Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association
untuk skizofrenia: 1

32
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
1. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika pengobatan berhasil):
a Waham
b Halusinasi
c Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
d Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
e Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizzare (kacau) atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien
atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
2. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan
diri adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada
masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik atau pekerjaan yang diharapkan).
3. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika pengobatan
berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk
periode gejala prodomal atau residual. Selama periode prodomal atau residual tanda
gangguan mungkin hanya gejala negatif saja atau dua atau lebih gejala yang dituliskan
dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya, keyakinan yang aneh,
pengalaman atau persepsi yang tidak lazim).
4. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif dan
gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena: (1) tidak ada episode
depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase
aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
5. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis
langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan) atau suatu kondisi medis
umum
6. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat adanya riwayat
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan
untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).

Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah sekurangnya


1 tahun sejak onset awal gejala fase aktif);
- Episodik dengan gejala residual antar episode (episode didefinisikan oleh timbulnya
kembali gejala psikotik yang menonjol), juga sebutkan jika dengan gejala negatif yang
33
menonjol
Episode tanpa gejala residual antar episodik
- Episode tunggal dalam remisi parsial, juga dengan gejala negatif yang menonjol
- Episode tunggal dalam remisi penuh
- Pola lain atau tidak ditentukan

VII.
Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
1. Farmakoterapi5
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
a. Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah akatisia adan gejala lir-
parkinsonism berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda
dan sindrom neuroleptik maligna.5
b. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani
gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini
tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen
antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama
efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala
negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang
telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan
ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai
obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.5
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.5
(1) Haloperidol (Haldol) digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik dan suara
pada anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi merupakan
competively blocking postsynaptic dopamine (D2) reseptor dalam sistem mesolimbik
34
dopaminergik, dengan meningkatnya pergantian dopamin untuk efek penenang. Dengan
terapi subkronik, depolarisasi dan D2 postsinaptik dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone (Risperdal) Monoaminergik selektif mengikat reseptor D2 dopamin selama
20 menit, afinitasnya lebih rendah dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga mengikat reseptor
alfa1-adrenergik dengan afinitas lebih rendah dari H1-histaminergik dan reseptor alpha2-
adrenergik. Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada
efek ekstrpiramidal.
(2) Olanzapine (Zyprexa), antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi
sistem reseptor (seperti serotonin, dopamin, kolinergik, muskarinik, alpha adrenergik,
histamin). Efek antipsikotik berupa perlawanan terhadap dopamin dan reseptor serotonin
tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan gangguan bipolar.
(3) Clozapine (Clozaril), memblokir aktifitas reseptor D2 dan D1, tetapi memiliki efek
dalam menghambat nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin secara signifikan,
tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien
nonresponsif atau agen neuroleptik klasik tidak ditoleransi.
(4) Quetiapine (Seroquel), antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang.
Mampu melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal antipsikotik
termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia, parkinsonism, dan tardif diskinesia.
(5) Aripiprazole (Abilify), memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik lainnya.
Aripiprazole menimbulkan parsial dopamin (D2) dan serotonin (5HT1A) agonis, dan
antagonis serotonin (5HT2A).
2. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit.1
3. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, di dalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan
aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. 1
4. Terapi kelompok

35
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.1
5. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat
dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.1
6. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan
kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

36
BAB III
DISKUSI
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna yaitu berupa pola perilaku yaitu mengamuk, memukul keluarganya, merusak
barang, mudah marah, sering mengomel sendiri, gelisah, mondar-mandir, susah tidur, dan
bicara sendiri. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga
serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan penggunaan waktu
senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan hendaya berat dalam menilai realitas
dimana didapatkan halusinasi yang berupa visual dan auditorik serta waham curiga maka
dapat disimpulkan pasien menderita gangguan jiwa psikotik. Berdasarkan status internus
dan status neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan
medis umum yang menimbulkan gangguan otak sehingga pasien didiagnosis sebagai
gangguan jiwa psikotik non-organik.
Pada pasien ditemukan gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan auditorik. :
halusinasi visual (+) pasien melihat orang-orang yang sudah meninggal datang ke rumahnya
dan ingin mengambil barang-barangnya, halusinasi auditorik (+), pasien mendengar suaru
laki-laki yang mengatakan bahwa alasan pasien tidak menikah sampai saat ini karena telah
dinikahkan dengan anak iblis. Terdapat gangguan isi pikiran berupa waham curiga, dimana
pasien meyakini bahwa ada orang-orang yang mau mengambil barang-barang milik pribadi di
rumahnya, dan juga meyakini bahwa pasien ingin dicelakai, diguna-gunai oleh keluarganya,
dan selalu menolak orang-orang yang melamarnya karena pasien curiga akan ditipu dan
dipermainkan lagi. Terdapat afek yang menumpul, arus pikir yang irelevan, dan asosiasi
longgar. Perlangsungan gejala sejak 2 tahun yang lalu. Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis
diarahkan pada skizofrenia. Adanya waham curiga yang khas didapatkan pada pasien maka
berdasarkan PPDGJ III diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0)
Pada pasien ini diberikan haloperidol tablet yaitu obat antipsikotik tipikal. Haloperidol
terutama bekerja pada reseptor D2, memiliki beberapa efek pada reseptor 5-HT2 dan 1,
namun tidak bekerja pada reseptor D1. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat
dan selektif untuk fase mania penyakit manik depresif pasien skizofrenia. Efek
ekstrapiramidal memiliki insiden tinggi pada pemakaian obat ini, terutama pada penderita usia
muda. Dosis anjurannya adalah Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg
selain itu juga tersedia dalam bentuk sirup 5 mg/100ml dan ampul 5mg/ml.
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut
seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat
ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini
sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk
menghilangkan gejala positif yang ada pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ, Sadock VA, eds.
Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd edition Pacific
Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Available at :
http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri
Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012
8. Maddux, JE, Winstead, BA. 2005. Psychopathology Foundations For A Contemporary
Understanding. New Jerseys: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

38
LAMPIRAN

AUTOANAMNESA (20 JULI 2016)


DM: Dokter Muda P: Pasien

DM : Assalamualaikum Ibu, selamat sore Ibu. Perkenalkan saya dokter muda dari bagian
psikiatri, nama saya Rima. Mohon maaf sebelumnya Ibu saya mau tanya-tanya sedikit
ke Ibu. Ibu bersedia?
P : .. (Pasien diam, tampak berpikir, lalu mengangguk)
DM : Maaf bu sebelumnya, dengan Ibu siapa?
P : Namaku S dok
DM : Oh iya, Ibu S. Bagaimana kabar nya hari ini bu?
P : Baik-baikji dok
DM : Alhamdulillah. Kalau boleh tahu, Ibu asalnya darimana?
P : Dari Pangkep dok. Di Segeri ka tinggal.
DM : Oo. Ibu orang Pangkep. Umurnya sekarang berapa, Bu?
P : 40 tahun dok.
DM : Ibu sudah menikah?
P : (diam lama). Belum. Belum ka menikah. Tidak mau ka menikah.
DM : Pekerjaan nya Ibu apa?
P : Tidak juga. Tidak ada pekerjaan ku dok.
DM : Begitu. Kalau pendidikan terakhirnya Ibu?
P : Aii.. Tamatan SD ji ka dok. Tidak suka ka belajar, terlalu banyak dipikir.
DM : Oiya, Bu. Kalau boleh saya tanya, apa Ibu tahu kenapa Ibu dibawa sama keluarga Ibu
kesini?
P : Tidak tau dok, katanya adekku disuruhka tinggal menginap dulu disini supaya tenang-
tenangka.
DM : Memangnya, kalau Ibu di rumah, Ibu tidak tenang yah?
P : Iya. Biasa gelisah ka. Tidak enak perasaanku. Jadi kayak mau ka terus bicara, ngomel-
ngomel.
DM : Ngomel kenapa Bu?
P : Tidak tau dok.
DM : Apa ada sesuatu yang kira-kira bikin ibu marah?
P : Bgini dok. Ada bisik-bisik di telingaku dok, suara laki-laki, na ketawai ka, na bilang
kalo tidak bisa ka menikah karena sudah mka menikah sama anak iblis. Baru itu terus
na ulang-ulang. Itu mi yang bikin jengkelka, suka ka marah-marah kalo datang lagi itu
suara. (halusinasi auditorik)
DM : Bisik-bisik yang Ibu dengar itu , apa mengomentari Ibu?
P : Tidak ji dok. Cuma bisik-bisik ji, biasa kalo bangun tidur ka.
DM : Ibu bisa lihat wujudnya itu laki-laki?
P : Nda dok, Cuma suara ji.

39
DM : Suaranya itu satu orang atau banyak? Bisa Ibu ceritakan?
P : Satu suara ji yang itu Bapak Iblis, suara laki-laki, jelas skali kalo datang ki. Tapi biasa
juga saya dengar kayak banyak suara. Saya kenal itu semua suaranya, suaranya Om
ku, tetanggaku, Kakekku, Sepupuku. Itu mereka sudah semua mi meninggal
(halusinasi auditorik)
DM : Apa ibu dengar dengan jelas apa yang mereka bilang?
P : Nda. Nda jelas apa mereka bilang, bersamaan ki semua bicara. Jadi nda ku dengar jelas
ki. Baru malam-malam pi biasa mereka datangi ka, itu mi nda bisa ka tidur, kah ribut
sekali mereka meninggal (halusinasi auditorik)
DM : Ibu rasa suaranya datang dari mana ? Dari dalam tubuh atau diluar?
P : Dari luar ji dok.
DM : Bisa dilihat orangnya? Yang suara-suara keluarga nya Ibu.
P : Iya, ada dok kadang-kadang. (halusinasi visual)
DM : Sejak kapan dan di mana munculnya?
P : Nda tau dari kapan, yang jelas lama mi dok kurasa. Di rumah ada, tapi disini tidak ada
mereka, biasa di kamar ku baru muncul, apalagi kalo sendirian ka, datang semua mi
itu keluargaku yang meninggal. Kalau itu yang satu Bapak Iblis, biasa muncul nda
tentu. Kadang hilang satu hari, kadang muncul terus-terus seharian (halusinasi visual)
DM : Keluarganya Ibu ada yang dengar suara-suara yang Ibu dengar?
P : Tidak dok, tidak ada yang percaya ka.
DM : Sebelumnya pernah ada kejadian yang bikin Ibu jadi kayak begini?
P : (pasien diam). Maksudnya dokter?
DM : Maksudku Ibu, Kan sudah lama Ibu dengar suara-suara begitu, sebelumnya tidak
pernah dengar. Kira-kira ada tidak sesuatu yang Ibu alami, sampai bisa dengar suara-
suara?
P : .. (diam lama) Tidak ada ji dok. Baik-baik ji ka selalu. Tiba-tiba ji muncul. (hendaya
menilai realitas)
DM : Pernah ada rasa yang masuki tubuh Ibu seperti kesurupan?
P : Nda adaji dok, cuma kadang-kadang bosan ka, suka ka keluar-keluar. Ada SD dekat
rumahku, disituka suka main-main biasa dok.
DM : Main-main kayak bagaimana Bu?
P : Sama anak SD. Biasa ku minta uangnya mereka, baru mereka menangis mi. Cengeng
sekali. Tapi itu mi, suka ka kalo ada yang menangis, kayak ramai sekali.
DM : Ibu punya masalah dengan orang di sekitar Ibu?
P : Tidak ada ji dok. .
DM : Kalau dengan orang rumah?
P : Tidak adaji dok, baik-baikka dengan keluargaku.
DM : Kalau orang lain? Selain orang rumah?
P : Itu mi dok. Kurasa ada keulargaku mau guna-gunai ka (waham curiga, irelevan)
DM : Keluarga maksudnya ibu?
P : Ibu, adik, kakak, ipar, sepupuku. Na benci smua ka itu dok.
DM : Darimana ibu tahu kalau keluarga Ibu ingin berniat jahat kepada Ibu?
40
P : Tidakji dok, tapi yakinka mereka benci skalika
DM : Terus, bagaimana sikap Ibu terhadap keluarga Ibu yang berniat jahat ?
P : Suka ka pukul mereka. Tapi nda sampe sakit ji. Cuma jadi peringatan ji itu buat
keluargaku supaya tidak guna-gunai ka.
DM : Bagaimana tidurnya Ibu? Berapa jam biasanya tidur kalau malam hari?
P : Biasa tidak tidur semalaman dok. Karena itu tadi suara-suara. Tapi kalau misalnya nda
muncul, tetapi ji susah ka tidur, biasa jam 1 atau jam 2 malam baru ka bisa tidur.
DM : Kalau tidak bisa tidur, Ibu biasa ngapain?
P : Nda ada ji dok.
DM : Ibu pernah alami mimpi-mimpi? Bisa ceritakan?
P : Pulang mi saja. Mau ada petir (irelevan, asosiasi longgar)
DM : Iya Ibu? Kenapa?
P : Nda ji dok.
DM : Apa yang Ibu pikir dan rasa sekarang?
P : Mau ka pulang dok, bosan ka disini, saya cuma duduk saja di lantai.
DM : Ibu mau pulang kemana?
P : Ke rumahku, di Segeri dok.
DM : Bagaimana hubungan nya ibu dengan keluar? Ada masalah?
P : Baikji dok, tidak adaji masalah.
DM : Gimana nafsu makannya Ibu?
P : Baik ji dok.
DM : Bu, saya tanya ki di, masih ingat nama saya?
P : Dokter Rima
DM : Seratus dikurang tujuh?
P : sembilan puluh.... sembilan puluh tiga dok
DM : Dikurang tujuh lagi?
P : eee.... delapan puluh enam dok
DM : Sekarang kita lagi di mana?
P : Di ruangan Dok, di rumah sakit dadi
DM : Hari apa ini bu?
P : Hari Rabu dok
DM : Ibu, pernah dengar istilah panjang tangan ?
P : . (diam) Orang bule mungkin dok.
DM : Kalau misalnya ibu tiba-tiba ketemu dompet di tengah jalan, apa yang Ibu lakukan?
P : Kuambil lah dok.
DM : Oh iya Ibu, terima kasih banyak atas waktunya Ibu, ada yang ingin Ibu tanyakan ?
P : Tidak ada ji dok.
DM : Baik Ibu, nanti saya kasi obat, diminum yah Bu
P : Dok, bilangi ke adikku suruh cepat jemputka na.
DM : Iya Ibu.

41

Anda mungkin juga menyukai